Pages

Jumat, 05 Oktober 2018

HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
Jumat, 05 Oktober 2018
Hari Biasa Pekan XXVI
Peringatan St Faustina
Nehemia (8:1-5a.6-7.8b-13)
(Mzm 19:8-11; Ul: Yoh 6:63)
Lukas (10:1-12)
”Ego Mitto Vos - Aku sekarang mengutus kamu.”
Inilah ajakan misi Yesus dengan menunjuk tujuh puluh murid dan mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.
Sering jumlah 70 ini dikaitkan dengan jumlah anggota sanhedrin. Namun, lebih tepat jika jumlah ini dikaitkan dengan Kejadian 10 tentang jumlah 70 bangsa di dunia ini (bdk. Ul 32:8; Kel 1:5).
Jadi, misi Yesus bersifat universal kepada bangsa-bangsa di dunia, bukan hanya partial kepada bangsa Yahudi saja. Yesus juga tidak berkarya sendirian di dalam mewartakan Kerajaan Allah tapi Ia membutuhkan para murid sebagai “co-laborator”: mitra karya bersama.
Nah, kalau sebelumnya dalam seri “SKI-SEKOLAH KERAHIMAN ILAHI”, saya kerap mengangkat pola “3H” (Holy Happy Healthy) dan “3S” (Senyum Sapa Salam), maka hari ini, adapun tiga perutusan dasar Yesus dapat dirumuskan sebagai “3M”, al:
1.Mother:
“Sebab beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan. Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu.” (Yes 66:12-13).
Jelaslah bahwa Tuhan hadir seperti seorang “mother”: ibu yang berbagi kehangatan dan bukan kejahatan, pujian dan bukan makian, kehidupan dan bukan gosipan. Ia juga mengajak kita menjadi “ibu” yang mau berbagi kehangatan bagi sesama kita secara real dan aktual dengan karya murah hati, ucapan yang memberkati dan doa yang semakin sepenuh hati setiap harinya.
2.Messenger:
Para murid yang digambarkan sebagai "domba" (pribadi yang “Damai OMongannya karena Bersama Allah”) di tengah “serigala” (dunia yang “SERakah Irihati GALAk”), diajak untuk setia menjadi messenger, pembawa pesan kasih Tuhan.
Adapun pesannya hari ini ialah “damai sejahtera(Ibr: Syalom). Kita jelasnya juga diajak menjadi messenger” yang memperjuangkan persatuan dan bukan perpecahan, yang berbagi kedamaian dan bukan kebencian, yah perdamaian entah damai teologis (terhadap Tuhan), damai sosiologis (terhadap sesama), damai psikologis (terhadap diri sendiri) maupun juga damai ekologis (terhadap alam semesta).
Gambaran "domba" sendiri sebagai binatang yang lembut dan tanpa senjata mengajak kita untuk terus maju mewartakan Injil yang penuh kedamaian, yang terwujud pula dalam tindakan afektif/sapaan, kuratif/penyembuhan maupun karitatif/amal kasih.
3.Model:
Para murid tidak diperkenankan membawa uang, bekal dan kasut agar misi perutusan mereka bersifat lepas bebas”, tidak bergantung pada apa yang mereka punyai (mereka bawa) tetapi pada apa yang mereka lakukan dan wartakan, yakni Tuhan dan karya keselamatan-Nya (providential divina –penyelenggaraan Tuhan).
Ya, Tuhan mengajak kita menjadi saksi perutusan, bukan hanya dengan kata kata tapi dengan tindakannyata, karena jelaslah era ini adalah era “kesaksian”, dimana orang lebih mudah percaya pada “mata” (pada apa yang mereka lihat) daripada “telinga” (pada apa yang mereka dengar).
Lebih lanjut, para murid juga tidak diperkenankan memberi salam kepada siapapun di dalam perjalanan. Tentu Tuhan tidak bermaksud mendidik para murid agar tidak ramah kepada siapapun, tapi bukankah memberi salam bisa berlanjut dengan “keramah-tamahan basa-basi” berikutnya (mis: bercakap-cakap, saling menanyakan kabar, diundang makan, dsb.).
Kebiasaan semacam ini tentu tidak jelek, tetapi tidak tepat untuk kondisi para murid yang sedang melaksanakan tugas perutusan tersebut. Mereka akan tergoda untuk tidak fokus dan terlena dengan waktu yang tidak produktif.
Disinilah, Tuhan mengajak kita menjadi “model”, semacam contoh iman yang bisa berbagi keteladanan, terlebih kepada keluarga dan sesama di sekitar kita secara nyata setiap harinya.
“Ada gigi ada kaktus - Mari pergi kita diutus.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
“Misericordia Divina – Kerahiman Ilahi.”
Inilah salah satu semangat dalam injil Lukas yang kerap disebut sebagai “Injil Kerahiman” dan”Pelukisa Wajah Tuhan”, yang juga menjadi bacaan pada hari ini. Seorang sastrawan, Dante menyebut Lukas sebagai “penulis kelembutan Kristus” karena tekanannya pada belas kasih dan kerahiman ilahi kepada para pendosa dan kaum tersisih.
Beberapa cerita mengenai belas kasih Tuhan terdapat dalam Injil Lukas: janda Naim, anak hilang, Magdalena, Zakheus, Orang Samaria yang Baik Hati dan lain-lain.
Yang pasti, bersama dengan St Faustina, Rasul Kerahiman Ilahi yang kita kenangkan pada hari ini, adapun tiga semangat dasar yang dihadirkan Yesus, yang dalam bahasa Paus Fransiskus, “Misericordia Vultus - Sang Wajah Kerahiman, al:
A. Komunitas:
Yesus menunjuk 70 murid dan mengutus mereka berdua dua mendahuluiNya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungiNya.
Ia mengajak kita untuk hidup bersama dan berkarya dalam sosialitas karena bukankah kita banyak membutuhkan kekuatan untuk bersandar, membutuhkan pundak untuk menangis dan membutuhkan contoh untuk mempelajari sesuatu dari seseorang yang lain?
B. Kapasitas:
“Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah serigala. Janganlah membawa pundi atau bekal atau kasut dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan.”
Ia ajak kita mempunyai kecakapan iman yang berkualitas, ditampkkan dengan dua indikasi yakni: adanya sikap totalitas dan setia menjaga skala prioritas: “Berbahagialah orang yang dapat menjadi tuan untuk dirinya, menjadi kusir untuk nafsunya dan menjadi kapten untuk bahtera hidupnya!”
C. Karitas:
“Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: “damai sejahtera bagi rumah ini,” sembuhkanlah orang sakit dan katakanlah Kerajaan Allah sudah dekat padamu.”
Ia ajak kita punyai karya kasih bagi semua orang lain, sebuah karya kasih yang mendamaikan sekaligus menyembuhkan. Hal ini didasari sebuah keyakinan bahwa kita tidaklah diciptakan dengan main-main, ataupun secara serampangan, namun diciptakan secara mengagumkan untuk sebuah tujuan yang agung.
“Naik taxi atau Patas - Jadilah saksi yang berkualitas.”
2.
"Evangelium - Kabar Baik"
Inilah salah satu kekhasan yang tampak dalam bacaan injil hari ini.
Adapun 3 panggilan iman yang bisa kita teladani untuk terus belajar sebagai "kabar baik " bersama teladan St Lukas, antara lain:
A.Writer- Penulis yang memperingatkan:
Ia yang adalah penulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul, menampilkan Yesus yang memperingatkan kita "Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah serigala", dan "Kerajaan surga sudah dekat".
Dengan kata lain: Kita diajak menjadi orang yang selalu siap dan berjaga, punya kewaspadaan.
2.Dokter-Tabib yang mengobati:
Lukas yang dulunya adalah seorang tabib/dokter, menghadirkan Yesus yang juga mengobati banyak orang sakit.
Disinilah, kita diajak menjadi orang yang punyai semangat untuk belajar saling menyembuhkan, mudah memahami dan tidak suka menghakimi, mudah mengasihi dan tidak mudah melukai.
3.Brother-Saudara yang memberkati:
"Damai sejahtera bagi rumah ini!"
Inilah anjuran Yesus ketika mengutus para muridnya, entah damai sejahtera itu diterima/tidak oleh yang lain.
Disinilah kita diajak menjadi orang yang selalu siap bersaudara dengan yang lain, "pax vobiscum-damai sertamu," selalu belajar menjadi saudara yang memberkati dan tidak suka menyakiti, lewat doa, ucapan, dan karya nyata kita.
"Ikan louhan ikan teri - wartakanlah Tuhan setiap hari"
3.
Do our best, and let God do the rest
01.
Kisah perutusan 70 murid merupakan pengembangan perutusan kedua belas rasul dan mempunyai makna simbolik.
St. Hippolitus dari Roma (170–235) menulis buku On the Seventy Apostles of Christ ("Mengenai Tujuh puluh Rasul Kristus"), yang menyebutkan daftar nama ke 70 murid itu namun para ahli pada umumnya menganggap daftar itu sulit dibuktikan kebenarannya karena memuat banyak nama orang yang tidak langsung bertemu dengan Yesus.
Angka 70 menyimbolkan jumlah bangsa-bangsa di seluruh dunia yang diketahui pada waktu itu. Dalam Kej 10 disebut daftar 70 nama bangsa-bangsa keturunan Nuh yang tersebar di seluruh dunia setelah terjadinya air bah (bdk. Ul 32:8; Kel 1:5).
Dengan demikian perutusan 70 murid menyimbolkan universalitas karya penyelamatan Kristus. Tawaran keselamatan itu tidak hanya ditujukan kepada bangsa Yahudi tetapi kepada semua bangsa di seluruh dunia tanpa kecuali.
Ciri universalitas keselamatan itulah yang menjadi alasan mengapa dibutuhkan lebih banyak murid yang bersedia untuk diutus. Jumlah pekerja yang ada tidak sebanding dengan banyaknya tuaian yang mencakup seluas dunia.
Para nabi Perjanjian Lama sering menggambarkan Hari Pengadilan Tuhan dengan saat menuai (Yer 8:20), saat pengirikan dan menampi (Yes 33:11.41:15-16; Yer 13:24; 51:2.33, Am 9:9). Yohanes Pembabtis pun memakai gambaran yang sama, “Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya dan untuk mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung-Nya, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan." (Luk 3:17).
02.
Angka 70 juga mengingatkan kita akan pengangkatan 70 tua-tua bangsa Israel oleh Musa atas perintah Tuhan Allah untuk membantunya memimpin umat Israel (Bil 11:16-17.24-25).
Penunjukan dan pengutusan 70 murid dalam perikop ini juga bisa dimaknai sebagai simbol terbentuknya Israel Baru yang mencakup semua bangsa di seluruh dunia. Ke 70 murid itu dilibatkan dalam gerakan Allah untuk mengumpulkan bangsa-bangsa di seluruh dunia menjadi umat pilihan yang baru. Lukas menyadari bahwa misi kepada bangsa-bangsa baru akan dimulai setelah Kebangkitan dan Pentakosta (Luk 24:47; Kis 1:8), maka perikop ini ditampilkan sebagai gambaran awal tugas perutusan para murid di masa depan.
03.
Nampaknya telah menjadi kebiasaan dalam Gereja Perdana untuk mengutus para misionaris pergi berdua-dua. Selain untuk saling mendukung dalam pelaksanaan tugas, kesaksian dua orang atau lebih akan menjadikan kesaksian itu semakin berbobot dan secara yuridis semakin kuat kebenarannya (Ul 19:15).
Tradisi itu juga menunjukkan segi komunal Gereja. Tugas perutusan seluruh Gereja dinampakkan dan dilaksanakan secara konkret oleh para murid yang melaksanakan tugasnya berdua-dua. Dengan demikian para murid tidak melakukan tugas itu secara pribadi tetapi atas nama seluruh Gereja.
Praksis itu dipertahankan oleh Gereja Perdana, misalnya dengan mengutus Paulus dan Barnabas (Kis 13:2), Barnabas dan Markus (Kis 15:39), Paulus dan Silas (Kis 15:40), Yudas dan Silas (Kis 15:27), Timoteus dan Silas (Kis 17:14), Timoteus dan Erastus (Kis 19:22).
04.
Nasehat untuk tidak memberi salam kepada siapa pun di tengah perjalanan (ay. 4) bukan merupakan ajakan untuk melupakan sopan santun atau keramahtamahan. Sama sekali bukan. Tugas yang diemban para murid itu begitu penting dan mendesak sehingga tidak bijaksana bila mereka menghabiskan waktu dengan basa-basi formal yang dangkal dan penuh kepura-puraan.
Dalam relasi sosial di Palestina pada zaman Yesus saling memberikan salam biasanya berkembang menjadi omong kosong atau ngobrol ngalor ngidul yang tidak bermanfaat. Komitmen untuk melakukan tugas perutusan dengan serius dan bertanggungjawab tidak cocok dengan kebiasaan ngrumpi yang menghabiskan banyak waktu tanpa ada hasilnya.
Tokoh-tokoh yang membawa kabar penting dalam Injil Lukas selalu diceritakan melaksanakan tugasnya dengan segera atau cepat-cepat, seperti misalnya Maria (Luk 1:39), para gembala (Luk 2:16), Filipus (Kis 8:30).
Nasehat yang sama diberikan oleh nabi Elisa kepada Gehazi, hambanya, yang diutusnya untuk membangkitkan anak seorang perempuan Sunem yang telah mati, "Ikatlah pinggangmu, bawalah tongkatku di tanganmu dan pergilah. Apabila engkau bertemu dengan seseorang, janganlah beri salam kepadanya dan apabila seseorang memberi salam kepadamu, janganlah balas dia, kemudian taruhlah tongkatku ini di atas anak itu." (2 Raj 4:29).
05.
Meskipun seorang misionaris berhak mendapatkan living cost untuk membiayai hidup dan tugas pelayanannya tetapi para utusan itu juga diingatkan agar tidak mencari kenyamanan hidup dengan pindah dari rumah yang satu ke rumah yang lain untuk mendapatkan penginapan dengan fasilitas yang paling baik (ay. 7).
Paulus menggaris bawahi hak seorang utusan untuk mendapatkan biaya hidup yang sepantasnya, “jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu?” (1 Kor 9:11). Meskipun demikian Paulus tidak mau memanfaatkan hak itu bagi dirinya sendiri (1 Kor 9:14.18; 2 Kor 11:7-11 dan 1 Tim 5:18).
Para misionaris kemudian dianjurkan agar makan apa pun yang dihidangkan oleh tuan rumah, maksudnya tanpa mempertimbangkan apakah makanan itu halal atau haram. Dalam konteks pewartaan kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi kategori halal dan haram tidak relevan lagi. Paulus memberikan nasehat yang sama, “Kalau kamu diundang makan oleh seorang yang tidak percaya, dan undangan itu kamu terima, makanlah apa saja yang dihidangkan kepadamu, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani.” (1 Kor 10;27).
06.
Ungkapan “mengebaskan debu yang melekat di kaki” dalam ay. 11 bukan merupakan hukuman karena Kerajaan Allah baru dinyatakan “dekat” dan “belum datang”.
Ungkapan itu lebih sebagai peringatan yang serius bahwa penolakan terhadap pewartaan para misionaris itu juga merupakan penolakan terhadap tawaran keselamatan Allah, “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku." (ay. 16) sehingga mereka tidak termasuk ke dalam umat yang terpilih, umat milik Allah.
Dalam pandangan Yahwisme kota Sodom yang dihancurkan Allah (Kej 19) menjadi referensi atau contoh kota yang penuh dengan kejahatan dan dosa. Yesus mengungkapkan bahwa generasi saat ini lebih buruk dan lebih tragis nasibnya daripada Sodom karena Sodom tidak diberi kesempatan untuk bertobat sedang kesempatan itu diberikan pada generasi ini namun tidak dipergunakan dengan baik.
07.
Sabda Yesus dalam ay. 18, "Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit.” nampaknya bukan mengungkapkan penampakan yang dilihat Yesus tetapi lebih sebagai metafor (seperti ay. 15) untuk menggambarkan keberhasilan para murid mengalahkan kuasa setan berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah sendiri.
Iblis yang berada di langit menyamakan diri dengan Allah), terjatuh ke dunia bawah syeol, dunia orang mati atau maut) ketika para murid melakukan tugas mereka demi nama Yesus. Kuasa Allah yang mengalahkan segala kuasa kegelapan dan kejahatan diperjelas dalam ay. 19 “Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh”.
Maka ungkapan “kekuatan untuk menginjak ular dan kalajengking” pun tidak perlu dimengerti secara harafiah. Binatang-binatang itu merupakan simbol kuasa jahat (lih. Mz 91:13, “Singa dan ular tedung akan kaulangkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga”). Kekuatan dan kuasa Allah akan menyertai para utusan-Nya sehingga mereka bisa mengalahkan semua kuasa kegelapan dan terlindung dari segala marabahaya.
08.
Pada pintu gerbang kota-kota kuno di Timur Tengah terdapat daftar nama penduduk kota itu. Mereka yang namanya tercantum dalam daftar itu mendapatkan privilese atau fasilitas khusus dari pemerintah kota berupa jaminan sosial dan keamanan.
Gagasan adanya “buku kehidupan” di surga yang berisi nama-nama orang yang terpilih kita jumpai juga dalam Perjanjian Lama (Mz 62:29; Kel 32:32-33; Yes 4:3; 56:5; Dan 12:1). Yesus memakai gagasan itu untuk mengingatkan para murid agar tidak terjebak dalam kegembiraan sesaat karena kesuksesan lahiriah (ay. 20: roh-roh takluk kepada para murid). Tuhan meyakinkan kita bahwa tidak ada kebahagiaan yang lebih penuh dan sempurna daripada kebahagiaan orang yang diikutsertakan dalam kemuliaan Allah.
09.
Tugas perutusan para murid diibaratkan seperti anak domba yang datang ke tengah-tengah serigala (ay. 3). Dengan Sabda itu Yesus mengingatkan para murid bahwa tugas perutusan itu bukan tanpa resiko dan ancaman yang bisa membahayakan hidup mereka. Tidak semua orang mau menerima pewartaan mereka. Mereka akan mengalami seperti Yesus yang meskipun bermaksud baik ternyata ditolak dan diusir di beberapa tempat, bahkan didakwa sesat dan menyesatkan oleh Ahli Taurat.
Manusia memang dapat menjadi serigala bagi sesamanya, artinya manusia bisa menjadi ganas siap menerkam dan menghancurkan sesamanya yang dianggap menghalangi keinginan atau mengganggu kepentingannya. Mungkinkah domba bisa selamat bila berhadapan dengan para serigala yang ganas tanpa bantuan sang gembala?
Yesus meminta agar kita mengandalkan Sang Gembala itu sendiri dan memusatkan perhatian hanya pada perutusan. Menyerahkan seluruh hidup kepada Sang Gembala baik yang akan memelihara, melindungi, menjaga, membimbing dan mengarahkan. Jangan mengandalkan kekuatan sendiri. Percayalah pada penyelenggaraan Ilahi.
Dalam melaksanakan tugas perutusan kita juga tidak perlu mengandalkan ‘atribut’ atau fasilitas jabatan, kekayaan, jaminan sosial dan keamanan dsb. Tidak selewengan dan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak penting karena setiap saat adalah kesempatan berharga untuk mewartakan Sabda. Kita akan menghadapi reaksi yang bermacam-macam, ada yang menerima tetapi ada pula yang menolak.
Hasilnya bukan menjadi tanggungjawab kita, karena tugas kita adalah mewartakan Injil melalui berbagai cara dan karya. Hasilnya memang ada yang langsung kelihatan, tetapi mungkin juga baru terlihat setelah puluhan tahun, biarlah semua itu menjadi karya Tuhan. Do our best, and let God do the rest.
10.
“Damai sejahtera bagi rumah ini.” (ay. 5) mestinya menjadi seruan yang selalu kita bawakan pada setiap kesempatan dan di mana pun juga.
Pengalaman seorang sahabat ini barangkali dapat membantu kita untuk mengusahakan hidup ini sebagai pembawa damai dan cinta:
Ketika masih kuliah, aku mempunyai dua orang sahabat dekat, Santi dan Sinta. Kami sering banget mengerjakan tugas kuliah bersama-sama.
Aku dapat merasakan pengaruh yang berbeda dari keduanya, perbedaan itu terletak pada kebiasaan mereka. Setiap kali berjumpa dengan Santi aku sudah dapat memastikan bahwa dia pasti membawa cerita dan gosip yang akan membuat kuping dan hati ini menjadi panas. Topik ceritanya berkisar pada kelemahan dan kejelekan orang lain. Ia juga senang wadul, menyampaikan komentar-komentar negatif orang lain terhadapku, yang kalau ditanggapi pasti menimbulkan perselisihan antara aku dengan orang yang mengatakannya. Setiap kali aku memberikan reaksi negatif seperti marah, Santi kelihatan senang.
Lain halnya dengan Sinta, dia mempunyai kebiasaan yang jauh berbeda. Kata-katanya seperti aliran air yang menyejukkan, ia selalu berusaha untuk berpikir positif dan menciptakan suasana yang penuh damai dengan perkataan-perkataannya yang menguatkan, “Ya, sudahlah ….. mungkin dia tidak sengaja” atau “Barangkali ia tidak bermaksud seperti itu” atau “Jangan putus asa, masih ada kesempatan kok. Kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda” dan “Ketika kamu gagal hanya ada satu hal yang bisa dibuat yaitu MENCOBA LAGI” atau “Ketika satu pintu tertutup bagi kita, ada begitu banyak pintu lainnya yang terbuka untuk kita”. Mendengar kata-kata yang demikian, mau tidak mau aku merasa lebih tenang.
Ya, kita memang selalu bisa memilih, menjadi pembawa damai yang menumbuhkan semangat hidup (energy charger) atau perselisihan yang menguras energi (energy drainer). Menciptakan musuh atau sahabat, menebarkan kebencian atau cinta.
Nampaknya kita perlu belajar menahan diri, mengendalikan setiap tutur kata dan tindak-tanduk kita agar dapat memancarkan damai Kristus melalui sikap hidup dan tindakan kita.
Berkah Dalem.
4.
Kutipan Teks Misa
"Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan." (St Fransiskus dari Assisi)
Antifon Pembuka (Za 8:8)
Aku akan menyelamatkan umat-Ku dan membawa mereka pulang. Mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku menjadi Allah mereka.
Doa Pembuka
Allah Bapa yang Mahakuasa dan kekal, berkali-kali Engkau bersabda melalui para nabi. Tetapi pada pribadi Yesus Kami imani Dialah Sabda-Mu yang menjelma, warta gembira bagi sekalian orang segala zaman. Kami mohon agar selalu siap sedia mendengarkan sabda-Mu dengan iman dan penuh perhatian, serta mewartakan-Nya kepada siapa saja. Dengan pengantaraan Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.
Umat Israel mendengarkan sabda Tuhan dengan penuh perhatian. Mereka mengalami Tuhan yang menguatkan dan membebaskan. Itulah sebabnya mereka bersukacita dan bergembira.
Bacaan dari Kitab Nehemia (8:1-5a.6-7.8b-13)
"Ezra membuka Kitab dan memuji Tuhan. Maka seluruh umat menjawab, "Amin! Amin!"
Sesudah kembali dari pembuangan, orang-orang Israel telah menetap kembali di kota-kota mereka. Lalu pada bulan ketujuh berkumpullah seluruh rakyat di lapangan di muka Gerbang Air di Yerusalem. Mereka meminta kepada Ezra, ahli kitab, supaya membawa Kitab Taurat Musa, yakni kitab hukum yang diberikan Tuhan kepada Israel. Dan pada hari pertama bulan ketujuh itu Imam Ezra membawa Kitab Taurat itu ke depan jemaat, pria, wanita dan semua yang dapat mendengar dan mengerti. Ia membacakan beberapa bagian dari kitab itu di halaman di depan Gerbang Air dari pagi sampai tengah hari di depan pria, wanita dan semua orang yang dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan Kitab Taurat itu. Adapun Ezra, ahli kitab, berdiri di atas mimbar kayu yang dibuat khusus untuk peristiwa itu. Ia membuka kitab itu di depan mata seluruh umat, karena ia berdiri lebih tinggi dari semua orang. Pada waktu ia membuka kitab semua orang bangkit berdiri. Lalu Ezra memuji Tuhan, Allah yang mahaagung, dan semua orang menjawab, “Amin! Amin,” sambil mengangkat tangan. Kemudian mereka berlutut, dan sujud menyembah Tuhan dengan muka sampai ke tanah. Para Lewi menjelaskan hukum itu kepada jemaat, sementara rakyat berdiri di tempatnya. Bagian-bagian Kitab Taurat Allah dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga pembacaan dimengerti. Lalu Nehemia, kepala daerah, dan Imam Ezra, ahli kitab, serta orang-orang Lewi yang mengajar jemaat, berkata kepada seluruh hadirin, “Hari ini adalah kudus bagi Tuhan Allahmu. Kalian jangan berdukacita dan menangis!” Karena semua orang itu menangis, ketika mendengar kalimat-kalimat Taurat. Lalu berkatalah Nehemia kepada mereka, “Pergilah, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis; dan berikanlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa! Sebab hari ini kudus bagi Tuhan kita. Janganlah bersusah hati, tetapi bersukacitalah karena Tuhan, sebab sukacita karena Tuhanlah perlndunganmu.” Juga orang-orang Lewi menyuruh semua orang itu diam dengan kata-kata, “Tenanglah! Hari ini hari kudus. Jangan bersusah hati!” Maka pergilah semua orang untuk makan dan minum, untuk membagi-bagi makanan dan berpesta ria, karena mereka mengerti segala sabda yang diberitahukan kepada mereka.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = f, 2/4, PS 853
Ref. Sabda-Mu ya Tuhan, adalah roh dan kehidupan.
Ayat. (Mzm 19:8-11; Ul: Yoh 6:63)
1. Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan Tuhan itu teguh memberikan hikmat kepada orang bersahaja.
2. Titah Tuhan itu tepat, menyukakan hati; perintah Tuhan itu murni, membuat mata ceria.
3. Takut akan Tuhan itu suci, tetap untuk selama-lamanya; hukum-hukum Tuhan itu benar, adil selalu.
4. Lebih indah daripada emas, bahkan daripada emas tua; dan lebih manis daripada madu, bahkan daripada madu tetesan dari sarang lebah.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.
Seorang pewarta sabda harus mengandalkan Tuhan dalam pelayanannya. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Akan tetapi dengan kuasa Tuhan, Kerajaan Allah sungguh dinyatakan.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (10:1-12)
"Semoga damaimu menyertai dia."
Pada waktu itu Tuhan menunjuk tujuh puluh dua murid. Ia mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Berkatalah Ia kepada mereka, “Tuaian banyak, tetapi pekerjanya sedikit! Sebab itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, agar ia mengirimkan pekerja-pekerja ke tuaian itu. Pergilah! Camkanlah, Aku mengutus kalian seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu, ‘Damai sejahtera bagi rumah ini’. Dan jika di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal padanya. Tetapi jika tidak, maka salammu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Jika kalian masuk ke dalam sebuah kota dan diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ. Dan katakanlah kepada mereka, ‘Kerajaan Allah sudah dekat padamu’. Tetapi jika kalian masuk ke dalam sebuah kota dan tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah, ‘Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu. Tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat’. Aku berkata kepadamu, pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya daripada kota itu.”
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Antifon Komuni (Luk 10:3.5)
Pergilah! Aku mengutus kalian seperti anak domba ke tengah serigala. Di rumah mana pun kalian masuk, katakanlah: Damai bagi rumah ini!

Doa Malam
Terima kasih ya Bapa, untuk penyelenggaraan ilahi-Mu pada hari ini. Berkatilah istirahatku malam ini, semoga esok pagi aku dapat bangun kembali dan semangat mewartakan Sabda-Mu kepada sesama. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar