Pages
▼
GAUDETE ET EXSULTATE
HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
"GAUDETE ET EXSULTATE" :
PANGGILAN TERHADAP KEKUDUSAN DALAM DUNIA MASA KINI.
Apakah kamu termasuk mereka yang tidak puas dengan menjadi biasa- biasa saja..
Paus Fransiskus menulis surat yang panjang. Sebuah pesan untuk orang- orang, yang seperti kamu......
Mereka yang hidup di tengah tantangan, resiko, dan kesempatan- kesempatan..
Mereka yang mengasihi dan membesarkan anak-anak mereka,
Mereka yang bekerja keras agar dapat memberikan makanan di meja makan keluarga,
Mereka, para lanjut usia,
Mereka, para religius,
Mereka, yang sedang bersiap mengejar masa depan.
Karena tiap-tiap orang, tiap-tiap dari kita, dipanggil untuk menjadi kudus.
Itu artinya, kamu juga.
Pernahkah hal itu terlintas di benakmu ?
Kekudusan bukan berarti bahwa kamu merasa lebih hebat dari orang lain, bukan lebih tahu banyak, atau melakukan lebih banyak daripada orang lain, bukan pula berarti mengikuti begitu saja semua peraturan tanpa mempertimbangkan kasih yang rahim.
Namun berarti mempercayai akan rahmat untuk membantumu mencapai kekudusan.
Yesus menunjukkan jalannya kepadamu.
Yesus sendiri itulah jalannya.
Untuk mengikuti Dia, di masa ini, adalah dengan menentang kebiasaan umum, dengan tidak terhanyut kepada penderitaan dan ketidakadilan di dunia,
adalah dengan menjadi berani,
adalah dengan mau berjuang,
adalah dengan menjadi rendah hati,
dan memiliki rasa humor.
"Makan bakut di Kota Kudus - Jangan takut menjadi kudus !"
=====
Sebuah panduan bagi kristianitas pada abad ke-21 ini diterbitkan. Seruan apostolik terbaru dari Paus Fransiskus berjudul: "Gaudete et Exsultate".
Paus Fransiskus menandatangani ekshortasi apostoliknya ini pada 19 Maret, bertepatan dengan Pesta Santo Joseph, dan Vatikan merilisnya pada 9 April 2018 bertepatan dengan Hari Raya Kabar Sukacita: “Tuhan meminta segalanya dari kita, dan sebagai imbalannya memberi kita kehidupan sejati, kebahagiaan yang untuknya kita diciptakan”.
Dalam seruan apostoliknya yang ketiga, Gaudete et Exsultate, (setelah Evangelii Gaudium dan Amoris Laetitia), Paus Fransiskus merefleksikan panggilan terhadap kekudusan, dan bagaimana kita dapat menanggapi panggilan tersebut di dunia modern.
“Tujuan saya yang tidak muluk-muluk” dalam seruan tersebut, Paus Fransiskus mengatakan, “adalah untuk mengemukakan kembali panggilan terhadap kekudusan dengan cara yang mudah dilaksanakan untuk zaman kita sendiri”.
Ya. Tuhan memanggil semua orang Kristen menjadi orang suci – bukan menjadi orang kudus yang pasif, tetapi orang-orang nyata yang menyediakan waktu berdoa dan menunjukkan perhatian penuh kasih kepada orang lain dengan tindakan yang paling sederhana, kata Paus Fransiskus: “Jangan takut pada kekudusan. Itu tidak akan menghilangkan energi, vitalitas, atau kegembiraan Anda,” tulis Bapa Suci lebih lanjut.
Ia mengatakan, dia tidak menulis risalah teologis tentang kekudusan, Paus Fransiskus memusatkan terutama pada bagaimana panggilan untuk kekudusan adalah panggilan pribadi, sesuatu yang ditanyakan Tuhan kepada setiap orang Kristen dan membutuhkan tanggapan pribadi yang diberikan seseorang dalam hidup, talenta dan tindakan.
“Kita sering tergoda berpikir bahwa kekudusan hanya untuk mereka yang dapat mengundurkan diri dari urusan duniawi menghabiskan banyak waktu dalam doa,” tulisnya. Tapi, “bukan itu masalahnya.”
“Kita semua dipanggil menjadi suci dengan menjalani hidup kita dengan cinta dan memberikan kesaksian dalam segala hal yang kita lakukan, di mana pun kita berada,” katanya.
Dia menulis tentang “orang-orang kudus yang telah meninggal” dan mengatakan dia suka “merenungkan kesucian yang hadir dalam kesabaran umat Allah: pada orang tua yang membesarkan anak-anak mereka dengan cinta yang sangat besar, kepada pria dan wanita yang bekerja keras menghidupi keluarga mereka, dalam orang sakit, kepada orangtua yang religius yang tidak pernah kehilangan senyum mereka.”
Paus Fransiskus juga mencatat tantangan menjadi kudus, ia menulis panjang lebar dan secara eksplisit tentang iblis hanya dua minggu setelah kegemparan yang disebabkan oleh seorang jurnalis senior Italia yang mengklaim bahwa Paus telah mengatakan kepadanya bahwa dia tidak percaya akan keberadaan neraka.
“Kita seharusnya tidak menganggap iblis sebagai mitos, representasi, simbol, kiasan atau ide,” kata Paus dalam ekshortasinya. “Kesalahan ini akan membuat kita menurunkan kewaspadaan, menjadi ceroboh dan berakhir dalam cobaan” terhadap godaan iblis.
“Setan tidak perlu memiliki kita. Dia meracuni kita dengan racun kebencian, kesedihan, iri hati dan keburukan,” tulisnya. “Ketika kita menurunkan kewaspadaan kita, dia mengambil keuntungan dari itu untuk menghancurkan hidup kita, keluarga kita, dan komunitas kita.”
Jalan menuju kekudusan, tulisnya, hampir selalu bertahap, terdiri dari langkah-langkah kecil dalam doa, berkorban dan melayani orang lain.
Menjadi bagian dari komunitas paroki dan menerima sakramen, khususnya Ekaristi dan Tobat, adalah dukungan penting menjalani kehidupan suci, tulis Paus. Begitu juga menemukan waktu untuk doa pribadi. “Saya tidak percaya pada kekudusan tanpa doa,” katanya, “meskipun doa itu tidak perlu panjang atau melibatkan perasaan.”
“Kesucian yang Tuhan inginkan pada Anda akan tumbuh melalui isyarat-isyarat kecil,” katanya, sebelum mengutip contoh seorang wanita yang menolak bergosip dengan seorang tetangga, pulang ke rumah dan mendengarkan dengan sabar kepada anaknya meskipun ia lelah, berdoa Rosario dan kemudian bertemu dengan orang miskin dan memberinya sapaan yang ramah.
Judul dokumen ini sendiri diambil dari Matius 5:12 ketika Yesus mengatakan “bersukacita dan begembiralah” bagi mereka yang dianiaya atau dihina demi Dia. Teks ini menyimpulkan "Sabda Bahagia", di mana, Paus Fransiskus mengatakan, “Yesus menjelaskan dengan sangat sederhana apa artinya menjadi kudus”: hidup sederhana, mengutamakan Tuhan, percaya pada-Nya dan bukan kekayaan atau kekuasaan duniawi, rendah hati, berduka cita dan menghibur yang lain, penuh belas kasihan dan memaafkan, bekerja untuk keadilan dan mencari perdamaian dengan sesama.
Setiap orang, katanya, perlu “merangkul rencana unik yang Allah kehendaki bagi kita masing-masing dari kekekalan.”
Dokumen itu diakhiri dengan bagian tentang “kearifan”, yang merupakan karunia yang diminta dari Roh Kudus dan dikembangkan melalui doa, permenungan, membaca Kitab Suci dan mencari nasihat dari pembimbing rohani yang tepercaya.
Examen conscientia, yakni semacam “pemeriksaan hati nurani yang tulus” akan membantu, katanya, karena kekudusan mencakup perjuangan setiap hari untuk “semua yang besar, lebih baik dan lebih indah, sementara pada saat yang sama memperhatikan hal-hal kecil, untuk komitmen setiap hari.”
Paus Fransiskus juga memasukkan daftar peringatan. Misalnya, ia mengatakan kekudusan mencakup menemukan keseimbangan dalam waktu berdoa, waktu yang dihabiskan menikmati waktu dan kerja orang lain yang didedikasikan melayani orang lain dengan cara besar atau kecil. Dan, “tidak perlu dikatakan, apapun yang dilakukan karena kecemasan, kebanggaan atau kebutuhan mengesankan orang lain tidak akan mengarah pada kekudusan.”
Menjadi kudus bukanlah hal yang mudah, katanya, tetapi jika upaya itu membuat seseorang menghakimi, selalu frustrasi dan bermuka masam, ada sesuatu yang tidak benar.
“Orang-orang kudus tidak aneh dan menyendiri, sombong, pesismis dan galau,” katanya. “Para rasul Kristus tidak seperti itu.” Bahkan, kata Paus, “Sukacita Kristen biasanya disertai dengan rasa humor.”
Dalam seruan apostolik itu, banyak termuat apa yang sering disampaikan oleh Paus Fransiskus tentang sikap-sikap yang menghancurkan komunitas Kristen, seperti gosip dan fitnah, atau yang menyatakan diri sebagai orang Kristen, tetapi menjadikannya sebagai kebanggaan, seperti mengetahui semua aturan dan cepat menghakimi orang lain karena tidak mengikuti mereka.
Kekudusan “bukan tentang pingsan ketika Misa,” tulisnya, tetapi ini adalah tentang usaha mengenali dan melayani Tuhan dalam orang lain terlebih mereka yang lapar, yang terasing, yang telanjang, yang miskin dan yang sakit.
Kekudusan bersifat holistik, katanya, dan sementara setiap orang memiliki misi khusus, tidak seorang pun boleh mengklaim bahwa panggilan atau jalur khusus mereka adalah satu-satunya yang layak.
“Pembelaan kita terhadap bayi yang tidak bersalah, misalnya, perlu jelas, tegas dan penuh gairah demi mempertahankan martabat kehidupan manusia, yang selalu suci,” tulis Paus. “Setara kesuciannya, dengan kehidupan orang miskin, mereka yang sudah lahir, yang miskin, yang terbuang dan yang kurang beruntung, yang lemah dan rentan, lansia yang terkena euthanasia rahasia ….”
Dan, katanya, seseorang tidak dapat mengklaim bahwa membela kehidupan seorang migran adalah “masalah sekunder” jika dibandingkan dengan aborsi atau pertanyaan bioetika lainnya.
“Seorang politisi yang mencari suara mungkin mengatakan hal seperti itu dapat dimengerti, tetapi bukan orang Kristen,” katanya.
Nasehat Paus Fransiskus juga termasuk peringatan tentang kurangnya kekudusan yang ditunjukkan oleh beberapa umat Katolik di Twitter atau media sosial lainnya, terutama ketika berkomentar secara anonim: “Terkadang”, katanya, “dalam mengklaim menegakkan perintah-perintah lain, mereka sepenuhnya mengabaikan perintah ke delapan, yang melarang membawa saksi dusta.”
Orang-orang kudus, di sisi lain, “tidak membuang energi mengeluhkan kegagalan orang lain; mereka bisa menahan lidah mereka di hadapan kesalahan saudara-saudari mereka, dan menghindari kekerasan verbal yang merendahkan dan menganiaya orang lain.”
Lebih lanjut, lima bab dari Gaudete et Exsultate mengikuti perkembangan yang masuk akal, dimulai dengan mempertimbangkan panggilan terhadap kekudusan seperti dalam dirinya sendiri. Paus juga membahas dua “musuh kekudusan yang hampir tak kentara", yaitu, gnostisisme masa kini dan pelagianisme masa kini.
A.
Kekudusan dalam Menjalani Sabda Bahagia
Gagasan pokok Gaudete et Exsultate yakni kekudusan berarti mengikuti Yesus. Dalam bab tiga ini, Paus Fransiskus menganggap setiap Sabda Bahagia sebagai perwujudan apa artinya menjadi kudus.
Tetapi jika Sabda Bahagia menunjukkan kepada kita apa artinya kekudusan, Injil juga menunjukkan kepada kita syarat yang dengannya kita akan dihakimi:
"Aku lapar dan kamu memberi Aku makanan ... Aku haus dan kamu memberi Aku minum ...
Aku orang asing dan kamu menyambut Aku ... Aku telanjang dan kamu memberi Aku pakaian … Aku sakit dan kamu merawat Aku…
Aku berada dalam penjara dan kamu mengunjungi Aku”.
Paus Fransiskus mencurahkan bab empat Gaudete et Exsultate pada “aspek-aspek tertentu dari panggilan menuju kekudusan” tersebut yang beliau rasakan “akan terbukti sangat berarti” di dunia saat ini : ketekunan, kesabaran dan kelemahlembutan; sukacita dan rasa humor; keberanian dan kegairahan; dimensi bersama dari kekudusan; doa yang terus menerus.
B.
Pertempuran dan Kearifan Rohani
Akhirnya, seruan tersebut memuat saran-saran yang mudah dilaksanakan untuk menghayati panggilan terhadap kekudusan. “Kehidupan kristiani adalah perang yang terus-menerus”, kata Paus Fransiskus. “Kita membutuhkan kekuatan dan keberanian untuk menahan godaan iblis dan memberitakan Injil”.
Dalam bab lima, beliau berbicara tentang perlunya “pertempuran” dan kewaspadaan, serta memanggil kita untuk menjalankan karunia kearifan, “yang seluruhnya lebih penting saat ini”, di dunia dengan begitu banyak gangguan yang membuat kita tidak mendengar suara Tuhan.
"Saya berharap", Paus Fransiskus mengakhiri, "agar halaman-halaman ini akan terbukti bermanfaat dengan memungkinkan seluruh Gereja untuk mengabdikan dirinya untuk memberdayakan keinginan terhadap kekudusan".
"Cari kardus di Kramat Jati - Jadilah kudus sampai mati."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar