Ads 468x60px

Kita Bhinneka, Kita Indonesia 28



MERAH DARAHKU. PUTIH TULANGKU. KATOLIK IMANKU.
HUBERTUS SOEJONO.
Aku Indonesia
Aku Pancasila
Aku Bersaudara
Aku Kerja Bersama
Kita Bhinneka, Kita Indonesia.
Dalam NKRI, tak ada orang KAFIR.
Yang ada warga Muslim, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu
Karena patokan NKRI bukan Islam, Kristen atau agama lainnya tapi PANCASILA!
Dalam NKRI, tak ada orang kafir
Yang ada warga FAKIR dari agama macam macam, karena maraknya praktek korup di negeri ini
YES RASA
NO SARA
A.
Orang Katolik di Indonesia memang bukan bagian yang lebih besar / pars major,
tetapi orang Katolik di Indonesia harus berusaha menjadi bagian yang lebih baik / pars sanior (Mgr. Soegija)
B.
“Sedjak kita dipermandikan, berkat kemurahan Tuhan, kita merasa senang dan tenang, merasa selamat bahagia, sedjahtera dan sentosa dalam iman kita...maka dengan sendirinja kita merasa terdorong tuk berdoa, berkorban dan berusaha supaja sesama kita pun ambil bagian dalam kesedjahteraan dan kebahagiaan jang kita alami dalam djiwa kita dari anugerah Tuhan jang berupa iman dan kepertjayaan itu.”
(Mgr. Soegija)
C.
“Sebagai makluk sosial kita ta’ mampu hidup tiada dengan sesama kita. Sepandjang hidup kita harus pergaulan dengan orang lain. Banjaklah keuntungan jang kita terima dari masjarakat jang kita duduki, banjak pulalah djasa jang harus kita lakukan kepada chalajak ramai sekitar kita...”
(Mgr. Soegija)
HUBERTUS SOEJONO
Soejono adalah seorang perwira muda, sekaligus penganut agama Katolik. Pada akhir tahun 1948, Soejono dikirim oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Sumatera. Ia mengembang tugas untuk membangun lapangan udara di salah satu kota di Sumatera. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan aksi militer kedua, sehingga Soejono terhambat untuk melaksanakan tugas tersebut. Pada waktu itu, selain Soejono, Syafruddin Prawiranegara berkunjung pula ke Sumatera.
Pada tanggal 22 Desember 1948, Soejono bersama pejabat-pejabat Republiken lainnya membentuk PDRI. Soejono seorang Angkatan Udara dengan pangkat paling tinggi di antara mereka. Menurut Rosihan Anwar, pada masa colonial, Soejono adalah Letnan KNIL. Ia pernah belajar di sekolah penerbangan Belanda di Kalijati. Ia ditunjuk sebagai Kepala staf Angkatan Udara (KSAU) PDRI pada saat KSAU RI berada di Yogyakarta. pangkat Soejono pada saat itu naik dari Opsir Udara II menjadi Komodor. Angkatan Udara PDRI pimpinan Soejono hanya mempunyai pesawat pemancar radio, yang sangat penting bagi PDRI pada masa itu. Mereka memang tidak punya pesawat terbang.
Soejono memiliki jasa besar yaitu membangun jaringan sender radio (pengirim pesan) sebanyak enam buah di Sumatera sehingga PDRI dapat berkomunikasi ke Jawa dan luar negeri. Sutan Muhammad Rasjid dalam autobiografinya pun mengakui: “Anggota-anggota AURI di bawah pimpinan Soejono, sangat besar jasanya dalam memelihara sender-sender tersebut. Meskipun dalam keadaan yang cukup sulit, mereka dapat menyelamatkan sender-sender yang ada. Soejono bersama pasukan lainnya melakukan sabotase jembatan antara payakumbuh dan koto-tinggi untuk menghambat tentara Belanda. Ketika mereka melakukan gerilya, banyak hambatan termasuk menyalakan radio pemancar. Mereka butuh generator listrik dan bahan bakar minyak. Ketika bensin tak ada, minyak tanah yang berkaleng-kaleng dari Muara Tebo, Jambi, digotong oleh Soejono dan 40 anak buahnya.
Sejak Desember 1948, selama berbulan-bulan, Soejono dan Republiken PDRI lain bergerilya di hutan. Tempat Soejono bertugas termasuk daerah yang mayoritas penganut agama Islam, yakni Mingkabau dan Jambi. Soejono sangat menghormati agama rekan-rekannya, sehingga ia ikut puasa, ketika bulan puasa tiba. Soejono seorang Katolik-Jawa dengan nama baptis Hubertus. Akhirnya, PDRI resmi bubar pada Juli 1949 setelah Prawiranegara menyerahkan mandat ke Hatta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar