Ketika kami, para "punakawan" (Mas
Putut, Mardhani, Veru dan saya sendiri) pergi ke Bali, tempat yang pertama kami
tuju adalah "Warung Semar" di kawasan Ubud, yang merupakan milik
salah satu sahabat kami, bernama Made Surya. Yah, "punakawan" (Jw:
teman/kawan seperjalanan) menjadi benar-benar "punakawan" ketika ada
semar yang bersanding bersama "Petruk Gareng dan Bagong
bukan? Bicara lebih lanjut soal Semar yg dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) juga
disebut Badranaya
(Bebadra = Membangun sarana dari dasar), (Naya =
Nayaka = Utusan mangrasul)
Artinya : Mengemban sifat membangun dan
melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia. Sedangkan filosofi dan
biologis Semar, yakni:
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena
harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan
perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya :
“Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal”.
Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus
simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”.
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel /
(karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. Rambut semar “kuncung”
(jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang
kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah
melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan
sabda Ilahi. Semar berjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak
manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang
Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan
Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan
keadilan dan kebenaran di bumi. Sedangkan ciri ciri sosok semar adalah:
* Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga
berwajah sangat tua
* Semar tertawanya selalu diakhiri nada tangisan
* Semar berwajah mata menangis namun mulutnya
tertawa
* Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
* Semar tak pernah menyuruh namun memberikan
konsekwensi atas nasehatnya
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar
ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi
dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan
expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi
spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang
Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Ya, kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum
masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa. O res mirabilis!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar