Maria adalah seorang gadis belia, mungkin usianya masih
belasan tahun, ketika ia menjadi Bunda Yesus. Kemungkinan besar Maria
dilahirkan di kota Sepphoris, yang terletak di sebelah utara Palestina.
Sepphoris adalah sebuah kota besar di mana bangsa Yahudi dan bangsa Romawi
hidup berdampingan dengan damai.
Sepphoris merupakan ibu kota Galilea. Kota itu memiliki banyak rumah yang indah dan bahkan sebuah gedung teater yang besar. Sepphoris hancur luluh dilanda gempa bumi besar ketika Maria masih kanak-kanak. Jadi keluarga Maria pindah beberapa mil jauhnya ke Nazareth, sebuah dusun kecil yang berpenduduk hanya 150 hingga 300 orang (“Nazareth” dalam bahasa Ibrani mempunyai dua arti yang berbeda, bisa berarti “lili, bunga bakung” yang merupakan simbol kehidupan, dapat juga berarti “keturunan”).
Sosok Bunda Maria sendiri telah melekat di benak setiap orang katolik. Hatinya yang penuh kasih dan ketaatannya kepada Tuhan membuat ia mendapatkan karunia kudus dengan mengandung Putra Allah. Sikapnya yang peka terhadap orang lain dan situasi di sekitarnya membuatnya menjadi Ibu kebijaksanaan. Peranan Maria dalam mengasuh Yesus di tengah keluarga Nazaret membuat Yesus pun menjadi putra yang bijaksana. Kebijaksanaan Yesus bukan semata-mata karunia dari Bapa-Nya di Surga tetapi memang nyata juga berasal dari didikan Maria sebagai bunda yang tidak gegabah dan bijaksana dalam bertindak. Itulah kehidupan keluarga Maria dua ribu tahun yang lalu, yang sederhana, harmonis dan bahagia. Pada zaman sekarang, apa yang bisa kembali kita petik dari Maria?
Kita sebetulnya bisa lebih belajar menjadi “Maria-Maria jaman sekarang”, ketika kita sungguh bersedia sejenak bijak merenung-menungkan arti nama Maria. Nama Maria itu punya arti, yakni: Mau Rendah Hati Ikut Allah.
-Mau:
Setiap tindakan kasih dimulai dengan “mau” dulu. Maria adalah tanah terbuka, mutlak terbuka “mau” kepada Allah. Maria, seorang perempuan biasa ciptaan kecil dan lemah menjadi luar biasa dan tak terbatas karena “mau”-nya kepada Allah adalah “mau” tanpa batas.
-Rendah hati:
Alkitab sangat menjunjung sikap rendah hati: Kerendahan hati mendahului kehormatan (Amsal 15:33), namun tinggi hati mendahului kehancuran (Amsal 18:12). Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan (Amsal 22:4).
Banyak ayat kitab suci yang mengatakan orang-orang rendah hati akan mewarisi bumi: “Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang (Maz 22:7), dimahkotai dengan keselamatan (Maz 149:4), dan menerima pujian (Amsal 29:23).”
Sebab itu umat Tuhan dianjurkan agar mencari dan mengenakan kerendahan hati (Zef 2:3, Kol 3:12). Hendaklah kamu selalu rendah hati (Efesus 4:2, Filipi 2:3). Kerendahan hati sendiri bukanlah suatu sikap yang sekadar menganggap diri penuh kelemahan dan kekurangan dan sebaliknya orang lain penuh kekuatan dan kelebihan. Kerendahan hati adalah suatu sikap yang merendah dan terbuka di hadapan Allah. Kerendahan hati adalah suatu sikap hidup yang menganggap orang lain sama penting dan mulianya dengan diri sendiri dan karena itu dengan ikhlas menghormati dan melayaninya tanpa merasa hina atau rendah.
Lebih dalam, kerendahan hati adalah suatu sikap hidup yang terus-menerus membuka diri untuk dikoreksi dan tak pernah mengklaim kebenaran sebagai monopoli diri sendiri. Pada akhirnya kerendahan hati adalah sikap yang membuka diri kepada pertolongan orang lain dan terutama Allah. Allah memanggil kita bersikap rendah hati sebagaimana diteladankan oleh Maria. Allah tidak pernah menuntut banyak dari kita. Dia hanya menuntut tiga hal, satu diantaranya: hidup rendah hati. (Mikha 6:8). Lantas bagaimana? Rendahkanlah hatimu seperti Maria, dan terimalah berkatNya berlimpah-limpah.
Jelas, Maria sendiri sadar dengan rendah hati bahwa ia hanyalah seorang hamba (Luk 1:38). Ketika Malaikat Agung Gabriel datang untuk memaklumkan kepadanya bahwa dialah yang dipilih Tuhan menjadi Bunda PutraNya, dia dapat saja menolak. Tetapi dia menerimanya bahkan meski dia tahu bahwa penderitaan-penderitaan yang tak disampaikan akan menyertainya, dan bahwa dia akan menjadi Ratu Para Martir. Dia menerimanya dengan rendah hati demi kasih kepada manusia berdosa. Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. (Efesus 4:2)
-Ikut Allah:
Ukuran mutu iman Maria bukan pada terkabul atau tidaknya doa-doanya, tapi pada kesungguhannya untuk mengikuti jejak Kristus dalam seluruh pengalaman hidup yang ditawarkan Tuhan: “Bukan kehendakku, tapi kehendakMu yang terjadi”. Maria memahami benar apa kehendak Allah dan ia setia serta taat ikut Allah. Maria tidak diceritakan dalam kisah-kisah Injil mengenai Transfigurasi ataupun masuknya Yesus dengan jaya ke Yerusalem, tetapi ia malahan diceritakan ada di kandang Betlehem yang kotor, di perjalanan yang melelahkan dari Israel ke Mesir, juga di Kalvari yang penuh duka.
Injil Yohanes 19:25 mengatakan, “Dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.”. Atas amanat wasiat Kristus dari atas salib, Bunda Maria dimaklumkan sebagai Bunda seluruh umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar