Domine, doce nos orare - Tuhan, ajarlah kami berdoa
Domine, doce nos orare - Tuhan, ajarlah kami berdoa…” (Luk 11:1). Itulah permintaan para murid kepada Yesus. Bicara lebih lanjut seputar doa, sebenarnya yang perlu kita garisbawahi adalah bahwa doa itu mesti berpola salib, kayu palang. Artinya tidak hanya “aku dan Tuhan” (vertikal), tetapi juga “aku dan sesama” (horisontal) juga. Artinya, pelbagai doa apa pun, betapapun bagusnya kata dan indahnya nuansa, jika tidak bermuara dalam relasi dengan sesama, menjadi hambar dan mungkin malah kehilangan nilainya. Tak ada gunanya kita berdoa "ampunilah aku Tuhan" tapi kita tak mau mengampuni orang lain. Atau 'berilah kami rejeki", sementara kita sendiri tidak pernah mau memberi. Karena itu Matius menuliskan sebuah pesan Yesus: "jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu .akan mengampuni kamu juga. Jika tidak, .Bapamu juga tidak akan mengampunimu juga.”
Jadi doa mesti bermuara ke dalam hidup kita, mesti diwujudkan dalam hidup bersama orang lain. Sebaliknya, akan menjadi penuh makna, jika diangkat dari hidup nyata. "Jangan minta, jika tidak pernah rela memberi!" Itulah sebabnya, semakin kita berinteraksi dengan sesama, kita tak akan berdoa bertele-tele. Doa akan mengangkat pengalaman hidup nyata dan sebaliknya, kita akan hidup lebih kaya makna dari inspirasi doa-doa kita. Bagi saya sendiri, kata “DOA” bisa berarti indah, yakni: “Dikuatkan Oleh Allah.”
Satu hal yang pasti:
Ada banyak cerita menarik yang dapat kita petik untuk dijadikan contoh dan teladan yang baik dalam menghayati hidup beriman. Misalnya kita lihat kisah seorang Fransiskan bernama Gereon Karl Goldmann yang hidup pada jaman Adolf Hitler. Pada waktu ia masuk seminari, ia bersama teman-temannya harus ikut wajib militer menjadi tentara NAZI. Sekalipun Goldman ikut berperang tapi ia tidak pernah membunuh. Di tengah semrawutnya kelakuan tentara NAZI, Goldmann tidak pernah lupa berdoa dan berusaha mengikuti Perayaan Ekaristi bila ada kesempatan yang baik. Ia tidak pernah melewatkan waktunya untuk membaca Kitab Suci. Pernah temannya memarahi dia karena ia terus berdoa dan membaca Kitab Suci tapi ketika mencapai puncaknya mereka baku hantam, Goldmann menang. Ia tak pernah terkalahkan oleh siapapun termasuk pimpinannya, sebab ia mempunyai kekuatan iman yang luar biasa.
Dalam perjalanan waktu orang kristen dibenci oleh NAZI tapi Goldmann masih tinggal bersama-sama mereka. Ia juga pernah beberapa kali terkepung bersama pasukannya tapi berkat perlindungan ajaib dari Tuhan ia seorang diri selamat. Dalam lapangan terbuka ia bersama teman-temannya pernah dibom tapi ia bersama satu teman yang setia mengikuti perintahnya tetap selamat.
Sampai pada suatu ketika ia tertangkap oleh musuh dan ia dipenjarakan. Dalam penjara ia ditahbiskan menjadi imam secara darurat. Sekalipun dalam penjara ia tetap berdoa dan membaca kitab suci. Dan dipenghujung ceritanya Goldmann dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan musuh tapi berkat pertolongan Tuhan ia selamat. Kita dapat melihat dalam seluruh kisah perjalanannya yang sangat menegangkan. Lewat kisah ini Tuhan mau mengajari kita untuk senantiasa berdoa dalam hidup entah susah atau senang supaya hidup kita penuh berkat dan kedamaian karena doa itu sangat penting untuk keselamatan jiwa kita, baik di dunia maupun di surga nanti.
Tuhan memberkati dan Bunda merestui. Fiat Lux!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar