Ads 468x60px

Lux Aeterna - Cahaya Abadi


2Taw 36:14-16.19-23,
Ef 2:4-10,
Yoh 3:14-21
Inilah gelar ilahi yang tersirat dalam “dia.lo.gue” Nikodemus (Yun: “Sang Pemenang”) dengan Yesus ("Sang Penyelamat").
Kitapun diajak bercahaya lewat 3 jalan iman Nikodemus, al:
1.Datang kepadaNya:
Nikodemus datang dan menemui Yesus malam hari.
Malam adalah saat kegelapan dan kitapun juga diajak untuk datang kepadaNya, terlebih ketika hidup kita gelap dan pekat hati.
2.MengalamiNya:
Dulu, umat Israel mengalami aneka bahaya di gurun.
Salah satunya adalah “ular-ular tedung” (Bil 21:4-9) yang dapat memagut secepat kilat dan bisanya membakar. Akhirnya, Musa diperintahkan Allah membuat ular tembaga dan memancangnya pada sebuah tiang sehingga yang dipagut ular akan tetap hidup bila memandang ular tembaga tadi.
Nah, jelas bhw jalan untuk “selamat” adalah “mengalaminya”, yakni mengarahkan pandangan kepada ”salib” (“Saat Aku Lemah Ingatlah Bapa”), menaruh “hik” - harapan iman, kasih kepada Dia yang disalib dalam setiap salib hidup kita masing-masing.
3.MengimaniNya:
“Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak binasa tapi beroleh hidup kekal.”
Inilah ringkasan iman seluruh Kabar Gembira! Inilah ungkapan isi hati dan tujuan kasih Allah yang menjangkau semua orang beriman (1Tim 2:4).
Pastinya, ciri dasar dari orang yang tidak mengimaniNya adalah bahwa mereka mengasihi kegelapan
(Rom 1:18-32;Fili 3:19; 2Tim 3:2-5; 2Pet 2:12-15).
Sebaliknya, orang yang mengimaniNya tentulah mengasihi kebenaran dan membenci kefasikan (Ibr 1:9, 1Kor 13:6, Maz 97:10; Ams 8:13; Rom 12:9; 2Pet 2:8; Why 2:6).
Bagaimana dengan kita?
“Dari Pasar Baru ke Kalisari - Mari lahir baru setiap hari."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Bersukacitalah, O Yerusalem"
2Tawarikh 36:14-16,19-23; Mazmur 137:1-6; Efesus 2:4-10; Yohanes 3:14-21
Yoh 3:14-21 berisi penjelasan bagaimana orang dapat sampai ke hidup kekal. Didalami lebih lanjut pokok pembicaraan Nikodemus dan Yesus dalam ayat-ayat sebelumnya. Tokoh ini ingin mendapat pencerahan mengenai makna kejadian-kejadian luar biasa yang dilakukan Yesus. Ia mau mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai orang yang berpengalaman dan bijaksana, ia sudah dapat menyimpulkan bahwa Allah Yang Maha Kuasa kini sedang mendatangi umat-Nya dan mukjizat yang dilihat orang itulah tanda-tanda kedatangan-Nya. Nikodemus mulai menyadari bahwa Yesus datang dari Dia. Semua ini disampaikannya kepada Yesus sambil mengharapkan pencerahan lebih jauh (Yoh 3:2). Dikatakan oleh penginjil, ia menemui Yesus malam hari. Malam adalah saat kegelapan dan kuasanya terasa mencengkam. Pembaca diajak Yohanes mengingat bahwa yang kini ditemui Nikodemus ialah Terang yang diwartakannya pada awal Injilnya. Bagaimana kelanjutannya? Marilah kita catat beberapa pokok dalam pembicaraan itu terlebih dahulu.
PERCAKAPAN DENGAN NIKODEMUS
Injil ini mengajak pembaca ikut mengalami yang dirasakan Nikodemus dan dengan demikian dapat ikut masuk ke dalam pembicaraannya dengan Yesus sendiri. Dalam ay. 3 Yesus menegaskan bahwa hanya orang yang dilahirkan kembali – dan dilahirkan dari atas sana – akan melihat Kerajaan Allah. Semakin disimak, jawaban Yesus ini semakin membawa kita kepada pertanyaan yang sebenarnya ada dalam hati Nikodemus dan boleh jadi juga dalam diri kita: “Apa maksud macam-macam mukjizat yang dilakukan Yesus, yang tentunya disertai Allah itu?” Tentunya tak lain tak bukan ialah…kenyataan apa itu Kerajaan Allah! Itulah yang dibawakan Yesus kepada orang banyak. Dan inilah yang semestinya dicari orang. Nikodemus tentu akan bertanya lebih lanjut: kalau begitu bagaimana caranya bisa ikut masuk ke dalam Kerajaan ini. Ay. 3 tadi ialah jawabannya.
Jawaban tadi semakin membuat Nikodemus bertanya-tanya. Boleh jadi juga kita demikian. Bagaimana bisa orang setua dia, setua kita, dapat lahir kembali. Tentu Nikodemus tidak berpikir secara harfiah belaka. Ia tahu yang dimaksud ialah lahir kembali secara rohani. Tapi justru itulah soalnya, bisakah orang yang sudah jauh melangkah di jalan lain mendapatkan hidup baru. Berangkat dari nol lagi? Apakah hidup dalam roh sepadan dengan pengorbanan yang perlu dijalani? Menanggalkan hidup badaniah, menisbikannya demi hidup dalam roh? Inilah maksud pertanyaan dalam ay. 9, “Bagaimana itu bisa terjadi?”
Penjelasan Yesus tidak diberikan dalam ujud serangkai pernyataan teologi, melainkan dalam ujud kesaksian mengenai dirinya: ia datang dari atas sana. Karena itulah ia dapat membawakan Kerajaan Allah kepada orang banyak. Dalam hubungan dengan yang diperkatakan sebelumnya, Yesus ialah orang yang sudah mengalami apa itu lahir kembali dari atas sana, dan yang kini hidup dalam roh. Untuk mengalami bagaimana lahir dalam roh, jalannya ialah berbagi hidup dengan dia yang sungguh sudah ada dalam keadaan itu. Ini jawaban bagi Nikodemus, juga jawaban bagi kita.
ULAR TEMBAGA?
Ay. 14 merujuk kepada sebuah pengalaman umat di padang gurun. Dalam berjalan mendekat ke Tanah Terjanji dulu, umat mengalami macam-macam bahaya. Salah satu yang paling mengerikan ialah “ular-ular tedung” yang mematikan itu (Bil 21:4-9). Ular-ular itu dapat memagut secepat kilat dan bisanya membakar. Tak ada kemungkinan selamat. Di situ malapetaka tadi digambarkan sebagai akibat kekurangpercayaan mereka sendiri. Mereka memang akhirnya meminta agar Musa memohonkan belas kasihan Yang Maha Kuasa. Begitulah, Musa diperintahkan Allah membuat ular dari tembaga dan memancangnya pada sebuah tiang. Yang dipagut ular akan tetap hidup bila memandangi ular tembaga tadi. Memandangi ular tembaga itu menjadi ungkapan kepercayaan pada Sabda Allah yang menjadi harapan satu-satunya untuk dapat terus hidup menempuh perjalanan di padang gurun sampai ke Tanah Terjanji.
Bagi pembaca Injil Yohanes, Tanah Terjanji kini ialah Kerajaan Allah yang dibawakan Yesus ke dunia kepada semua orang, bukan hanya kepada umat Perjanjian Lama. Untuk mencapainya, jalan satu-satunya ialah tetap mengarahkan pandangan kepada salib, menaruh kepercayaan dan harapan kepada dia yang disalib – diangkat seperti ular tembaga tadi. Mengapa? Jawaban dari Injil Yohanes didapati dalam ay. 16
INTI WARTA INJIL
“Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Tidak meleset bila dikatakan bahwa ay. 16 ini berisi ringkasan seluruh Kabar Gembira.
Kalimat ini menegaskan bahwa Allah bukan hanya hasil kesimpulan akal budi, yakni bahwa segala sesuatu yang ada ini mestinya ada yang mengadakan, yakni Allah. Bukan ke sana arah ayat ini. Justru kebalikannya. Tidak lagi dirasakan kebutuhan menunjukkan bahwa Ia ada. Yang diwartakan justru perhatian-Nya yang membuat jagat ini terus berlangsung. Dia itu Allah yang dihadirkan oleh orang-orang yang dekat dengan-Nya. Dan kali ini bahkan Dia diperkenalkan oleh orang yang paling dekat dengan-Nya, yang menyelami dan hidup dari Dia. Inilah arti kata “anak” yang diterapkan kepada Yesus oleh Injil Yohanes. Pemakaian kata “tunggal” di situ dimaksud untuk memperjelas bahwa tiada yang lebih dekat dengan-Nya daripada Yesus sendiri. Karena itulah ia dapat membawa kemanusiaan berbagi kehidupan kekal dengan Yang Ilahi sendiri tadi.
Ay. 16-21 berisi kesaksian Yohanes Penginjil akan siapa Allah dan siapa Yesus itu. Allah sedemikian mengasihi dunia ini sehingga ia memberikan Anak-Nya yang tunggal. Dalam teks Yunani Injil Yohanes, kata “mengasihi” dan “memberikan” itu diungkapkan dalam bentuk yang jelas-jelas mengungkapkan tindakan yang dibicarakan betul-betul sudah terjadi. Sudah jadi kenyataan, bukan hanya sedang atau bakal dikerjakan. Tentunya pengarang Injil berpikir akan peristiwa penyaliban Yesus di Golgota. Injil memang ditulis sebagai kesaksian peristiwa yang sudah dialami dan kini dibagikan kepada orang banyak. Penyaliban Yesus yang dari luar tampak sebagai hukuman, kegagalan, dan kematian itu kini mendapat arti baru. Yang Maha Kuasa mau menerima penderitaan manusia Yesus itu sebagai ungkapan kepercayaan utuh kepada-Nya. Dan karena itulah Yesus menjadi Anak-Nya, menjadi orang yang paling dekat dengan Allah sendiri dan bahkan dengan demikian membawakan Dia ke dunia ini. Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah itu membuka jalan kehidupan kekal. Itulah ungkapan lain dari peristiwa kebangkitan. Inilah yang dibagikan Yesus kepada orang-orang yang mau mempercayai arti penyerahan dirinya kepada Allah tadi. Dan baru dengan demikian orang dapat ikut mengalami apa itu dikasihi Allah.
Cyrilus dari Alexandria (376-444), seorang Bapa Gereja Perdana, menerangkan makna rohani dari ular tembaga dan menghubungkannya dengan karya penyelamatan Yesus Kristus. Inilah komentarnya, "Ular itu melambangkan dosa yang pahit dan mematikan yang menguasai manusia di seluruh muka bumi ini.. Dosa telah menggigit jiwa manusia dan merasukinya dengan kehancuran secara moral. Tak ada jalan yang dapat membebaskan kita keluar dari cengkeramannya, kecuali pertolongan dari surga. Sabda Allah pun menjadi manusia dan tinggal di antara kita dalam kedagingan dosa. 'Dengan jalan mengutus Anak-Nya, sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging' [Rom 8:3]. Dalam jalan inilah, Ia menjadi pemberi keselamatan yang tak pernah berakhir kepada siapa pun yang memahami ajaran ilahi dan mengimaninya dengan teguh. Namun ular tembaga itu, dengan peninggiannya, telah menandakan Kristus yang mewujudkan secara nyata dan jelas belarasa-Nya pada salib, hingga tak seorang gagal memandang Dia." Bagi St. Cyrilus, salib Kristus dan peristiwa penjelmaan itu satu rangkaian yang tak terpisahkan dan saling menegaskan.
Jadi jelaslah kini, kaitan antara ular tembaga Musa dengan salib Yesus Kristus (Sang Musa baru). Ular tembaga yang ditinggian Musa di padang gurun menunjuk pada salib Kristus yang menghancurkan kuasa dosa dan maut serta menganugerahkan hidup abadi kepada siapa pun yang percaya kepada-Nya. Buah dari peninggian-Nya pada kayu salib, wafat dan kebangkitan-Nya, kenaikan dan kemulian-Nya ke surga adalah kelahiran baru kita dalam Roh Kudus. Kita pun lalu disebut putri-putra Bapa dalam Yesus Kristus. Allah tidak hanya membebaskan kita dari dosa dan mengampuni kita, tetapi juga memenuhi kita dengan dengan hidup ilahi-Nya berkat anugerah Roh Kudus yang tinggal dalam diri kita.
Salib Kristus adalah bukti kasih Allah bagi kita. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, hingga Allah mengaruniakan Putra-Nya yang Tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Allah membuktikan kasih-Nya kepada kita dengan memberikan yang terbaik yang ditawarkan-Nya demi keselamatan kita, yakni Putra-Nya yang Tunggal yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Ia bahkan rela menyerahkan hidup-Nya sebagai korban tebusan bagi dosa kita dan dunia.
IMPIAN ATAU KENYATAAN
Yang diutarakan di atas ialah pengalaman iman dari para pengikut Yesus yang pertama yang kemudian dituliskan dalam bentuk Injil. Tidak segera dapat dicerna orang pada zaman kemudian di tempat lain. Kita boleh bertanya, bila benar Allah sungguh telah memberi perhatian khusus kepada dunia, bagaimana bisa dijelaskan kok masih ada saja yang tak beres, dan rasanya malah kekacauan semakin menjadi-jadi. Sekarang kekerasan, ketidakadilan, kematian terasa semakin mewarnai pengalaman sehari-hari. Retorika sajakah yang diutarakan Injil hari ini? Kerajaan Allah yang sudah datang itu impian atau kenyataan?
Injil Yohanes memecahkannya bukan dengan uraian moralistis atau pengajaran. Yang ditampilkan ialah sebuah kesaksian, yakni bahwa Allah tidak menghendaki kebinasaan. Yang dimaui-Nya ialah kehidupan kekal bagi semua orang. Bagi dunia. Yang perlu dilakukan manusia ialah berani menerima kebaikan-Nya. Mempercayai-Nya. Yang meragukan atau bahkan menolak akan tetap berada di dalam kegelapan, dalam ancaman kebinasaan, dan jauh dari kehidupan yang berkelanjutan. Tentu saja Yohanes memaksudkan kehidupan setelah kehidupan badani ini. Bagi Yohanes, yang kekal itu ialah kehidupan yang berbagi kedekatan dengan Yang Ilahi sendiri nanti. Inilah yang ditawarkan kepada Nikodemus. Dari pembicaraan dalam ay. 1-13 juga terasa betapa beratnya penyerahan seperti ini bagi Nikodemus. Ia masih bergulat agar membiarkan diri dan ikhlas dirasuki terang yang sudah ditemukan dan dilihatnya sendiri itu. Kisahnya bisa juga menjadi riwayat kita masing-masing.
Injil memberi penjelasan labih jauh. Yang menolak arah itu sudah menghakimi diri. Inilah yang dikatakan dalam ay. 19. Di sana malah dipakai lagi gambaran terang lawan gelap. Yang menyukai kegelapan dan menolak terang sudah melepaskan diri dari anugerah ilahi tadi dan terhukum untuk hidup dalam kegelapan. Terang datang ke dunia untuk menyingkirkan kegelapan. Tak usah orang berbuat banyak. Tinggal ikhlas membiarkan diri diterangi, maka kehidupan akan berubah dengan sendirinya. Tak usah lari berusaha ke sana. Nanti malah hangus. Bila menunggu, maka akan mendapat terang sesuai dengan yang dapat diterima. Tapi ada yang lari menyingkir mengikuti kegelapan, menjauh dari terang itu. Mereka itu menghakimi diri. Inilah pesan Yohanes hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar