@XXX - FAMILY WAY (RJK, KANISIUS).
Ada sebuah kisah-kasih dari kota kembang.
Begini kisahnya:
Ada sebuah kisah-kasih dari kota kembang.
Begini kisahnya:
Tahun 1990-an, ada sepasang suami-istri yang berjualan nasi kuning di sebuah kompleks perumahan di Bandung. Umur mereka sudah tidak muda lagi. Sang suami mungkin sudah berumur lebih dari 70, sedangkan istrinya sekitar 60-an. Di sekitar mereka ada beberapa gerobak lain yang juga menjual makanan untuk sarapan pagi. Tapi dari semuanya, hanya gerobak mereka yang paling sepi. Gerobak itu tidak ada yang istimewa. Cukup sederhana. Jualannya pun standar.
Setiap pagi pula, sepasang suami-istri itu duduk menjaga gerobak mereka dalam posisi yang selalu sama. Sang suami duduk di luar gerobak, sementara istrinya di sampingnya. Kalau ada pembeli, sang suami dengan susah payah berdiri dari kursi (kadang dipapah istrinya) dan dengan ramah menyapa pembeli. Jika sang pembeli ingin makan di tempat, sang suami merapikan tempat duduk, sementara istrinya menyiapkan nasi kuning dan menyodorkan piring itu pada suaminya untuk diberikan pada sang pelanggan. Kalau sang pembeli ingin nasi kuning itu dibungkus, sang istri menyiapkan nasi kuning di kertas pembungkus, dan menyerahkan nasi bungkusan itu pada suaminya untuk diserahkan pada sang pelanggan.
Saat sedang sepi pelanggan, pasangan suami-istri itu duduk diam.
Sesekali jika istrinya agak terkantuk-kantuk, suaminya mengurut punggung istrinya. Atau jika suaminya berkeringat, sang istri dengan sigap mengambil sapu tangan dan mengelap keringat suaminya. Kalau mau jujur, nasi kuning mereka tidak terlalu spesial. Sangat standar. Tapi, kalau kita mencari sarapan pagi, bolehlah mampir membeli nasi kuning di tempat mereka. Bukan spesial-tidaknya, tapi lebih karena cinta mereka yang bisa mengajarkan banyak untuk kehidupan.
Dalam kesederhanaan, kala susah dan sedih karena tidak ada pelanggan, mereka tetap bersama. Sang suami tidak pernah memarahi istrinya yang tidak becus masak. Sang istri pun tidak pernah marah karena gerakan suaminya yang begitu lamban dalam melayani pelanggan. Dia bahkan memberi kesempatan suaminya untuk melayani pelanggan. Mereka selalu bersama, dan saling mendukung, bahkan di saat susah sekali pun.
Hingga hari ini, tahun 2014 - sudah 14 tahun berjalan - mereka masih tetap di tempat yang sama, menjual nasi kuning, dan selalu bersikap sama. Penuh kesederhanaan. Penuh kasih sayang. Dan saling menguatkan di saat susah. Jika anda berkunjung ke Bandung, anda bisa mampir ke jalan raya komplek Taman Cibaduyut Indah. Tidak susah mencari gerobak mereka yang sederhana. Carilah gerobak yang paling sepi pelanggan. Mereka berjualan sejak pukul 07.00 hingga siang hari (mungkin sekitar pukul 11.00). Jujur, nasi kuning mereka sangat standar dan tidak selengkap gerobak nasi kuning lain di sekeliling mereka. Namun, cinta kasih mereka membuat makanan yang sederhana itu terasa begitu nikmat. Cinta kasih yang begitu tulus, sederhana, apa adanya. Bahkan dalam kesusahan sekalipun, mereka tetap saling menguatkan.
Sepenggal kisah nyata di atas adalah sebuah kisah bagaimana sepasang oma dan opa memakai cinta yang luar biasa. Tapi juga ingatlah sebait lagunya Anggun C Sasmi, “Tua Tua Keladi.” Inilah sebuah lagu yang mungkin merupakan penjabaran dari pepatah “tua-tua keladi, semakin tua semakin jadi”, walaupun sepenggal lirik pak Basofi juga baik kita kenang, ‘Tidak semua laki-laki”. Jadi, setiap orang juga diajak mematikan dosa, tak peduli berapapun umur kita, karena dosa tak mengenal bulu, bahkan orang yang sudah tua renta,yang sudah “bau tanah” pun tetap bisa menjadi pelaku kriminal, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar