Pages

MEMOAR 100TH FATIMA, 6


HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
CERITA CINTA PARA SAKSI MATA FATIMA DAN KOMENTAR TEOLOGIS ATAS "RAHASIA FATIMA"
(BUKU "MARY: WOMAN & MOTHER" - "MEMOAR 100TH FATIMA", RJK, 2017)
Jesu et Maria,
amores mei dulcissimi!
pro vobis patiar,
pro vobis moriar;
sim totus vester,
sim nihil meus
Yesus dan Maria, kekasihku yang termanis,
demi Engkau aku rela menderita,
demi Engkau aku rela mati;
anugerahilah kiranya
agar aku dalam segala hal adalah milik-Mu
dan tak ada suatupun yang milikku
=======
Persepsi “hari sial/hari apes” pada Jumat tanggal 13 (“Friday the 13th / Freaky Friday / Black Friday”) telah kutuk-terbentuk dan menyebar-pencar luas lagi lugas di seantero dunia sejak berabad -abad lalu. Sudah biasa kita melihat rumah, hotel-motel, losmen-apartemen, gedung, rumah sakit di desa dan kota kadang melewatkan nomor lantai atau kamar “13”. Bahkan beberapa bandara juga terkadang menghilangkan gerbang “13”.
Takhayul ini berkembang secara luas terutama di dataran Eropa dan Amerika, sampai-sampai ada banyak orang menderita penyakit “paraskavedekatriaphobia” atau “friggatriskaidekaphobia”, istilah ilmiah bagi perasaan takut pada Jumat tanggal “13”.
Konon, mantan Presiden AS, Franklin D. Roosevelt menghindari melakukan perjalanan pada tanggal “13” dalam bulan apa pun. Ia juga tidak pernah mau menjadi tamu yang ke-“13” dalam sebuah jamuan makan. Napoleon Bonaparte dan mantan Presiden Herbert Hoover kabarnya juga mengalami ketakutan berlebih pada angka “13”.
Rasa takut akan tanggal “13” ini bahkan telah menjadi inspirasi dibuatnya novel dan film-film bertema horror dan superstitious dengan judul yang sama, yang kemudian memicu-pacu orang untuk lebih mempercayainya lagi.
Orang-orang kadang juga menghindari tanggal “13” ini untuk melakukan hal-hal penting seperti pergi berlayar, membeli rumah, bepergian jauh, pesta nikah, bahkan sebisanya jangan sampai melahirkan anak pada tanggal tersebut.
Takhayul bahwa hari Jumat tanggal “13” ini demikian “menakutkan” dan “membawa sial” berkembang dari waktu ke waktu, di antaranya dikatakan bersumber dari :
- Ada sejarawan yang berteori bahwa Adam dan Hawa memakan buah terlarang pada tanggal “13” tersebut.
- Peristiwa banjir besar pada jaman Nabi Nuh, dipercaya sebagian ahli sejarah dimulai pada Jumat, tanggal “13” September (Tishri 1 pada 2458 SM).
- Pada Perjamuan Malam Terakhir, yang hadir adalah “13” orang, pada malam Jumat sebelum Yesus disalib. Yudas Iskariot adalah orang ke-“13” yang tiba malam itu.
- Sebuah kapal Inggris yang diberi nama “Friday the 13th”, berlayar pada Jumat tanggal “13”. Kapal ini kemudian hilang tak diketahui lagi kabar rimbanya. Dan masih banyak lagi “peristiwa-peristiwa sial” yang tercatat terjadi pada “Friday the 13th” (yang terakhir adalah serangan teroris pada Paris Attack, Jumat “13” November 2016).
Tentu saja, dalam tradisi Gereja Katolik, kita tidak mempercayai superstitous “Friday the 13th”, karena semua hari adalah baik adanya, bahkan dikatakan dalam “KHK” - “Kitab Hukum Kanonik” bahwasannya: “Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun.”
Dan.....Lihatlah!
Bahwa dalam penampakannya di Fatima, Bunda Maria muncul berkali-kali kepada anak-anak gembala di setiap tanggal “13”.
Ya, bagi orang-orang yang suka takhayul, angka ”13” adalah angka yang sial. Tapi bagi umat beriman dan terlebih para pecinta Maria, angka “13” mempunyai makna imani dan devosionali, karena pada tanggal 13 Mei sampai 13 Oktober 1917-lah, Bunda Maria datang dan menampakkan dirinya di Fatima, di hadapan tiga gembala kecil yakni Lucia, Francisco, Jacinta, dan nantinya juga pada 70.000 orang dari berbagai kota di Portugal yang datang untuk menyaksikan mukjizat yang dijanjikan Bunda Maria.
Di antara mereka ada kelompok bangsawan, insinyur, dokter-apoteter, notaris, dan tentu saja para “kuli tinta” alias wartawan dan “mat kodak” alias fotografer, yang ateis juga yang skeptis.
Suatu kebetulan yang mengagumkan juga, bahwa di tahun 2017 ini, “Friday the 13th” akan terjadi pada “13” Oktober 2017, persis di “100 tahun” penampakan Maria yang terakhir di Fatima.
Seperti ramalan Celestine, tidak ada sesuatu yang kebetulan, bila pelbagai kejadian itu dipertemukan, dirangkai menjadi sebuah untaian, maka akan lahirlah makna serta kenangan yang berguna, bukan? Voyes comme’est simple, il suffit d’aimer - Lihatlah bagaimana sederhananya semua yang kau lakukan untuk mencintai
TESTIMONI PARA SAKSI MATA :
Salam, ya Ratu surgawi
Salam, Bunda Putra Ilahi
Darimulah hidup kami
Memperoleh terang suci
Bersukalah, ya Maria
Bunda yang paling jelita
Hiduplah, Bunda mulia
Doakanlah kami semua.
A.
O Seculo
(Koran Lisbon yang pro pemerintah, anti-hirarki) :
Dari jalan, dimana kendaraan-kendaraan diparkir dan ratusan orang (yang tidak berani masuk ke tanah berlumpur) berkumpul, orang bisa melihat cahaya besar menuju ke arah matahari, yang terlihat berasal dari puncak awan.
Matahari dapat terlihat langsung oleh mata tanpa membuat membuat silau.
Tampak seperti plakat perak dan sepertinya telah terjadi gerhana.
Orang-orang berseru, "Sebuah keajaiban! Keajaiban!!"
Di hadapan pandangan keheranan dari orang-orang yang bersemangat,
tiba-tiba matahari bergetar, membuat gerakan tiba-tiba yang luar biasa yang tidak dapat dijelaskan dalam hukum pergerakan alam semesta; matahari bergerak naik turun berputar-putar, seperti "menari".
Berdiri pada sebuah mobil van, ada seorang pria tua. Dengan wajahnya menghadap ke matahari, ia mengucapkan "Credo- Aku Percaya" dengan suara nyaring. Aku bertanya siapa dia, dan diberitahu, “itu adalah Senhor Joao da Cunha Vasconcelos.”
Aku melihat, kemudian dia menegur beberapa orang yang berdiri di dekatnya, orang-orang yang masih memakai topi mereka. Ia bersikeras meminta mereka untuk membuka topinya di hadapan fenomen alam yang luar biasa atas kehadiran Tuhan.
Hal yang sama terjadi di sekitar, di salah satu tempat seorang wanita berteriak: "Betapa buruknya ! Bagaimana bisa, ada pria-pria yang bahkan yang tidak membuka topi mereka di hadapan keajaiban luar biasa ini."
Orang-orang kemudian mulai saling bertanya dan membandingkan satu sama lain, apa yang telah mereka lihat. Sebagian besar mengaku melihat matahari bergetar dan menari, yang lain lagi merasa melihat wajah Bunda Maria;
yang lain lagi, bersumpah melihat matahari berputar dan turun ke permukaan bumi seakan hendak membakarnya dengan sinarnya. Orang lain lagi mengatakan mereka melihat sinar matahari berubah-ubah warna secara menakjubkan.
B.
O Dia
(Harian Lisbon, edisi 17 Oktober 1917)
Pada pukul satu tengah hari, hujan berhenti. Langit berwarna abu-abu mutiara, luas menghampar diterangi cahaya aneh. Matahari diselubungi suatu selubung tipis tembus pandang sehingga bisa dilihat dengan mudah dengan mata telanjang.
Warna abu-abu langit lalu berubah menjadi bagaikan lembaran perak yang kemudian terkoyak oleh awan dan matahari perak, diselimuti cahaya abu-abu tipis, terlihat berputar dan bergerak membuat gerakan lingkaran pada awan.
Semua orang bersuara takjub dan orang-orang jatuh berlutut di tanah berlumpur.
Cahaya kemudian berubah menjadi warna biru yang indah, (dan seakan-akan seperti cahaya yang menembus jendela kaca Gereja Katedral), menyinari orang-orang yang berlutut dengan tangan terentang. Cahaya biru pudar perlahan, dan kemudian cahaya berganti warna, tampak seperti melalui kaca kuning. Warna kuningnya jatuh di atas saputangan putih, di atas gaun-gaun para wanita, pada pepohonan, pada batu dan pada lembah.
Orang-orang menangis dan berdoa dengan kepala mereka tanpa tudungan,
di hadapan mukjizat yang telah mereka nantikan. Beberapa menit itu terasa seperti beberapa jam, dan sangat nyata. “Domine, doce nos orare. Tuhan, ajarilah kami berdoa!”
C.
Ti Marto
(ayah dari Jacinta dan Francisco) :
Kita dapat dengan mudah menatap matahari, yang karena sebab tertentu, tidak menyilaukan mata. Matahari nampaknya berkedip-kedip, dengan cara yang berbeda-beda. Sinarnya menyinari ke berbagai arah, ke pepohonan, orang-orang, udara, tanah, dengan warna yang berbeda-beda.
Tapi apa yang paling luar biasa, saya pikir, adalah bahwa matahari tidak menyakiti mata kita. Semuanya orang diam dan tenang, dan melihat ke atas.
Kemudian pada saat tertentu, matahari nampak berhenti berputar, lalu mulai bergerak dan menari di langit, sampai tampaknya bagai terlepas dari tempatnya dan seakan hendak jatuh menimpa kita, itu adalah saat yang mengerikan.
D. Maria de Capelinha
(salah satu dari orang-orang percaya yang paling awal) :
Matahari berubah-ubah warna, kuning, biru, dan putih, kemudian berguncang dan bergetar, tampak seperti roda api yang akan jatuh pada orang-orang.
Mereka mulai berteriak, "Kita semua akan terbunuh!" Yang lainnya berseru-seru kepada Bunda Maria untuk menyelamatkan mereka. Mereka membacakan doa tobat. Seorang wanita berlutut dan mulai mengakui dosa-dosanya dengan suara keras, mengatakan bahwa dia telah melakukan ini dan itu.
Ketika akhirnya matahari berhenti melompat-lompat dan bergerak, kami semua bernapas lega. “Kami masih hidup, dan keajaiban yang telah diramalkan anak-anak telah dilihat oleh semua orang.”
Hari itu, saya melihat ke tempat penampakan dengan diam, mengharapkan sesuatu terjadi, dengan rasa ingin tahu yang semakin memudar karena waktu sudah lama berlalu dan tidak terjadi apapun.
Kemudian saya mendengar teriakan dan orang banyak tiba-tiba membalikkan punggung dan mengarahkan pandangan ke sisi yang lain dari langit.
Saat itu sekitar pukul dua tengah hari. Beberapa saat sebelumnya, matahari telah menembus lapisan tebal awan yang menyembunyikannya, dan bersinar dengan jelas dan terang. Matahari kemudian terlihat bagai sebuah disc yang bersih, bercahaya dan bersinar, tetapi yang tidak menyakiti mata. Saya tidak setuju dengan pendapat lain bahwa itu terlihat bagai piringan perak kusam.
Ia jelas, jernih, berwarna terang, sedikit berkilau mutiara. Ia tidak sedikitpun menyerupai bulan pada malam yang cerah. Ia terasa hidup. Ia sama sekali tidak berbentuk seperti bulan, juga tidak berwarna yang sama.
Ia tampak seperti roda mengkilap terbuat dari mutiara, juga tidak bisa disamakan dengan seperti memandangnya lewat kabut. (dan saat itu sedang tidak ada kabut). Ia tidak buram, atau terselubung. Ia memberi cahaya dan panas, dan muncul dengan jelas.
Di langit terdapat awan tipis-tipis dengan sedikit warna biru di sana-sini, tapi cahaya matahari jelas di langit yang cerah. Awan bergerak dari barat ke timur dan tidak mengaburkan cahaya matahari, awan seakan bergerak lewat di belakang matahari, warna putihnya menjadi bernada biru dan merah muda ketika melewatinya.
Adalah hal luar biasa bahwa orang dapat melihat cahaya dan panas ini tanpa merasa sakit di mata atau menyilaukan retina, hanya dua kali saja pengecualian ketika nampaknya matahari menyemburkan panas dan terang yang besar yang membuat orang harus berpaling sesaat. Fenomena ini berlangsung terus sekitar sepuluh menit. Gerakan matahari, teratur, bukanlah seperti berputar-putar sendiri tanpa pusaran.
Lalu, tiba-tiba, orang-orang menjerit ketakutan, ketika matahari berputar liar, tampaknya seakan terlepas dari cakrawala dan hendak menghantam bumi dengan kekuatannya. Saat itu sangat mengerikan.
Selama fenomena matahari berlangsung, terjadi perubahan warna di udara. Saya melihat bahwa segala sesuatu di sekitar menjadi lebih gelap. Saya pertama melihat obyek terdekat dan kemudian mengarahkan pandangan lebih jauh sejauh cakrawala, saya melihat semuanya dalam cahaya warna-warni keunguan.
Benda-benda di sekitar saya, langit dan udara, berwarna sama. Pohon oak terdekat pun mempunyai bayangan warna ini di tanah.
Kuatir bahwa mata saya terganggu,-karena tidaklah mungkin semua obyek terlihat dalam warna keunguan-, saya berbalik dan menutupi mata dengan tangan, namun ketika saya membuka mata kembali, semuanya masih terlihat dalam warna keunguan.
Segera setelahnya, saya mendengar seorang petani yang berada di dekat saya berteriak dengan nada keheranan: "Lihat, wanita itu menjadi kuning!" Dan bahkan segala sesuatu yang lain, baik dekat dan jauh, telah berubah, menjadi berwarna kuning tua. Orang tampak seolah-olah mereka menderita sakit kuning, dan saya ingat merasa geli saat melihat mereka terlihat sangat jelek dan tidak menarik. Tangan saya sendiri juga berwarna sama.
Semua fenomena yang telah saya uraikan, diamati oleh saya dalam keadaan sadar, tenang dan pikiran jernih, dan tanpa gangguan emosional apapun. Biarlah orang lain bisa mengartikannya sendiri; apakah itu yang telah terjadi.”
E.
Dr. Domingos Coelho
(dilaporkan di koran Ordem) :
Matahari, pada satu saat, dikelilingi dengan cahaya berwarna merah,
di saat lain dengan warna kuning dan ungu tua, nampak dalam gerakan sangat cepat dan berputar-putar, dan pada suatu saat bagai hendak jatuh dari langit dan mendekati bumi, memancarkan panas dengan kuat.
F.
Pastor Manuel Pereira da Silva (dalam suratnya kepada seorang teman) :
Matahari muncul dengan lingkaran penuh dan seolah-olah berada sama tinggi dengan awan lalu mulai berputar-putar seperti bola api. Ini berlangsung sekitar delapan menit. Suasana di udara menggelap dan orang-orang disinari cahaya kuning. Semua orang berlutut bahkan dalam lumpur.
G.
Senhor Alfredo da Silva Santos
(Lisbon) :
Kami telah merencanakannya, dan pergi dengan tiga mobil pada pagi hari tanggal 13 Oktober itu. Ada kabut tebal, dan mobil yang berada di paling depan ternyata salah jalan sehingga kami semua kehilangan waktu dan baru tiba di Cova da Iria pada tengah hari. Disana sudah benar-benar penuh sesak dengan orang, tapi saya tidak merasakan ada perasaan atau suasana religius.
Ketika Lucia berseru: "Lihatlah matahari!" perkataan itu diulang-ulang setiap orang: "lihat matahari!"
Hari itu bergerimis panjang, namun hujan telah berhenti sesaat sebelum kejadian itu. Saya sungguh sulit memakai kata-kata untuk menggambarkan apa yang kemudian terjadi. Matahari mulai bergerak, dan pada suatu saat tampaknya seperti terlepas dari langit dan meluncur bagai hendak menghantam kami seperti roda api.
Istri saya (kami baru saja menikah belum lama) pingsan, dan saya terlalu emosional untuk menolongnya, sehingga ipar saya-lah, Joao Vassalo, yang memeganginya.
Saya jatuh berlutut, merasa bingung dan kacau akan segala yang telah terjadi, dan ketika bangun, saya tidak tahu apa yang saya ucapkan. Rasanya saat itu saya juga mulai menangis seperti orang-orang lain. Seorang pria tua dengan janggut putih mulai menyerang dengan lantang para ateis dan menantang mereka untuk mengatakan apakah ada atau tidak sesuatu yang supernatural telah terjadi.
H.
Alfonso Lopes Vieira
(berada dari jarak hampir 25 mil) :
Pada hari itu 13 Oktober 1917, tanpa menghubungkannya dengan ramalan anak-anak Fatima, saya terpesona oleh apa yang terlihat di langit, sesuatu yang luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Saya melihatnya dari beranda rumah saya, berjarak sekitar 25 mil dari Fatima.
I.
Pastor Ignacio Lorenco
(Alburitel, 11 mil jauhnya) :
Saya berusia sembilan tahun saat itu, dan bersekolah di desa setempat.
Pada sekitar tengah hari kami dikejutkan oleh teriakan dan tangisan orang-orang yang lewat di jalan di depan sekolah.
Guru kami, seorang wanita yang baik; meskipun gugup, adalah orang pertama yang berlari keluar ke jalan, dengan anak-anak di belakangnya.
Diluar, orang-orang berteriak dan menangis dan menunjuk ke matahari. Itu adalah suatu keajaiban besar, yang dapat terlihat dengan jelas dari atas bukit di mana desa saya berada.
Keajaiban matahari, disertai dengan semua fenomena yang luar biasa. Saya merasa tidak mampu menjelaskan apa yang saya lihat dan rasakan. Saya menatap lekat-lekat pada matahari, yang tampak pucat dan tidak menyakiti mata. Tampak seperti bola salju yang bergerak-gerak, tiba-tiba tampak turun zig-zag, mengarah ke bumi.
Ketakutan, saya berlari dan menyembunyikan diri di antara orang-orang yang tengah menangis dan mengira inilah saat akhir dunia. Di dekat kami, berdiri seorang yang tidak percaya, yang sejak pagi telah terus mengejek "orang-orang tolol" yang telah pergi ke Fátima hanya untuk melihat "seorang gadis biasa".
Dia sekarang tampak lumpuh, matanya tertuju pada matahari. Setelah itu ia gemetar dari kepala sampai kaki dan mengangkat lengannya, lalu jatuh berlutut di lumpur, menangis dan menyerukan nama Bunda Fatima.
Sementara itu, orang-orang terus menangis dan menangis, meminta Tuhan untuk mengampuni dosa-dosa mereka. Kami semua berlari ke dua kapel di desa, yang dengan segera menjadi penuh sesak.
Selama saat keajaiban matahari tersebut, benda-benda di sekitar kami berubah berwarna warni pelangi. Kami melihat diri kami sendiri dalam warna biru, kuning, merah. Semua fenomena aneh ini meningkatkan kekuatiran orang-orang. Setelah sekitar sepuluh menit kemudian, matahari, yang sekarang kusam dan pucat, kembali ke tempatnya.
Ketika orang-orang menyadari bahwa bahaya itu berakhir, ada ledakan sukacita, dan semua orang bergabung dalam ucapan syukur dan pujian kepada Bunda Maria.
J.
Wartawan Avelino de Almeida :
Pada malam sebelum peristiwa penampakan terakhir, terjadilah badai besar. Para peziarah sudah mulai datang, mereka terdiri dari berbagai usia dan latar belakang berjuang di kegelapan malam di atas jalanan yang penuh lumpur, air hujan, dan salju.
Ada yang berjalan kaki, ada yang naik hewan tunggangan, ada yang naik kereta kuda, ada yang naik mobil, semua menuju Cova de Iria. Hampir semua orang, baik pria maupun wanita, bertelanjang kaki. Para wanita menjinjing sepatu-sepatu mereka yang sudah dimasukkan dalam kantong. Sementara para prianya berjalan merunduk menentang badai sambil mencengkeram payung kuat-kuat.
Orang bisa melihat bahwa mereka seakan tidak menyadari apa yang sedang terjadi, juga tidak menyadari kehadiran peziarah lain. Seolah-olah mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing sambil berdoa Rosario dengan sedih. Seorang wanita mendaraskan bagian pertama Doa Salam Maria, dan orang di sekitarnya menyambung mendaras bagian kedua.
Dengan langkah pasti, mereka menyusuri jalanan di antara pohon-pohon Pinus dan semak Zaitun agar mereka bisa tiba di lokasi penampakan sebelum malam tiba. Mereka telah bersiap untuk tidur di bawah bintang-bintang yang memancarkan sinar dingin, tetapi membawa perasaan damai.
Esok paginya, hujan turun terus tiada henti. Ketiga anak itu kemudian tiba, berjalan menembus kerumunan peziarah yang berlindung di bawah payung masing-masing.
Tiba di lokasi tepat tengah hari, Lucia meminta orang-orang untuk menutup payung-payung mereka. Mereka patuh, tetapi tidak terjadi apa apa. Orang-orang mulai menggerutu, bahwa Bunda Maria “tidak tepat waktu”.
Namun, iman datang dari apa yang didengar (“he pistis ex akoes”, Rom.10:17). Ya, sesaat kemudian wajah Lucia berbinar-binar, anak-anak itu berlutut di lumpur dan orang-orang dapat mendengar ia berkata, “Apa yang kau inginkan dariku ?”
Kemudian perhatian orang banyak teralihkan oleh sebuah pemandangan mempesona. Hujan sudah berhenti dan matahari mulai bersinar lebih terang dari biasanya.
Luar biasanya, semua orang bisa melihat matahari langsung tanpa kesilauan. Kemudian seakan-akan sedang bergembira, matahari mulai menari-nari. Bergulung-gulung seperti roda raksasa, berhenti, berputar lagi, dan kemudian memancarkan cahaya besar merah tua yang lalu menyemburatkan warna-warna pelangi. Semua penuh warna : hijau, biru, ungu, dan jingga.
Kemudian terjadi bersamaan, matahari tampak bergetar, dan bergerak zigzag ke arah orang banyak yang sedang terkagum-kagum. Semua orang berteriak dan berlutut untuk berdoa, mengira inilah akhir dunia. Matahari lalu bergerak mundur dan zig-zag kembali ke tempatnya semula di langit, menjadi matahari tengah hari biasa lagi.
Begitu pulih dari keterkejutan, orang-orang mulai berteriak-teriak: “Mukjizat! Mukjizat! Terpujilah Tuhan! Terpujilah Bunda Maria!” sambil menangis bahagia, sementara air mata mengalir di wajah, mereka berdoa dan berseru penuh sukacita.
Banyak orang bisa menyaksikan mukjizat matahari itu sampai beberapa kilometer jauhnya dari lokasi. Beberapa orang mengaku juga melihat apa yang dilihat anak-anak itu, sementara ada yang mengatakan melihat wajah Maria tersenyum manis di langit.
Apa pun yang mereka lihat, semua orang pulang dari Cova da Iria dengan pemahaman bahwa mereka telah menyaksikan sesuatu yang ajaib, sesuatu yang kudus. "Spe salvi facti sumus" - kita diselamatkan dalam pengharapan.
Ya Maria cahaya kami,
Yang berselubungkan matahari,
Yang bertahtakan bulan
Yang bermahkotakan dua belas bintang
Bagaikan Bulan Bintang Matahari yang bersinar di tengah gelapnya cahaya hidup kami –
Engkaulah pintu surgawi dan jaminan harapan kami.
Bagaikan Bulan Bintang Matahari yang berpendar di tengah belukar duri hidup kami
- Engkau sungguh mengagumkan dan melimpahkan penghiburan yang mengilhami.
Ya Maria cahaya kami,
Laksana bulan di atas cakrawala
Laksana bintang di gelora samudera.
Laksana surya ceria di fajar dan senja
Engkau mengantar kami ke dalam hidup mulia
Terpujilah Engkau Ya Maria, Perawan yang bersukaria.
Terberkatilah engkau Ya Maria, Cahaya yang gembira
Doakanlah kami di hadapan Puteramu.
Sekarang dan pada waktu kami mati.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
ANEKA PESAN FATIMA
Magnificat anima mea Dominum,
et exultavit spiritus meus in Deo salutari meo,
quia respexit humilitatem ancillae suae.
Jiwaku memuliakan Tuhan,
dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,
sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.
======
"De maria numquam satis - bicara tentang Maria, tak akan ada habisnya!" Begitulah, aneka wajah Maria yang penuh pesan dan kesan tak habis-habisnya digambar-kenangkan dalam pelbagai sequel film, al: Linda Darnell, The Song of Bernadette, 1943; Angela Clarke, The Miracle of Our Lady of Fatima, 1951; Siobhán McKenna, King of Kings, 1961; Olivia Hussey, Jesus of Nazareth, 1977; Verna Bloom, The Last Temptation of Christ, 1988; Maia Morgenstern, The Passion of the Christ, 2004; Keisha Castle-Hughes, The Nativity Story, 2006, dsbnya.
Bahkan, seorang William Shakespeare juga memiliki apresiasi kuat terhadap "Maria": Drama “Romeo and Juliet”, bagian ke-1, babak ke-5, berisi sebuah dialog, disusun formal dalam bentuk soneta, menggunakan peziarahan ke goa Maria untuk mengungkapkan usaha Romeo merayu Juliet.
Babak terakhir dari “The Winter's Tale” juga berisi pelbagai instruksi Paulina, yang menempatkan Perdita dalam posisi meminta pada patung Hermione agar mendoakannya, bukankah hal ini mirip dengan para peziarah yang berdoa di depan patung Maria?
Begitu juga yang terjadi dengan wajah penuh pesan dari Maria Fatima pada tahun 1917, tak habis-habisnya untuk diingat dengan penuh rasa syukur, bukan?
GARIS BESAR “TRILOGI” PESAN MARIA FATIMA 1917
Pesannya terbagi-pilah menjadi tiga bagian pokok. Pesan pertama dan kedua menggambarkan penglihatan tentang neraka,
permintaan akan Devosi kepada Hati Maria yang Tak Bernoda, tentang Perang Dunia Kedua, dan prediksi tentang kerusakan yang dapat diperbuat oleh Rusia kepada umat manusia yaitu penolakan terhadap iman Kristiani dan penerapan ajaran totalitarianisme- komunisme.
Pesan pertama dan kedua ini telah dituliskan Sr. Lucia pada tahun 1941, dan dipublikasikan. Sedangkan pesan ketiga yang dituliskan oleh Sr. Lucia tanggal 3 Januari 1944 atas perintah Uskup Leiria, dibawa dalam amplop tersegel kepada Paus Yohanes XXIII pada tahun 1959, namun beliau memutuskan untuk tidak mempublikasikannya, demikian juga Paus Paulus VI.
Namun; Paus Yohanes Paulus II, setelah percobaan pembunuhan dirinya pada tanggal 13 Mei 1981 gagal, kemudian memutuskan untuk memberitahukan pesan itu secara terbuka.
Pengumuman akan dipublikasikannya “The Third Secret of Fatima” – “Pesan Ketiga Fatima” diumumkan Kardinal Angelo Sedano atas nama Bapa Suci pada hari beatifikasi Francisco dan Jacinta Marto pada 13 Mei 2000. Teks pesan ketiga Fatima ini akhirnya dipublikasikan pada tanggal 26 Juni 2000.
“Pesan Ketiga” ini adalah peringatan akan apa yang akan terjadi; jika manusia tidak bertobat dan mengindahkan pesan Bunda Maria, maka Rusia akan menyebarkan faham komunisme-nya.
Sr. Lucia mengatakan bahwa akan terjadi penghukuman kepada dunia yang disebabkan oleh manusia sendiri yang terus hidup dalam dosa, kebencian, balas dendam, ketidakadilan, pelanggaran hak-hak manusia, kemerosotan moral, aneka ria kekerasan, dan lain sebagainya.
Maka Paus Yohanes Paulus II memutuskan untuk mem-publikasikan pesan ketiga ini. Ia sendiri meng-konsekrasi-kan / menyerahkan Rusia dan dunia dalam doa-doa kepada Bunda Maria pada tahun 1981.
Ya, tanggal 7 Juni 1981, Paus Yohanes Paulus II, pada perayaan Pentakosta, mendoakan dan meng-konsekrasi-kan dunia kepada Hati Bunda Maria yang Tak Bernoda, yang disebut sebagai “Act of Entrustment“, memohon agar Bunda Maria menjaga dan mendoakan segenap umat beriman di dunia: Magnificat anima mea Dominum – Jiwaku mengagungkan Tuhan..”
Selanjutnya, kita ketahui pada tahun 1989 tembok Berlin dirubuhkan dan tumbanglah komunisme di Rusia, seperti kata sebuah semboyan para ksatria Perang Salib, Deus vult! Tuhan menghendakinya!
==========
TIGA PESAN FATIMA YANG DIUNGKAPKAN LUCIA
“Oh, sumber kepercayaan yang terberkati!
Oh, tempat pengungsian yang aman!
Bunda Allah adalah Bundaku juga.”
(St. Anselmus)
PESAN FATIMA PERTAMA :
Bunda Maria menunjukkan kepada kami sebuah lautan api yang besar yang sepertinya berada di bawah bumi. Yang terbenam di dalam api adalah setan-setan dan jiwa-jiwa dalam rupa manusia, seperti bara api yang tembus pandang, semuanya kehitaman, gosong seperti tembaga, mengambang di atas lautan api, naik ke udara dengan lidah-lidah api yang keluar dari dalam diri mereka sendiri bersama dengan awan-awan api yang besar, lalu jatuh kembali pada setiap sisi seperti percikan di dalam api yang besar sekali, tanpa berat atau keseimbangan, di tengah-tengah tawa dan erangan kesakitan dan keputusasaan, yang menakutkan kami dan membuat kami gemetar ketakutan.
Setan-setan dapat dibedakan dengan kemiripan mereka yang menakutkan dan menjijikkan bagai binatang-binatang yang menakutkan dan tidak dikenal, semua hitam dan transparan.
Penglihatan ini berakhir dalam sekejap. Kami sungguh bersyukur kepada Bunda Surgawi yang baik, yang telah mempersiapkan kami dengan menjanjikan di dalam penampakannya yang pertama, untuk membawa kami ke surga. Jika tidak, saya rasa kami akan sudah mati ketakutan….
PESAN FATIMA KEDUA :
Kami melihat kepada Bunda Maria yang berkata:
“Kamu telah melihat kemana perginya jiwa-jiwa yang berdosa.
Untuk menyelamatkan mereka, Tuhan berkehendak mengadakan di dunia; devosi kepada Hatiku Yang Tidak Bernoda (Immaculate Heart).
Jika apa yang aku katakan kepadamu dilakukan, banyak jiwa akan diselamatkan dan akan ada kedamaian. Perang (Perang Dunia I) akan berakhir, tetapi kalau orang-orang tidak berhenti menentang Allah, sebuah perang yang lebih parah akan pecah pada saat pontifikat Paus Pius XI.
Ketika kamu melihat malam yang diterangi oleh sebuah terang yang tak dikenal, ketahuilah bahwa itulah tanda yang diberikan kepadamu dari Tuhan bahwa Ia akan menghukum dunia karena kejahatannya, dengan cara perang, kelaparan, penganiayaan terhadap Gereja dan terhadap Bapa Suci.
Untuk menghindari ini, aku datang untuk meminta konsekrasi Rusia kepada hatiku yang tidak bernoda, dan komuni sebagai silih atas semua dosa - pada setiap Sabtu pertama.
Jika permohonanku dipenuhi, Rusia akan bertobat dan akan ada perdamaian, jika tidak, ia akan menyebarkan kesesatannya kepada seluruh dunia, menyebabkan perang dan penganiayaan terhadap Gereja. Orang-orang baik akan dibunuh; dan Bapa Suci akan mengalami penderitaan berat, bangsa- bangsa akan dilenyapkan.
Pada akhirnya Hatiku Yang Tak Bernoda akan menang. Bapa Suci akan meng-kosekrasikan Rusia kepadaku dan Rusia akan bertobat, dan sebuah periode damai akan diberikan kepada dunia.”
PESAN FATIMA KETIGA :
Saya (Sr. Lucia) menulis dalam ketaatan kepada Engkau, Tuhanku, yang memerintahkan kepadaku melalui Uskup Leiria dan melalui Bunda-Mu yang tersuci dan Bundaku.
Setelah dua bagian yang telah kujelaskan, aku melihat di sebelah kiri Bunda Maria dan sedikit ke atas; seorang malaikat dengan sebuah pedang yang berapi di tangan kirinya, mengkilat, mengeluarkan lidah-lidah api yang terlihat seperti seolah-olah akan menyalakan dunia dengan api, tetapi lidah-lidah api itu mati ketika bersentuhan dengan kemuliaan yang dipancarkan Bunda Maria kepadanya (malaikat itu), dari tangan kanannya.
Menunjuk ke bumi dengan tangan kanannya, malaikat itu berteriak dengan suara keras: ‘Bertobatlah, bertobatlah, bertobatlah!”, dan kami melihat di dalam sebuah terang yang besar yang adalah Tuhan: ‘sesuatu yang mirip bagai seseorang muncul di cermin ketika mereka melewatinya, yah seorang Uskup berpakaian putih, dan kami mempunyai kesan bahwa itu adalah Bapa Suci, uskup-uskup yang lain, para imam, kaum religius laki-laki dan perempuan mendaki sebuah gunung yang terjal, yang di puncaknya terdapat sebuah salib yang besar dari batang pohon yang ditebang secara kasar, sepertinya dari batang pohon perop.
Sebelum sampai kesana, Bapa Suci melewati sebuah kota yang besar yang separuhnya telah hancur dan separuhnya lagi sedang bergetar, dengan langkah terhenti, terpukul dengan kesakitan dan penderitaan, ia berdoa bagi para jiwa dan jenazah yang ditemuinya di jalan; setelah sampai di puncak bukit, dengan berlutut pada kaki salib yang besar, ia dibunuh oleh sebuah kelompok prajurit yang menghujaninya dengan peluru- peluru dan panah terarah kepadanya, dan dengan cara yang sama; disana, satu persatu wafatlah para uskup, imam dan kaum religius laki-laki dan perempuan dan bermacam orang awam dari berbagai tingkatan dan posisi.
Di bawah kedua lengan Salib, terdapat dua malaikat, masing-masing dengan wadah kristal di tangannya, yang dipakai untuk mengumpulkan darah para martir dan dengan itu memerciki para jiwa yang sedang berjalan menuju Allah.
=============
PENAFSIRAN PESAN FATIMA KETIGA :
Berikut ini adalah ringkasan pembicaraan Uskup Agung Tarcisio Bertone, Sekretaris dari “Konggregasi Kepausan untuk Urusan Doktrin Iman” (Congregation for the Doctrine of Faith), yang diutus oleh Paus Yohanes Paulus II untuk bertemu dengan Sr. Lucia (27 April 2000):
Sr. Lucia mengulangi keyakinannya bahwa penglihatan di Fatima tersebut terutama adalah mengenai pergolakan antara komunisme ateis melawan Gereja dan umat Kristiani dan menjabarkan penderitaan para korban demi iman kristiani di abad ke-20.
Figur sentral dari pesan terakhir ini menurut Sr. Lucia adalah Bapa Paus, meskipun pada penglihatan itu tidak disebutkan siapa nama Paus yang dibunuh tersebut. Maka ketika ia melihat Paus Yohanes Paulus II ditembak di tahun 1981, ia segera teringat akan penglihatannya tersebut yang dituliskannya pada tahun 1944.
Sr. Lucia percaya, sama seperti yang dipercayai oleh Bapa Paus sendiri, bahwa “adalah tangan Bunda yang mengalihkan jalannya peluru dan memberhentikannya ketika Paus berada di ambang kematian.” “it was a mother’s hand that guided the bullet’s path and in his throes the Pope halted at the threshold of death” (Pope John Paul II, Meditation from the Policlinico Gemelli to the Italian Bishops, 13 May 1994).
Di akhir pertemuan itu Sr. Lucia menyatakan ketaatannya kepada Bapa suci, dan berharap agar tulisannya dapat membantu memimpin semua orang yang bermaksud baik kepada jalan menuju Tuhan.
=============
Dari hasil pertemuan di atas, sebuah pengumuman dibuat oleh Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Angelo Sodano, dengan ringkasannya sebagai berikut:
Nubuatan yang terdapat dalam pesan Fatima ini harus diinterpretasikan secara simbolis. Penglihatan Fatima adalah tentang perang yang diadakan oleh sistem ateis melawan Gereja dan umat Kristiani, dan menggambarkan penderitaan yang dialami oleh para saksi iman pada abad terakhir di milenium kedua, sebagai “Via Crucis - Jalan Salib” yang dipimpin oleh para paus di abad ke 20.
Sesuai dengan interpretasi para visioner, seperti yang ditegaskan oleh Sr. Lucia, ”uskup dengan pakaian putih” yang berdoa bagi umat beriman adalah Bapa Suci. Setelah ia mendaki menuju Salib melewati jenazah-jenazah para martir (para uskup, imam, kaum religius, dan kaum awam), ia sendiri jatuh ke tanah, wafat karena dihujani peluru.
Sesudah percobaan pembunuhan tanggal 13 Mei 1981, maka begitu nyata bahwa “tangan seorang ibu yang mengarahkan jalur peluru sehingga Bapa Paus dapat terluput dari kematian.” (Perlindungan ini diyakini oleh Sr. Lucia dan Bapa Paus sendiri sebagai campur tangan dari Bunda Maria).
Pada tahun 1989, Rusia dan negara-negara Eropa Timur mengalami kejatuhan sehubungan dengan runtuhnya komunisme. Untuk ini, Bapa Paus mengucapkan syukur kepada Bunda Maria. Meskipun seolah kejadian tentang pesan atau rahasia ketiga dari Fatima ini merupakan hal yang lampau atau sudah terjadi, namun pesan Bunda Maria untuk pertobatan dunia tetaplah sangat penting di masa sekarang.
“Undangan Bunda Maria kepada pertobatan adalah pertama-tama perwujudan perhatian keibuannya kepada keluarga besar umat manusia, yang memerlukan pertobatan dan permohonan maaf ” (Paus Yohanes Paulus II dalam pesannya pada peringatan Hari Orang Sakit Sedunia, 11 Februari 1997, Pope John Paul II, Message for the 1997 World Day of the Sick, No. 1, Insegnamenti, XIX, 2 [1996], 561)
===============
KOMENTAR TEOLOGIS OLEH JOSEPH CARDINAL RATZINGER
Ketua “CDF”- “Congregation for the Doctrine of the Faith”.
(Paus Emeritus Benediktus XVI).
Tujuh Inti Pesan Fatima dan Penjelasannya.
1. Penampakan Maria di Fatima adalah Wahyu Pribadi.
Wahyu pribadi adalah pertolongan bagi iman, dan ini menunjukkan kredibilitasnya persis untuk menuntun saya kembali kepada Wahyu Publik yang definitif.
Berkenaan dengan hal ini, Kardinal Prospero Lambertini, yakni Paus Benediktus XIV, berkata dalam risalah klasiknya yang kemudian menjadi standar untuk beatifikasi dan kanonisasi: “Sebuah persetujuan iman Katolik tidak diberikan kepada wahyu-wahyu yang disetujui dalam cara ini; bahkan ini mustahil. Wahyu-wahyu ini mencari persetujuan iman insani dalam menaati persyaratan kearifan, yang menempatkan dirinya di hadapan kita sebagai hal yang mungkin dan dapat dipercaya bagi kesalehan.”
Teolog Denmark E. Dhanis, cendekiawan unggul dalam bidang ini, berkata dengan ringkas bahwa persetujuan gerejawi atas wahyu pribadi memiliki tiga unsur: pesannya tidak mengandung hal yang bertentangan dengan iman dan moral; sah untuk membuka pesannya kepada publik; dan umat beriman diberi kewenangan untuk menerimanya dengan kearifan (E. Dhanis, Sguardo su Fatima e bilancio di una discussione, in La Civiltà Cattolica104 [1953], II, 392-406, in particular 397).
Pesan yang demikian dapat menjadi bantuan otentik dalam memahami Injil dan menghidupinya dengan lebih baik dalam kurun waktu tertentu; jadi ia tidak boleh diabaikan. Ini adalah pertolongan yang ditawarkan, tetapi tidak wajib digunakan.
2. Neraka itu Nyata
Bagian pertama dan kedua dari “rahasia” Fatima sudah didiskusikan dengan luas dalam literatur terkait sehingga kita tidak perlu menafsirkannya lagi. Saya hanya ingin mengingat pokok terpenting secara singkat.
Dalam satu momen mengerikan, anak-anak diberikan penglihatan akan neraka. Mereka memandang kejatuhan “jiwa-jiwa pendosa malang”. Dan kini mereka diberitahu mengapa mereka dipaparkan dengan momen ini: “untuk menyelamatkan jiwa-jiwa” – untuk menunjukkan jalan keselamatan.
3. Pentingnya Pertobatan dan Keselamatan Jiwa
“Untuk menyelamatkan jiwa-jiwa” muncul sebagai kata kunci pada bagian pertama dan kedua “rahasia” Fatima. Dan, kata kunci untuk bagian ketiga ialah tiga seruan: “Pertobatan, Pertobatan, Pertobatan!”. Permulaan Injil muncul dalam benak kita: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mark 1:15).
Untuk memahami tanda-tanda zaman berarti menerima urgensi silih – pertobatan – dan iman.
Inilah tanggapan yang tepat terhadap momen sejarah ini, yang ditandai oleh kesulitan besar yang diuraikan dalam gambaran-gambaran selanjutnya.
Perkenankan saya menambahkan rekoleksi personal di sini: dalam percakapan dengan saya, Suster Lucia berkata bahwa tampak kian jelas baginya bahwa tujuan dari semua penampakan ini adalah untuk membantu orang-orang kian bertumbuh dalam harapan, iman dan kasih – segalanya dimaksudkan untuk mengarah ke sini.
4. Devosi kepada Hati Maria Tak Bernoda sebagai Sarana Menyelamatkan Jiwa
Untuk mencapai tujuan ini – jalan yang diperlihatkan – secara mengejutkan terlebih bagi orang-orang dari Anglo-Saxon dan dunia budaya Jerman – adalah devosi kepada Hati Maria yang Tak Bernoda. Dalam bahasa biblis, “hati” menandakan pusat kehidupan manusia, sebuah titik ketika akal budi, kehendak, tempramen dan sensitivitas bertemu, ketika seseorang menemukan kesatuannya dan orientasi batinnya.
Menurut Matius 5:8, “hati yang tak bernoda” adalah hati yang, dengan rahmat Allah, telah tiba pada kesatuan batin sempurna dan karenanya “melihat Allah’.
Ya, “berdevosi” kepada Hati Maria yang Tak Bernoda artinya menganut sikap hati ini, yang menjadikan fiat – “terjadilah kehendak-Mu” – sebagai pusat yang menentukan seluruh hidup seseorang. Seseorang dapat melontarkan keberatan bahwa kita tidak seharusnya menempatkan manusia di antara diri kita dan Kristus.
Tetapi, kita mengingat bahwa Paulus tidak ragu untuk berkata demikian kepada komunitasnya: “turutilah teladanku” (1 Kor 4:16; Fil 3:17; 1 Tes 1:6; 2 Tes 3:7, 9). Dalam Sang Rasul mereka dapat melihat secara konkret apa artinya mengikuti Kristus. Tetapi, di setiap zaman, dari siapa lagi kita dapat belajar dengan lebih baik selain dari Bunda Tuhan?
5. Gereja yang Menderita
Sampai disini pribadi manusia muncul: Uskup berjubah putih (“kesan kami dia adalah Bapa Suci”), Uskup-uskup lainnya, para imam, pria dan wanita anggota hidup bakti, dan pria dan wanita dari posisi dan tingkat sosial yang berbeda.
Paus tampak mendahului yang lain, gemetaran dan menderita lantaran semua kengerian yang mengelilinginya. Tak hanya rumah-rumah di kota yang menjadi reruntuhan, tetapi ia berjalan di tengah jenazah orang mati.
Jalan Gereja, dengan demikian digambarkan sebagai Via Crucis, sebagai perjalanan melintasi waktu kekerasan, kehancuran, dan penganiayaan. Sejarah seluruh abad dapat diwakili dalam citra ini. Sama seperti tempat-tempat di bumi secara sintetis digambarkan dalam dua citra, bukit dan kota, dan diarahkan menuju salib, demikian pula waktu dihadirkan dalam cara yang telah dipadatkan.
Dalam penglihatan tersebut kita dapat mengakui abad lalu sebagai abad para martir, abad penderitaan dan penganiayaan Gereja, abad Perang Dunia dan banyak perang lokal yang memenuhi lima puluh tahun terakhir dan mengakibatkan bentuk-bentuk kekejaman yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dalam “cermin” penglihatan ini kita melihat di hadapan kita para saksi iman yang melintas dari dekade demi dekade. Disini tampaknya pantas untuk menyebut frase dari surat yang ditulis Suster Lucia kepada Bapa Suci tanggal 12 Mei 1982: “Bagian ketiga dari ‘rahasia’ tersebut mengacu kepada perkataan Bunda Maria: ‘bila tidak, [Rusia] akan menyebarkan kekeliruannya di seluruh dunia, menimbulkan perang dan penganiayaan Gereja. Mereka yang berkehendak baik akan dimartir; Bapa Suci akan menanggung banyak derita; berbagai bangsa akan dilenyapkan’”.
6. “… Iman dan Doa adalah Daya yang Dapat Mempengaruhi Sejarah.”
Dalam Via Crucis, sosok Paus memiliki peran khusus. Dalam pendakian bukit penuh kesukaran, tak diragukan lagi, kita dapat melihat pertemuan para Paus yang berbeda. Bermula dari Pius X sampai Paus yang sekarang, mereka semua berbagi penderitaan abad ini dan berupaya melangkah maju melintasi semua derita di jalan yang mengarah menuju Salib.
Dalam penglihatan tersebut, Paus juga dibunuh bersama dengan para martir. Setelah upaya pembunuhan 13 Mei 1981, ketika Bapa Suci menerima teks “rahasia” ketiga yang dibawa padanya, bukankah sudah pasti ia akan melihat takdirnya sendiri?
Ia sangat dekat dengan ajal, dan ia sendiri menjelaskan kelangsungan hidupnya dalam perkataan berikut: “… tangan seorang ibu lah yang mengarahkan lintasan peluru dan dalam pergolakannya Paus berhenti di ambang kematian” (13 Mei 1994).
Bahwa di sini “tangan seorang ibu” telah membelokkan peluru hanya memperlihatkan, sekali lagi, bahwa tidak ada takdir yang kekal, bahwa iman dan doa adalah daya-daya yang dapat mempengaruhi sejarah, dan pada akhirnya doa jauh lebih berkuasa daripada peluru dan iman lebih berkuasa daripada balatentara.
7. “Hatiku yang Tak Bernoda akan Menang.”
Terakhir, saya juga ingin menyebutkan ungkapan kunci lainnya dari “rahasia” Fatima yang menjadi terkenal: “Hatiku yang tak bernoda akan menang”. Apa artinya? Hati yang terbuka kepada Allah, yang dimurnikan oleh kontemplasi akan Allah, jauh lebih kuat daripada bedil dan beragam jenis senjata.
Fiat Maria, sabda hatinya, telah mengubah sejarah dunia, lantaran ia membawa Sang Penyelamat ke dunia – karena, berkat “Ya” Maria, Allah dapat menjadi manusia di dunia kita dan tetap demikian selamanya. Yang Jahat memiliki kuasa di dunia ini, seperti yang kita lihat dan saksikan terus menerus; ia memiliki kuasa karena kebebasan kita terus membiarkan dirinya menjauh dari Allah. Tetapi karena Allah sendiri mengambil hati manusia, dan mengarahkan kebebasannya menuju yang baik, maka kebebasan untuk memilih yang jahat tidak lagi menjadi penentu segalanya.
Dari saat itu, inilah perkataan yang jaya: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia”. Pesan Fatima mengundang kita untuk percaya dalam janji ini.
“Hendaklah kita mencari rahmat, dan marilah kita mencarinya melalui Maria.”
Oh Mempelai Roh Kudus
Oh Mempelai yang berduka,
Oh Mempelai yang mulia
Oh Mempelai yang utama
Pancarkanlah tangan yang siap bekerja
Berikanlah hati yang selalu bersahaja
Cerahkanlah budi yang terbuka akan surga
Oh Mempelai Roh Kudus
Oh Mempelai yang berduka,
Oh Mempelai yang mulia
Oh Mempelai yang utama
Sukacitamu yang jelita
Dukacitamu yang jelata
Cintamu yang jenaka
Ya Mempelai Roh Kudus, engkau selalu menghibur semua orang;
anugerahilah aku juga dengan penghiburan-penghiburan kudusmu.
(RJK)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar