Pesta St. Matius, Rasul - Penulis Injil
Ef. 4:1-7,11-13; Mzm. 19:2-3,4-5; Mat. 9:9-13.
"Vaya
con Dios - Pergilah bersama Tuhan!"
Bersamaan
dengan kisah panggilan Matius yang diwartakan hari ini, kitapun diajak untuk
selalu "pergi" bersama Tuhan. Mengacu
pada bingkai biblis, orang-orang yang "pergi" bersamaNya, yang
dipanggil dan dipilihNya bukanlah selalu orang sempurna tapi malahan orang yang
lemah-rapuh dan berdosa: Yunus yang pengecut (Yun 1:1-17); Daud yang menghamili
Batsyeba (2 Sam 2-27); Petrus yang menyangkal (Mat 26:31-35.65-75) dll.
Matius
alias Lewi yang dikisahkan dalam Injil hari ini, profesinya adalah pemungut
cukai (pegawai pajak: "Perintah Allah Jangan Anda Kacaukan"). Bisa
jadi, ia adalah anak buah Zakheus yang dianggap "kotor" oleh
masyarakat Yahudi karena di-cap pengkhianat dan pemeras rakyat.
Satu
hal yang pasti, Tuhan tidak memilih orang yang sempurna tapi orang yang
sederhana karena jelaslah bahwa menjadi suci itu sebenarnya berarti menjadi
lebih manusiawi, punya rasa perasaaan insani yang disadaridan disyukuri,
mengacu pada 3 kalimatNya yang bisa kita ingat hari ini, antara lain:
1."Ikutlah
Aku":
Tuhan hadir sebagai pihak yang berinisiatif lebih dulu dalam menyapa hati kita di tengah segala kesibukan dan kerja harian dan pastinya Ia menanti tanggapan positif kita.
Tuhan hadir sebagai pihak yang berinisiatif lebih dulu dalam menyapa hati kita di tengah segala kesibukan dan kerja harian dan pastinya Ia menanti tanggapan positif kita.
2."Bukan
orang sehat yang memerlukan tabib tapi orang sakit":
Ia menerima orang yang "sakit"berdosa dan menolak orang yang "merasa sehat/suci", karena jelaslah Gereja sebenarnya bukan hanya museum para kudus tapi juga rumah sakit buat para pendosa. Ia ingin kita menjadi orang yang rendah hati mengakui diri sebagai "pendosa yang dicintai Tuhan".
Ia menerima orang yang "sakit"berdosa dan menolak orang yang "merasa sehat/suci", karena jelaslah Gereja sebenarnya bukan hanya museum para kudus tapi juga rumah sakit buat para pendosa. Ia ingin kita menjadi orang yang rendah hati mengakui diri sebagai "pendosa yang dicintai Tuhan".
3."Yang
Kukehendaki bukan persembahan tapi belaskasihan":
Ia mengajak kita untuk tidak berhenti pada iman yang dirayakan/diungkapkan di atas "altar" saja (dengan pelbagai pesta liturgi) tapi yang sekaligus juga harus diwujudnyatakan lewat hidup harian di tengah "pasar" kehidupan kita lewat pelbagai karya nyata yang tulus dan penuh cinta, karena jelaslah iman kita tidak berjalan di atas awan, tapi iman yang membuat hidup kita bisa lebih pantas dan berkualitas.
Ia mengajak kita untuk tidak berhenti pada iman yang dirayakan/diungkapkan di atas "altar" saja (dengan pelbagai pesta liturgi) tapi yang sekaligus juga harus diwujudnyatakan lewat hidup harian di tengah "pasar" kehidupan kita lewat pelbagai karya nyata yang tulus dan penuh cinta, karena jelaslah iman kita tidak berjalan di atas awan, tapi iman yang membuat hidup kita bisa lebih pantas dan berkualitas.
"Ikan
louhan ikan pari - Ikutilah Tuhan setiap hari."
“Libertas, égalitas, fraternitas - Kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”
Inilah trilogi semboyan yang marak pada waktu Revolusi Perancis (1789–1799).
Tiga semangat dasar inilah yang juga tampak pada bacaan hari ini ketika Yesus memanggil Matius: “Ikutlah Aku!”
Secara historis, latar belakang Matius mirip dengan Zakheus yang adalah seorang pemungut cukai. Pada masa itu pemungut cukai adalah profesi yang sangat dibenci dan dianggap sebagai pengkhianat bangsa Yahudi. Mereka dicap sebagai pengkhianat dan antek-antek penjajah karena menyetorkan pajak kepada bangsa Romawi.
Nama asli Matius sendiri sebelum panggilan Yesus datang kepadanya adalah Lewi. Bisa dipastikan, Lewi ini adalah seorang yang kaya dalam hal harta, selain karena profesinya sebagai pemungut cukai, juga disiratkan oleh Alkitab bahwa dia juga mengadakan jamuan makan bersama untuk Yesus dan rekan-rekan seprofesinya. Ketika kemudian menjadi salah satu di antara 12 rasul, Lewi lebih dikenal dengan nama Matius, yang dalam bahasa Yunani berarti “anugerah/hadiah dari Allah”.
Adapun tiga sikap dasar supaya kita juga bisa belajar menjadi “anugerah/hadiah dari Allah”, al:
1. Libertas:
Yesus bebas menyapa setiap orang. Ia bergaul dan bersahabat bukan hanya dengan orang-orang yang sudah dikenal baik, tapi dengan para pendosa dan pemungut cukai. Hatinya bebas dan merdeka karena penuh dengan cinta kasih dan keterbukaan. Ia tidak suka memberikan cap atau stigma negatif alias ”meng-ekskomunikasikan”: mengasingkan orang lain”. Padahal kalau mau jujur, pendirian yg suka mengekskomunikasikan malahan membuat kita "ter-ekskomunikasi" dari yg lain, terasing dari dunia dimana kita nyata nyata berada.
Di lain segi, hati Matius juga merdeka sehingga ia peka mendengarkan sapaan Tuhan. Baginya: “Barangsiapa mencari kebenaran, entah sadar atau tidak, ia mencari Tuhan.” Bukankah mendengarkan adalah cara kita untuk mencintai dan mencari kebenaranNya? Sederhana tapi tidak sesederhana itu karena kita lebih mudah besar mulut dibanding lebar telinga bukan? Disinilah menjadi jelas bahwa iman dan akal, hati dan budi, roh jahat dan roh baik selalu bertanding dan bersanding, sehingga mutlak diperlukan sikap kemerdekaan sebagai anak-anak Allah yang sejati: “live without pretending, love without depending”
2. Egalitas:
Yesus menyapa dan memanggil semua orang. Ia tidak hanya menyapa Nikodemus yang pintar atau Zakheus yang kaya atau Magdalena yang menarik. Ia juga menyapa Matius yang berdosa karena bekerja sebagai pemungut cukai, bahkan Ia berkenan untuk diundang makan bersama Matius dan para pendosa yang lainnya. Karena itulah juga, Matius juga mengajak semua temannya yang kebanyakan para pemungut cuka dan pendosa untuk makan bersama di meja perjamuan yang sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau rendah, semua diajak makan dalam suasana kebersamaan yang setara. Bukankah kita tidak akan pernah menang jika kita tidak pernah memulai bukan? Dan Yesus bersama Matius telah menunjukkan jalan sederhananya kepada kita.
Yesus menyapa dan memanggil semua orang. Ia tidak hanya menyapa Nikodemus yang pintar atau Zakheus yang kaya atau Magdalena yang menarik. Ia juga menyapa Matius yang berdosa karena bekerja sebagai pemungut cukai, bahkan Ia berkenan untuk diundang makan bersama Matius dan para pendosa yang lainnya. Karena itulah juga, Matius juga mengajak semua temannya yang kebanyakan para pemungut cuka dan pendosa untuk makan bersama di meja perjamuan yang sama. Tidak ada yang lebih tinggi atau rendah, semua diajak makan dalam suasana kebersamaan yang setara. Bukankah kita tidak akan pernah menang jika kita tidak pernah memulai bukan? Dan Yesus bersama Matius telah menunjukkan jalan sederhananya kepada kita.
3. Fraternitas:
Idealnya: Hidup diperkuat oleh banyak persahabatan – Life is to be fortified by many friendships! Realnya: Kita hidup di bawah langit yang sama tapi kita tidak selalu memiliki horizon yang sama. Kita menghirup udara yang sama tapi kita kadang sulit untuk bersa"udara". Lihatlah figur orang Farisi yang ahli agama dan kitab suci. Mereka malahan penuh pikiran negatif dan cenderung “semper accusat – selalu menuduh”: asyik bicara tentang DIA, tapi tak pernah bicara dengan DIA! Inilah yang juga yang kadang kita perbuat bukan, bahkan kepada saudara seiman sendiri ketika hati penuh dengki dan keiri hatian, gosipan dan pergunjingan, ketika diri menjadi “enak - egois, narsis, autis dan kritik sinis”.
Idealnya: Hidup diperkuat oleh banyak persahabatan – Life is to be fortified by many friendships! Realnya: Kita hidup di bawah langit yang sama tapi kita tidak selalu memiliki horizon yang sama. Kita menghirup udara yang sama tapi kita kadang sulit untuk bersa"udara". Lihatlah figur orang Farisi yang ahli agama dan kitab suci. Mereka malahan penuh pikiran negatif dan cenderung “semper accusat – selalu menuduh”: asyik bicara tentang DIA, tapi tak pernah bicara dengan DIA! Inilah yang juga yang kadang kita perbuat bukan, bahkan kepada saudara seiman sendiri ketika hati penuh dengki dan keiri hatian, gosipan dan pergunjingan, ketika diri menjadi “enak - egois, narsis, autis dan kritik sinis”.
Disinilah kita perlu persaudaraan yang penuh kasih dan ketulusan karena kasih dan ketulusan mempunyai persamaan, keduanya sama sama bisa memperkaya jiwa dan mencerahkan hati.Bukankah juga menjadi jelas bahwa ukuran integritas persaudaraan sejati adalah ketika ia bersemi dalam hati, terkembang dalam kata dan pastinya terurai berai dalam perbuatan kasih yang nyata? Sst, dalam Injil sering dinyatakan bahwa Yesus mengetahui pikiran dan hati orang (Mat 9:4; 12:25; Luk 5:22; 11:17 dsb). Bagaimana dengan hatimu? Adakah libertas, egalitas dan fraternitas? Jangan lupa, kita adalah "tanda yang kelihatan dari rahmat yang tak kelihatan" (the visible sign of an invisible grace)
“Cari galah cari paku - Mari ikutilah Aku”
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0
NB:
Holy Feast/Misa Kudus “NOVENA 3 SALAM MARIA”
Jumat 25 Sept 2015.
19.00 – selesai.
@Ruang Doa KMBP
Jl Pulau Siauw E 18 no 12
Kompleks TNI AL Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.
Holy Feast/Misa Kudus “NOVENA 3 SALAM MARIA”
Jumat 25 Sept 2015.
19.00 – selesai.
@Ruang Doa KMBP
Jl Pulau Siauw E 18 no 12
Kompleks TNI AL Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar