Pw.St.Paulus Miki dkk. Martir
Ibr 12:4-7.11-15; Mrk 6:1-6
"Ave crux spes unica - Salam hai Salib, harapan yang utama." Inilah salah satu semangat yang juga saya tulis dalam buku "HERSTORY" (Kanisius) bersama dengan kemartiran St. Paulus Miki dkk yang dibunuh dengan cara disalibkan. Kemartiran St. Paulus Miki dkk menegaskan bahwa iman tak bisa lepas dari "pengalaman salib", seperti yang juga dialami Yesus. Adapun "trilogi salib", al:
Ibr 12:4-7.11-15; Mrk 6:1-6
"Ave crux spes unica - Salam hai Salib, harapan yang utama." Inilah salah satu semangat yang juga saya tulis dalam buku "HERSTORY" (Kanisius) bersama dengan kemartiran St. Paulus Miki dkk yang dibunuh dengan cara disalibkan. Kemartiran St. Paulus Miki dkk menegaskan bahwa iman tak bisa lepas dari "pengalaman salib", seperti yang juga dialami Yesus. Adapun "trilogi salib", al:
1.Stigmatisasi: Yesus
dicap buruk sebaga pengacau dan penghojat
Allah.
2.Marginalisasi: “Barangsiapa mencari kbenaran, entah
sadar/tdk, ia mencari Tuhan.” Yesus setia selalu menjadi dan mencari kebenaran meski untuk itu, Ia harus
di-“marginalkan”-disingkirkan dari "tengah
kota" ke "pinggir kota".
3.Victimisasi: Yesus menjadi korban dan bahkan
disalibkan karena dosa iri dan dengki
orang banyak.
Hari ini, kita diajak untuk merenungkan bahwa Ia tidak memanggul salibnya sendiri: Ada orang banyak yang turut ambil bagian, misalnya: Maria, Simon Kirene, Veronika. Mereka membantu Yesus demi cinta kepadaNya. Dalam pemaknaan iman inilah, kita diajak untuk ikut "memeluk salib", terlebih ketika kita juga dicapburuk/ditolak, disingkirkan/dikambinghitamkan oleh yang lain. Secara kontemplatif, memeluk berarti: menjadi satu- e rat tak terpisahkan dan realitas itu menjadi bagian utuh dari hidup kita.
Selain itu, di balik trilogi penyaliban ini, ditegaskan juga bahwa "pengalaman salib" merupakan cara Tuhan supaya iman kita semakin "joss": berakar sekaligus bersayap, berakar karena yakin bahwa Tuhan benar-benar mencintai kita ("pengalaman mistik") sekaligus bersayap karena membuat kita semakin tangguh mewartakan iman secara kontekstual ("pengalaman profetik"). Bukankah segala sesuatu yang buruk tidak selalu buruk bagi pertumbuhan rohani? Kerap, “pengalaman salib” malah melahirkan orang yang berdayatahan. Kadang pengalaman salib juga memunculkan kesadaran kita untuk memeluk derita sebagai wujud cinta yang konkret kepada Kristus. Yang pasti, iman menjadi lebih teguh dan lebih murni jika dihadapkan pada situasi sulit, bukan?
"Cari pita dari bunga Tulip - ada cinta di balik setiap pengalaman salib."
Hari ini, kita diajak untuk merenungkan bahwa Ia tidak memanggul salibnya sendiri: Ada orang banyak yang turut ambil bagian, misalnya: Maria, Simon Kirene, Veronika. Mereka membantu Yesus demi cinta kepadaNya. Dalam pemaknaan iman inilah, kita diajak untuk ikut "memeluk salib", terlebih ketika kita juga dicapburuk/ditolak, disingkirkan/dikambinghitamkan oleh yang lain. Secara kontemplatif, memeluk berarti: menjadi satu- e rat tak terpisahkan dan realitas itu menjadi bagian utuh dari hidup kita.
Selain itu, di balik trilogi penyaliban ini, ditegaskan juga bahwa "pengalaman salib" merupakan cara Tuhan supaya iman kita semakin "joss": berakar sekaligus bersayap, berakar karena yakin bahwa Tuhan benar-benar mencintai kita ("pengalaman mistik") sekaligus bersayap karena membuat kita semakin tangguh mewartakan iman secara kontekstual ("pengalaman profetik"). Bukankah segala sesuatu yang buruk tidak selalu buruk bagi pertumbuhan rohani? Kerap, “pengalaman salib” malah melahirkan orang yang berdayatahan. Kadang pengalaman salib juga memunculkan kesadaran kita untuk memeluk derita sebagai wujud cinta yang konkret kepada Kristus. Yang pasti, iman menjadi lebih teguh dan lebih murni jika dihadapkan pada situasi sulit, bukan?
"Cari pita dari bunga Tulip - ada cinta di balik setiap pengalaman salib."
Tuhan memberkati+Bunda merestui.
Fiat Lux!
Fiat Lux!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar