O sancta simplicitas - O kesederhanaan yang kudus!
Suatu hari: seorang kaya mengajak anaknya mengunjungi suatu keluarga miskin di desa dengan maksud agar anaknya paham betapa miskin orang itu. Mereka menginap semalam. Waktu perjalanan pulang si ayah bertanya, “Gimana kesannya, nak”?” “Oh, mengesankan”, sahut si anak. “Kau lihat betapa miskin mereka?” tanya si ayah. “Yeah”, sahut si anak. “Dan apa yang kau pelajari, nak?” kejar si ayah. Si anak setelah hening beberapa saat, berkata, “Kita di rumah punya seekor anjing, mereka punya empat bahkan lbh. Kita punya kolam kecil dan sempit, mereka punya kolam panjang sekali sampai kaki bukit. Kita punya lampu-lampu impor di taman, mereka punya bintang-bintang di langit. Teras kita sebatas pagar depan, mereka sebatas langit.” Dan setelah beberapa saat, karena ayahnya membisu saja, si anak berkata, “Terimakasih ya, ayah telah menunjukkan pada aku betapa miskin kita”.
Cerita berakhir disini saja dan tampaklah bahwa sbnrnya kekayaan itu amat relatif dan lebih terkait dengan sikap daripada keadaan. Dengan sikap yang tepat semua orang bisa "kaya" selamanya, yah kaya akan "harta benda" yg lbh sejati, "HARapan, cinTA, keBENaran dan keDAmaian.". Yg pasti, memang bnr kalau orang miskin itu kekurangan banyak , tetapi orang tamak itu kekurangan segala-galanya.
"Burung tekukur di Banjarsari - Mari bersyukur stiap hari."
Tuhan memberkati + Bunda merestui.
Fiat Lux! (@RomoJostKokoh).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar