Pages

Kita Bhinneka, Kita Indonesia 15



SENSUS HISTORICUS:
Kita Bhinneka, Kita Indonesia".
FRANSISKUS & ALEXIUS MENDUR.
"Mat Kodak" Detik Detik Proklamasi
Mulai awal tahun ini, seluruh Gereja Katolik di KAJ konon memulai pastoral evangelisasi 2018 yang bertajuk "TAHUN PERSATUAN".
Fokus tema yang akan dihayati dan disuarakan terinspirasi dari Sila Ketiga Pancasila: Persatuan Indonesia. Seluruh nilai-nilainya akan diamalkan sepanjang 2018 ini dengan tema "Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia".
Dari sinilah, ditampil-kenangkan beberapa tokoh kebangsaan yang saya repost dari grup "dialog katolik islam", yang tentunya bersemangat dasar "Amalkan Pancasila: Kita Bhinneka, Kita Indonesia" dengan mengingat sebuah pesan Founding Father, Bung Karno yang kembali terbaca ketika saya berkunjung ke rumah pembuangannya yang kini disebut "Taman Pancasila" di kota Ende: "Bersatu karena kuat. Kuat karena bersatu."
Ya. Semangat persatuan dalam keberagaman Inilah juga yang saya rasakan ketika "napak tilas": berkunjung ke rumah pembuangan Bung Karno dan sekaligus "Taman Pancasila", tempat dia dulu menemukan inspirasi soal Pancasila di bawah pohon sukun, di dekat biara para pastor SVD di Ende.
Kita sendiri jelas diajak menjadi orang yang bercahaya karena hidupnya penuh dengan pelbagai keutamaan. Ia tidak menjadi "batu sandungan" tapi terus berjuang menjadi "batu loncatan" bagi bangsa dan rakyatnya dengan cucuran airmata-darah dan keringat, menjadi orang yang benar-benar bercahaya dengan "pancasila" keutamaan iman setiap harinya, antara lain:
1."Ketuhanan":
Kita diajak menjadi orang yang selalu menekankan dimensi keberimanan secara utuh-penuh dan menyeluruh.
2."Kemanusiaan":
Kita diajak sadar bahwa kita hidup di dunia real jadi tetap menjadi orang beriman yang sesuai konteksnya, karena bukankah menjadi suci juga berarti menjadi manusiawi? Beriman lewat dan bersama hal-hal insani setiap hari.
3."Persatuan":
Kita diajak untuk hidup rukun dan bersatu dengan semua orang yang berkehendak baik, demi suatu kosmos/keteraturan yang lebih bermutu, tidak mudah terpecah oleh gosipan/"adu domba".
4."Keterbukaan":
Inilah sebuah semangat demokrasi, berani menuntut hak juga berani untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai orang beriman sekaligus warga bangsa.
5."Keadilan":
Kita diajak untuk hidup "jurdil-jujurd dan adil", mentaati pelbagai aturan hukum yang berlaku dan tidak menjadi "parasit" bagi gereja dan bangsa, sesama dan dunia.
"Cari arang di Gunung Kelimutu - Jadilah orang yang benar-benar bermutu."
Merah darahku
Putih tulangku
Katolik imanku
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
====
FRANSISKUS & ALEXIUS MENDUR
'MAN BEHIND THE SCENE'
Alex Mendur dan Frans Mendur, fotografer IPPHOS (Indonesian Press Photo Service) bertemu dengan Sukarno, berdiskusi untuk pengambilan foto saat Proklamasi.
Alex Impurung Mendur (1907 - 1984) adalah salah satu fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Bersamanya adalah saudara kandungnya Frans Mendur yang turut mengabadikan peristiwa tersebut.
Kedua bersaudara yang beragama Katolik ini merintis pendirian IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946 di Jakarta.
1. FRANS SOEMARTO MENDUR
Frans Soemarto Mendur lahir di Kawangkoan, Minahasa-Sulawesi Utara pada tahun 1913 . Frans Mendur adalah putra asli Minahasa, Sulawesi Utara. Ia adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Frans belajar fotografi pada Alex Impurung Mendur yang sudah lebih dahulu menjadi wartawan Java Bode, koran berbahasa Belanda di Jakarta. Frans Soemarto lantas mengikuti jejak abangnya menjadi wartawan pada tahun 1935.
Pada hari jumat tanggal 17 Agustus 1945, yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, Frans Soemarto Mendur mendengar kabar dari sumber di Harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno.
Frans Soemarto Mendur dan Frans Impurung Mendur berhasil merapat ke rumah di jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Jakarta pada pukul 05 pagi.
Pukul 08.00, Ir. Soekarno masih tidur di kediamannya lantaran gejala malaria. Beliau masih lelah sepulang begadang merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, jalan Imam Bonjol No. 1. Lalu, Ir. Soekarno dibangunkan oleh dokternya untuk minum obat, Ir. Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 09.00.
Pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung sederhana, tanpa protokol.
Hanya Frans Soemarto Mendur dan Alexius Impurung Mendur yang hadir sebagai fotografer pengabadi peristiwa bersejarah Indonesia. Frans Soemarto Mendur berhasil mengabadikan tiga foto dari tiga frame film yang tersisa.
Frans Soemarto Mendur mengabadikan tiga foto yakni ketika Ir. Soekarno membaca teks Proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air), dan suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran bendera.
Usai upacara Frans Soemarto Mendur dan Alexius Impurung Mendur bersaudara langsung bergegas meninggalkan kediaman Ir. Soekarno, namun tentara Jepang yang mengetahui kejadian itu langsung memburu mereka.
Alexius Impurung Mendur tertangkap, tentara Jepang menyita dan memusnahkan foto-foto yang baru saja di ambil. Frans Soemarto Mendur lolos dari sergapan pasukan Jepang. Negatif foto dikubur di tanah dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Tentara Jepang mendatanginya, tetapi Frans Soemarto Mendur mengaku negatif foto sudah diambil Barisan Pelopor.
Meski negatif foto selamat, perjuangan mencuci dan mencetak foto itu pun tak mudah. Mendur bersaudara harus diam-diam menyelinap di malam hari, memanjat pohon dan melompati pagar di samping kantor Domei, yang sekarang kantor Antara.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945. Tanpa foto karena telah disensor Jepang.
Pada bulan September 1945, fotografer-fotografer muda Indonesia bekas fotografer Domei di Jakarta dan Surabaya mendirikan biro foto di kantor berita Antara. Sedangkan pada tanggal 1 Oktober 1945, BM Diah dan wartawan-wartawan eks harian Asia Raya merebut percetakan De Unie dan mendirikan Harian Merdeka. Alex Mendur pun pindah ke Harian Merdeka.
Foto bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia karya Frans Soemarto Mendur tersebut baru bisa dipublikasikan pertama kali pada 20 Februari 1946 di halaman muka Harian Merdeka.
Setahun setelah kepindahan ke Harian Merdeka, Frans Soemarto Mendur dan Alex Impurung Mendur menggagas pendirian Indonesia Press Photo Service, disingkat IPPHOS. Mereka turut mendirikan biro foto pertama Indonesia tersebut, kakak-beradik Justus dan Frank “Nyong” Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda. IPPHOS berkantor di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30, Jakarta sejak berdiri 2 Oktober 1946.
Pada masa revolusi, Frans Soemarto Mendur juga ikut berjuang dengan kamera sebagai senjatanya. Beliau seringkali hilir mudik Jakarta-Yogyakarta untuk mengabadikan berbagai peristiwa bersejarah. Berbagai hasil jepretannya kemudian beliau titipkan kepada sejumlah pilot Filipina. Foto-foto itu kemudian termuat dalam berbagai media massa luar negeri.
Frans Soemarto Mendur satu-satunya juru foto yang berhasil mengabadikan saat pertemuan kembali antara Soekarno dan Hatta, saat Soekarno mendarat di Pasar Ikan dari tempat pembuangannya di Sumatera. Selama empat tahun berturut-turut beliau menjadi ketua PWI cabang Jakarta. Selain itu ia juga giat dalam Papfias (Panitia Aksi Pemboikotan Film Amerika Serikat) yang didalangi oleh PKI.
Pada usia tuanya, Frans Soemarto Mendur pernah menjadi penjual rokok di Surabaya. Frans Soemarto Mendur meninggal dunia di RS. Sumber Waras Jakarta pada tanggal 24 April 1971.
Sedihnya, Frans Soemarto Mendur tercatat belum pernah menerima penghargaan atas sumbangsihnya pada negara ini. Konon, beliau pun ditolak untuk dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Demi penghargaan terhadap aksi heroik Mendur bersaudara, keluarga besar Mendur mendirikan sebuah monument yang disebut “Tugu Pers Mendur”. Tugu ini berupa patung Alex dan Frans serta serta bangunan rumah adat Minahasa berbentuk panggug berbahan kayu.
Tugu Pers Frans Soemarto Mendur dan Frans Impurung Mendur didirikan di Kelurahan Talikuran, Kecamatan Kawangkoan Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, di tanah kelahiran mereka.
Di dalam rumah itu terdapat 113 foto karya Mendur bersaudara. Sebagian besar foto yang dipamerkan adalah foto pada masa awal Indonesia merdeka. Beberapa di antaranya adalah foto suasana perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda, perang gerilya Panglima Besar Soedirman, foto kabinet di bawah kepemimpinan Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia.
Kerabat dua bersaudara ini, Berty Mendur menjelaskan secara rinci sejarah dari masing-masing foto dalam ruangan tersebut. Ia menunjukkan foto Ir. Soekarno sedang berdiskusi menjelang Proklamasi. Foto lain yang menarik adalah saat Soekarno dan Jenderal Panglima Besar Soedirman berpelukan.
Berty Mendur menjelaskan, semua foto tersebut menunjukkan eksistensi Alex Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur dalam mendokumentasikan sejarah perjuangan dan kemerdekaan Indonesia.
Berty Mendur mengatakan, semua foto ini akan menjadi warisan yang tidak ternilai dalam perjalanan Bangsa Indonesia. "Alex Mendur mengatakan biar hanya tukang foto tapi mereka juga berjuang untuk bangsa ini melalui karya-karya tersebut," ujar Berty Mendur.
Patung Mendur bersaudara dibangun berdiri di atas kamera jenis Leica yang menjadi senjata keduanya. Di sebelah kiri adalah Alex Impurung Mendur dan kanan adalah Frans Soemarto Mendur.
Baru pada 9 November 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Frans Soemarto Mendur, penghargaan Bintang Jasa Utama.
Tugu ini diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Februari 2013, bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional yang digelar di Manado, Sulawesi Utara.
Beginilah kisah Frans Soemarto Mendur seorang pahlawan Pers Indonesia. Di tangan beliau, foto paling bersejarah Indonesia dihasilkan, sehingga momen penting proklamasi menjadi abadi.
2. ALEXIUS IMPURUNG MENDUR
Alexius Impurung Mendur lahir di Kawangkoan Minahasa-Sulawesi pada tahun 1907. Alex Impurung Mendur adalah putra asli Minahasa, Sulawesi Utara. Beliau adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Alex Impurung Mendur adala seorang wartawan di Java Bode, Koran berbahasa Belanda yang berada di Jakarta. Pada hari jumat tanggal 17 agustus 1945, yang bertepatan dengan bulan ramadhan Frans Soemarto Mendur mendengar kabar dari sumber di harian Asia Raya bahwa ada peristiwa penting di kediaman Soekarno. Frans Soemarto Mendur dan Frans Impurung Mendur berhasil merapat ke rumah di jalan Pengangsaan Timur No. 56, Cikini, Jakarta pada pukul 05 pagi. Pukul 08.00, Ir. Soekarno masih tidur di kediamannya lantaran gejala malaria. Beliau masih lelah sepulang begadang merumuskan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, jalan Imam Bonjol No. 1. Ir. Soekarno dibangunkan oleh dokternya untuk minum obat, Ir. Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 09.00.
Pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung sederhana, tanpa protokol. Hanya Frans Soemarto Mendur dan Alexius Impurung Mendur yang hadir sebagai fotografer pengabadi peristiwa bersejarah Indonesia. Frans Soemarto Mendur berhasil mengabadikan tiga foto dari tiga frame film yang tersisa. Frans Soemarto Mendur mengabadikan tiga foto yakni ketika Ir. Soekarno membaca teks Proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air), dan suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran bendera.
Usai upacara Alexius Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur bersaudara langsung bergegas meninggalkan kediaman Ir. Soekarno, namun tentara jepang yang mengetahui kejadian itu langsung memburu mereka. Alexius Impurung Mendur tertangkap, tentara jepang menyita dan memusnahkan foto-foto yang baru saja di ambil. Frans Soemarto Mendur lolos dari sergapan pasukan Jepang. Negatif foto dikubur di tanah dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor harian Asia Raya. Tentara Jepang mendatanginya, tetapi Frans Soemarto Mendur mengaku negatif foto sudah diambil Barisan Pelopor. Meski negatif foto selamat, perjuangan mencuci dan mencetak foto itu pun tak mudah. Mendur bersaudara harus diam-diam menyelinap di malam hari, memanjat pohon dan melompati pagar di samping kantor Domei, yang sekarang kantor Antara.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan singkat di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945. Tanpa foto karena telah disensor Jepang. Alexius Impurung Mendur mempunyai foto monumental yakni foto pidato Bung Tomo yang berapi-api di Mojokerto tahun 1945. Foto monumental lainnya adalah foto Soeharto yang menjemput Panglima Besar Jendral Soedirman pulang dari perang gerilya di Jogjakarta, 10 Juli 1949. Pada bulan September 1945, fotografer-fotografer muda Indonesia bekas fotografer Domei di Jakarta dan Surabaya mendirikan biro foto di kantor berita Antara. Sedangkan pada tanggal 1 Oktober 1945, BM Diah dan wartawan-wartawan eks harian Asia Raya merebut percetakan De Unie dan mendirikan Harian Merdeka. Alexius Impurung Mendur pun pindah ke Harian Merdeka. Foto bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia karya Frans Soemarto Mendur tersebut baru bisa dipublikasikan pertama kali pada 20 Februari 1946 di halaman muka Harian Merdeka.
Setahun setelah kepindahan ke Harian Merdeka, Alexius Impurung Mendur Frans Soemarto Mendur dan menggagas pendirian Indonesia Press Photo Service, disingkat IPPHOS. Mereka Turut mendirikan biro foto pertama Indonesia tersebut, kakak-beradik Justus dan Frank “Nyong” Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda. IPPHOS berkantor di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30, Jakarta sejak berdiri 2 Oktober 1946. Alexius Impurung Mendur tutup usia pada tahun 1984 juga dalam keadaan serupa dengan Frans Soemarto Mendur. Hingga tutup usia, Alexius Impurung Mendur tercatat belum pernah menerima penghargaan atas sumbangsih mereka pada negara ini. Konon, mereka berdua pun ditolak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Tugu Pers Frans Soemarto Mendur dan Frans Impurung Mendur didirikan di Kelurahan Talikuran, Kecamatan Kawangkoan Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, di tanah kelahiran mereka. Di dalam rumah itu terdapat 113 foto karya Mendur bersaudara. Sebagian besar foto yang dipamerkan adalah foto pada masa awal Indonesia merdeka. Beberapa di antaranya adalah foto suasana perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda, perang gerilya Panglima Besar Soedirman, foto kabinet di bawah kepemimpinan Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia.
Kerabat dua bersaudara ini, Berty Mendur menjelaskan secara rinci sejarah dari masing-masing foto dalam ruangan tersebut. Ia menunjukkan foto Ir. Soekarno sedang berdiskusi menjelang Proklamasi. Foto lain yang menarik adalah saat Soekarno dan Jenderal Panglima Besar Soedirman berpelukan. Berty Mendur menjelaskan, semua foto tersebut menunjukkan eksistensi Alex Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur dalam mendokumentasikan sejarah perjuangan dan kemerdekaan Indonesia. Berty Mendur mengatakan, semua foto ini akan menjadi warisan yang tidak ternilai dalam perjalanan Bangsa Indonesia. "Alex Mendur mengatakan biar hanya tukang foto tapi mereka juga berjuang untuk bangsa ini melalui karya-karya tersebut," ujar Berty Mendur seperti diwawancarai Kontributor Net TV Anita Tambayong, Selasa, 16 Agustus 2016.
Patung Mendur bersaudara dibangun berdiri di atas kamera jenis Leica yang menjadi senjata keduanya. Di sebelah kiri adalah Alexius Impurung Mendur dan kanan adalah Frans Soemarto Mendur. Baru pada 9 November 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Alexius Impurung Mendur, penghargaan Bintang Jasa Utama. Tugu ini diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Februari 2013, bertepatan dengan peringatan Hari Pers Nasional yang digelar di Manado, Sulawesi Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar