T T M – Tribute To Mary
@ F4 : Family, Feast, Fraternity and Faith
Orient Solo, 18.00 - 21.30
Bersama FX Hadi Rudiyatmo, Abah Adi Kurdi dan Didiek SSS, Mgr Pujasumarta dkk
Voyes comme’est simple, il suffit d’aimer
lihatlah bagaimana sederhananya semua yang kau lakukan untuk mencintai
(kalimat terakhir Bernadeth Soubiroes, sebelum dia meninggal di hari Paskah, 1879)
“HIK”. Itulah nama pelbagai warung makanan angkringan yang terkenal di Solo dan sekitarnya. Secara insani berarti “Hidangan Istimewa Kampung”, tapi secara imani bisa berarti “Hidangan Istimewa Katolik”, dengan tiga menu andalannya: “H”arapan “I”man dan “K”asih. Persis, tiga keutamaan kristiani inilah yang juga ditawar-segarkan oleh paroki St Maria Fatima Sragen dalam acara “TTM- Tribute To Mary” persis pada hari Sabtu Pertama di Bulan Maria ini.
Adapun empat “resep dasar” agar kita bisa menikmati “HIK” adalah “F4”. “F4” ini bukanlah seperti judul lakon populer dalam serial Meteor Garden yang pernah digandrungi banyak anak muda, tapi “F4” ini adalah empat resep dasar dari teladan Bunda Maria, antara lain:
F1.Family: Kekeluargaan yang “Hangat”@ F4 : Family, Feast, Fraternity and Faith
Orient Solo, 18.00 - 21.30
Bersama FX Hadi Rudiyatmo, Abah Adi Kurdi dan Didiek SSS, Mgr Pujasumarta dkk
Voyes comme’est simple, il suffit d’aimer
lihatlah bagaimana sederhananya semua yang kau lakukan untuk mencintai
(kalimat terakhir Bernadeth Soubiroes, sebelum dia meninggal di hari Paskah, 1879)
“HIK”. Itulah nama pelbagai warung makanan angkringan yang terkenal di Solo dan sekitarnya. Secara insani berarti “Hidangan Istimewa Kampung”, tapi secara imani bisa berarti “Hidangan Istimewa Katolik”, dengan tiga menu andalannya: “H”arapan “I”man dan “K”asih. Persis, tiga keutamaan kristiani inilah yang juga ditawar-segarkan oleh paroki St Maria Fatima Sragen dalam acara “TTM- Tribute To Mary” persis pada hari Sabtu Pertama di Bulan Maria ini.
Adapun empat “resep dasar” agar kita bisa menikmati “HIK” adalah “F4”. “F4” ini bukanlah seperti judul lakon populer dalam serial Meteor Garden yang pernah digandrungi banyak anak muda, tapi “F4” ini adalah empat resep dasar dari teladan Bunda Maria, antara lain:
“Mereka kehabisan anggur” (Yoh 2:3)
Ibu adalah akar kehidupan dan jantung cinta abadi. Surga ada di telapak kaki ibu, bukan? Peranan Maria sebagai ibu dalam keluarga Nazaret tentu berarti karena kebijaksanaan Yesus bukan semata-mata karunia dari Bapa tetapi nyata juga berasal dari kehangatan Maria sebagai ibu (‘mama’, ‘nyak’, ‘nyokap’, ‘bunda’, ‘mam’, ‘mom’ , ‘mbok’, ‘inong’, ‘emak’). Dari bibir Maria yang hangat, Yesus kecil belajar memberi “anggur” bagi sesama yang berkekurangan. Pada masa kanak-kanak, sebelum tidur, Yesus bisa jadi mendengarkan Maria yang berbagi dongeng tentang Yahwe dan para pahlawan Israel. Ibu rumah tangga yang sederhana dari keluarga Nazareth ini adalah ratu tanpa mahkota, tanpa seuntaipun perhiasan emas-permata. Lencana kehormatannya adalah celemeknya di dapur. Perhiasannya tampak ketika dia sedang asyik mencuci piring, mencuci-menyetrika pakaian sambil tersenyum penuh kehangatan. Begitulah, kehidupan Maria hanyalah terdiri dari rentengan dan rantangan pekerjaan sederhana, seperti yang dilakukan banyak ibu rumah tangga yang lain. Bedanya, setiap kali ia membuka mata di pagi hari, nyala kehangatan hatinya hanya tertuju kepada Tuhan: ”Di dalam dia, Gereja melihat dirinya sebagai “komunitas orang beriman” (F.X. Kardinal Nguyen Van Thuan). Ya, betapa indah pelajaran yang diberikan Maria: tak ada sesuatu yang terlalu remeh untuk dilakukan bila demi cinta kepada Tuhan, dan itu bisa dimulai dari keluarga kita sendiri, bukan?
F2.Fraternity: Kebersamaaan yang “Andal”
“Apapun yang dikatakanNya kepadamu, buatlah itu.” (Yoh 2:5).
“Pieta” adalah salah satu mahakarya Michelangelo de Lodovico Buonarroti Simoni. Sebagai seorang arsitek, pelukis, pematung dan penulis puisi yang terlahir di kota Florence, ia dikenal sebagai seorang seniman berpengaruh dalam kesenian dunia Barat. “Pieta” sendiri adalah sebuah patung yang dipahat dari sebongkah marmer Carrara yang dibuat atas permintaan Kardinal Jean de Villiers de la Groslaye. Patung “pieta” menampilkan wajah Maria yang memangku jasad Yesus, yang terlihat begitu sedih dan berduka, sebab tiada kepiluan yang lebih menyayat dari seorang ibu, selain menyaksikan anaknya mati menderita; tiada nestapa yang lebih dalam, selain dari seorang ibu yang menguburkan anak kandungnya sendiri. Oleh sebab itu, patung itu diberi nama “pieta” karena Maria turut merasakan penderitaan anaknya (Bhs Ing: “compassion, pity”). “Pieta” jelasnya menghadirkan Maria yang taat untuk terus berjalan bersama dengan semangat persaudaraan yang andal. Ia tidak diceritakan dalam kisah-kisah Injil mengenai derai transfigurasi di Tabor atau sorak-sorai masuknya Yesus ke Yerusalem , tetapi ia malahan diceritakan ada di kandang Betlehem yang kotor, di perjalanan yang melelahkan dari Israel ke Mesir, juga di Kalvari yang penuh duka. Jelasnya, Maria adalah tanah terbuka yang andal. Maria yang adalah seorang perempuan biasa yang terbatas kini menjadi luar biasa dan tak terbatas karena “taat”-nya kepada Allah adalah “taat” tanpa batas. Ukuran mutu iman Maria bukan pada terkabul atau tidaknya doa-doanya, tapi pada kesungguhannya untuk setia dalam kebersamaan iman dengan Kristus.
F3.Faith: Keberimanan yang “Militan”
“Aku ini adalah hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu itu” (Luk 1:38)
Maria adalah figur iman sejati. Dalam Kitab Suci, dipilih Allah seringkali berarti sebuah “Mahkota Sukacita” sekaligus sebuah “Salib Dukacita”. Allah tidak memilih seseorang untuk sebuah kesenangan belaka, melainkan untuk suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Hidup Maria jelasnya penuh dengan iman yang harus digelut-gulat-geliati. Maria memulai perjalanan itu, tatkala ia bertekad penuh iman di hadapan malaikat Gabriel (Lukas 1:38). Dan sejak saat itu, Maria yang bertekad memiliki “kerendahan hati, kekuatan iman, ketaatan dan kemurnian hidup” harus menapaki perjalanan iman penuh ujian: Ia tegar menghadapi cemoohan penduduk Nazareth berkenaan dengan kehamilannya “di luar nikah”. Ia sabar melahirkan di kandang yang kotor dan bau, berjalan kaki dari Nazareth ke Betlehem, mengungsi ke Mesir, ditinggal suami tercinta dan ujian terberatnya adalah menyaksikan anaknya sendiri dieksekusi mati. Disinilah ia mengajak kita untuk memiliki kualitas iman yang militan, yang tampak dari arti huruf dalam setiap namanya, “Maria”: “M”ater/yang menghangatkan, “A”mabilis/yang mencintai, “R”egna/yang memerintah, “I”mmaculata/yang tak bernoda, “Ad”mirabilis/yang mengagumkan.
F4.Feast: Kegembiraan yang “Bahagia”
“Jiwaku memuliakan Tuhan, hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku” (Luk 1:46-47).
St Agustinus mengatakan, “Bunda Maria bergembira dalam menerima iman Kristus juga dalam menerima daging Kristus.” Serupa dengan itu, St Elisabet mengatakan kepada Maria saat kunjungannya: “Beata es quee credidisti-bergembiralah ia yang telah percaya”. Kisah lawatan Maria ke rumah Elisabet yang memuncak pada kidung Magnificat juga menunjukkan figur Maria yang berbahagia. Kidung ini sendiri sesungguhnya merupakan nyanyian pujian kegembiraan yang berisi kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama dan menunjuk kepada kedatangan Yesus. Kidung ini sebetulnya mengajak kita selalu “berpesta” penuh rasa syukur karena melihat tindakan Allah yang berkarya di tengah hidup kita. Menurut kebiasaan masyarakat Yahudi, kidung pujian seharusnya keluar dari mulut seorang imam, tetapi pujian kali ini luar biasa karena keluar dari mulut seorang golongan anawim miskin dan diucapkan justru di rumah Zakaria, seorang imam. Selain itu, Maria juga adalah salah satu dari sedikit manusia yang diangkat ke surga. Beberapa waktu lalu, Paus emeritus Benediktus XVI pada pertemuan Sabtu malam di Lapangan Santo Petrus pernah merefleksikan 'Magnificat' Maria: "Ini adalah pernyataan penting dari iman, yang memberi kepastian pada manusia dan membebaskan setiap mahkluk dari ketakutan, bahkan di tengah badai sejarah. Maria 'melihat' dengan mata iman, pekerjaan Tuhan dalam sejarah. Untuk alasan ini dia bersukacita, karena dia percaya: Dengan iman, dalam kenyataan, dia menyambut sabda Tuhan dan mengandung Sang Sabda yang Menjelma”.
Akhirnya, “F4” dengan semangat “Hangat Andal Militan Bahagia” ini mengantar kita untuk menjadi “Aktual”. Maria sendiri adalah teladan orang beriman yang aktual, yang berpadu dan terlibat dalam kesatuan hati dengan para anggota pertama Gereja. Ia ada sejak awal mula Gereja dan ia juga ada pada saat Kabar Sukacita ketika dalam kesediaannya yang bersahaja, dengan hati yang tulus murni, mengijinkan Putra Allah mengambil daging dalam rahimnya yang perawan. Pada hari raya Pentakosta, ketika misi apostolik Gereja dimulai, Maria ada juga di sana. Ia adalah gambaran sempurna dari Gereja yang aktual, yang terlibat dalam suka dan duka, harapan dan kegelisahan dunianya. Lewat Maria, menjadi nampak bahwa Gereja bukanlah sekedar institusi belaka, ia juga bukan hanya salah satu dari kenyataan sosiologis yang biasa. Gereja adalah seorang pribadi. Ia adalah seorang wanita. Ia adalah seorang ibu yang “Hangat Andal Militan Bahagia Aktual”. Sebenarnya, kita tidak dapat membuat Gereja tapi kita harus menjadi Gereja: kita adalah Gereja dan Gereja ada di dalam kita. Dan hanya menjadi seperti Maria, kita menjadi Gereja. Juga pada awal mulanya, Gereja tidak dibuat, tetapi dilahirkan. Ia dilahirkan ketika fiat muncul dari lubuk hati Maria. Bukankah kita kerap merayakan Natal dengan berpusat pada Yesus, tetapi kehadiran Yesus juga terjadi karena ketersediaan Maria dalam memandang rencana dan kehendak Allah? Inilah harapan “TTM”: agar Gereja dan setiap keluarga sebagai “seminari dasar” dibangun kembali secara “Hangat Andal Militan Bahagia Aktual” dan Maria telah menunjukkan jalannya, bukan?
“Totus tuus ego sum et omnia mea Tua sunt.
“Aku adalah milikmu dan segala milikku adalah milikmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar