Ads 468x60px

17 Agustus HR Kemerdekaan Republik Indonesia



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
17 Agustus
HR Kemerdekaan Republik Indonesia
“Pro Patria et Ecclesia – Demi bangsa dan tanah air!”
Inilah semboyan latin populer yang kerap saya gemakan ketika diminta untuk memimpin misa tirakatan malam proklamasi.
Semboyan ini sendiri sejajar dengan aksioma “100% Katolik, 100% Indonesia” dari Mgr. Soegijapranata yang kerap dijuluki: “Bung Karno-nya Gereja Indonesia”.
Pastinya, momentum proklamasi sendiri hadir sebagai sebuah ‘moment of truth’: tidak melupakan tapi sekaligus mencatat pengalaman orang Katolik pada rumah bersama bernama Res-publica Indonesia karena kita memang bukan bagian yang lebih besar (pars major), tetapi kita harus terus berjuang menjadi bagian yang lebih baik (pars sanior).
Berangkat dari hal inilah, kita semua diajak memiliki “MPK”, antara lain:
1.Merah: Keberanian
Kemerdekaan adalah "jembatan emas”. Ia hanyalah "alat/jalan" untuk mencapai tujuan yg lebih luhur, yaitu kemerdekaan manusia-manusia Indonesia. Itu sebabnya kita mesti terus berjuang dengan berani karena:
-MERDEKA itu berarti bergandengan tangan, bergandengan pikir, bergandengan hati, menyatukan visi misi dan mimpi demi satu negeri pertiwi.
-MERDEKA itu berarti melangkah kaki ke depan; satu-dua, kanan-kiri, jangan jalan sendiri (nanti bisa ‘ngos’), lebih baik jalan bersama biar ‘joss’.
-MERDEKA itu berarti melangkah kaki ke depan: satu-dua, kanan-kiri, pandang ke depan, perkecil menengok kebelakang (apalagi jalan di tempat).
-MERDEKA itu berarti melangkahkan kaki ke depan: satu-dua, kanan-kiri (jangan kaki kiri menjegal kaki kanan, nanti kesrimpet dan jatuh sendiri).
-MERDEKA itu berarti melangkahkan kaki ke depan: satu-dua, kanan-kiri, maju terus pantang mundur (bukannya mundur terus pantang maju, bukan?)
Pastinya, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang terus berjuang memberi ruang fair flay bagi proses komunikasi yang cerdas dan bebas dari segala bentuk ketidakmerdekaan. Dalam bahasa Soegijapranata: “Banjaklah keuntungan jang kita trima dari masjarakat jang kita duduki, banjak pula djasa jang harus kita lakukan pada chalajak ramai sekitar kita.”
2.Putih: Kesucian
“Kamu dipanggil untuk kemerdekaan; maka abdilah satu sama lain dalam cinta kasih.” Kita diajak memiliki “nada dasar c”, cinta dalam kasih dan pelayanan yang tulus dan kudus.
Beberapa pesan supaya kita bisa hidup tulus, kudus dan memancarkan kesucian, al:
- “Orang merdeka adalah orang yang hati dan tindakannya tidak dikuasai oleh kebencian dan hawa nafsu” (bac 1).
- ”Orang merdeka adalah orang yang mau menghormati dan mampu mengasihi semua orang atas dasar takut akan Allah ” (bac 2).
- “Orang merdeka adalah orang yang hidupnya seimbang dan mampu menghayati berbagai peran secara bijaksana, baik dalam hubungan dengan Tuhan, dalam masyarakat, dalam keluarga, dll” (bac injil).
Yang pasti, kemerdekaan itu ibarat buah, baik buat pencernaan, tapi cuma lambung sehat yang mampu mencernanya, bukan?
3.Kuning: Kemuliaan
Sebuah inkonsistensi: suka sholat tapi suka mengumpat, suka ke gereja tapi males kerja, suka kebaktian tapi suka kebatilan, suka aksi tapi gandrung korupsi, suak kotbah tapi tidak bisa ngelakoni. Merdekakah?
Bukankah Gereja berpesan bahwa kita telah dipanggil untuk merdeka, tapi janganlah kita menggunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa.
Kemerdekaan juga harus menjamin empat hal yakni merdeka bersuara, merdeka dalam beragama, merdeka dari ketakutan dan merdeka dari kesengsaraan.
Dkl: kemerdekaan mengajak kita untuk memiliki semangat kemuliaan dalam kata dan tindakan nyata bersama dengan Tuhan. Bukankah kemuliaan tampak ketika kita senantiasa memperjuangkan kesatuan: “kita kuat karena bersatu dan kita bersatu karena kuat.”
Yah, semoga kita semua “BECOME ONE”, menjadi satu dalam semangat "Bhineka Tunggal Ika" dan janganlah berhenti tangan mendayung dan kaki terayun, karena nanti arus bisa membawa larut dan hanyut: In necessariis unitas in dubiis libertas in omnibus caritas - Dalam kegentingan-bersatulah, dalam keraguan-merdekalah, dalam segala hal–cintailah!
“Merah darahku, Putih tulangku, Katolik imanku."
“Cari kayu dan akasia – Dirgahayu bangsa Indonesia”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0.
NB:
"Iustitia - Keadilan"
Inilah salah satu point pokok yang diberikanNya pada hari kemerdekaan Republik Indonesia. Inilah juga yang diwartakanNya ketika menjawab "jebakan" para kaum Farisi & Herodian seputar aturan membayar pajak: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Mat 22:21).
Sebenarnya, "diskursus" antara Yesus & para musuhnya (Farisi dan Herodian) ini sungguh tidak adil, tidak ber-"lustitia" dengan beberapa alasan, antara lain:
A. Satu VS Banyak :
"Pertempuran" ini bukan 1 lawan 1, tapi Yesus seorang diri melawan banyak orang (ahli taurat, para tetua, kaum Farisi, Saduki & kelompok Herodian)
B. Muda VS Tua :
Yesus masih berumur 33 tahun melawan para lawannya yang sudah berumur lebih tua dan lebih "berpengalaman".
C. Tanpa sekutu VS banyak sekutu:
Yesus tidak membiarkan para muridNya ikut tapi orang Farisi menyuruh para muridnya ikut menjeratNya. Sebenarnya yang terjadi dalam kisah Injil pada hari ini adalah hal yang biasa, sebuah kebiasaan Yahudi di mana dua "GURU/RABBI dari kelompok yang berbeda saling mengajukan pertanyaan mengenai ilmu agama, saling berdebat & berdiskusi. Biasanya diadakan di Bait Allah/gerbang kota, supaya disaksikan banyak orang.
Yang luar biasa adalah cara Yesus mengatasi "jebakan" para musuhNya. Dilukiskan, para musuhNya pertama-tama berunding/bersekongkol untuk menjeratNya , lalu dengan hati licik cerdik hendak menjebak Yesus dengan pertanyaan dilematis. Yesus sendiri tidak terpancing/terprovokasi. Ia tetap "3C", "Cool - Calm - Controlled." JawabanNya tidak mengandung sinisme dan sarkasme, karena Yesus benar-benar bisa mengambil jarak, ikut tapi tidak hanyut larut, terlibat tapi tidak terlipat.
Hal ini sangat terasa dalam jawaban Yesus yang tetap menempatkan Allah di atas segalanya secara kontekstual. Ia tidak membalas yang jahat dengan yang jahat, tapi dengan sikap yang "3C" tadi, ia ber-"aletheia", menyingkapkan selubung kelicikan hati para musuhNya. Sudahkah kita juga memiliki pola "3C"?
"Dari Bumiayu ke Maluku - Dirgahayu Bangsaku!"
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar