Masa Prapaskah dengan dua ciri pokoknya -
mengenang pembaptisan dan membina pertobatan - merupakan masa istimewa untuk
mempersiapkan Paskah dengan ber-PDA: “Puasa – Doa – Amal”. Adapun sejak masa
awal Gereja, terdapat bukti akan adanya semacam masa persiapan menyambut
Paskah. Sebagai contoh, St. Ireneus (wafat 203) menulis
kepada Paus St. Victor I, perihal perayaan Paskah dan perbedaan-perbedaan dalam
perayaannya antara Timur dan Barat, “Perbedaan tidak hanya sebatas hari, tetapi
juga ciri puasa yang sesungguhnya. Sebagian berpendapat bahwa mereka wajib
berpuasa selama satu hari, sebagian berpuasa selama dua hari, lainnya lebih
lama lagi; sebagian menetapkan 'masa' mereka selama 40 jam.
Berbagai perbedaan dalam perayaan tersebut bukan
berasal dari masa kita, melainkan jauh sebelumnya, yaitu sejak masa para
leluhur kita.” (Eusebius, Sejarah Gereja, V, 24). Ketika Rufinus menerjemahkan
bagian berikut ini dari bahasa Yunani ke bahasa Latin, tanda baca yang
dibubuhkan antara “40” dan “jam” menjadikan maknanya tampak seperti “40 hari,
dua puluh empat jam sehari.” Namun demikian, maksud pernyataan di atas adalah
bahwa sejak masa “para leluhur kita” - sebutan bagi para rasul - suatu masa
persiapan selama 40 hari telah ada. Tetapi, praktek nyata dan lamanya Masa
Prapaskah masih belum seragam di seluruh Gereja.
Masa Prapaskah diatur secara lebih mantap setelah legalisasi
agama Kristen pada tahun 313. Konsili Nicea (tahun 325), dalam hukum kanonnya,
mencatat bahwa dua sinode provincial haruslah diselenggarakan setiap tahun,
“satu sebelum Masa Prapaskah selama 40 hari.” St. Atanasius (wafat 373) dalam
“Surat-surat Festal” meminta umatnya melakukan puasa selama 40 hari sebelum
puasa yang lebih khusuk selama Pekan Suci. St. Sirilus dari Yerusalem (wafat
386) dalam Pelajaran Katekese, mengajukan 18 instruksi sebelum pembaptisan yang
diberikan kepada para katekumen selama Masa Prapaskah. St. Sirilus dari
Alexandria (wafat 444) dalam serial “Surat-surat Festal” juga mencatat praktek
dan lamanya Masa Prapaskah dengan menekankan masa puasa selama 40 hari. Dan
akhirnya, Paus St. Leo (wafat 461) menyampaikan khotbahnya bahwa umat beriman
wajib “melaksanakan puasa mereka sesuai tradisi Apostolik selama 40 hari”.
Orang dapat menyimpulkan bahwa pada akhir abad keempat, masa persiapan selama
40 hari menyambut Paskah yang disebut sebagai Masa Prapaskah telah ada, dan
bahwa doa dan puasa merupakan latihan-latihan rohaninya yang utama.
Tentu saja, angka “40” selalu mempunyai makna
spiritual khusus sehubungan dengan persiapan. Di gunung Sinai, sebagai
persiapan untuk menerima Sepuluh Perintah Allah, “Musa ada di sana bersama-sama
dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan
tidak minum air” (Kel 34:28). Elia berjalan selama “40 hari dan 40 malam” ke
gunung Allah, yakni gunung Horeb (nama lain Sinai) (1 Raj 19:8). Dan yang
terutama, Yesus berpuasa dan berdoa selama “40 hari dan 40 malam” di padang
gurun sebelum Ia memulai pewartaan-Nya di hadapan orang banyak (Mat 4:2).
Begitu Masa Prapaskah selama 40 hari ditetapkan,
perkembangan berikutnya adalah menyangkut berapa banyak puasa yang harus
dilakukan. Di Yerusalem, misalnya, orang berpuasa selama 40 hari, mulai hari
Senin hingga hari Jumat, tetapi tidak pada hari Sabtu dan hari Minggu, dengan
demikian Masa Prapaskah berlangsung selama delapan minggu. Di Roma dan di
Barat, orang berpuasa selama enam minggu, mulai hari Senin hingga hari Sabtu,
dengan demikian Masa Prapaskah berlangsung selama enam minggu. Akhirnya,
diberlakukan praktek puasa selama enam hari dalam satu minggu, selama masa enam
minggu, dan Rabu Abu ditetapkan untuk menggenapkan hari-hari puasa sebelum
Paskah menjadi 40 hari.
NB:
“Apa itu Masa Prapaskah?”
Masa Prapaskah adalah masa 40 hari sebelum Paskah,
yang digunakan Gereja untuk mempersiapkan diri dalam merayakan Kebangkitan
Tuhan kita Yesus Kristus pada hari Minggu Paskah.
“Bilamanakah Masa Prapaskah dimulai?”
Masa Prapaskah dimulai pada hari Rabu Abu, yaitu
hari di mana umat beriman menerima tanda Salib dari abu di dahinya. Masa
Prapaskah berakhir pada siang hari Sabtu Suci. Lima hari Minggu Prapaskah tidak
terhitung dalam masa 40 hari tersebut.
“Mengapa Hari Minggu tidak terhitung dalam 40 hari
Masa Prapaskah?” Sebab hari Minggu adalah hari Kebangkitan Kristus, jadi hari
Minggu bukanlah saat yang tepat untuk berpuasa dan menyesali dosa-dosa kita.
Pada hari Minggu kita wajib merayakan Kebangkitan Kristus demi keselamatan
kita. Pada hari Jumat-lah kita mengenang wafat-Nya demi menebus dosa-dosa kita.
Hari Minggu sepanjang tahun adalah hari-hari pesta dan hari Jumat sepanjang
tahun adalah hari-hari tobat.
“Selain dari Hari Rabu Abu, yang mengawali Masa
Prapaskah, adakah perayaan-perayaan penting lainnya dalam Masa Prapaskah?”
Ada banyak pesta para kudus dalam Masa Prapaskah,
dan beberapa di antaranya berubah dari tahun ke tahun karena tanggal
berlangsungnya Masa Prapaskah sendiri juga berubah-ubah sesuai dengan tibanya
Perayaan Paskah. Hari-hari Minggu dalam Masa Prapaskah kita mengenangkan
peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Tuhan Yesus, seperti Transfigurasi-Nya
dan Yesus memasuki Yerusalem dengan jaya pada Hari Minggu Palma yang menjadi
tanda dimulainya Pekan Suci. Pekan Suci mencapai puncaknya pada hari Kamis
Putih - di mana Kristus merayakan Misa pertama, Jumat Agung - di mana Yesus
disalibkan, dan Sabtu Suci - hari terakhir dari Masa Prapaskah - di mana Tuhan
Yesus terbaring di Makam sebelum Kebangkitan-Nya pada hari Minggu Paskah, yaitu
hari pertama sesudah Masa Prapaskah.
“Mengapa Masa Prapaskah berlangsung empat puluh
hari lamanya?”
Sebab 40 hari adalah angka yang diyakini dalam
Kitab Suci sebagai waktu untuk pendisiplinan diri, penyembahan serta persiapan.
Musa tinggal di gunung Allah selama 40 hari (Kel 24:18; 34:28), Elia berkelana
selama 40 hari sebelum ia tiba di gua di mana ia mendapat penglihatan (1Raj
19:8), Niniwe diberi waktu selama 40 hari untuk bertobat (Yun 3:4), dan yang
terutama, sebelum memulai karya pewartaan-Nya, Yesus melewatkan 40 hari di
padang gurun untuk berdoa dan berpuasa (Mat 4:2). Karena Masa Prapaskah adalah
masa untuk berdoa dan berpuasa, maka selayaknyalah umat Kristiani meneladani
Tuhan mereka dengan masa 40 hari lamanya. Kristus menghabiskan 40 hari dengan
berdoa dan berpuasa untuk mempersiapkan karya pewartaan-Nya, yang mencapai
puncaknya dengan wafat serta kebangkitan-Nya, jadi selayaknyalah umat Kristiani
meneladani-Nya dengan masa 40 hari berdoa dan berpuasa untuk mempersiapkan
perayaan puncak karya pewartaan-Nya, yaitu Jumat Agung (Penyaliban-Nya) dan
Minggu Paskah (Kebangkitan-Nya). Katekismus Gereja Katolik menyatakan: “'Sebab
Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut
merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah
dicobai, hanya tidak berbuat dosa' (Ibr 4:15). Oleh masa puasa selama empat
puluh hari setiap tahun, Gereja mempersatukan diri dengan misteri Yesus di
padang gurun.” (Katekismus Gereja Katolik 540).
Secara historis, pada awalnya, empat puluh hari
masa tobat dihitung dari hari Sabtu sore menjelang Hari Minggu Prapaskah I
sampai dengan peringatan Perjamuan Malam Terakhir pada hari Kamis Putih;
sesudah itu dimulailah Misteri Paskah. Sekarang, Masa Prapaskah terbagi atas
dua bagian. Pertama, empat hari dari Hari Rabu Abu sampai Hari Minggu
Pra-paskah I. Kedua, tiga puluh enam hari sesudahnya sampai Hari Minggu Palma.
Masa Prapaskah bagian kedua adalah masa Mengenang Sengsara Tuhan.
Secara biblis, makna empat puluh hari dapat
ditelusuri dari kisah Musa yang sebagai wakil Hukum (Taurat) dan Elia yang
sebagai wakil Nabi. Musa berbicara dengan Tuhan di gunung Sinai dan Elia
berbicara dengan Tuhan di gunung Horeb, setelah mereka menyucikan diri dengan
berpuasa selama empat puluh hari (Keluaran 24:18, IRaja-raja 19:8). Setelah
dibaptis, Tuhan Yesus mempersiapkan diri untuk tampil di hadapan umum juga
dengan berpuasa selama empat puluh hari di padang gurun. Di sana Ia dicobai
setan dengan serangan pertamanya yaitu rasa lapar. Serangan yang sama
digunakannya juga untuk mencobai kita agar kita gagal berpantang dan berpuasa
dengan godaan keinginan daging. Kemudian setan berusaha membujuk Yesus untuk
menjatuhkan diri-Nya agar malaikat-malaikat dari surga datang untuk
menatang-Nya. Setan mencobai kita juga dengan kesombongan, padahal kesombongan
sangat berlawanan dengan semangat doa dan meditasi yang dikehendaki Tuhan.
Untuk ketiga kalinya Setan berusaha membujuk Yesus dengan janji akan menjadikan
Yesus sebagai penguasa jagad raya. Setan mencobai kita dengan keserakahan serta
ketamakan harta benda duniawi, padahal Tuhan menghendaki kita beramal kasih dan
menolong sesama kita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar