Pages

"Monk's Patience. Kesabaran."


HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.

"Monk's Patience.
Kesabaran."
Di sebuah pertapaan, para rahib diharuskan berdiam diri total, "silentium magnum", dan hanya diperbolehkan memecahkan kesunyiannya setiap 10 tahun sekali dengan mengucap hanya 2 suku kata.
Seorang rahib, pada kesempatan pertamanya berbicara setelah berdiam diri 10 tahun, mengatakan : "makanan buruk".
Pada kesempatan berikutnya, 10 tahun kemudian, ia berucap : "ranjang keras".
10 tahun berikutnya, pada saat ia boleh berbicara lagi, ia berujar :
"Aku berhenti".
Kepala biara, menatapnya, dan menanggapinya dengan berkata :
"sejak kau tiba di sini, kau mengeluh terus."
NB:
Seorang yang saleh mencoba untuk menjalankan perintah Tuhan untuk bermurah hati dan dia selalu menyambut pelancong yang singgah ke rumahnya.
Suatu ketika, seorang pengembara yang sudah tua melewati tempatnya. Ia menunjukkan kemurahan hati, menyajikan makanan dan tempat istirahat.
Setelah membersihkan diri, tamu itu duduk dengan gembira dan menyantap makanan yang disajikan.
Tuan rumah yang saleh bertanya, mengapakah ia tidak berterima kasih kepada Tuhan sebelum makan.
Sang tamu menjawab bahwa ia tidak pernah melakukannya dan sudah pasti juga tak berniat melakukannya sekarang.
Tuan rumah menjadi marah mendengar jawabannya dan mengusirnya.
Malam itu, ketika ia berdoa malam, Tuhan bertanya kepadanya, mengapakah ia marah dan mengusir pergi tamunya.
“Oh Tuhan, aku tak tahan dengan perilakunya yang tidak menghargai Engkau!”.
Kata Tuhan kepadanya, “Aku telah bersabar terhadapnya selama 60 tahun, dan kau tak dapat mentolerirnya satu malam saja!”
- The Wisdom Dessert..
========
A.
Tingkatan Kerendahan Hati.
1. Menurut St. Benediktus (480-547)
Nilai-nilai yang termasuk kerendahan hati adalah ketaatan, kesabaran dan kesederhanaan. Ketaatan dan kesabaran berkaitan dengan kerendahan hati yang berhubungan dengan sikap hati, sedangkan kesederhanaan berhubungan dengan sikap yang dapat terlihat dari luar. St. Benediktus membagi kerendahan hati menjadi 12 hal: tujuh di antaranya berhubungan dengan sikap hati, dan lima di antaranya berhubungan dengan sikap yang terlihat dari luar.
Ketujuh sikap hati yang berdasarkan atas ketaatan dan kesabaran tersebut adalah: takut akan Tuhan, ketaatan kepada Tuhan, ketaatan kepada pembimbing spiritual, sabar dalam menanggung keadaan yang sukar, mau mengakui kesalahan kita (terutama kepada pembimbing spiritual), bersedia untuk menerima hal-hal yang tidak nyaman, dan melihat diri sendiri sebagai yang tidak utama. Sedangkan kelima sikap tubuh yang berhubungan dengan kesederhanaan adalah: menghindari pemegahan diri sendiri, hening, tertawa tidak berlebihan, tidak banyak bicara, dan kesederhanaan dalam bersikap. Meskipun pengajaran ini pertama-tama ditujukan untuk para religius, namun toh dengan tingkatan yang wajar dapat diterapkan kepada kita kaum awam. Apalagi jika kita mau bertumbuh dalam hal rohani, kita-pun perlu mempunyai pembimbing rohani, yaitu umumnya bapa Pengakuan (pastor pembimbing).
2. Menurut St. Ignatius (1491-1556).
Terdapat tiga tingkatan kerendahan hati, (1) ‘necessary humility‘: penyerahan diri kepada hukum Tuhan untuk menghindari dosa berat, (2) ‘perfect humility’: ketidak-terikatan pada kekayaan ataupun kemiskinan, kesehatan ataupun sakit… yang terpenting adalah menghindari dosa dan kecenderungan berbuat dosa (3)‘most perfect humility’‘: sikap meniru Kristus, termasuk menerima dengan rela penderitaan (salib) dan penghinaan, dalam persatuan dengan Kristus, demi kasih kita kepada-Nya.
Kerendahan hati berlawanan dengan kesombongan yang berhubungan dengan kelimpahan materi, dan anggapan bahwa diri sendiri adalah yang paling berkehendak baik, paling pandai, dan paling maju dalam hal spiritual (‘spiritual pride’).[12] Kesombongan dalam hal materi berhubungan dengan hal yang kelihatan seperti kecantikan, kekayaan, nama baik, pangkat dan kehormatan. Kesombongan materi adalah jenis kesombongan yang paling rendah, dan paling mudah diatasi untuk mencapai kerendahan hati.
Kesombongan dalam hal berkehendak baik adalah yang menyusul setelah ini, yaitu seperti keinginan untuk tidak tunduk di bawah siapapun, memiliki kuasa untuk memerintah, yang menghasilkan ambisi untuk menguasai, menolak untuk melayani atau tunduk pada otoritas, bahkan menolak untuk tunduk kepada Tuhan. Bersamaan dengan ini adalah kesombongan akan kepandaian, yang berhubungan dengan kebiasaan untuk menghakimi segala sesuatu berdasarkan pendapat sendiri, dan enggan untuk menerima pernyataan sederhana dari pihak yang punya otoritas. Sedangkan orang yang rendah hati adalah dia yang sadar akan dosa dan kelemahannya, yang tahu bahwa ia-pun dapat menjadi ‘terhukum’, jika hanya keadilan Tuhan yang berlaku di dunia ini. Belas kasihan yang ia terima dari Tuhan harus menjadikannya berbelas kasih pada orang lain.
Tingkatan kesombongan yang paling akhir adalah ‘spiritual pride’. Karena spiritualitas adalah karunia, maka kesombongan akan hal ini menjadi sangat ‘berbahaya’. Karunia-karunia spiritual dapat menjadi ladang bagi kesombongan, sebab jiwa yang sombong dapat menggunakan karunia-karunia tersebut untuk meninggikan diri, menarik perhatian, mencari dominasi/ kekuasaan, atau untuk memenangkan ide sendiri. Injil menampilkan jenis kesombongan ini dalam perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai (Luk 18:9-14). Yesus menolak kesombongan ini, sebab hal itu membuat orang hidup dalam ‘kebohongan’: dari luar terlihat suci, tetapi sebenarnya jahat. Hal ini bertentangan dengan kerendahan hati yang berlandaskan kebenaran.
Menurut St. Ignatius, mengikuti teladan Yesus dan cara hidupNya adalah bentuk kerendahan hati yang paling sempurna; yaitu jika seseorang dengan kehendak bebasnya memilih untuk hidup miskin seperti Kristus, menderita bersama-Nya daripada menjadi kaya dan dihormati dan dianggap bijak oleh dunia.[13] Sikap ini didasari oleh kesadaran bahwa Allah mengasihi kita lebih daripada kita mengasihi diri sendiri, sehingga Ia telah menyerahkan DiriNya untuk membawa kita kepada kebahagiaan sejati. Kebahagiaan sejati ini tidak dapat dibandingkan dengan segala pemahaman kita akan kebahagiaan menurut ukuran dunia. Ketetapan hati meninggalkan kebahagiaan duniawi untuk mendapatkan kebahagiaan surgawi adalah sikap kerendahan hati yang paling sempurna.
B.
Benediktus lahri di Nursia, Italia Tengah sekitar tahun 480 dan meninggal dunia di Monte Casino pada tahun 547.
Saudarinya, Skolastika, yang kemudian menjadi seorang Santa, adalah seorang religius sejati yang membaktikan dirinya kepada Tuhan dan sesama.
Dibantu oleh sebuah keluarga bangsawan yang mengikuti kebiasaan mendidik anak-anaknya bagi karier politik, Benediktus dikirim ke Roma untuk melanjutkan pendidikannya.
Di Roma ia menderita sekali karena tingginya biaya hidup. Alau ditemani oleh seorang pelayan keluarga yang terpercaya, ia meninggalkan kota Roma. Ketika itu ia berusia 20 tahun.
Untuk sementara waktu, ia tinggal di Enfide sekitar 40 mil barat daya kota Roma bersama sekelompok orang Kristen saleh sambil terus melanjutkan studi dan praktek askesenya.
Ia kemudian meninggalkan Enfide untuk hidup menyendiri jauh dari kehidupan ramai di kota. Rekan-rekannya sangat mencintai dia dan percaya akan kemampuannya membuat mukzijat.
Ia menemukan suatu tempat pengungsian yang sepi di dalam sebuah gua di atas gunung Subiako, 50 mil sebelah timur kota Roma. Di dalam gua itu, ia bertapa selama tiga tahun. Ia dibantu oleh Romanus, seorang pertapa lain dalam bimbingan rohani maupun makan-minum setiap hari.
Reputasi Benediktus sebagai seorang pertapa tidak bisa terus disembunyikan. Namanya segera terkenal di antara penduduk desa di sekitarnya.
Tatkala superior dari sebuah biara di dekat gua pertapaannya meninggal dunia, biarawan-biarawan itu meminta Benediktus menjadi pemimpin mereka.
Dengan senang hati Benediktus menerima permohonan itu dan segera meninggalkan gua pertapaannya. Ia disambut dengan gembira. Tetapi segera ia menyadari, bahwa kehidupan di biara itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya, seorang bangsawan Roma memberinya sebidang tanah di dekat kota Kasino, kira-kira 30 mil jauhnya dari Subiako. Kasino terletak di kaki gunung dan sangat subur.
Di sini Benediktus mendirikan sebuah gereja yang dipersembahkan kepada Santo Yohanes Pembaptis. Demikianlah awal dari biara Monte Kasino yang terkenal itu.
Enam hari sebelum wafatnya, Benediktus menyuruh rekan-rekannya menyiapkan kuburnya di samping saudarinya Skolastika yang meninggal enam minggu sebelumnya.
Relikiu Benediktus dan Skolastika ditemukan kembali pada tahun 1950 di bawah reruntuhan altar gereja Monte Kasino yang hancur pada masa Perang Dunia II.
Semua berita tentang kehidupan Benediktus diketahui dari buku "Dialog" karangan Paus Gregorius Agung yang ditulis 50 tahun setelah kematian Benediktus.
Sumber informasi lain ialah aturan-aturan hidup yang disusunnya bagi pengikut-pengikut di Monte Kasino. Dari aturan hidup itu terlihat jelas kepribadian Benediktus sebagai seorang pemimpin biara yang ramah tamah, bijaksana dan penuh pengertian. Sikapnya sangat moderat baik dalam hal doa, kerja, pewartaan, makanan, tidur, dan lain-lainnya.
Aturan hidup membiara Santo Benediktus merupakan aturan hidup membiara pertama di Eropa Barat. Santo Benediktus biasanya digambarkan sebagai seorang Abbas yang sedang memegang satu salinan aturan hidup membiara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar