SURAT GEMBALA..
@ "HPS - "HARI PANGAN SEDUNIA"
16 OKT 2017.
@ "HPS - "HARI PANGAN SEDUNIA"
16 OKT 2017.
Oportet necessitudini respondeatur accessus ad alimentum necessarium quod ius est omnium. Ius quod sine exclusione est.
Ensuring everyone’s right to food and nourishment is an imperative we cannot ignore. It is a right to which there are no exceptions!
Memastikan hak semua orang atas makanan dan pangan merupakan keharusan yang tidak bisa kita abaikan. Sebuah hak tanpa terkecuali!
====
Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) Nasional akan diselenggarakan 19-22 Oktober 2017 di Markas Kodam VII/ Tanjungpura, Provinsi, Kalimantan Barat.
Rangkaian kegiatan HPS tersebut meliputi pembukaan dan pameran, tur diplomatik, perlombaan, panen padi dan ekspor beras dalam rangka pengembangan lumbung pangan di kawasan perbatasan.
Pembukaan HPS yang dilanjutkan dengan pameran digelar pada 19 Oktober 2017. Sehari sebelumnya, panitia menggelar lomba cipta menu yang bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK. Lomba cipta menu ini bertujuan memasyarakatkan konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.
Seminar World Food Day 2017 dengan tema “Menggerakkan Generasi Muda untuk Membangun Pertanian di Wilayah Perbatasan” serta tur diplomatik yang diikuti para duta besar, diplomat, perwakilan organisasi internasional diselenggarakan untuk mempererat hubungan diplomatik. Kegiatan tersebut juga merupakan upaya memperkenalkan budaya Indonesia serta menarik investasi luar negeri untuk pembangunan pertanian.
Peringatan HPS juga merupakan momentum menguatkan peran generasi muda dalam pembangunan pertanian dalam arti luas. Hal ini sejalan dengan tema internasional HPS yang ditetapkan Food and Agriculture Organization (FAO) yakni, “Change the future of migation, Invest in food security and rural development.”
Sementara, tema HPS secara nasional adalah “Menggerakkan Generasi Muda dalam Membangun Pertanian Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia.” Tema yang dipilih kali ini sangat strategis mengingat kurangnya minat generasi muda terhadap pertanian.
Pemerintah berpandangan, perlu diciptakan lapangan pekerjaan yang prospektif dan inovatif serta modern di bidang pertanian, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan.
Tak hanya itu, kepastian regulasi untuk mendukung bisnis di bidang pangan menjadi lebih adil juga sangat dibutuhkan untuk menarik minat generasi muda. Modernisasi dan peningkatan peran generasi muda pada sektor pangan diharapkan dapat mewujudkan Indonesia lumbung pangan dunia pada 2045.
Pembangunan pedesaan dapat dijadikan sebagai salah satu upaya memberdayakan pemuda dengan berbagai usaha produktif di bidang pertanian, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan secara modern dan inovatif.
Guna mendukung Indonesia menuju lumbung pangan dunia, pemerintah tengah membangun lumbung pangan di 5 kabupaten perbatasan yakni Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu seluas sekira 50.000 hektar, melalui penerapan teknologi yang baik oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Pada 21 Oktober 2017, rencananya akan digelar panen padi bersama Presiden RI Joko Widodo di areal seluas 100 hektar pertanaman padi di Desa Tunggal Bhakti, Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau. Pada momentum tersebut, pemerintah akan meresmikan ekspor beras perdana ke Malaysia sebanyak 25 ton, untuk kemudian dilanjutkan tahun berikutnya sesuai kesepakatan.
Peringatan HPS ke-37 bertujuan memperkuat kerja sama dan membangun koordinasi fungsional yang efektif seluruh komponen pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Tujuan lainnya adalah mendorong usaha-usaha penyelenggaraan pangan berkelanjutan yang membawa dampak sosial ekonomi kepada masyarakat.
Peringatan HPS tahun ini digunakan sebagai sarana untuk menunjukkan kepada masyarakat dan dunia internasional akan pencapaian kemajuan pembangunan pangan pada era Kabinet Kerja.
Sementara itu, Gerakan Hari Pangan Sedunia (HPS) Gereja Katolik berangkat dari iman yang dirayakan dan diwujudkan. HPS Gereja mau menyuarakan iman dan moral yang berkaitan dengan kecukupan, ketersediaan dan keberlangsungan pangan yang sehat bagi hidup manusia.
Dengan demikian, melalui gerakan HPS, Gereja mampu menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran akan pencitraan kembali kehadiran Allah dalam tata kelola pangan di dunia dengan tujuan untuk membangkitkan dan meningkatkan kesadaran umat dan masyarakat terhadap pelestarian sumber daya pangan, tata olah tani yang mampu menyediakan bahan pangan yang sehat, aman, merata dan berkelanjutan demi kesejahteraan dan keberlangsungan hidup manusia dan keutuhan ciptaan-Nya, memberikan penghargaan dan penghormatan kepada petani dan nelayan, dan membangun kesetiakawanan sosial di bidang pangan.
Gereja perlu menyadari bahwa kehadiran dan keterlibatan penyadaran kemanusiaan dalam hal tata kelola pangan bukanlah pertama-tama persoalan teknis, tetapi bagaimana menyadarkan umat bersama masyarakat menemukan dan menata kembali pemanfaatan alam semesta yang berkeadilan sosial dan berkeutuhan ciptaan dan mencari jalan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan dan kecukupan pangan bagi semua.
Membangun sistem komunitas pangan adalah salah satu alternatif yang bisa dibuat oleh Gereja sebagai komunitas murid-murid Kristus. Ekaristi sebagai pusat dan puncak liturgi Gereja, yang dihayati dan dihidupi umat bisa menjadi dasar dan inspirasi untuk mengembangkan Gereja sebagai komunitas berbagi pangan yang terarah pada kesejahteraan hidup bersama.
Gereja sebagai komunitas berbagi pangan bisa diwujudkan dalam keluarga melalui usaha penguatan kemandirian dan keberlanjutan pangan keluarga, sehingga malalui kedaulatan pangan keluarga, keluarga bisa menjadi saksi ‘Suka Cita Injil’.
Dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) ke 4 tahun 2015, Gereja merefleksikan keluarga Katolik sebagai “Suka Cita Injil; Panggilan dan perutusan keluarga Katolik dalam Gereja dan masyarakat Indonesia yang majemuk”.
Menumbuhkan kembali dan mengembangkan komunikasi kasih dan kemampuan perutusan cinta kasih dalam keluarga guna menghadirkan kesejahteraan hidup bersama yang penuh dengan kedamaian.
Atas dasar peristiwa dan tema pastoral SAGKI ke 4 tahun 2015 yang dibuat lima tahun sekali, fokus Gerakan HPS Tahun 2016-2018 adalah “Penguatan Pangan Keluarga Demi Kesejahteraan Hidup Bersama” akan direfleksikan dan digulirkan melalui tata kelola nilai hidup dalam keluarga, yang secara tematis akan dibuat dalam tema tahunan.
1.
Gerakan HPS Tahun 2016: “Penguatan Pangan Berbasis Keluarga”
Gerakan HPS Tahun 2016: “Penguatan Pangan Berbasis Keluarga”
Dalam peringatan Hari Pangan Sedunia 2013, Bapa Suci Fransiskus menyampaikan pesan yang sangat penting. Beliau mengatakan bahwa Hari Pangan Sedunia menghadapkan kita pada salah satu tantangan yang sangat serius bagi kemanusiaan, yaitu kondisi tragis adanya jutaan orang lapar dan menderita gizi buruk, di antaranya banyak anak-anak. Beliau menyebut kelaparan dan gizi buruk sebagai skandal yang mestinya menantang kesadaran pribadi dan kesadaran bersama kita untuk ikut menemukan pemecahan masalah itu secara adil dan menyeluruh, demi kebaikan seluruh umat manusia (bdk Flp 2:1-5).
2.
Gerakan HPS Tahun 2017: “Membangun Gizi Keluarga."
Gerakan HPS Tahun 2017: “Membangun Gizi Keluarga."
Laporan Akhir tahun 2012 Komisi Nasional Perlindungan Anak, dari 23 juta anak balita di Indonesia, 8 juta jiwa atau 35 persennya mengidap gizi buruk kategori berat, yang menyebabkan tinggi badan lebih rendah dari balita normal; sementara 900 ribu bayi atau sekitar 4,5 persen dari total jumlah bayi di seluruh Indonesia mengalami gizi buruk.
Menurut Dirjen FAO Jose Graziano da Silva, Indonesia merupakan satu dari 19 negara yang dinilai berhasil mengurangi jumlah penduduk kekurangan gizi; dari sekitar 20 persen total jumlah penduduk pada tahun 1990-an menjadi 8,6 persen pada tahun 2012. Sejalan dengan hal ini, keluarga mempunyai peran penting dalam mengatasi gizi buruk. Pembaharuan dan perubahan sikap bisa dimulai dalam keluarga dengan tindakan nyata, yaitu dengan menyediakan pangan yang sehat dan gizi yang seimbang dalam keluarga, serta membantu keluarga lain yang kelaparan dan menderita gizi buruk dengan menyisihkan sebagian pangan sehat keluarga kita untuk mereka yang kelaparan dan menderita gizi buruk dalam bentuk dana solidaritas.
3.
Gerakan HPS Tahun 2018: “Keluarga sebagai Komunitas Berbagi Pangan”.
Gerakan HPS Tahun 2018: “Keluarga sebagai Komunitas Berbagi Pangan”.
Mahatma Gandhi mengatakan, “Bumi menyediakan makanan cukup untuk kebutuhan setiap manusia, tetapi bukan untuk keserakahannya.” Oleh karena itu, harus ada pembaharuan. Pembaharuan dan perubahan dapat dilakukan mulai dalam keluarga. Dalam keluarga, setiap pribadi mendidik diri sendiri dalam sikap belarasa, menemukan kembali nilai dan makna solidaritas dalam hubungan antar manusia. Tujuannya antara lain adalah untuk menghilangkan aneka bentuk kekurangan pangan akibat kemiskinan dengan saling berbagi pangan.
Pastinya:
Penguatan pangan keluarga demi kesejahteraan bersama menjadi gerakan HPS Gereja Katolik Tahun 2016-2018. Kemandirian pangan keluarga dalam bentuk kecukupan pangan dan ketersediaan pangan yang sehat dan lestari diharapkan menjadi wujud kesejahteraan bersama.
Penguatan pangan keluarga demi kesejahteraan bersama menjadi gerakan HPS Gereja Katolik Tahun 2016-2018. Kemandirian pangan keluarga dalam bentuk kecukupan pangan dan ketersediaan pangan yang sehat dan lestari diharapkan menjadi wujud kesejahteraan bersama.
A.
KAJ.
KAJ.
Para Ibu dan Bapak, Para Suster, Bruder, Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus,
Setiap tanggal 16 Oktober, dunia memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS). Pada tahun ini kita diajak untuk mendalami tema Makin Bergizi, Hidup Makin Berkualitas.
Seperti kita tahu, HPS dijadikan tradisi masyarakat dunia sejak tahun 1981, berdasarkan keputusan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) tahun 1979.
Latar belakangnya adalah keprihatinan akan bencana kelaparan yang masih diderita oleh banyak saudari-saudara kita di berbagai tempat di dunia, baik dalam skala besar maupun kecil. Yang menjadi keprihatinan bukan sekedar kelaparan yang berarti tidak adanya makanan, melainkan kurangnya makanan yang bermutu.
Data mengenai masih adanya banyak saudari dan saudara kita, khususnya anak-anak, yang berkekurangan gizi memang menunjukkan bahwa keprihatinan itu layak dikedepankan. Mari kita bercermin dari data kurangnya gizi pada anak-anak di Indonesia saja.
Seperti diberitakan oleh koran Tempo tanggal 12 Juli 2017 yang lalu, Menteri Kesehatan menyatakan bahwa 37,2 persen dari jumlah anak di Indonesia, atau sekitar 9 juta anak, mengalami kekurangan gizi.
Akibatnya tampak dalam kondisi gagal tumbuh pada anak balita, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya. Kekurangan gizi ini terjadi sejak bayi masih berada dalam kandungan dan pada masa awal setelah lahir.
Di lain pihak, ada kenaikan cukup mencolok jumlah penderita obesitas atau kegemukan, terutama di perkotaan. Menurut Data Riset Kesehatan Nasional 2016, ada 20,7 persen penduduk dewasa di Indonesia menderita kegemukan. Sementara itu, anak anak berusia 5-12 tahun yang menderita kegemukan sebesar 8,8 persen. Sedangkan menurut Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016 dari Kementeriaan Kesehatan Republik Indonesia di wilayah DKI Jakarta, kelebihan gizi anak usia 0 – 59 bulan justru mengalami kenaikan dari 3.3 % menjadi 4.4 %.
Kegemukan disebabkan oleh penumpukan lemak di badan karena konsumsi kalori yang tinggi. Kegemukan ini bisa memicu banyak penyakit.
Dari satu pihak banyak saudari-saudara kita, anak-anak kita yang kekurangan gizi. Dari lain pihak ada banyak saudari-saudara dan anak-anak kita yang kelebihan kalori karena berlebihnya makanan yang disantap.
Kenyataan yang terungkap dari data itu sudah seharusnya menjadi keprihatinan Gereja. Kita adalah bagian masyarakat dan bangsa kita. Keprihatinan masyarakat dan bangsa kita adalah keprihatinan Gereja juga.
Selain itu kita semua dipanggil untuk terus berjalan menuju kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan kasih. Wujudnya adalah mencintai sesama, terutama yang berkekurangan. Yesus sendiri mengatakan bahwa apa yang kita lakukan bagi saudara kita yang hina, kita melakukannya untuk Dia (bdk. Mt. 25: 40).
Selain kedua hal itu, pemeliharaan kesehatan badan terkait erat dengan pertumbuhan iman. Kita ingat pepatah “mens sana in corpore sano”, yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Pepatah ini sejajar dengan pandangan St. Paulus yang melihat tubuh kita sebagai Bait Allah yang harus kita jaga baik-baik agar dapat memuliakan-Nya (bdk. 1 Kor. 6: 19-20).
Bacaan-bacaan dari Kitab Suci yang kita dengarkan pada hari ini pun memberi pesan jelas terkait dengan keprihatinan kita itu. Jamuan yang disiapkan Tuhan, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, tidak bisa dipisahkan dari tujuan agar kita hidup dan agar kita selamat (bdk. Yes. 25: 6-9), bukan untuk kenikmatan belaka.
Refleksi iman ini digarisbawahi oleh gambaran Allah sebagai gembala yang baik, yang menyediakan makanan bagi kita agar jiwa kita segar (bdk. Mz 23: 1-3), seperti yang kita dengar dalam Mazmur Tanggapan. Pendek kata, Allah memberikan kepada kita makanan berlimpah agar semua orang hidup sehat dan selamat.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Pokok penting ini ditekankan juga dalam bacaan Injil hari ini. Dikisahkan bahwa orang yang masuk perjamuan yang telah disiapkan Bapa haruslah berpakaian pesta (bdk. Mt. 22: 12).
Pokok penting ini ditekankan juga dalam bacaan Injil hari ini. Dikisahkan bahwa orang yang masuk perjamuan yang telah disiapkan Bapa haruslah berpakaian pesta (bdk. Mt. 22: 12).
Pakaian pesta bisa diartikan sebagai sikap dan pemahaman yang benar tentang tujuan perjamuan itu. Orang datang ke perjamuan tidak bertujuan untuk menuruti nafsu makannya yang berlebihan, melainkan untuk ikut serta membangun kebersamaan dan mengalami kegembiraan.
Demikian pula kita, jika kita menyantap makanan yang disediakan Tuhan bagi kita secara berlebihan, apalagi sekedar untuk memenuhi nafsu makan tanpa peduli akan gizi dan kesehatan, akibatnya adalah kegemukan. Kita juga diingatkan untuk berbagi. Dalam perjamuan kita mesti ingat akan orang lain yang datang dalam perjamuan itu.
Pesannya, jika kita hanya asyik memikirkan kesenangan makan sampai berlebihan, banyak saudari dan saudara kita, anak-anak kita yang tidak mampu mendapatkan makanan, akan menderita kelaparan dan kekurangan gizi.
Dengan kata lain, kita dituntut untuk mengembangkan sikap dan pemahaman yang benar mengenai makanan, agar dapat sungguh memberi kehidupan seperti dikehendaki Tuhan.
Oleh karena itu, kita perlu bijaksana dalam mengatur dan berbagi makanan.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap bijak itu bisa diwujudkan dengan memperhatikan keseimbangan gizi makanan kita.
Dalam kehidupan sehari-hari, sikap bijak itu bisa diwujudkan dengan memperhatikan keseimbangan gizi makanan kita.
Dalam hal inilah tanggung-jawab keluarga dituntut dalam upaya menjaga gizi anggotanya, khususnya anak-anak, mulai dari memilih bahan makanan, mengolah sampai menyajikannya. Dalam rangka ini sudah ada banyak keluarga yang menanam sayur-mayur sendiri dalam pot-pot di rumah untuk keperluan makanannya sehari-hari. Hal tersebut sebenarnya tidak terlalu sulit dilakukan.
Selain itu, mengingat bahwa masih ada begitu banyak saudari-saudara kita, khususnya anak anak kita, yang kekurangan gizi, kita diajak untuk makan secukupnya, tidak membuang-buang makanan.
Masih terngiang dalam ingatan kita kata-kata keras 3 dari Bapak Paus Fransiskus beberapa tahun lalu, bahwa barangsiapa membuang makanan, sama dengan merampoknya dari orang miskin.
Tergerak oleh kata-kata ini, kami mengajak umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta untuk terlibat dalam Gerakan Suka Menolong yang kita canangkan pada tahun 2017 ini, dalam rangka memberi wujud pada cita-cita membangun pribadi yang semakin adil dan semakin beradab.
Dalam hal makanan ini, tidak membuang-buang makanan adalah salah satu bentuk upaya menolong sesama secara tidak langsung. Tentu, akan lebih baik jika kita pun mampu menyisihkan makanan dan penghasilan kita agar saudari-saudara kita, anakanak kita yang kekurangan gizi bisa dibantu. Inilah salah satu tujuan dari HPS tahun ini.
Akhirnya, bersama-sama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, dan dengan pertolongan Bunda Maria, marilah kita bersama-sama mengupayakan agar makanan yang bergizi tersedia untuk siapa pun, baik di tengah keluarga maupun di tengah masyarakat.
Marilah kita bersama-sama berusaha untuk bertumbuh sebagai pribadi yang mulia, antara lain dengan memilih makanan yang sehat bergizi dan rela berbagi, agar saudari-saudara kita, anak-anak kita pun dapat dibebaskan dari kekurangan gizi. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda.
B.
KAS.
KAS.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Hari Pangan Sedunia (HPS) diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Peringatan HPS merupakan salah satu resolusi atau putusan bersama Konferensi Negara-negara anggota Food and Agriculture Organization (FAO) yang diselenggarakan pada bulan November 1976 di Roma.
Hari Pangan Sedunia (HPS) diperingati setiap tanggal 16 Oktober. Peringatan HPS merupakan salah satu resolusi atau putusan bersama Konferensi Negara-negara anggota Food and Agriculture Organization (FAO) yang diselenggarakan pada bulan November 1976 di Roma.
Sebagai resolusi bersama, Negara-negara anggota FAO, termasuk Indonesia, mulai memperingati HPS semenjak tahun 1981. Namun demikian, Gereja Katolik di Indonesia mulai turut serta dalam gerakan peringatan HPS semenjak 16 Oktober 1982.
Hari Pangan Sedunia diperingati sebagai momentum untuk bersama-sama peduli dan mau terlibat dalam keprihatinan dan usaha menangani masalah pangan, terutama persoalan kelaparan, kekurangan gizi, dan kemiskinan yang terjadi di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Melalui peringatan dan gerakan HPS, masyarakat dunia, termasuk Gereja, diajak untuk ambil bagian dalam gerakan solidaritas kemanusiaan untuk membangun kedaulatan dan ketahanan pangan demi kesejahteraan hidup bersama.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Berkaitan dengan peringatan dan gerakan HPS, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) mengajak seluruh umat katolik di Indonesia pada tahun 2016-2018 menitikberatkan perhatian pada tema “Penguatan Pangan Keluarga Demi Kesejahteraan Hidup Bersama”. Selain perhatian pada upaya penguatan pangan, perhatian kepada keluarga dipilih karena keluarga adalah “sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat” (bdk. Familiaris Concortio art. 42). Oleh karena itu, pada peringatan dan gerakan HPS tahun 2016 dimunculkan tema: “Penguatan Pangan Berbasis Keluarga”. Dengan tema ini, setiap keluarga katolik diajak untuk membangun kesadaran akan pentingnya kecukupan dan ketersediaan pangan, serta mengembangkan solidaritas pangan berbasis keluarga.
Berkaitan dengan peringatan dan gerakan HPS, Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) mengajak seluruh umat katolik di Indonesia pada tahun 2016-2018 menitikberatkan perhatian pada tema “Penguatan Pangan Keluarga Demi Kesejahteraan Hidup Bersama”. Selain perhatian pada upaya penguatan pangan, perhatian kepada keluarga dipilih karena keluarga adalah “sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat” (bdk. Familiaris Concortio art. 42). Oleh karena itu, pada peringatan dan gerakan HPS tahun 2016 dimunculkan tema: “Penguatan Pangan Berbasis Keluarga”. Dengan tema ini, setiap keluarga katolik diajak untuk membangun kesadaran akan pentingnya kecukupan dan ketersediaan pangan, serta mengembangkan solidaritas pangan berbasis keluarga.
Pada tahun 2017 ini, peringatan dan gerakan HPS secara khusus mengolah tema “Membangun Gizi Keluarga”.
Dengan tema ini, Gereja mengajak seluruh umat katolik di Indonesia, terutama melalui keluarga, memberi perhatian dan turut ambil bagian dalam usaha membangun kualitas hidup manusia dengan ketercukupan gizi bagi seluruh anggota keluarga dan membangun solidaritas sosial, dengan tulus membantu mereka yang kelaparan dan menderita gizi buruk.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Undangan untuk mau terlibat aktif dalam usaha mewujudkan kesejahteraan bersama juga dapat kita renungkan melalui sabda Tuhan yang kita dengarkan hari ini. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengajar tentang Kerajaan Allah dan undangan bagi siapa pun juga untuk terlibat dalam usaha membangun dan mewartakan Kerajaan Allah. Yesus bersabda, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya.” (Mat 22:2)
Undangan untuk mau terlibat aktif dalam usaha mewujudkan kesejahteraan bersama juga dapat kita renungkan melalui sabda Tuhan yang kita dengarkan hari ini. Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengajar tentang Kerajaan Allah dan undangan bagi siapa pun juga untuk terlibat dalam usaha membangun dan mewartakan Kerajaan Allah. Yesus bersabda, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya.” (Mat 22:2)
Allah digambarkan sebagai seorang Raja yang telah mempersiapkan segala sesuatu yang perlu untuk berbagi kegembiraan bersama dengan para tamu undangan dalam perjamuan nikah anaknya. Walaupun kecewa karena para tamu undangan tidak datang, sang Raja tetap sabar dan ingin berbagi kegembiraan. Maka, ia menyuruh para hambanya: “Perjamuan nikah telah tersedia, tetapi yang diundang tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kalian jumpai di sana ke perjamuan ini” (Mat 22:8-9).
Merenungkan sabda Tuhan hari ini, pantaslah kita bersyukur atas panggilan dan perutusan kita. Sebagai murid-murid Yesus Kristus, kita dipanggil dan diutus mewujudkan dan mewartakan Kerajaan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari dengan tekad yang sungguh-sungguh. Kesungguhan tekad ini digambarkan secara konkret dalam upaya mengenakan pakaian pesta pada saat perjamuan.
Dalam perjamuan pesta seperti digambarkan dalam bacaan Injil, tentu di sana terdapat banyak hidangan yang disajikan. Apa yang disajikan itu berasal dari bumi yang diberikan kepada manusia sebagai anugerah untuk kita syukuri. Kita patut bersyukur karena Allah telah mempercayakan anugerah-anugerah itu untuk kita pelihara, kelola dan kembangkan dengan baik. Sebab semuanya itu memberikan manfaat untuk hidup kita.
Maka salah satu cara menyukuri anugerah hidup adalah dengan sepenuh hati memelihara dan meningkatkan kualitas hidup manusiawi kita dan sesama. “Allah menghendaki, supaya bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta-benda yang tercipta dengan cara yang wajar harus mencapai semua orang, berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cinta kasih (bdk. Gaudium et Spes art. 69).
Tanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan kualitas hidup manusiawi tidak cukup sebatas mengupayakan ketersediaan pangan supaya tidak terjadi kelaparan. Tekad dan niat untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas hidup manusia dapat diwujudkan dengan meningkatkan kualitas gizi dari pemenuhan kebutuhan pangan kita, mulai dari komunitas kita yang paling kecil, yakni keluarga.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Banyak hal yang bisa kita buat sebagai bentuk gerakan bersama di tengah keluarga untuk membangun kualitas gizi bagi seluruh anggota keluarga dan mewujudkan solidaritas kita terhadap siapa pun di sekitar kita yang kelaparan dan menderita gizi buruk.
Banyak hal yang bisa kita buat sebagai bentuk gerakan bersama di tengah keluarga untuk membangun kualitas gizi bagi seluruh anggota keluarga dan mewujudkan solidaritas kita terhadap siapa pun di sekitar kita yang kelaparan dan menderita gizi buruk.
Di tengah keluarga, kita dapat mengupayakan ketercukupan makanan yang bergizi seimbang. Makanan yang bergizi seimbang tidak selalu identik dengan makanan yang mahal dan bergaya modern. Setiap keluarga dapat mulai dengan mengupayakan makanan yang sehat dan bergizi seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh masing-masing.
Dulu kita akrab dengan slogan “empat sehat, lima sempurna” yang terdiri dari 1) makanan pokok, 2) lauk-pauk, 3) sayur-sayuran, 4) buah-buahan, dan 5) susu sebagai konsep makanan bergizi bagi keluarga.
Seiring dengan perkembangan zaman dan munculnya berbagai macam persoalan kesehatan, konsep makanan “empat sehat, lima sempurna” tidaklah cukup untuk menjawab persoalan mengenai kebutuhan makanan yang sehat dan bergizi seimbang.
Sejak tahun 1994, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, melalui Direktorat Bina Gizi Masyarakat mengingatkan perlunya keluarga-keluarga mengupayakan keterpenuhan gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia, jenis kelamin, kesehatan, maupun aktivitas fisik seseorang dengan tetap memperhatikan kombinasi kebutuhan akan sumber zat tenaga (padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan), sumber zat pengatur (sayur-sayuran dan buah-buahan), serta sumber zat pembangun (baik protein nabati maupun hewani).
Saudari-saudaraku yang terkasih,
Melalui peringatan HPS kali ini, marilah kita bersyukur atas kelimpahan rahmat Tuhan dan bersama keluarga kita masing-masing berusaha membangun kualitas hidup yang lebih baik dengan memperhatikan dan mengupayakan kualitas gizi yang seimbang.
Melalui peringatan HPS kali ini, marilah kita bersyukur atas kelimpahan rahmat Tuhan dan bersama keluarga kita masing-masing berusaha membangun kualitas hidup yang lebih baik dengan memperhatikan dan mengupayakan kualitas gizi yang seimbang.
Hal ini kita usahakan dengan tanpa meninggalkan keutamanan hidup kristiani yang mau berbelarasa dan solider terhadap saudara-saudari kita yang berkekurangan. Semoga dengan belarasa dan solidaritas ini, saudara-saudari kita pun bisa memenuhi kebutuhan mereka akan makanan yang sehat dan bergizi.
Pada kesempatan ini marilah kita bersyukur karena para petani dan peternak dengan tekun dan sabar mengupayakan ketersediaan pangan untuk kita semua.
Semoga mereka senantiasa dilimpahi rahmat kesehatan dan kesejahteraan. Kita berdoa dan berupaya semoga keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas senantiasa mengupayakan gizi yang baik bagi anggota-anggotanya.
Semoga Allah dalam kemurahanNya senantiasa melimpahkan berkat untuk kita semua, supaya “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku. Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemulianNya dalam Kristus Yesus” (Flp 4:13-14.19)
C.
10 Fakta Mengenai Hari Pangan Sedunia
1
Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Okt ini, sekaligus memperingati berdirinya Organisasi Pangan dan Pertanian PBB pada tanggal 16 Oktober 1945 di Quebec, Kanada. Pertama kali Hari Pangan Sedunia diperingati pada tahun 1979, Hari Pangan Sedunia sejak saat itu telah diamati di hampir setiap negara oleh jutaan orang.
10 Fakta Mengenai Hari Pangan Sedunia
1
Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Okt ini, sekaligus memperingati berdirinya Organisasi Pangan dan Pertanian PBB pada tanggal 16 Oktober 1945 di Quebec, Kanada. Pertama kali Hari Pangan Sedunia diperingati pada tahun 1979, Hari Pangan Sedunia sejak saat itu telah diamati di hampir setiap negara oleh jutaan orang.
Hari Pangan Sedunia merupakan aksi melawan kelaparan. Setiap tahunnya orang-orang yang berada di seluruh dunia berkumpul untuk mununjukkan komitmen mereka untuk membantu memberantas masalah kelaparan.
Berbagai acara digelar di berbagai belahan dunia. Melibatkan banyak orang dan mendorong mereka untuk melakukan aksi melawan kelaparan, karena hak atas pangan adalah Hak Asasi Manusia. Di dunia ini setidaknya terdapat 805 juta orang, dimana satu dari sembilan orang di dunia hidup dengan kelaparan kronis.
Seperti dilansir Express, berikut ini adalah 10 fakta mengenai Hari Pangan Sedunia:
1. Menurut kantor Statistik Nasional, rata-rata rumah tangga di Inggris menghabiskan £ 56,80 atau lebih dari Rp 900.000 per minggu untuk makan dan minuman non-alkohol.
2. Ditambah dengan £ 17.30 atau lebih dari Rp 300.000 per minggu dihabiskan pada restoran dan kafe makanan. Serta £ 4.70 hampir Rp 100.000 per minggu untuk makanan siap saji.
3. Di seluruh dunia, 75 hamburger McDonald terjual setiap detiknya.
4. Di inggris, 6 buah sandwich ayam dimakan setiap detiknya.
5. Makanan pertama yang dimakan di Bulan adalah sekotak berisi daging, biskuit gula, kopi, minuman jus nanas, jeruk bali dan buah persik tinned.
6. Makanan yang tumbuh di luar angkasa pertama, yang dimakan oleh astronot adalah selada Romaine. Selada Romaine tumbuh di Stasiun Luar Angkasa Internasional pada bulan Agustus 2015 lalu.
7. Sebuah studi di China pada tahun 2015 lalu melaporkan, bahwa orang yang makan makanan pedas cenderung hidup lebih lama.
8. Tahun lalu, Chan Hong Meng dari Singapura menjadi penjual makanan jalanan pertama yang dianugrahi bintang Michelin.
9. Inggris mengimpor 48 persen makanan yang dikonsumsi.
10. Makanan merupakan bagian penting dari diet seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar