Dulu petuah orang tua atau orang bijak selalu
teringat waktu ngumpul atau kita berhadapan dengan orang tua, baik orang
berkelas atau orang biasa, dalam situasi resmi ataupun dalam keadaan biasa.
Kita dulu selalu pasrah mendengar karena kita masih anak-anak / muda dan itu
cerita akan menjadi berkembang dan semakin lama. Kita akan tahu banyak arti
dari kalimat – kalimat itu yang semakin mendalam
dan kalau mendengar itu terbuka hatinya dia akan menemukan manfaat yang banyak.
Saat ini kebudayaan Jawa, terutama Filsafat Jawa hampir hilang dari kehidupan masyarakat. Kehidupan kita yang cenderung “western” telah mengabaikan filsafat filsafat Jawa tersebut. Padahal dalam filsafat-filsafat tersebut mengandung ajaran “adiluhung” yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya.
Beberapa filsafat jawa yang mungkin biasa kita dengar:
"Ojo Rumongso Biso, Nanging Biso Rumongso"
Ketika kita memperoleh suatu pengetahuan, ilmu, atau pengalaman terkadang muncul sifat sombong dari diri kita. Bahwa kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan ilmu atau pengalaman yang kita peroleh. Padahal banyak faktor yang menentukan penyelesaian suatu masalah dan bukan hanya dari sudut pandang yang kita pahami. Di sini orang lantas merasa bisa, sifat ego manusia yang muncul tanpa menghiraukan pendapat orang lain. Dalam filosofi Jawa, sifat ini yang dinamakan "Rumongso Biso" (merasa bisa). Ajaran masyarakat Jawa menekankan untuk dapat melakukan koreksi ke dalam, sehingga tidak terdorong untuk menghujat atau merendahkan orang lain. Cobalah untuk memahami pendapat yang lain, walau hal itu mungkin sangat bertentangan dengan yang kita yakini. Dengan "Biso Rumongso" (bisa merasa) atau melatih empati kita untuk memahami orang lain akan mendorong untuk berkompromi mencapai suatu keseimbangan. Hal ini akan membuat semua perselisihan atau konflik yang ada di dunia ini dapat teratasi. Janganlah menjadi orang yang merasa bisa, melainkan yang bisa merasa.
"MigunanuTumraping Liyan“
Sekecil apapun kebaikan yang kita perbuat bisa bermakna besar bagi orang lain. Berguna bagi sesama membuat hidup lebih berarti”. Itulah tulisan yang terdapat di iklan poster koran Kedaulatan Rakyat. Koran lokal kota Jogja ini mengambil filosofi Jawa yang maknanya mendalam. Berguna bagi sesama, itulah kurang lebih artinya.
Terkadang kita merasa belum siap untuk berbuat baik, karena kita berpikiran bahwa kita belum mampu secara materi atau merasa perbuatan kita itu tidak berdampak banyak bagi orang yang membutuhkan. Atau ketika kita sudah terjerumus dalam ego kita, yang mempertimbangkan untung rugi setiap perbuatan, melupakan kenyataan bahwa semua ciptaan dunia ini merupakan suatu kesatuan, sehingga kesetiaan kita berpindah ke kelompok yang lebih kecil, seperti komunitas lingkungan, keluarga, gender, ras. Di luar itu kita tidak peduli. Memberi dari kekurangan kita, lebih bermakna daripada memberi dari kelebihan kita.. Sekecil apapun kebaikan yang kita perbuat bisa bermakna besar bagi orang lain.
"Eling Sangkan Paraning Dumadhi".
Tinggal di Jawa, terutama di kevikepan Solo paling tidak kita berusaha untuk mengerti budaya dan kearifan lokal yang ada. Hal ini sebagai proses penempatan diri dalam komunitas yang ada. Salah satunya yaitu tentang filosofi orang Jawa. Ada banyak filosofi yang digali dalam budaya Jawa. Salah satunya adalah ungkapan "Eling Sangkan Paraning Dumadhi." Dalam pergaulan masyarakat Jawa terutama kalangan generasi tua, ungkapan yang arif ini sangat terkenal. Secara bebas diartikan sebagai ingat akan asal dan tujuan hidup. Ungkapan ini mengandung nasihat agar seseorang selalu waspada dan eling (ingat, sadar) terhadap sangkan (asal) manusia dan paran (tujuan akhir). Dengan sadar dan waspada dalam perjalanan hidupnya, ia akan mampu meredam emosi, nafsu, ikatan ikatan duniawi dan berupaya untuk bertindak lebih baik, karena ia memiliki tujuan akhir yang jelas, yaitu sowan ngarsaning Gusti (menghadap ke hadirat Tuhan) Ungkapan Eling Sangkan Paraning Dumadhi dijadikan sebagai pengendali sewaktu seseorang melakukan perbuatan negatif. Selain itu dapat juga dimanfaatkan untuk meluruskan dan membesarkan hati ketika terkena beban hidup, sakit, kekecewaan, patah hati, ketidakbahagiaan. Upaya pelurusan ini untuk penyadaran akan sangkan (asal) dan paran (tujuan) hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar