Minggu Biasa XXXII
1 Raj 17:10-16; Mzm 146:7.8.9a.9bc-10; Ibr 9:24-28; Mrk 12:38-44
"Intentio pura - Maksud yang
murni."
Inilah salah satu ciri orang beriman,
hidupnya penuh kebaikan dan bukan kejahatan, penuh ketulusan dan bukan
kepalsuan. Sebaliknya para ahli Taurat yang
notabene adalah tokoh agama malahan kerap ber-"intentio pura pura."
Disinilah, Yesus mengingatkan kita agar
hati-hati terhadap sikap hidup palsu dan munafik (Mat 23:13-15,23,25,29) yang
mengutamakan kebenaran lahiriah semata (Mat 23:25-28). Orang semacam ini tidak
didiami oleh Roh Kudus dan kasih karunia-Nya (Rom 8:5-14). Lebih lanjut, Yesus secara tulus memberi
perHATIan bagi wanita yang hidup sendirian yang tetap bermurah hati.
Adapun, di daerah Bait Suci yang
dinamakan Pelataran untuk perempuan, terdapat peti persembahan yang berisi tiga
betas peti berbentuk nafiri untuk memasukkan persembahan. Rupanya Yesus terus
mengawasi org-orang yang memberikan persembahan untuk beberapa waktu dan Ia
melihat sejumlah orang kaya memberikan persembahan sebaliknya janda tersebut
mempersembahkan uang seharga dua peser/satu duit (satu peser/lepton adalah
kepingan mata uang terkecil senilai seperdelapan sen; Duit/kodrantēs adalah
kepingan mata uang Romawi senilai seperempat sen).
Jelasnya, Yesus mengukur persembahan
bukan dari jumlah yang dipersembahkan tapi dari kasih, pengabdian dan
pengorbanan yang terkandung di dalamnya (Luk 21:1-4).
Janda ini telah mempersembahkan jumlah yang paling kecil, tapi justru lebih berharga daripada semua persembahan lainnya, sebab dia mempersembahkan semua yang ada padanya.
Janda ini telah mempersembahkan jumlah yang paling kecil, tapi justru lebih berharga daripada semua persembahan lainnya, sebab dia mempersembahkan semua yang ada padanya.
"Dari Kramat Jati ke Kalisari-
Jadilah orang yang murah hati setiap hari."
Jadilah orang yang murah hati setiap hari."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/ 54E255C0.
NB:
1. Inspirasi tambahan:
"Non multa sed multum -Bukan
banyaknya tapi mutunya"
Inilah yang diwartakan Yesus ketika
memuji janda miskin di Bait Allah:
"Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya tapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya!"
"Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya tapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya!"
Ya, memberikan persembahan bisa dilakukan
oleh semua orang, tak usah menunggu tua-kaya atau jaya. Tuhan melihat bukan
pertama-tama berapa "kuantitas" jumlah yang dipersembahkan tetapi
"kualitas" ketulusan pemberiannya dengan "dua tas" yang
melengkapi, antara lain:
A. Totalitas-Keseluruhan:
Pemberian seseorang ditentukan bukan oleh jumlah yang ia berikan tetapi oleh jumlah pengorbanan yang terlibat dalam pemberian itu. Seringkali kita hanya memberi dari kekayaan kita dan hal ini tidak meminta pengorbanan. Sebaliknya, pemberian janda ini menuntut segalanya: Ia memberi sebanyak-banyaknya yang dapat diberikannya.
Pemberian seseorang ditentukan bukan oleh jumlah yang ia berikan tetapi oleh jumlah pengorbanan yang terlibat dalam pemberian itu. Seringkali kita hanya memberi dari kekayaan kita dan hal ini tidak meminta pengorbanan. Sebaliknya, pemberian janda ini menuntut segalanya: Ia memberi sebanyak-banyaknya yang dapat diberikannya.
B. Loyalitas-Pengabdian:
Ia menilai pekerjaan/pelayanan kita tidak berdasarkan ukuran atau pengaruh atau keberhasilannya, tetapi berdasarkan kadar pengabdian, iman dan kasih yang tulus yang terlibat di dalamnya (Luk 22:24-30; Mat 20:26;Mrk 12:42)
Ia menilai pekerjaan/pelayanan kita tidak berdasarkan ukuran atau pengaruh atau keberhasilannya, tetapi berdasarkan kadar pengabdian, iman dan kasih yang tulus yang terlibat di dalamnya (Luk 22:24-30; Mat 20:26;Mrk 12:42)
Dari Kediri ke Kramat Jati - Berikanlah
diri sepenuh hati." (RJK).
2. Catatan Mengenai Perpuluhan dalam Iman Katolik
Pertama:
Hukum persepuluhan seperti yang dipraktikkan banyak (tidak semua) Gereja Kristen berarti bahwa setiap anggota jemaat yang mempunyai penghasilan, wajib memberikan sepersepuluh (10 persen) dari penghasilan bulanan/mingguan mereka kepada Gereja. Praksis ini didasarkan pada tindakan Abraham setelah menang perang, yaitu memberikan sepersepuluh dari hasil rampasan perang itu kepada Melkisedek, Imam Agung (Kej 14:17-24). Tindakan Abraham ini dipandang sebagai kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Israel sebagai keturunan Abraham dalam tradisi mereka (Ul 14:22-23; 26:12-15; Bil 18:20-22; Neh 10:37-38; Im 27:32-33). Karena orang-orang Kristiani adalah keturunan Abraham (Gal 3:7), maka mereka juga wajib membayar sepersepuluh dari penghasilan mereka kepada penerus imam Melkisedek, yaitu Yesus Kristus (bdk Ibr 7:1-28). Dalam hal ini, Kristus diwakili Gereja atau pemimpin Gereja. Praksis dalam kebanyakan Gereja Kristen ini dipandang sesuai dengan ungkapan Yesus berkaitan dengan persepuluhan (Mat 23:23), yaitu bahwa Yesus tetap menyetujui praksis persepuluhan itu.
Hukum persepuluhan seperti yang dipraktikkan banyak (tidak semua) Gereja Kristen berarti bahwa setiap anggota jemaat yang mempunyai penghasilan, wajib memberikan sepersepuluh (10 persen) dari penghasilan bulanan/mingguan mereka kepada Gereja. Praksis ini didasarkan pada tindakan Abraham setelah menang perang, yaitu memberikan sepersepuluh dari hasil rampasan perang itu kepada Melkisedek, Imam Agung (Kej 14:17-24). Tindakan Abraham ini dipandang sebagai kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Israel sebagai keturunan Abraham dalam tradisi mereka (Ul 14:22-23; 26:12-15; Bil 18:20-22; Neh 10:37-38; Im 27:32-33). Karena orang-orang Kristiani adalah keturunan Abraham (Gal 3:7), maka mereka juga wajib membayar sepersepuluh dari penghasilan mereka kepada penerus imam Melkisedek, yaitu Yesus Kristus (bdk Ibr 7:1-28). Dalam hal ini, Kristus diwakili Gereja atau pemimpin Gereja. Praksis dalam kebanyakan Gereja Kristen ini dipandang sesuai dengan ungkapan Yesus berkaitan dengan persepuluhan (Mat 23:23), yaitu bahwa Yesus tetap menyetujui praksis persepuluhan itu.
Kedua:
Gereja Katolik tidak mempraktikkan persepuluhan, artinya umat Katolik tidak dikenakan kewajiban membayar persepuluhan kepada Gereja. Namun demikian, dalam Konsili Trente, Gereja Katolik pernah mewajibkan umat Katolik untuk membayar persepuluhan. Tetapi, praksis membayar persepuluhan itu lenyap pelan-pelan, yaitu sejak Revolusi Perancis pada abad ke-XVIII, meskipun peraturan itu sendiri belum pernah dicabut. Keputusan Konsili Trente itu bukanlah keputusan dogmatis, karena itu bisa saja diubah oleh pemimpin Gereja berikutnya bila dipandang kurang tepat. Lenyapnya praksis membayar pesepuluhan dalam Gereja Katolik ini sebenarnya sangat sesuai dengan catatan sejarah Gereja bahwa praksis persepuluhan itu tidak tampak dalam Perjanjian Baru dan tidak dilakukan pada Gereja apostolis. Ada juga catatan dari bapa-bapa Gereja bahwa praksis persepuluhan itu kurang sesuai dengan semangat Perjanjian Baru, yaitu memberi secara sukarela seperti yang dikatakan Paulus: "Hendaknya masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2 Kor 9:7).
Gereja Katolik tidak mempraktikkan persepuluhan, artinya umat Katolik tidak dikenakan kewajiban membayar persepuluhan kepada Gereja. Namun demikian, dalam Konsili Trente, Gereja Katolik pernah mewajibkan umat Katolik untuk membayar persepuluhan. Tetapi, praksis membayar persepuluhan itu lenyap pelan-pelan, yaitu sejak Revolusi Perancis pada abad ke-XVIII, meskipun peraturan itu sendiri belum pernah dicabut. Keputusan Konsili Trente itu bukanlah keputusan dogmatis, karena itu bisa saja diubah oleh pemimpin Gereja berikutnya bila dipandang kurang tepat. Lenyapnya praksis membayar pesepuluhan dalam Gereja Katolik ini sebenarnya sangat sesuai dengan catatan sejarah Gereja bahwa praksis persepuluhan itu tidak tampak dalam Perjanjian Baru dan tidak dilakukan pada Gereja apostolis. Ada juga catatan dari bapa-bapa Gereja bahwa praksis persepuluhan itu kurang sesuai dengan semangat Perjanjian Baru, yaitu memberi secara sukarela seperti yang dikatakan Paulus: "Hendaknya masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2 Kor 9:7).
Ketiga:
Adalah sangat baik memberikan sumbangan kepada Gereja karena selama Gereja masih hidup di dunia ini, tetap akan dibutuhkan dana untuk mendukung kehidupan dan pelayanan Gereja. Demikian pula tetap dibutuhkan bantuan untuk orang-orang miskin. Gereja mengajarkan dengan tegas bahwa membantu Gereja dan membantu orang miskin bukan bersifat manasuka tetapi suatu "kewajiban" (KHK Kan 222 # 1 dan 2; bdk Kan 1260-1266). Namun demikian, pelaksanaan kewajiban ini tidak ditentukan dengan jumlah tertentu, misalnya sepersepuluh, tetapi diserahkan kepada kerelaan hati umat.
Adalah sangat baik memberikan sumbangan kepada Gereja karena selama Gereja masih hidup di dunia ini, tetap akan dibutuhkan dana untuk mendukung kehidupan dan pelayanan Gereja. Demikian pula tetap dibutuhkan bantuan untuk orang-orang miskin. Gereja mengajarkan dengan tegas bahwa membantu Gereja dan membantu orang miskin bukan bersifat manasuka tetapi suatu "kewajiban" (KHK Kan 222 # 1 dan 2; bdk Kan 1260-1266). Namun demikian, pelaksanaan kewajiban ini tidak ditentukan dengan jumlah tertentu, misalnya sepersepuluh, tetapi diserahkan kepada kerelaan hati umat.
Keempat:
Perubahan penting yang hendak ditegaskan di balik "lenyapnya praksis persepuluhan" dalam Gereja Katolik ini ialah perubahan semangat dasar yang harus menggerakkan umat untuk memberikan sumbangan, yaitu dari semangat berdasarkan hukum (sebagai kewajiban) ke semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama. Janda miskin yang memberikan persembahan seluruh miliknya menjadi contoh cinta kasih yang memberikan diri tanpa batas (Luk 21:1-5). Cinta kasih ini bebas dari pamrih, yaitu memberi untuk menerima (do ut des). Cinta kasih ini yang menggerakkan kita untuk mengakui karunia kesejahteraan yang telah dilimpahkan Tuhan kepada kita, suatu ungkapan syukur atas berkat Tuhan disertai keinginan untuk membalas kasih-Nya. Cinta kasih inilah yang menggerakkan kita menyadari diri sebagai bagian dari Gereja, dan karena itu selalu bersedia untuk saling mendukung dalam karya pelayanan. Cinta kasih inilah yang menggerakkan kita membagikan harta milik kita kepada orang miskin (KGK 2443-2447). Dengan ini menjadi nyata bahwa Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya (Mat 5:17). Juga menjadi nyata bahwa semua hukum dirangkum dalam perintah cinta kasih kepada Allah dan sesama krn sbenarnya hukum punya arti yg indah, "Hadir Untuk Kselamatan Umat Manusia."
Perubahan penting yang hendak ditegaskan di balik "lenyapnya praksis persepuluhan" dalam Gereja Katolik ini ialah perubahan semangat dasar yang harus menggerakkan umat untuk memberikan sumbangan, yaitu dari semangat berdasarkan hukum (sebagai kewajiban) ke semangat cinta kasih kepada Allah dan sesama. Janda miskin yang memberikan persembahan seluruh miliknya menjadi contoh cinta kasih yang memberikan diri tanpa batas (Luk 21:1-5). Cinta kasih ini bebas dari pamrih, yaitu memberi untuk menerima (do ut des). Cinta kasih ini yang menggerakkan kita untuk mengakui karunia kesejahteraan yang telah dilimpahkan Tuhan kepada kita, suatu ungkapan syukur atas berkat Tuhan disertai keinginan untuk membalas kasih-Nya. Cinta kasih inilah yang menggerakkan kita menyadari diri sebagai bagian dari Gereja, dan karena itu selalu bersedia untuk saling mendukung dalam karya pelayanan. Cinta kasih inilah yang menggerakkan kita membagikan harta milik kita kepada orang miskin (KGK 2443-2447). Dengan ini menjadi nyata bahwa Yesus datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya (Mat 5:17). Juga menjadi nyata bahwa semua hukum dirangkum dalam perintah cinta kasih kepada Allah dan sesama krn sbenarnya hukum punya arti yg indah, "Hadir Untuk Kselamatan Umat Manusia."
Nah, itu dari perspektif historis dan
teologis kristiani yg coba dimaknai dlm grj katolik, pastinya kita ingat sebuah
kalimat dari St Ignatius Loyola, "Tujuan stiap manusia diciptakan adalah
utk memuji+memuliakan Tuhan, dan stiap benda yg ada di muka bumi ini ada utk
membantu manusia mencapai tujuan ia diciptakan itu."
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux! (RJK)
Fiat Lux! (RJK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar