Yer
17:5-10; Luk 16:19-31
“Iustitia omnibus-Keadilan utk semua.” Inilah salah satu core values yang saya angkat dalam buku “HERSTORY” (Kanisius) yang juga menjadi inspirasi hari ini. Ya, Tuhan datang dengan keadilannya yang paripurna. Adapun tiga cara supaya kita mendapatkan keadilan Tuhan, al:
1. Berbagi dalam kehidupan:
“Donato ergo sum- A ku berbagi maka aku ada”, karena dengan memberi, bukan dengan menerima, kita bisa menjadi kaya, bukan? Yesus mengajak kita menjadi kaya dengan melaksanakan keseimbangan dan perilaku keagamaan yang tidak berkanjang dalam ruang domestifikasi belaka, tapi menjadi daya gerak-daya ubah-katalisator untuk berbelarasa bagi sesama. Ia jelas menunjukkan jati diri kemanusiaan dan keberimanan bahwa manusi membawa gambar diri “Yang Ilahi” dalam dirinya, saat tindakan belas-kasihan kepada sesama merajai kehidupan dan berbuah dalam tindakan kepedulian yang dibagikan secara nyata. Jelasnya, Ia menyamakan kasih kepada Tuhan (“Yang Ilahi”) dengan kasih yang dibagikan kepada sesama (“yang insani”). Seberapa besar kasih kepada orang lain terlebih yang kecil dan miskin, sedemikianlah kasih yang (sebenarnya) hadir untuk “Yang Ilahi”. Yang pasti, masalahnya bukan apakah kita akan mati, tapi bagaimana cara kita hidup karena bukankah orang kaya yang tidak mau berbagi, akhirnya menjadi tidak kaya dan mengalami derita kekal?
“Iustitia omnibus-Keadilan utk semua.” Inilah salah satu core values yang saya angkat dalam buku “HERSTORY” (Kanisius) yang juga menjadi inspirasi hari ini. Ya, Tuhan datang dengan keadilannya yang paripurna. Adapun tiga cara supaya kita mendapatkan keadilan Tuhan, al:
1. Berbagi dalam kehidupan:
“Donato ergo sum- A ku berbagi maka aku ada”, karena dengan memberi, bukan dengan menerima, kita bisa menjadi kaya, bukan? Yesus mengajak kita menjadi kaya dengan melaksanakan keseimbangan dan perilaku keagamaan yang tidak berkanjang dalam ruang domestifikasi belaka, tapi menjadi daya gerak-daya ubah-katalisator untuk berbelarasa bagi sesama. Ia jelas menunjukkan jati diri kemanusiaan dan keberimanan bahwa manusi membawa gambar diri “Yang Ilahi” dalam dirinya, saat tindakan belas-kasihan kepada sesama merajai kehidupan dan berbuah dalam tindakan kepedulian yang dibagikan secara nyata. Jelasnya, Ia menyamakan kasih kepada Tuhan (“Yang Ilahi”) dengan kasih yang dibagikan kepada sesama (“yang insani”). Seberapa besar kasih kepada orang lain terlebih yang kecil dan miskin, sedemikianlah kasih yang (sebenarnya) hadir untuk “Yang Ilahi”. Yang pasti, masalahnya bukan apakah kita akan mati, tapi bagaimana cara kita hidup karena bukankah orang kaya yang tidak mau berbagi, akhirnya menjadi tidak kaya dan mengalami derita kekal?
2. Berharap pada Tuhan:
“Dum spiro spero- Selama masih bernafas aku terus berharap.” Yesus memberikan harapan pada Lazarus (Yun: Pertolongan dari Tuhan) yang adalah orang miskin dalam kacamata dunia, yang hidupnya penuh duka-derita dan samsara. Tuhan kita adalah Tuhan yang adil - mau menolong dan mengenal derita hati kita karena Ia bukanlah Tuhan yang angkat tangan/cuci tangan tapi Tuhan yang mau turun tangan, bahkan Tuhan yang mau datang ke dunia sebagai ”Dia”, yang membiarkan dirinya disepak keluar dari dunia. Ia menjadi sakramen yang hidup. Ia menghadirkan wajah Allah yang mewartakan pengharapan, terlebih bagi banyak orang miskin. Harapan tidak sama dengan optimisme. Optimisme muncul atas siasat naluri/pertimbangan manusiawi, sedangkan pengharapan itu berada pada tingkatan inspirasi, pada tingkatan iman. Disinilah bersama Lazarus yang miskin, kita juga diajak untuk terus berharap dan mengandalkan Tuhan karena Ia tidak pernah membuta-membisu-tuli-menjauh dan memb
3. Beriman dengan mendalam:
“Soli Deo Gloria - Hanya bagi kemuliaan Tuhan!” Jelasnya, kita bukan mahluk insani dalam perjalanan rohani, tapi kita adala adalah mahluk rohani dalam perjalanan insani. De facto, banyak hal kini menjadi komersial sekaligus banal (dangkal): mall menjadi “gereja”, computer dan tv menjadi “tabernakel”, hp menjadi “rosario”, bahkan uang seakan menjadi “menjadi ”hosti” atau “Tuhan”. Hidup kita juga menjadi seperti komedi putar: makin cepat dan makin cepat, namun tidak bisa keluar dari putaran itu sendiri. Disinilah, kita perlu ber-4 s “"solitude/sendiri, "silence/heningan; "stillness/
”Cari arang di Kanosa - jadilah orang yang mudah berbelarasa."
Tuhan memberkati+Bunda merestui.
Fiat Lux!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar