“Mens sana in corpore sano”
Pekan Paskah III
Kis 8:26-40; Yoh 6:44-51
“Mens sana in corpore sano - Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Kutipan buku karya Juvenal, Satura X:356 ini mendasari adanya harapan akan kesehatan jiwa dan raga. Adapun kesehatan jiwa-raga sangat tergantung juga dari makanan yang kita makan dan kebetulan juga bahwa Yesus hari ini menegaskan diriNya sebagai “makanan yang menghidupkan”, yang selalu kita terima setiap kali merayakan Ekaristi . Tentunya, fokus Ekaristi bukan pertama-tama karena ritus-upacaranya, tapi terutama karena apa yang dirayakan dalam ritus itu, yakni misteri penebusan Kristus melalui sengsara, wafat dan kebangkitanNya. Disinilah, Ekaristi yang menjadi jantung hidup Gereja (EE 3) sekaligus sumber dan puncak hidup beriman, fons et culmen (LG 11), memiliki arti mendasar yakni: “Elok KArena kRIStus ada di haTI. Dalam bahasa Paus Yohanes Paulus II: “Ekaristi bersifat universal dan mendamaikan, sebab walaupun Ekaristi dirayakan di gereja desa yang sederhana, Ekaristi senantiasa dirayakan pada altar dunia. Ekaristi mempersatukan dan mendamaikan surga dan dunia. Ia merangkul dan meresapi segenap ciptaan”.
Pekan Paskah III
Kis 8:26-40; Yoh 6:44-51
“Mens sana in corpore sano - Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Kutipan buku karya Juvenal, Satura X:356 ini mendasari adanya harapan akan kesehatan jiwa dan raga. Adapun kesehatan jiwa-raga sangat tergantung juga dari makanan yang kita makan dan kebetulan juga bahwa Yesus hari ini menegaskan diriNya sebagai “makanan yang menghidupkan”, yang selalu kita terima setiap kali merayakan Ekaristi . Tentunya, fokus Ekaristi bukan pertama-tama karena ritus-upacaranya, tapi terutama karena apa yang dirayakan dalam ritus itu, yakni misteri penebusan Kristus melalui sengsara, wafat dan kebangkitanNya. Disinilah, Ekaristi yang menjadi jantung hidup Gereja (EE 3) sekaligus sumber dan puncak hidup beriman, fons et culmen (LG 11), memiliki arti mendasar yakni: “Elok KArena kRIStus ada di haTI. Dalam bahasa Paus Yohanes Paulus II: “Ekaristi bersifat universal dan mendamaikan, sebab walaupun Ekaristi dirayakan di gereja desa yang sederhana, Ekaristi senantiasa dirayakan pada altar dunia. Ekaristi mempersatukan dan mendamaikan surga dan dunia. Ia merangkul dan meresapi segenap ciptaan”.
Lebih mendalam lagi, dalam Ekaristilah, kita bisa menjadi “sehat” krn mengalami tiga jalan cinta Tuhan, yakni:
1. Via Purgativa (Jalan Pembersihan, ketika kita berdoa tobat dan mendapat absolusi umum, jadi janganlah “kudis-kurang disiplin”, telat ketika ikut ekaristi).
2. Via Illuminativa (Jalan Pencerahan, ketika kita mendengarkan bacaan suci, mazmur dan homili, jadi janganlah “kuli-kurang peduli”, melantur ketika mendengarkan bacaan dan homili)
3. Via Unitiva (Jalan Persatuan, ketika kita bersatu dalam doa syukur agung dan menyambut komuni, jadi janganlah “kutang-kurang tanggung jawab”, gaduh ketika berdoa dan menerima hosti).
Jelasnya, bersama ”Roti Hidup”, kita menjadi ”sehat”: dibersihkan-dicerahkan dan disatukan, dan bukankah sudah sepatutnya kita bersyukur atas tindakan kasih Allah yang menyehatkan “lewat” Yesus, “dalam” Yesus dan “bersama” Yesus? Oleh karena itulah, seperti Maria-Yosef beserta para gembala yang setia ber-”adorasi” di goa Betlehem dan di bawah salib Golgota dengan hening, baiklah kita terus menggemakan kembali pentingnya penghormatan terhadap Ekaristi, termasuk mengadakan devosi- adorasi serta ”ning neng nung” (wening-meneng dan dunung) di hadapan Tuhan yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.
“Dari Samaria ke Efesus - Mari bersukaria di dalam Yesus.”
Tuhan memberkati + Bunda merestui.
Fiat Lux!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar