Pages

Paus Fransiskus dan Teologi Pembebasan




Paus Fransiskus dan Teologi Pembebasan

Pada cover majalah “Time”, yang diterbitkan sementara Bapa Suci sedang dalam perjalanan ke Brasil, ada sebuah foto dirinya dengan judul ini: “The People’s Pope”. Yaitu Paus dari orang kebanyakan atau lebih baik lagi “Paus dari rakyat”.

Bisa juga dikatakan memang bahwa Fransiskus mewujudkan, dalam sikapnya, dalam pengajarannya, dalam sejarahnya dan dalam sosok penggembala-nya, “teologi pembebasan yang benar” yang telah diwartakan bertahun-tahun oleh Joseph Ratzinger dan Yohanes Paulus II.

Sambil menunjukkan kesalahan-kesalahan dari “teologi pembebasan” yang pernah tersebar pada tahun-tahun tujuhpuluhan di Amerika Latin, teologi-teologi seperti yang dicetuskan oleh Gustavo Gutierrez, Camillo Torres, Leonardo dan Clovis Boff, lalu Jon Sobrino dan lain-lain, yang berkhayal untuk mewujudkan Injil dengan merangkul analisis-analisis Marxis yaitu perjuangan kelompok-kelompok dan revolusi. Sebuah kesalahan yang dramatis.

BOFF BERBALIK ARAH
Akhir-akhir ini seorang diantara mereka, Clovis Boff, ikut mengambil suara untuk memberikan pengakuannya kepada ajaran Gereja dari Ratzinger, dari Yohanes Paulus II dan tentu saja –kita lihat – dari Bergoglio.

Tanggal 11 Maret 2013, ia memberikan wawancara kepada harian Brasil “Folha de S. Paulo”, dengan judul ini: “Irmão de Leonardo Boff defende Bento 16 e critica Teologia da Libertação”.

Dengan menunjuk kepada apa yang saat itu ditulis oleh kardinal Ratzinger, Clovis Boff berkata:
“Ia telah membela proyek penting dari teologi pembebasan: komitmen kepada orang miskin karena iman. Pada saat bersamaan, ia telah mengkritik pengaruh Marxis. Gereja tidak bisa memulai negosiasi-negosiasi mengenai esensi iman: bukanlah seperti masyarakat sipil di mana orang dapat mengatakan apapun yang dia inginkan. Kita terikat kepada sebuah iman dan jika seseorang meyakini sebuah iman yang berbeda, maka ia mengecualikan dirinya dari Gereja. Dari awal ia telah memiliki keperluan yang jelas untuk menempatkan Kristus sebagai fondasi dari seluruh teologi.”

Sebaliknya, “dalam wacana hegemonik dari teologi pembebasan,” Clovis Boff mengakui:
“Saya telah memperingatkan bahwa iman dalam Kristus hanya muncul di latar belakang. ‘Kristianisme anonim’ oleh Karl Rahner adalah alasan besar untuk mengabaikan Kristus, doa, sakramen-sakramen dan misi, dengan memfokuskan pada transformasi struktur sosial.”

Teolog itu menyimpulkan dengan sebuah kenangan pribadi yang sangat bermakna:
“Di tahun 70-an kardinal Eugenio Sales menarik sertifikat-ku untuk mengajar teologi di Universitas Katolik Rio. Sales dengan hangat menjelaskan kepada saya: 'Clovis, saya pikir kamu salah. Melakukan kebaikan saja tidak cukup untuk menjadi seorang Kristen, yang utama adalah mengakui iman'. Sales benar, pada kenyataannya, Gereja telah menjadi tidak relevan. Dan tidak hanya Gereja, tetapi juga Kristus.”

Maka, jika teologi pembebasan “itu” telah rusak, begitu pula dengan sistem Marxis, demikian telah tumbuh teologi pembebasan yang “benar”. Justru Ratzinger-lah yang telah menjadi promotor-nya yang kuat dan Bergoglio adalah sang buah yang matang.

Dan disinilah, kita menemukan lagi benang merah yang mengikat dua orang Allah itu. Ternyata diketahui bahwa Bergoglio di Amerika Latin adalah salah satu pendukung yang paling bergelora dari jalur yang disarankan oleh Gereja ini, yaitu, pelukan kepada orang miskin, baik dalam kehidupan materi dan dalam rohani, menggugat ketidakadilan yang mendalam yang menindas begitu banyak orang, tetapi dengan pewartaan Injil, dan bukan dari ideologi Marxis.

Ikatan itu membawa sampai kepada Konklaf di bulan Maret yang lalu. Dan justru kunjungan Paus Fransiskus di Brasil untuk Hari Pemuda Sedunia itulah yang memungkinkan kita untuk mengetahuinya. Hal itu dikatakan oleh Lucio Brunelli dengan sebuah artikel pada "Terre d'America" oleh Alver Metalli.

SEMUA BERAWAL BERSAMA MARIA.
Brunelli, menekankan "takdir yang tidak biasa" yang "terus mengikat paus yang berkuasa dan Paus emeritus" - di samping dari kasih sayang dan penghargaan pribadi - menunjukkan sebuah tempat penuh makna: tempat peziarahan Maria dari Aparecida, yang merupakan jantung Kristen di Brasil.

Dan di sana, di kaki Bunda, Paus Fransiskus berdoa pada tanggal 24 Juli 2013 sebelum bertemu dengan dua jutaan orang muda. Dan di Santuari itulah, Benediktus XVI pada tanggal 13 Mei 2007 berkunjung, dikelilingi oleh sebuah kerumunan besar orang-orang.

Mengapa di Aparecida diadakan Konferensi Umum kelima dari Waligereja dari Amerika Latin dan dari Karibia?

“Pertemuan itulah,” kata Brunelli, “yang menguduskan sosok Uskup Agung Buenos Aires, Bergoglio, sebagai pemimpin benua Gereja Amerika Latin. Reputasinya sebagai abdi Allah sudah lebih dulu dikenal. Cara hidupnya, ruang yang dicadangkan untuk berdoa, penolakan atas kemewahan dan perhatian menginjil kepada orang miskin, itu semua adalah gambar yang telah dikenal dengan baik oleh banyak para konfraternya. Inilah sebabnya mengapa banyak dari mereka sudah memilih dirinya di dalam konklaf tahun 2005.

Tapi di Aparecida, para uskup Amerika Latin (dan tidak hanya mereka) juga menemukan kemampuan untuk ‘memerintah’ dari Bergoglio.”

Bahkan, ia telah diangkat sebagai ketua komisi untuk menuliskan dokumen akhir, sebuah tugas yang rumit karena ia harus menunjukkan jalan kepada sebuah Gereja yang kompleks, di sebuah benua yang paling Katolik sedunia dan justru sementara mereka tengah mengalami perubahan penuh gejolak (jurang default Argentina, pertumbuhan perlahan ekonomi Brasil).

Bergoglio berhasil mengungkapkan dengan harmoni, semua kepekaan yang berbeda dan – kata Brunelli – “ menghargai bersama devosi rakyat dan acuan-acuan yang paling otentik dari teologi pembebasan, yang dimurnikan dari kerak ideologis pada tahun 70-an”.

Di dalam homili yang diucapkannya di Aparecida pada tanggal 16 Mei 2007, setelah keberangkatan Paus Benediktus, dari awal orang telah sungguh melihat - kata Brunelli - semuanya dari Paus Fransiskus:

“Roh memproyeksikan Gereja ke pinggiran-pinggiran, bukan hanya pinggiran geografis dunia yang dikenal melalui budaya, tetapi pinggiran kehidupan. Roh memandu kita, memimpin kita di jalan menuju setiap pinggiran kemanusiaan: yaitu pinggiran dari tidak mengenal Allah ... dari ketidakadilan, dari kesedihan, dari kesepian, dari kurangnya makna ...”.

Dalam sebuah wawancara berikutnya dengan majalah Katolik Italia “30 Giorni”, Bergoglio mengucapkan terima kasih dan memuji Paus Benediktus karena telah menghendaki untuk menghargai kontribusi dari semua pihak.

Kemudian, ia menyimpulkan:
“Dokumen Aparecida tidak berakhir dalam dirinya sendiri, ia tidak menutup, ia bukan merupakan langkah terakhir, karena pembukaan akhir terletak pada misi. Pewartaan dan kesaksian dari para murid. Untuk tetap setia maka diharuskan keluar. Untuk tetap setia kita keluar. Ujungnya, inilah yang dikatakan oleh Aparecida”.

Brunelli mengamati:
“Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa hanya di Aparecida tersembunyi bagian rahasia dari pemilihan Bergoglio kepada Tahta kepausan. Beberapa kardinal Brasil, mulai dari temannya, Claudio Hummes, Uskup Agung Emeritus dari São Paulo, adalah orang pertama yang mempromosikan pencalonannya selama konklaf terakhir. Banyak orang mungkin mengingat foto Fransiskus, setelah pemilihan, di mini bus bersama para kardinal ceria lainnya. Duduk di sampingnya adalah Kardinal dari Aparecida, Raymundo Damasceno Assis. ‘Pada saat orang mulai memfoto – ia mengatakan kepada kami – kami ingat dengan paus yang baru suasana persaudaraan yang dialami saat konferensi uskup dari benua itu, dan saya tengah ingin mengajaknya untuk kembali ke Aparecida, pada kesempatan Hari Pemuda Sedunia’ “.

Paus yang baru langsung mengiyakan: ia ingin kembali ke sana kepada Maria, dari mana semuanya diawali.

PERKATAAN SANG MUSUH
Justru musuh bebuyutan Bergoglio, intelektual Argentina bernama Horacio Verbitsky, yang menyebut paus baru sebagai “sebuah aib bagi Argentina dan Amerika Selatan”, yang menerangkan bahwa Fransiskus, yang diharapkan di Brasil oleh lautan manusia, akan menjadi tanda sejati dari kelahiran kembali secara Kristen.

Bahkan, ia dengan marah berkata kepada harian “Fatto quotidiano” bahwa “populisme Bergoglio dari sayap kanan adalah satu-satunya yang dapat bersaing dengan populisme sayap kiri.

Saya membayangkan bahwa peranannya terhadap benua kita akan mirip dengan Yohanes Paulus II kepada blok Soviet pada waktu itu, meskipun ada perbedaan antara dua periode dan dua pria. Bergoglio menggabungkan sentuhan populis Yohanes Paulus II dengan kehalusan intelektual Ratzinger. Dan Bergoglio lebih politis daripada keduanya.” Itu berarti ia akan menjadi Paus besar. Bukan dari sayap kanan dan sayap kiri: melainkan dari Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar