Ads 468x60px

Sebuah Oleh dan Olah Refleksi

"Tuhan Yesus, kini aku mohon kepadaMu:
bantulah aku
agar tetap bersamaMu selalu,
agar tetap dekat padaMu dengan hati berkobar,
agar tetap gembira mengemban perutusan yang
Engkau percayakan kepadaku, yakni:
melanjutkan kehadiranMu,
dan menyebarkan berita gembira –
Engkau telah bangkit!

(Carlo Maria Martini)


Ketika Kristus yang bangkit mengatakan: 'Jangan takut', Ia hendak menjawab sumber ketakutan kita yang terdalam. Yang Ia maksudkan adalah jangan takut akan “kejahatan”, karena lewat kebangkitan-Nya, kebaikan telah menyatakan diri lebih kuat daripada kejahatan. Injil-Nya adalah kemenangan kebenaran dan kebaikan, bukan? Beberapa kalimat maklumat juga baik jika terkenang di benak kita,: “Pikirkanlah perkara yang diatas, bukan yang di bumi” (Kol 3:1-2). “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur” (Kol 2:6-7). Kristuslah yang akhirnya menjadi satu-satunya dasar bangunan hidup dan cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak kita.

Kita diajak “back to reality”, turun gunung bahwa perihal hidup rohani itu sesuatu yang nyata dalam hidup sehari hari. Maka pengalaman prapaskah dimaksudkan untuk semakin menghayat-maknai hidup sehari hari terlebih sebagai seorang katolik. Kita semakin diajak untuk menemukan Tuhan dalam segala, seperti kata Ignatius atau dalam bahasa khas-nya Jerónimo Nadal: Contemplatio In Actione, yang memperlihatkan relasi antara kontemplasi mendapatkan cinta di dalam LR (230-237) dengan soal menemukan Allah di dalam segala. Oleh karena itulah, kita perlu terus-menerus menerjemahkan dan mengartikulasikan pengalaman rohani selama lima pekan prapaskah ini ke dalam hidup sehari hari, baik yang sifatnya pribadi (hidup personal dalam hubungan dengan Allah), bersama (hidup persaudaraan dalam sebuah “komunitas”, keluarga, gereja dan atau keuskupan serta masyarakat), serta pelbagai karya kerasulan (hidup pengabdian, yakni karya pelayanan bagi sesama).

Akhirullalam, bukankah tepat nubuat Yesaya bahwa, “TUHAN Yang Mahatinggi mengajar aku berbicara, supaya perkataanku menguatkan orang yang lesu. Setiap pagi Ia membangkitkan hasratku untuk mendengarkan ajaran-Nya bagiku. Sebab TUHAN Allah menolong aku, maka aku tidak dipermalukan. Aku menguatkan hatiku supaya tabah; aku tahu aku tak akan dipermalukan” (Yesaya 50:4,7). Deo Gratias!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar