Ada apa di hari itu?
Inilah awal Pekan Suci. Pekan Suci sendiri adalah pekan di mana kita seharusnya
tidak melupakan Tuhan. Ia telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita agar kita dapat
hidup kekal. Kita patut melalui pekan ini sebagai pekan yang lain daripada yang
lainnya, sebagai pekan yang sungguh-sungguh suci. Secara khusus pada Minggu
palma, inilah pengenangan iman ketika Yesus memasuki kota Yerusalem dengan
jaya.
Di masa silam para raja mempunyai kebiasaan untuk setiap
tahun sekali mengunjungi berbagai desa dan kota di wilayah kerajaannya.
Kunjungan seperti itu dalam bahasa Yunani disebut "Epifani". Mereka
mengadakan sidang dan bertindak sebagai hakim serta menjatuhkan vonis
(hukuman). Mereka juga mengumumkan peraturan-peraturan serta memungut pajak.
Sebagian kunjungan epifani bersifat damai, sementara sebagian lagi lebih
menyerupai perang.
Kita perhatikan, raja di Thailand memasuki kota dengan
menaiki Gajah, raja di Jawa memasuki kota dengan menaiki kuda. Tapi Yesus, sang
raja damai, memasuki kota dengan menunggang keledai. Yesus bermaksud
menyampaikan dua pesan yang jelas kepada rakyat Yerusalem. Yang pertama bahwa
Ia adalah raja, yang kedua adalah bahwa Ia bermaksud membawa damai sejahtera
bagi semua orang.
Yesus sendiri datang dari Bukit Zaitun, persisnya di sebuah
tempat bernama Betfage. Ia menuju lembah Kidron, di sebelah timur Bait Allah.
Perjalanan yang harus ditempuh-Nya menurun dan curam. Selain jalanan di situ
sempit dan kotor, hujan musim semi telah membuat jalanan menjadi licin.
Orang-orang yang bersorak-sorai menyambut Yesus menebarkan ranting-ranting dan
pakaian mereka di jalan supaya keledai Yesus tidak tergelincir. Sementara Yesus
menuruni bukit, khalayak ramai meneriakkan "Hosanna!", (Bhs Ibrani:
"Selamatkanlah Kami!")
Sebagai sebuah informasi tambahan: Tempat yang secara
tradisional disebut Betfage, kini berdiri sebuah biara Fransiskan serta sebuah
kapel. Menurut laporan peziarah pada abad IV, di tempat itulah Yesus berbicara
dengan Marta dan Maria setelah ia datang ke situ untuk membangkitkan Lazarus,
yang sudah meninggal empat hari lamanya. Sejak abad XII, perarakan Minggu Palma
dimulai dari tempat itu. Perarakan itu selanjutnya menuruni Bukit Zaitun, Taman
Getsemani, Gerbang Singa dan berakhir di Gereja St. Anna. Di atas altar utama
gereja Betfage sekarang dapat disaksikan sebuah fresco yang menggambarkan
meriahnya Yesus memasuki kota Yerusalem, dengan menaiki seekor keledai.
Mengapa Minggu itu disebut Minggu Palma?
Hanya Yohanes satu-satunya penginjil yang menyebutkan bahwa ranting-ranting yang mereka gunakan adalah dari pohon palma. Matius serta Markus hanya menyebutkan "ranting-ranting". Lukas malahan tidak menyinggung soal ranting sama sekali, ia hanya mengatakan bahwa orang banyak menghamparkan pakaian mereka di jalan.
Hanya Yohanes satu-satunya penginjil yang menyebutkan bahwa ranting-ranting yang mereka gunakan adalah dari pohon palma. Matius serta Markus hanya menyebutkan "ranting-ranting". Lukas malahan tidak menyinggung soal ranting sama sekali, ia hanya mengatakan bahwa orang banyak menghamparkan pakaian mereka di jalan.
Menurut P.Richard Lonsdale, di beberapa negara Eropa, umat
merayakan Hari Minggu Palma dengan menggunakan ranting pohon willow atau
ranting pohon sejenis, karena pohon palma jarang dijumpai di sana. Beberapa
orang menganyam 3 lembar daun palma atau lebih untuk dijadikan salib atau
mahkota duri. Tahun depan, daun-daun palma yang telah diberkati pada perayaan
Hari Minggu Palma akan dibakar menjadi abu untuk dipergunakan dalam perayaan
Rabu Abu pada tahun depannya.
Mengapa ada pembacaan kisah sengsara Yesus?
Minggu Palma, sebagai pembukaan Pekan Suci, disebut juga Minggu Mengenangkan Sengsara Tuhan, sebab pada hari itu akan dibacakan kisah tentang hari-hari terakhir kehidupan Yesus di dunia yang dikenal sebagai “Kisah Sengsara Tuhan Kita, Yesus Kristus”. Hal ini kerap kita kenal sebagai “passio”
Minggu Palma, sebagai pembukaan Pekan Suci, disebut juga Minggu Mengenangkan Sengsara Tuhan, sebab pada hari itu akan dibacakan kisah tentang hari-hari terakhir kehidupan Yesus di dunia yang dikenal sebagai “Kisah Sengsara Tuhan Kita, Yesus Kristus”. Hal ini kerap kita kenal sebagai “passio”
Passio sendiri berasal dari `Passio' (Bahasa Latin), yaitu
suatu perasaan yang amat kuat serta mendalam. Yesus sungguh-sungguh merasakan
sakit yang amat menyiksa. Penderitaan Tubuh-Nya jauh lebih besar dari yang
dapat ditanggung manusia mana pun. Penderitaan batin-Nya - sejak ditinggalkan
oleh para sahabat-Nya hingga cercaan serta hinaan dari mereka yang hendak
diselamatkan-Nya - lebih dahsyat dari yang dapat kita bayangkan. Jadi, ketika
kita mendengarkan Kisah Sengsara-Nya, kita diajak ikut masuk dalam suasana
penderitaanNya. Passsio sendiri biasanya dibacakan oleh 3 orang lektor. Kita
juga akan mendengarkan kisah yang sama pada hari Kamis Putih dan Jumat Agung.
Inspirasi Sederhana
Pada hari Minggu Palma, kita biasanya memperoleh dua inspirasi. Pertama, kotbah singkat ketika di luar pintu gereja. Kedua, ketika kita selesai mendengarkan passio di dalam gereja.
Untuk inspirasi pertama, mungkin baiklah kita kembali
mengetahui arti kota Yerusalem, kota yang dimasuki Yesus pada Minggu Palma ini.
Yerusalem kerap juga disebut sebagai Daarussalaam atau Kota Sion, yang berarti
kota damai. Di dalam peta, Yerusalem bahkan dianggap sebagai kota yang paling
terkenal di dunia. Karen Amstrong menyebut Yerusalem sebagai “kota tiga agama
satu Tuhan”. Disanalah, hidup dan berkembang tiga agama monoteis besar yang
sebenarnya juga merupakan satu keluarga besar umat Allah yang semestinya penuh dengan
kedamaian: Ada Islam dengan Masjid Al-Aqsa, ada Yahudi dengan Tembok Ratapan,
dan ada juga agama Kristiani dengan Taman Getsemani dan Gereja Makam Suci di
Kalvari.
Bagi banyak orang beriman, Yerusalem kerap disebut sebagai
pintu gerbang menuju surga: “Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku:
Mari kita pergi ke rumah Tuhan. Sekarang kaki kami ada di pintu gerbangmu, hai
Yerusalem.” (Mzm 122). Di kota Yerusalem inilah, jelas terdapat banyak warisan
sejarah, semacam historiografi agama-agama monoteis. Sebagai contoh, di
Yerusalem, terdapat Bukit Moria, tempat Abraham, Bapa Orang Beriman
mengorbankan Ishak, anaknya. Raja Daud pernah juga menetapkan Yerusalem sebagai
ibukota kerajaan Israel. Raja Salomo, anaknya Daud juga pernah membangun Bait
Suci, kediaman Allah di kota ini. Bagi banyak orang Islam, Yerusalem diyakini
sebagai tempat naiknya Muhammad ke surga, tempat inspirasi bagi banyak nabi –
seniman - penyair dan ilmuwan. Yerusalem adalah salah satu dari kota tersuci
bagi mereka, selain Mekkah dan Madinah. Bagi umat Kristiani sendiri, Yesus
banyak mengajar, disengsarakan, wafat di salib dan bangkit di kota Yerusalem
ini. Nah, kalau begitu, kitapun diajak memasuki Pekan Suci dengan membawa
Yerusalem di hati kita masing-masing. Yah, kota damai itu tinggal dan hidup di
hati kita. Itu sebabnya, baiklah jika semua umat beriman bertobat dan menerima
sakaramen pengakuan dosa. Karena, bukankah “damai” itu sendiri bisa bermakna,
“Dengan Allah Maka Akan Indah?”
Untuk inspirasi kedua, baiklah kita mengingat tentang figur
“keledai”. Mengapa Yesus memilih keledai, padahal banyak hewan lain yang juga
sama baiknya. Sebut saja, gajah: Gagah menjelaJAH. Kuda: Kuat dan tak bernoda.
Angsa: ANGgun dan tak berdoSA, atau kelinci: Kecil, LINcah dan suCI, atau
bahkan semut: SEtia dan iMUT-imut.
Secara sederhana, “keledai” sebenarnya mengajak kita memiliki
tiga sikap dasar memasuki Pekan Suci, antara lain:
KE - rendahan hati.
LE - mah lembut.
DAY - a tahan.
KE - rendahan hati.
LE - mah lembut.
DAY - a tahan.
Variasi
Yesus datang ke Yerusalem,
pada pekan Ia akan wafat,
dengan mengendarai seekor keledai,
menungganginya dengan gagah penuh wibawa.
Yesus datang ke Yerusalem,
pada pekan Ia akan wafat,
dengan mengendarai seekor keledai,
menungganginya dengan gagah penuh wibawa.
Anak-anak berlarian menyambut-Nya,
dengan daun-daun palma di tangan,
mereka bernyanyi:
“Hosana, Putra Daud,
Hosanna bagi raja kita!”
dengan daun-daun palma di tangan,
mereka bernyanyi:
“Hosana, Putra Daud,
Hosanna bagi raja kita!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar