Pages

Mantilla



HIK : HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH.
SENSUS CATHOLICUS :
"Mantilla"
Aturan protokoler diplomatik khas Vatikan untuk wanita yang akan bertemu dengan Paus, yaitu : Pakaian formal hitam; dengan lutut, lengan atas dan bawah serta leher tertutup;
Sepatu hitam tertutup dengan hak rendah atau sedang; Tutup kepala hitam, biasanya berupa mantila atau kerudung.
Menurut tradisi, tutup kepala berwarna putih adalah pengecualian untuk segelintir ratu dan putri raja kerajaan Katolik, yang dalam bahasa Prancis disebut "le privilège du blanc" ( the privilege of wearing white - hak istimewa untuk mengenakan warna putih ), dalam hal ini berlaku untuk Ratu Spanyol dan Ratu Belgia, para Putri Monaco dan Naples serta Grand Duchess of Luxembourg.
Dalam tradisi Katolik Roma, kerudung atau yang disebut “mantilla”, adalah penutup kepala yang dulu kerap digunakan perempuan Katolik ketika hendak menghadiri ibadah Katolik.
Istilah mantilla berasal dari kata “manta” yang berarti penutup kepala. Kain mantilla umumnya dibuat dengan renda berwarna hitam atau putih, lantas disampirkan di kepala perempuan layaknya kerudung untuk menutupi rambut.
Mantilla menjadi simbol khusus bagi para perempuan Katolik. Secara tradisional, mantilla berwarna hitam dikenakan oleh perempuan Katolik yang sudah menikah atau janda, sedangkan warna putih dikenakan oleh gadis muda atau perempuan yang belum menikah.
Selama berabad-abad, penggunaan mantilla menjadi simbolisasi kemegahan dan keindahan Tuhan yang dimuliakan melalui diri perempuan.
Mantilla adalah semacam simbol mengerudungi keindahan duniawi, lalu memuliakan keindahan surgawi yang hanya dimiliki Tuhan.
Penggunaan mantilla juga melambangkan kemurnian dan kerendahan hati, seperti halnya Bunda Maria, perempuan yang dimuliakan dalam tradisi iman Katolik.
Selain itu, perempuan dalam iman Katolik ialah bejana pembawa kehidupan.
Ia menjadi simbol “piala” kehidupan. Maka untuk menjaga kehidupan dan keindahan yang ada di dalamnya, ia diberi “selubung” untuk menghindarkan berbagai hal buruk dari luar dirinya.
Itu sebabnya perempuan Katolik menggunakan mantilla sebagai simbol pelindung.
Mantilla juga menjadi lambang ketaatan terhadap Tuhan. Ia menjadi khotbah “visual” yang hendak berbicara tentang kemauan hati sebagai seorang hamba, serta kasih yang besar kepada Tuhan sehingga mau taat dan melayani Tuhan serta ciptaan-Nya.
Intinya, mantilla menandakan kebajikan, kesalehan, dan kerendahan hati.
Simbol itu lantas dijadikan aturan dalam protokoler Vatikan yang mewajibkan para wanita untuk juga mengenakan gaun hitam dan menyampirkan mantilla hitam di kepala mereka saat menjejakkan kaki ke Vatikan dan bertemu Paus. Namun untuk para wanita yang non-Katolik, aturan ini tidak diberlakukan secara ketat.
De facto, fenomena penggunaan mantilla di kalangan umat Katolik Indonesia kian marak.
Di beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, Pontianak, dan Medan, praktik penggunaan mantilla ini kian meluas.
Di masa lalu, mantilla digunakan oleh perempuan Katolik saat merayakan Ekaristi atau berdoa, untuk menghormati Yesus yang mengurbankan diri demi keselamatan umat manusia. Tapi dalam perkembangan selanjutnya, praktik penggunaan mantilla dalam Ekaristi mulai pudar dalam Gereja Katolik.
Ketika sebagian umat Katolik kembali menghidupkan lagi penggunakan busana liturgi tersebut, banyak di antara umat Katolik yang merasa aneh dan menganggapnya sesuatu yang baru.
Berikut ini dilampirkan kembali sejumlah penjelasan mengenai mantilla:
A.
Pernah diatur dalam hukum Gereja.
Penggunaan mantilla pernah diwajibkan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1262. Tapi dalam perkembangan selanjutnya, terutama dijiwai oleh semangat pembaruan yang digaungkan oleh Konsili Vatikan II, dalam KHK yang dipegang oleh umat Katolik sekarang tidak dicantumkan lagi aturan tentang mantilla.
Gereja tidak mengatur, tapi juga tidak melarang.
Benar bahwa Gereja Katolik tidak mengatur lagi tentang pemakaian mantilla dalam aturan tertulis. Tapi, Gereja Katolik juga tidak melarang anggota Gereja, khususnya kaum perempuan, untuk mengenakan mantilla saat menghadiri perayaan Ekaristi atau berdoa.
B.
Dasar Kitab Suci.
Umat yang memegang tradisi pemakaian mantilla merujuk surat pertama Rasul Paulus kepada umat di Korintus, 11: 4-10 sebagai dasar ajaran tentang mantilla. Dalam perikop tersebut dijelaskan bahwa dalam hal berdoa, dalam upacara liturgi, hendaknya berpakaian sesuai dengan budaya yang baik, yang berlaku pada masa itu, di mana perempuan hendaknya menggunakan tudung kepala sebagai tanda ketaatan kepada Sang Kepala, yakni Kristus.
C.
Simbol kesucian dan ketaatan.
Mantilla adalah simbol kesucian dan ketaatan. Kesucian diartikan sebagai kemurnian, kesederhanaan, atau kerendahan hati. Dalam konteks liturgi, mantilla menjadi simbol kesucian, kemurnian. Dalam tradisi Gereja Timur penggunaan mantilla masih terus dipraktikan hingga hari ini.
Mantilla sejatinya adalah salah satu busana liturgi. Karena itu, simbol tersebut harus juga tercermin dalam ucapan dan tindakan, dalam membangun persaudaraan sejati antarsesama. Itulah mantilla yang sesungguhnya. Ketika simbol hanya menjadi simbol dan tidak berbicara dalam hidup, maka ia menjadi simbol yang mati.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar