Ads 468x60px

Pesta Pendiri Ordo Trappist (OCSO)



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
SERI MONASTIK
26 Januari
Pesta Pendiri Ordo Trappist (OCSO):
St. Robertus - St. Alberikus –St. Stefanus.
Alberikus adalah seorang rahib dari Biara Molesme. Disini, beliau menjabat prior selama beberapa tahun, di bawah pimpinan Abas Robertus. Karena hidup tapanya yang keras, tambahan pula setelah ia melihat bahwa "PSB /Peraturan Santo Benediktus" kurang dilaksanakan dengan tertib, setelah perjuangan yang berat akhirnya bersama beberapa rahib yang sepandangan, mereka berpindah ke Citeaux, dipimpin oleh abas mereka St. Robertus.
Di Citeaux, ia tetap menjabat Prior. Tetapi ketika abas Robertus dipanggil kembali ke Molesme, Alberikus terpilih menjadi abas Citeaux. Kemudian beliau mengutus dua rahibnya ke Roma untuk memohon pengesahan bagi biara mereka yang baru itu.
Hidup para rahib di Citeaux penuh dengan kekerasan dan kesederhanaan, sehingga jarang ada orang yang datang untuk hidup bertapa bersama mereka. Pada awalnya, tidak adanya anggota-anggota baru sangat mencemaskan mereka, dan setelah sembilan setengah tahun penuh diliputi kecemasan, pada tahun 1109 tanggal 26 Januari, Alberikus wafat dan digantikan oleh Stefanu sebagai abas di Citeaux.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
NAPAK TILAS OCSO:
DARI MOLESME KE CITEAUX
A.
Molesme.
Kita tidak dapat menguraikan permulaan Citeaux tanpa terlebih dulu membicarakan suatu usaha pembaharuan monastik yang diadakan sebelumnya di Molesme oleh Santo Robertus pada tahun 1075.
Di dalam biara inilah beberapa rahib yang kecewa membuat rencana untuk memulai kembali di rimba Citeaux, kali ini dengan perundingan lebih baik dan dengan harapan akan mencapai hasil lebih baik pula.
Kita hampir tidak tahu apa-apa mengenai masa muda Robertus. Riwayat hidupnya ditulis dalam abad ke-13 dan terlalu dipengaruhi oleh kegemilangan yang dikemudian hari dialaminya di Molesme dan Citeaux.
Ia dilahirkan sekitar tahun 1028 di Champagne. Orang tuanya bangsawan, yaitu Theodorik dan Ermgard. Mereka ini barangkali ada hubungan keluarga dengan para pangeran Tonnerre dan dengan wangsa Raynald, pangeran dari Beaune.
Selagi masih muda, Robertus masuk biara Montier-La-Celle dekat Troyes di mana ia sebentar sesudah tahun 1053 menjadi prior. Di kemudian hari, antara tahun 1068 dan 1072 ia menjadi pembesar di biara aliran Cluny, yaitu keprioran Saint-Michel-de-Tonnerre di keuskupan Langres.
Karena alasan yang tidak kita ketahui, ia secara tiba-tiba meletakkan jabatannya dan kembali ke Troyes sebagai rahib biasa.
Di biara tempat profesinya ini ia tidak tinggal lama. Sebab beberapa bulan kemudian ia sudah dipilih atau dibenum menjadi prior di Saint-Ayoul, sebuah keprioran yang berada di bawah biara Montier-La-Celle di daerah Provins di keuskupan Sens. Biara ini rupanya tidak lebih memenuhi cita-citanya daripada biara Saint-Michel.
Maka pada tahun 1074 ia menggabungkan diri pada kelompok eremit di rimba Collan. Dengan bantuan mereka, pada tahun 1075 ia dapat memulai biaranya yang baru, yaitu Molesme, di keuskupan Langres. Hugo, penguasa di Maligny mengusahakan adanya tanah yang cocok.
Pada waktu itu Robertus sudah mempunyai banyak pengalaman. Ia sudah tahu bagaimana kehidupan monastik itu seharusnya. Ia tidak dapat menggabungkan diri pada cara hidup para rahib aliran Cluny. Ia lebih tertarik oleh pola kehidupan eremit. Biara yang didirikannya di Molesme membuktikan ini. Meskipun begitu ia tetap berkeyakinan bahwa kehidupan monastik hanya dapat dihayati sebaik-baiknya di dalam komunitas, asal norma-norma askesis para bapa padang gurun tidak ditinggalkan.
Keyakinannya yang mendalam menyebabkan adanya sejumlah pengikut yang dalam waktu singkat menggabungkan diri padanya. Para tuan tanah di sekitarnya memberikan sarana-sarana yang diperlukannya. Dengan demikian Molesme dapat menjadi salah satu biara gaya baru yang paling berhasil di antara biara-biara lain yang banyak didirikan pada akhir abad ke-11.
Berkat adanya aspirasi kepada kehidupan monastik sejati dan berkat adanya kesediaan di kalangan para bangsawan untuk memberikan tanah, maka banyak biara baru didirikan. Di antara biara-biara itu ada yang hanya terdiri dari beberapa pondok yang sangat sederhana. Ada yang berupa keprioran. Ada yang merupakan keabasan benar-benar. Sekitar tahun 1100 jumlah biara-biara seperti itu sudah ada sekitar 40, tersebar di 12 keuskupan.
B.
Mencari Jalan Baru.
Perkembangan biara-biara baru yang terjadi dengan cepat itu menunjukkan secara jelas bahwa pandangan-pandangan asli Robertus memang sehat.
Meskipun begitu segera ternyata juga bahwa banyaknya kesulitan di bidang organisasi dan perlunya pengawasan atas semua biar itu jauh melampaui batas-batas kekuatan sang pendiri suci.
Pada tahun 1082, Molesme menarik Santo Bruno dan teman-temannya yang tinggal di situ selama beberapa waktu sebelum berangkat ke daerah pegunungan Grenoble yang di kemudian hari menjadi tempat asal Ordo Kartusian.
Robertus sendiri sekitar tahun 1090 sampai pada keyakinan bahwa ia tidak lagi pada tempatnya berada di biaranya sendiri. Maka ia menggabungkan diri pada kelompok eremit di Aux, dekat Rielles-Eaux.
Tetapi para rahib Molesme yang “marah-marah” dapat menarik kembali Robertus ke Molesme.
Namun sebentar kemudian, sekurang-kurangnya menurut riwayat hidupnya, ada lagi yang “melarikan diri”, kali ini empat orang dari para pengikut Robertus yang paling bersemangat, diantaranya terdapat Alberikus dan Stefanus. Dikatakan bahwa mereka “untuk beberapa waktu tinggal di Vivicus, sebuah tempat yang selanjutnya tidak dikenal sama sekali.
Kejadian yang menggoncangkan itu tidak perlu menunjukkan bahwa tingkat rohani di Molesme menurun. Bagaimanapun juga, biara Molesme tetap tersohor dan tetap mengadakan fundasi-fundasi baru. Kesulitannya disebabkan karena kelompok kecil para eremit yang memulai di Molesme menjadi minoritas karena adanya banyak anggota baru yang menggabungkan diri. Para pendiri tidak lagi mampu menentukan tata hidup di biara. Akibatnya ialah bahwa lambat laun Molesme tidak lagi berbeda dengan biara-biara kaya di sekitarnya. Semuanya itu tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh Cluny yang tak dapat dibendung. Padahal justru inilah yang mau dihindari oleh Robertus.
Pada sekitar tahun 1090 Molesme juga memiliki banyak benefisi gerejani, menerima sepersepuluh dan penghasilan dari gereja-gereja dan desa-desa.
Di dalam biara sendiri juga ada banyak karyawan awam (famuli), bruder (conversi), anak-anak (oblati) dan “praebendarii”, yaitu orang yang menyerahkan harta miliknya kepada biara dan sebagai gantinya boleh tinggal dan hidup di dalam biara.
Ini semua sejak dulu termasuk gambaran normal dari sebuah biara di zaman itu. Tetapi ini tidak cocok sama sekali dengan pandangan-pandangan Robertus yang lebih condong ke arah hidup di dalam kesunyian, terbebas dari urusan sehari-hari dan dipersembahkan semata-mata kepada pengabdian kepada Allah.
Sesudah itu menyusul perdebatan bertahun-tahun tentang pandangan-pandangan di atas. Dengan sendirinya dalam konflik tentang masalah keagamaan seperti itu dapat dimengerti bahwa ada sikap keras kepala dan ketegangan juga.
Para lawannya yang gigih dan merupakan mayoritas di Molesme mempertahankan bahwa cara hidup yang diikuti di Cluny benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan dipertahankan. Mereka mengecam pandangan abas mereka sebagai pandangan sok baru yang berbahaya dan hasil impian belaka.
Rupanya tidak mungkin diadakan kompromi antara kedua belah pihak. Meskipun begitu meruncingnya perbedaan pendapat ini mengakibatkan adanya rencana pembaharuan yang dikemudian hari ternyata akan menghasilkan buah lebih banyak daripada yang terjadi di Molesme.
Di Molesme, para calon pendiri Citeaux menjadi pejuang yang berpegang mati-matian pada Peraturan. Disana juga mereka mendapatkan kecurigaan yang tak dapat dihilangkan terhadap Cluny. Disana, mereka menjadi sadar dengan jelas bahwa jika mereka menjalin hubungan terlalu erat dengan tata kehidupan feodal mereka pasti akan menanggung akibat yang lebih parah.
Muak akan perdebatan yang tak ada habis-habisnya itu, sejumlah rahib eremit berangkat dari Molesme menuju Aulps, sebuah biara kecil di keuskupan Geneve yang pada akhir 1096 atau awal 1097 dinyatakan menjadi keabasan. Sungguh menarik perhatian bahwa dokumen yang meresmikan pengangkatan biara tersebut menjadi keabasan menekankan, bahwa para rahib di situ ingin mengikuti Peraturan Santo Benediktus sesetia mungkin.
Masih ada hal yang lebih menarik lagi. Yang menulis dokumen itu justru Stefanus, sekretaris abas Robertus, dan Alberikus priornya, turut menandatanganinya sebagai saksi. Kelak mereka berdua akan menjadi abas Citeaux.
C.
Berdirinya Citeaux.
Pada musim gugur 1097 berangkatlah abas Robertus bersama beberapa orang dari para rahibnya, termasuk Alberikus dan Stefanus, pergi ke Uskup Agung Lyon, Hugues dari Die, yang juga menjadi duta kepausan dan termasuk salah seorang tokoh pembaharuan yang diprakarsai oleh Paus Gregorius VII.
Robertus menguraikan kepada Uskup Agung itu rencananya untuk mendirikan biara baru. Sebagai alasan pokok diutarakannya bahwa di Molesme Peraturan diikuti secara “longgar dan kurang sungguh-sungguh”. Ia menegaskan bahwa ia bermaksud untuk dikemudian hari mengikuti Peraturan secara “lebih ketat tanpa menyimpang sedikitpun juga”.
Rupanya Hugues benar-benar terkesan. Ia memberikan persetujuan dan menghimbau para pemohon supaya mereka “tetap teguh dalam niat suci mereka”. Ia mengizinkan Robertus dan para pengikutnya meninggalkan biara mereka untuk menetap “di tempat lain”, di mana “mereka akan dapat mengabdi Tuhan secara lebih pantas tanpa adanya gangguan”.
Ia berpendapat bahwa pemecahan ini adalah yang paling baik bagi kedua pihak di Molesme. Rupanya Robert, Uskup Langres, yang keuskupannya mencakup biara Molesme, tidak dihubungi dalam urusan ini. Barangkali Uskup Robert tidak begitu berminat untuk bercampur tangan dalam urusan yang dapat mempunyai akibat berbelit-belit yang tidak diharapkan. Apalagi rupanya Robertus juga tidak merasa memerlukan izin Uskup Robert.
Para rahib Molesme menyaksikan persiapan para saudara yang akan memisahkan diri itu dengan rasa lega. Sesudah mereka berangkat, para rahib yang tinggal di Molesme segera memilih seorang abas baru, yaitu Godfried.
Pada awal tahun 1098 dua puluh satu orang rahib mempersiapkan diri untuk mengikuti Robertus pergi ke tempat di mana “biara baru” akan didirikan. Tanahnya dihadiahkan oleh Raynald, pangeran dari Beaune, seorang anggota keluarga yang sejak lama menjadi dermawan bagi Robertus.
Adapun tanah yang dihadiahkannya adalah miliknya pribadi sehingga tidak dibebani oleh pajak atau oleh kerja bakti wajib. Tanah itu terletak sekitar 20 km di sebelah selatan kota Dijon, di daerah berhutan, yang oleh penulis Exordium Cistercii (sejarah permulaan Citeaux) dilukiskan secara tepat dengan menggunakan kutipan dari Kitab Ulangan (32,10), “tempat ketandusan dan auman padang belantara”.
Meskipun begitu di tanah itu sudah ada beberapa pondok petani dan barangkali juga sebuah kapel. Di situlah para rahib yang baru saja datang itu untuk sementara waktu melangsungkan upacara-upacara liturginya. Tanah tersebut terletak di keuskupan Chalon-sur-Saone.
Tanah itu bahkan sudah mempunyai nama, yaitu Citeaux, dari kata Latin Cistersium. Asal usul nama itu diterangkan macam-macam. Keterangan yang bertitik tolak pada sebutan cistertium lapidem miliarium, artinya “di sebelah sini dari tonggak mil ketiga” di jalan Romawi kuno antara Langres dan Chalon-sur-Saone. Baru beberapa tahun kemudian biara itu disebut Citeaux. Mula-mula nama yang dipakai hanya “novum manasterium”, “biara baru”.
Dokumen-dokumen di kemudian hari menyebutkan tanggal 21 Maret 1098 sebagai tanggal berdirinya biara tersebut. Tanggal itu jatuh pada hari Minggu Palem dan juga merupakan hari Pesta Santo Benediktus. Cara menentukan tanggal itu harus kita lihat lebih sebagai lambang daripada sebagai kenyataan sejarah. Sebab hidup yang serba berat pada hari-hari pertama itu tidak memungkinkan adanya upacara resmi.
Kecuali itu para pendiri jelas sudah ada di situ sebelum tanggal tersebut. Kalau memang terpaksa kita masih dapat menerima bahwa pada hari itu terjadi beberapa peristiwa yang disebutkan oleh Exordium Cistercii: pemberian titel “keabasan” kepada kompleks pondok sederhana, sumpah taat yang diucapkan oleh Abas Robertus terhadap Uskup Chalon-sur-Saone, pengikraran kaul para rahibnya untuk tidak akan meninggalkan “biara baru”. Tetapi lebih baik kalau kita berpendapat bahwa keputusan-keputusan yuridis yang penting itu baru diambil dalam musim panas tahun 1098.
D.
Kembali ke Molesme.
Robertus dan teman-temannya mendambakan menjalani hidup askesis yang ditandai oleh kemiskinan dan kesunyian mutlak. Mereka ingin mendapatkan nafkah oleh kerja mereka sendiri, seperti para rasul.
Cita-cita ini segera menjadi kenyataan keras sehari-hari di rimba di mana mereka dengan susah payah dapat bertahan. Dalam bulan-bulan pertama mereka menyingkirkan pohon-pohon, mendirikan pondok-pondok sederhana dan menaburkan benih untuk panen pada musim gugur berikutnya.
Tetapi irama harian yang diisi secara teratur oleh doa dan kerja itu segera diganggu oleh berita-berita yang datang dari Molesme. Tadinya memang rahib-rahib Molesme membiarkan abasnya berangkat dengan cepat-cepat. Tetapi sesudah itu mereka berubah pikiran. Sebab para bangsawan tetangga yang putera-puteranya menghuni Molesme merasa tidak senang atas kejadian-kejadian di Molesme. Mereka mendakwa para rahib Molesme bertindak tidak sopan dan kasar.
Dengan demikian para rahib Molesme mulai mengalami sikap bermusuhan dari pihak para tetangga. Para rahib yang tinggal di Molesme mau mengambil kembali Robertus. Ini akan merupakan pemecahan terbaik yang dapat melepaskan mereka dari situasi yang pelik itu.
Mereka tahu bahwa Robertus pasti tidak akan kembali atas kehendaknya sendiri. Maka mereka mengirim utusannya ke Roma untuk mohon kepada Paus Urbanus II supaya memerintahkan Robertus kembali ke Molesme. Barangkali pada waktu itu jugalah mulai dipersoalkan untuk pertama kalinya, apakah keberangkatan Robertus dan teman-temannya ke Citeaux dapat dipertanggungjawabkan dari segi hukum Gereja.
Paus tidak mau mengambil keputusan sehubungan dengan konflik ini sesudah hanya mendengar satu pihak. Diserahkannya masalah pelik ini kepada dutanya di Perancis, yaitu Uskup Agung Hugo dari Lyon. Paus memberikan saran “supaya sedapat mungkin abas Robertus dihimbau untuk meninggalkan kesunyiannya dan kembali ke biara yang semula”. Tetapi duta juga tidak mau mengambil keputusan definitif seorang diri saja.
Oleh sebab itu dikumpulkannya sejumlah uskup “dan juga banyak tokoh-tokoh terkemuka”. “Sinode”ini barangkali berlangsung pada akhir bulan Juni 1098 di Pont-d’Anselle. Disitu, Uskup Langres memihak pada para rahib Molesme. Yang diusahakan bukannya supaya semua rahib dipaksa kembali ke Molesme, melainkan hanya abas Robertus saja. Untuk melicinkan jalan itu, maka Godfried, pengganti Robertus sebagai Abas Molesme, mengajukan permohonan pengunduran diri. Atas dasar itu Uskup Agung Hugo menyatakan bahwa Abas Robertus memang wajib kembali ke Molesme.
E.
Teka-teki.
Rupanya Robertus menerima keputusan Duta itu dengan senang hati. Ia kembali ke Molesme, diikuti banyak rahib yang ternyata lebih setia kepada dia daripada kepada Citeaux.
Sesudah itu Robertus mengambil kembali jabatannya sebagai abas dan memimpin biara Molesme sampai kematiannya pada tahun 1111. Ia dihormati oleh umat sebagai orang kudus, penghormatan ini dikukuhkan secara resmi pada tahun 1220 tatkala ia dinyatakan sebagai orang kudus. Pada tahun 1222 pestanya ditaruh pada tanggal 29 April dalam penanggalan Cisterciensis.
Para tokoh pada waktu itu tidak dapat mengerti mengapa Robertus berubah pikiran secara mendadak dan kembali ke Molesme dengan senang hati.
Para ahli sejarah zaman sekarang pun tidak dapat menerangkan hal ini. Pada waktu itu Robertus jelas sudah tua. Usianya sudah lebih dari 70 tahun. Tantangan-tantangan pada tahun pertama di Citeaux pasti dirasa jauh lebih berat olehnya daripada oleh para temannya yang lebih muda.
Kecuali itu tentunya ia juga menyadari, bahwa ketidaksetiaannya dapat membahayakan kelangsungan “biara baru”, padahal ia sudah memulai mendirikannya dengan penantian demikian besar.
Bahaya ini lebih-lebih disebabkan karena adanya banyak rahib yang mengikutinya, barangkali sebagian besar dari antara kedua puluh satu perintis yang ada. Perkiraan ini dikukuhkan oleh berita yang ditulis oleh Willian dari Malmesbury dalam kroniknya (Gasta regum Anglorum – Kegiatan para raja Inggris) hanya dua puluh lima tahun sesudah kejadian di atas. Diberitakannya bahwa sesudah kembalinya Robertus dan para pengikutnya ke Molesme, sejumlah rahib yang masih tinggal di Citeaux hanya delapan orang saja.
Keputusan mereka, untuk mengirimkan utusan ke Paus guna meminta supaya Robertus diperintahkan kembali, diambil konon tidak tanpa persetujuan Robertus sendiri. Oleh sebab itu perintah yang dipaksakan dari atas diterima oleh Robertus dengan senang hati (volentem cogentes – mereka memaksa dia yang menghendakinya sendiri).
F.
Alberikus.
Sebentar sesudah keberangkatan abas Robertus dan para pengikutnya, barangkali dalam bulan Juli 1099, komunitas kecil “biara baru” memilih Alberikus menjadi abasnya.
Ia tadinya prior di bawah pemerintahan Robertus. Barangkali ia juga termasuk para pendiri Molesme. Rupanya ia seorang yang bakatnya bermacam-macam dan tabiatnya kuat. Sebab dialah yang menyebabkan Citeaux dapat bertahan, baik dalam bidang materiil maupun dalam bidang spiritual.
Kita tahu bahwa tadinya pangeran Beaune telah memberikan sebidang tanah untuk biara baru. Di kemudian hari Odo dari Bourgondia, yang memberikan kepada para rahib sarana-sarana yang mereka perlukan. Sesudah Odo meninggal di tanah suci pada tahun 1102, Hugo puteranya meneruskan kebaikan ayahnya.
Atas usaha Odo, para rahib dapat menggunakan hutan-hutan yang ada di sekitarnya. Odo juga menghadiahkan Meursault, yang pertama di antara kebun anggur Citeaux yang dikemudian hari akan banyak jumlahnya.
Karena kekurangan air, Alberikus menilai bahwa tempat yang dipakainya untuk pertama kali ternyata tidak cocok. Maka ia mulai lagi di tempat sekitar satu kilometer di sebelah utara tempat yang pertama.
Pada waktu itu rupanya Hugo lah yang memberikan material bagi pembangunan gereja batu pertama di Citeaux. Gereja itu ditahbiskan pada tanggal 16 Nopember 1106 oleh Uskup Walter dari Chalon dan dipersembahkan kepada Santa Perawan Maria yang dalam abad-abad berikutnya akan menjadi pelindung semua gereja Cisterciensis.
Masih ada yang lebih penting. Sebentar sesudah wafatnya Urbanus II, penggantinya, Paus Paskalis II memberikan kepada Alberikus sebuah surat yang berisi jaminan bahwa Paus akan melindungi Alberikus. Citeaux memang memerlukan dukungan dari atas seperti itu, sebab posisinya memang lemah dan dapat diperhitungkan adanya tekanan dari pihak Molesme dan biara-biara lain yang tidak bersikap bersahabat.
Tatkala Kardinal Johanes dari Gubbio dan Benediktus sebagai duta yang baru dibenum mengadakan perjalanan melalui Bourgondia dan singgah di Citeaux, Alberikus berhasil mendapatkan dari mereka sejumlah surat pujian yang lebih memperkuat lagi posisinya. Jaminan tertulis seperti itu juga diperolehnya dai bekas duta Hugo dari Die dan Uskup Walter dari Chalon.
Selain itu, yang dapat dipastikan ialah bahwa kedua rahib yang dikirim ke Roma yaitu Johanes dan Ilbodus, menerima dari Paus Paskalis II sebuah dokumen yang dalam sejarah Sistesiensis dikenal dengan nama “Privilegi Roma”. Dokumen ini diberikan pada tanggal 19 Oktober 1100. Di situ ditentukan bahwa “para penghuni biara baru”dengan cara bagaimanapun juga tidak boleh diganggu… bahwa mereka berada di bawah perlindungan khusus Tahta Apostolik… tentu saja dengan memperhatikan hak-hak Gereja Chalon”.
Dari isi surat-menyurat antara Alberikus dan Lambertus, abas biara Saint-Pierre dari Pothieres dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam tahun-tahun berikutnya selama Alberikus menjadi abas keadaan biara Citeaux tenang dan dialami juga kemajuan dalam hal keadaan materiil.
Untuk kepentingan scriptorium di biara Citeaux, Alberikus minta penjelasan tentang arti beberapa kata Latin dan tentang tekanannya. Lambertus mengirimkan kepadanya penjelasan yang dimintanya dalam suatu uraian yang panjang lebar dan ilmiah.
Sejak zaman pemerintahan Alberikus itu rupanya para rahibnya sudah mulai mengenakan jubah putih, artinya tidak berwarna, dan skapulir hitam. Sekurang-kurangnya demikianlah kesaksian tradisi kuno. Oleh sebab itu di kalangan rakyat para rahib di situ dikenal sebagai “rahib putih”.
Alberikus, pria Allah, yang dengan berhasil memimpin perlombaan (Fil 2,16) selama sembilan tahun itu, memperoleh “mahkota keabadian” dalam tahun ke sepuluh.
G.
Stefanus Harding.
Alberikus tutup usia pada tanggal 26 Januari 1109. Para rahibnya memilih prior mereka bernama Stefanus Harding, menjadi abas.
Stefanus, seorang berkebangsaan Inggris, seorang yang memiliki cinta yang berkobar dan juara yang teguh dalam hal hidup religius, kemiskinan dan disiplin regular. Di dalam dirinya, ordo memiliki kepribadian yang jelas sangat kreatif.
Tatkala ia dipilih menjadi abas, biaranya termasuk salah satu dari sekian banyak yang diperbaharui. Pada waktu ia meninggal dunia, Citeaux telah menjadi pusat dari suatu lembaga yang benar-benar menjadi “ordo”yang pertama dalam sejarah kerahiban. Pada waktu itu Citeaux mempunyai sasaran yang dirumuskan dengan jelas, organisasi yang kokoh dan perkembangan yang cepat sekali.
Stefanus dilahirkan sekitar tahun 1060 dari keluarga bangsawan Angelsaksen. Di masa mudanya ia tinggal beberapa waktu di biara Benediktin Sherborne di Dorsetshire.
Oleh kedatangan para Normandia yang menyerbu, keluarganya menjadi miskin. Ia sendiri harus mengungsi ke Skotlandia, kemudian ke Prancis. Barangkali ia menyelesaikan pembentukannya di Prancis.
Dengan seorang rekan pengungsi dari Inggris bernama Petrus, ia menempuh perjalanan ziarah panjang ke Roma, di mana ia menjadi sadar akan panggilannya untuk menjadi rahib.
Dalam perjalanan kembali mereka mendengarkan tentang Molesme, suatu biara baru yang mempunyai banyak harapan. Mereka sangat terkesan. Keduanya mengambil keputusan untuk masuk biara tersebut.
Pada waktu itu, yaitu sekitar tahun 1085, Stefanus merupakan seorang pemuda berbakat yang dapat diharapkan. Ia segera mempelajari sejarah hidup kerahiban Keltis dan Angelsaksen. Ia mengenal karya Santo Dunstan (+988) di Inggris, seorang pembaharu hidup kebiaraan yang mengikuti teladan Cluny dan kebangkitan kebiaraan di Lotharingen.
Perancis memberi pengertian-pengertian ilmiah terakhir dan menyebabkan dia mengenal baik-baik segala seluk beluk pembaharuan dalam bidang kerahiban dan hukum Gereja dewasa itu.
Dalam perjalanannya di Italia, ia tersentuh oleh prestige Santo Petrus Damianus dan oleh yang disaksikannya di Camaldoli dan Vallombrosa. Di Molesme ia mengalami caranya mencoba menghayati cita-cita yang luhur. Ia mengalami juga bagaimana kurangnya kepemimpinan dan adanya pengaruh dari luar dapat melumpuhkan usaha itu.
Tatkala Stefanus dipilih menjadi abas, Citeaux hanya merupakan sebuah oase dalam dunia kerahiban yang sedang bergerak mencari pembaharuan. Sebagai kepala biaranya, ia mengabdikan pengalamannya yang banyak dan bakat organisasinya kepada satu tujuan, yaitu: menyuburkan biaranya.
Sejak awal pemerintahan Stefanus, tanah Citeaux mulai meluas dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan baik antara abasnya dan para bangsawan tetangga.
Sesudah lima atau enam tahun, para rahib sudah memiliki beberapa pondok cabang “(grangiae)”mereka yang pertama, yaitu: Gergueil, Bretigny dan Gemigny. Tanah-tanah yang ditempati pondok-pondok itu dihadiahkan terutama oleh keluarga puteri Elisabeth dari Vergy yang sangat bersahabat dengan Stefanus dan para rahibnya. Gilly-les-Vougeot yang dikemudian hari menjadi wisma musim panas bagi para abas Citeaux dihadiahkan oleh Aimon dari Marigny. Pada tahun 1115 para rahib berhasil memperoleh kebun-kebun anggur terkenal yang berbatasan dengan tanah tersebut. Seluruh tanah ini kelak disebut Clos-Vougeot dan termasuk tanah paling berharga di seluruh Bourgondia.
Sebenarnya Stefanus lebih merupakan seorang ilmiawan daripada seorang usahawan. Ia mampu mengadakan penyelidikan ilmiah yang sulit diperbaiki oleh para ahli zaman modern. Karena tiap kali peraturan menunjuk pada madah yang diakukan pada Santo Ambrosius, Stefanus ingin menyelidiki apakah madah yang dinyanyikan oleh para rahibnya benar-benar “Ambrosian” dalam hal teks dan melodinya.
Selanjutnya ia juga mempunyai maksud untuk merekonstruksikan naskah asli Vulgat dengan bantuan manuskrip-manuskrip Perjanjian Lama yang tersedia. Untuk itu ia membandingkan juga penerbitan naskah Hibrani dan Aram dengan dibantu oleh beberapa sarjana Yahudi.
Di samping mengadakan studi yang ilmiah, bermutu dan seksama, berkat adanya beberapa penulis berbakat di scriptorium Citeaux, ia juga berhasil mengusahakan supaya dibuat beberapa manuskrip yang sungguh indah. Miniatus pada Alkitabnya dan pada buku “Moralia in Job”yang dibuat dalam tiga tahun pertama pemerintahannya termasuk karya paling asli dan paling seni dari zamannya. Pada waktu itu di antara para rahib Citeaux terdapat beberapa seniman yang paling berbakat di Perancis.
Pastinya, pada masa pemerintahannya, sabda kitab suci menjadi kenyataan. “Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada teriak mereka yang minta tolong” (Mz 34,16). Kawanan kecil itu menyerukan keluhan mereka yang hanya satu ini : jumlah mereka kecil. Seperti yang saya katakan, “orang miskin Kristus” menjadi takut dan gemetar hingga hampir puncaknya karena cemas akan satu hal saja. Yaitu mereka mungkin tidak akan mampu mewariskan kemiskinan mereka kepada penerus mereka. Sebab para tetangga memuji kesucian hidup mereka namun membenci kekerasan hidup mereka, sehingga mereka tetap tak meniru orang-orang yang semangatnya mereka setujui.
Namun Tuhan, yang dapat dengan mudah mengerjakan hal-hal besar dari hal-hal kecil dan memperbanyak hal yang tadinya sedikit yang melampaui segala harapan, membangkitkan hati banyak orang untuk mengikuti rahib-rahib tersebut, sehingga dalam sel tempat di mana para novis diuji telah datang tiga puluh orang untuk hidup di bawah tata tertib yang sama, baik rohaniwan maupun awan, bahkan kaum bangsawan maupun orang yang berkuasa di mata dunia.
Atas kunjungan surgawi yang begitu mendadak dan membahagiakan ini, si mandul yang tak keturunan ini bukan tanpa alasan bersuka cita. “Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak” (Yes 54,1).
Dan Allah tidak putus-putusnya memperbanyak umatNya dan menambah kegembiraan mereka. Maka dalam kurun waktu dua belas tahun, ibu yang berbahagia ini menyaksikan dua puluh abas muncul baik dari putra-putranya sendiri maupun dari putra-putra mereka, bagaikan ranting-ranting zaitun di sekeliling meja mereka.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar