Selamat ulang tahun Bang Ben!
Kemayoran, 5 Maret 1939.
Benyamin Sueb memang sosok panutan. Kesuksesan di dunia musik dan film membuat namanya semakin melambung. Lebih dari 75 album musik dan 53 judul film yang ia bintangi adalah bukti keseriusannya di bidang hiburan tersebut.
Dalam dunia musik, Bang Ben (begitu ia kerap disapa) adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular.
Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karir musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.
Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.
Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar. Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.
Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.
Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).
Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, Bang Puase, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran.
Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.
Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Kusumawati dan berhasil merilis beberapa album, seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Palayan Toko.
Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Baiduri serta Si Doel Anak Modern (1977) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya.
Pada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan. Selain main sinetron/film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Gambang Kromong Al-Hajj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.
Benyamin meninggal dunia seusai main sepakbola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung.
===
OBITUARI:
Benyamin Sueb (lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939 – meninggal di Jakarta, 5 September 1995 pada umur 56 tahun) adalah pemeran, pelawak, sutradara dan penyanyi Indonesia. Benyamin menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.
Sejak kecil, Benyamin sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun.
Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya. Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai imbalan.
Penampilan Ben kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Ben disenangi teman-temannya.
Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak. Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung alias Jiung yang juga pemain teater rakyat pada zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat Orkes Kaleng.
Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan alat musik itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.
Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.
Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman sekolahnya.
SD kelas 5-6 pindah ke SD Katolik Santo Yusuf di Bandung. SMP di Jakarta lagi, masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Katolik, Ateng (Andreas Leo Ateng Suripto).
Di sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!" Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tetapi tidak tamat.
Baru setelah menikah dengan Nonnie pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.
Benyamin mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. Tergantung kondisi, kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.
Ia akhirnya jadi pedagang roti dorong. Pada tahun 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima. Tidak ada pilihan lain, katanya. Pangkatnya cuma kondektur, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput. Itu pun tidak lama. "Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu," tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan. Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.
Sebenarnya selain menekuni dunia seni, Benyamin juga sempat menimba ilmu dan bekerja di lahan serius diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).
Perjalanan.
Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.
Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar. Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.
Orkes Gambang Kromong Naga Mustika ini dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.
Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).
Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.
Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya Nenamu dengan tembang andalan seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.
Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Betawi (1976) yang disutradari Sjumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.
Pada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan. Selain main sinetron atau film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock Al-Hajj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.
Kontribusi
Dalam dunia musik, Bang Ben, begitu ia kerap disapa, adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong.
Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular. Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karier musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.
Benyamin S juga mendirikan Radio FM dengan nama Bens Radio. Didirikan oleh Benyamin pada 5 Maret 1990. Bens Radio adalah unit Enikom Network dengan format radio etnik, yaitu radio yang menggali potensi budaya Betawi, agar audience dapat merasakan budayanye sendiri, berkesenian dengan tradisinye sendiri, bertutur dan berdialog dengan bahasanya sendiri.
Budaya dan etnik betawi terus menerus berdaptasi dengan perubahan zaman, seiring dengan perubahan karakter audience dan percepatan teknologi serta gaya hidup. Program radio etnik dikemas dalam balutan kreatif budaya masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Benyamin yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini akhirnya meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat memengaruhi hidupnya.
NB:
A.
Bing Slamet
Bing Slamet yang terlahir di Cilegon, Banten, 27 September 1927 – meninggal di Jakarta, 17 September 1974 pada umur 46 tahun adalah salah satu maestro lawak Indonesia pada masanya bersama Kwartet Jaya, grup yang terdiri dari Bing Slamet, Ateng, Iskak dan Eddy Sud.
Namanya sebenarnya pertama kali berkibar ketika bergabung dengan grup musik Eka Sapta yang dimulai pada tahun 1963, bersama beberapa nama terkenal seperti Yamin Wijaya, Ireng Maulana, Itje Kumaunang, Benny Mustapha dan Idris Sardi.
Selain itu dia juga banyak bermain dalam film-film komedi pada era tahun 1960-an dan 1970-an. Untuk mengenang kepergiannya, Titiek Puspa menciptakan lagu berjudul Bing.
Bing Slamet seolah dilahirkan sebagai penghibur yang bertugas menghibur siapa saja. Bahagia dan gelak tawa kelak merupakan jasa yang ditampilkan Bing dalam kesempatan apa saja termasuk menghibur para pejuang dengan berkeliling Indonesia antara kurun waktu 1942-1945. Di balik corong mikrophone radio, Bing bahkan tampil sebagai agitator yang menyemangati pejuang menghalau kaum penjajah.
Sejak tahun 1939 dalam usia 12 tahun, Bing Slamet telah ikut mendukung Orkes Terang Bulan yang dipimpin Husin Kasimun. Bakat seninya yang luarbiasa mulai terlihat di sini. Setahun menjelang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Bing ikut bergabung dengan kelompok teater Pantja Warna.
Tampaknya, seni merupakan dunia yang dipeluk Bing Slamet. Ia bahkan menampik keinginan orang tuanya yang mendamba sang putera tercinta untuk menjadi dokter maupun insinyur. Walau sempat mengenyam bangku HIS Pasundan, HIS Tirtayasa, Sjugakko, dan STM Pertambangan. Pilihan Bing bulat: mengabdi untuk seni.
Bing Slamet lalu bergabung pula pada Divisi I Brawijaya sebagai Barisan Penghibur. Di sini, kemampuannya bermusik dan melawak mulai terasah.
Seolah tanpa pamrih, Bing lalu bersedia ditempatkan di kota mana saja. Bing yang mulai masuk Radio Republik Indonesia (RRI) kemudian ditempatkan di Yogyakarta dan Malang. Ia pun sempat bergabung di Radio Perjuangan Jawa Barat.
Pada tahun 1949, untuk pertama kali suara baritone Bing Slamet menghiasi soundtrack film Menanti Kasih yang dibesut Mohammad Said dengan bintang A. Hamid Arief dan Nila Djuwita.
Kariernya di bidang tarik suara sebetulnya terlecut ketika memasuki dunia radio. Di RRI, Bing Slamet banyak menyerap ilmu dan pengalaman dari pemusik Iskandar dan pemusik keroncong tenar, M Sagi, serta sahabat-sahabat musikal lainnya seperti Sjaifoel Bachrie, Soetedjo, dan Ismail Marzuki. Dan, yang banyak memengaruhinya adalah penyanyi Sam Saimun yang dikenalnya sejak bertugas di Yogyakarta pada tahun 1944. Bagi Bing, Sam Saimun adalah tokoh penyanyi panutannya. Tak sedikit yang menyebut timbre vokal Bing sangat mirip dengan Sam Saimun.
Pada tahun 1950, Bing mulai menjejakkan kaki di dunia sinema sebagai aktor. Antara tahun 1950 sampai 1952, Bing Slamet aktif pada Dinas Angkatan Laut Surabaya dan Jakarta. Pada tahun 1952 saat Bing ditempatkan lagi di Jakarta, dia bergabung di RRI Jakarta dan mulai aktif mengisi acara bersama Adi Karso. Bakat dan kemapuan musiknya mulai memuncak saat bergabung di RRI hingga tahun 1962.
Pada tahun 1955, Bing Slamet mulai menoreh prestasi dengan menjadi juara Bintang Radio untuk jenis Hiburan. Piringan Hitam Bing pun mulai dirilis pada label Gembira Record dan Irama Record. Ia terampil menyanyikan langgam keroncong hingga pop dan jazz.
Selain menyanyi, Bing pun memainkan gitar sekaligus menulis lagu. Salah satu tembang pertama yang ditulisnya bersama gitaris jazz, Dick Abell, adalah 'Cemas' .
Lalu, bermunculanlah lagu-lagu karya Bing Slamet lainnya, semisal 'Hanya Semalam', 'Risau', 'Padamu', 'Murai Kasih', hingga 'Belaian Sayang'. Lagu yang disebut terakhir dianggap sukses di mata khalayak. Bing Slamet bisa menyanyikan dengan fasih lagu berbahasa Minang 'Sansaro',dengan luwes Bing menyanyikan lagu 'Selayang Pandang' dari ranah Melayu. Bing adalah penyanyi serba bisa yang memiliki fleksibiltas tak tertandingi.
Rekaman rekaman single Bing Slamet di era 50-an diiringi oleh Orkes Keroncong M Sagi dan Irama Quartet yang didukung Nick Mamahit (piano), Dick Abell (gitar), Max Van Dalm (drum), dan Van Der Capellen (bas).
Bing Slamet pun membangun sebuah kelompok musik yang diberi nama Mambetarumpajo, merupakan akronim dari Mambo, Beguine, Tango, Rhumba, Passo Double, dan Joged, yang saat itu adalah jenis musik untuk mengiringi dansa.
Pada tahun 1963, pria ini membentuk sebuah grup musik yang diberi nama Eka Sapta dengan pendukungnya, antara lain Bing Slamet (gitar, perkusi, vokal), Idris Sardi (bass, biola), Lodewijk Ireng Maulana (gitar, vokal), Benny Mustapha van Diest (drum), Itje Kumaunang (gitar), Darmono (vibraphone), dan Muljono (piano).
Eka Sapta menjadi fokus perhatian, karena keterampilannya memainkan musik yang tengah tren pada zamannya. Eka Sapta lalu merilis sejumlah album pada label Bali Record, Canary Record, dan Metropolitan Records, yang kelak berubah menjadi Musica Studio's. Eka Sapta adalah kelompok musik pop yang terdepan di negeri ini pada era 60-an hingga awal 70-an.
Bing Slamet hebatnya mampu membagi konsentrasi antara bermain musik, menyanyi, bikin lagu, melawak, dan main film layar lebar. Setidaknya ada 20 film layar lebar yang dibintanginya, mulai dari era film hitam putih hingga berwarna.
Bing pun tercatat beberapa kali membentuk grup lawak antara era 50-an hingga 70-an di antaranya Trio Los Gilos, Trio SAE, EBI, dan yang paling lama bertahan adalah Kwartet Jaya bersama Ateng, Iskak, dan Eddy Soed.
Bing menikah dengan Ratna Komala Furi dan dikaruniai delapan anak yaitu :
Lukman Syah Albar
Hilman Syah Albar, ayah dari Ayudhia Bing Slamet
Firman Syah Albar
Iman Syah Albar
Ratna Lusiana Albar atau Uci Bing Slamet
Iwan Syah Albar
Ferdinand Syah Albar atau Adi Bing Slamet
Ratna Fairuz Albar atau Iyut Bing Slamet
Dia meninggal di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1974 karena penyakit liver yang ia derita. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia sempat bermain film terakhirnya berjudul Bing Slamet Koboi Cengeng yang dibintangi oleh Ateng dan Iskak.
B.
Ateng.
Andreas Leo Ateng Suripto (lahir di Bogor, Jawa Barat, 8 Agustus 1942 – meninggal di Jakarta, 6 Mei 2003 pada umur 60 tahun) yang lahir dengan nama lengkap Kho Tjeng Lie adalah seorang pelawak Indonesia yang terkenal dengan grup Kwartet Jaya bersama Eddy Sud, Iskak, dan Bing Slamet. Setelah Bing Slamet meninggal dunia, posisinya digantikan oleh Sol Saleh.
Pada tahun 1980-an, Ateng berperan sebagai Bagong dalam acara Ria Jenaka di TVRI dalam cerita Punakawan. Ia pernah membentuk Kwartet Jaya bersama Bing Slamet, Iskak, dan Eddy Sud. Sebelum meninggal, ia memiliki serial komedi di SCTV dengan judul Gregetan.
Ateng memang dikenal lucu dimana Ateng memang suka menghibur orang lewat gelagat dan polah tingkahnya yang menggemaskan.
Lawakan – lawakan Ateng juga terbilang sangat manjur sebagai obat peledak ketawa para penggemarnya. Ateng sendiri seorang seniman lawak yang menggunakan media film dan variety show sebagai mahakarya dari lawakan – lawakan yang dia buat selama ini.
Dirinya tidak bekerja sendirian karena ada banyak seniman lawak yang juga sering berkolaborasi dengan dirinya seperti Iskak, Eddy Sud, Bing Slamet, dan Sol Saleh.
Perihal tentang keluarga Ateng memang jarang diekspos oleh banyak media. Namun sejatinya sosok Ateng memang dikenal sangat mencintai keluarganya tersebut seperti dirinya mencintai seni lawak yang sering dia peragakan.
Ateng menikah dengan Theresia Maria Reni Indrawati dimana dirinya diberkati dengan adanya dua orang anak bernama Alexander Agung Suripto dan Antonius Aryo Gede Suripto.
Sosok wanita ideal yang sangat mencintai Ateng dengan segala macam kelebihannya dan kekurangannya tidak lain tiada bukan adalah Theresia Maria Reni Indrawati. Sosoknya yang begitu mulia memang menjadi sebuah pelecut semangat tersendiri bagi seorang Ateng semasa hidupnya. Hal tersebut memang sebuah keberuntungan dan anugerah bagi Ateng selama dirinya menjalin kisah cinta dengan istrinya.
Bagaimana Pendapat Ateng Tentang Pernikahan? Bagi Ateng sebuah pernikahan memang wajib didasarkan atas adanya kesamaan agama dan juga pandangan perihal kehidupan berumahtangga. Itulah yang menjadi resep kebahagiaan antara Ateng bersama istrinya selama hidupnya dalam mengarungi suka dan duka rumahtangganya. Sebuah pernikahan yang tentu membuatnya kini tersenyum di sisi Tuhan sekarang ini.
Kencan Ideal Ateng? Berkencan bagi Ateng mungkin agak sedikit berbeda, dimana Ateng bukan hanya bisa bersikap romantis dan memanjakan pasangannya, namun Ateng juga dapat membahagiakan pasangannya dengan cara merayu dan melawak di depan pasangan hidupnya yaitu Theresia Maria Reni Indrawati.
Bagi Ateng sosoknya yang begitu baik merupakan sebuah keberkahan tersendiri dalam hidup yang pernah dijalani oleh seorang Ateng.
Bagaimana Pendapat Fans Tentang Percintaan Ateng? Para penggemar Ateng juga sangat mengapresiasi sosok Ateng yang begitu baik, humoris, dan penyayang kepada istri dan anaknya.
Kisah cinta Ateng bersama pasangan hidupnya, memang sudah terjalin saat dirinya berpacaran hingga berakhir di jenjang pernikahan. Hal tersebut juga membuat Ateng menjadi sosok istimewa untuk diidolakan oleh para pengagumnya.
Daftar Film Yang Pernah Dibintangi Ateng
– Si Djimat (1960)
– Kuntilanak (1961)
– Amor dan Humor (1961)
– Bunga Putih (1966)
– Bing Slamet Setan Djalanan (1972)
– Bing Slamet Dukun Palsu (1973)
– Bing Slamet Sibuk (1973)
– Bing Slamet Koboi Cengeng (1974)
– Ateng Minta Kawin (1974)
– Ateng Raja Penyamun (1974)
– Ateng Mata Keranjang (1975)
– Ateng Kaya Mendadak (1975)
– Tiga Sekawan (1975)
– Ateng Sok Tahu (1976)
– Ateng The Godfather (1976)
– Ateng Bikin Pusing (1977)
– Ateng Pendekar Aneh (1977)
– Ateng Sok Aksi (1977)
– Dang Ding Dong (1978)
– Kisah Cinderella (1978)
– Ira Maya dan Kakek Ateng (1979)
– Si Boneka Kayu, Pinokio (1979)
– Tuyul Eee Ketemu Lagi (1979)
– Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibu Kota (1981)
– Musang Berjanggut (1983)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar