Ads 468x60px

Ora et Labora


“Ora et Labora - Berdoa dan Bekerja."
Inilah nama PD Ekumenis yang terdiri dari para notaris kristiani se-Tangerang yang menyadari perlunya hidup doa di tengah karya, yang sekaligus juga merupakan salah satu semangat dasar dari teladan St Benediktus, yang menjadi Bapa Pelindung bagi Benua Eropa dan bagi para pertapa kristiani, rahib dan rubiah.
Alkitab sendiri penuh dengan contoh-contoh doa yang penuh kuasa, al:
1) Musa memanjatkan banyak doa syafaat yang dikabulkan Allah, bahkan juga ketika sudah mengatakan kepada Musa bahwa Ia akan mengambil tindakan lain.
2) Simson yang bertobat berdoa memohon satu kesempatan lagi untuk menunaikan tugas hidupnya mengalahkan bangsa Filistin; Allah menjawab doanya dengan memberinya kekuatan untuk merobohkan kedua tiang penyangga istana di mana mereka sedang merayakan kuasa dewa-dewa mereka (Hak 16:21-30).
3) Nabi Elia setidak-tidaknya mendapat jawaban atas empat doa penuh kuasa, yang kesemuanya memuliakan Allah
(lih. 1Raj 17:1-18:46; bd. Yak 5:17-18).
4) Raja Hizkia menjadi sakit dan diberi tahu oleh Yesaya bahwa dia akan mati (2Raj 20:1; Yes 38:1).
Karena merasa bahwa hidup dan tugasnya belum selesai, Hizkia mengarahkan wajah ke tembok dan berdoa dengan sungguh-sungguh agar Allah memberinya waktu yang lebih panjang; Allah mengutus Yesaya kembali ke Hizkia untuk memastikan bahwa ia akan disembuhkan dan hidup lima belas tahun lagi
(2Raj 20:2-6; Yes 38:2-6).
5) Tidak dapat disangkal bahwa Daniel juga berdoa kepada Tuhan ketika berada di gua singa, memohon pembebasan dari moncong singa-singa itu, dan Tuhan mengabulkan permohonannya
(Dan 6:10,16-22).
6) Orang Kristen mula-mula dengan sungguh-sungguh berdoa agar Petrus dibebaskan dari penjara, dan Allah mengutus malaikat untuk membebaskannya (Kis 12:3-11).
Adapun aneka ria unsur doa, yakni:
a) Memuji Allah.
(Maz 150:1-6; Kis 2:47; Rom 15:11)
b) Bersyukur kepada Allah.
(Maz 100:4; Mat 11:25-26; Fil 4:6)
c) Pertobatan kepada Allah.
(Yak 5:15-16; Maz 51:1-19; Luk 18:13; 1Yoh 1:9)
d) Memohon kepada Allah.
(Yak 4:2-3; Maz 27:7-12; Mat 7:7-11;Fil 4:6).
e) Mendoakan orang lain.
(Bil 14:13-19; Maz 122:6-9; Luk 22:31-32; 23:34)
Lalu, bagaimanakah kita seharus-nya berdoa?
Yesus menekankan kesungguhan dalam hati kita, karena kita tidak akan didengar jika semua perkataan kosong yang kita ucapkan, karena lebih baik "punya hati tanpa kata-kata daripada punya kata-kata tanpa hati." (Mat 6:7)
Kita juga dapat berdoa dalam hati (1Sam 1:13) atau dengan nyaring (Neh 9:4; Yeh 11:13).
Kita juga dapat berdoa dengan memakai kata-kata sendiri/kata-kata Alkitab.
Kita dapat berdoa dengan akal budi atau dengan Roh (1Kor 14:14-18).
Kita bahkan dapat berdoa dengan mengerang, yaitu tidak menggunakan kata-kata manusiawi (Rom 8:26), dengan mengetahui bahwa Roh akan menyampaikan permohonan itu kepada Tuhan.
Cara lainnya lagi ialah dengan menyanyi kepada Tuhan.
(Maz 92:2-3; Ef 5:19-20; Kol 3:16)
Doa kepada Tuhan kadang juga bisa disertai dengan puasa/matiraga.
(Ezr 8:21; Neh 1:4; Dan 9:3-4; Luk 2:37; Kis 14:23; Mat 6:16)
Sedangkan seputar posisi badan dalam berdoa, Alkitab mencatat ada yg berdoa dengan
berdiri (1Raj 8:22; Neh 9:4-5),
duduk (1Taw 17:16; Luk 10:13),
berlutut (Ezr 9:5; Dan 6:11; Kis 20:36),
tidur di pembaringan (Maz 63:7),
tersungkur di tanah (Kel 34:8; Maz 95:6),
berbaring di tanah (2Sam 12:16; Mat 26:39), dan
mengangkat tangan ke sorga (Maz 28:2; Yes 1:15; 1Tim 2:8).
Bicara lebih lanjut soal doa, tercandra beberapa syarat dasar berdoa, al:
1) Doa kita tidak akan dijawab kecuali kita memiliki iman yang tulus dan sejati:
“Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Mr 11:24) "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya" (Mr 9:23). Penulis Ibrani mendorong kita untuk "menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh" (Ibr 10:22), dan Yakobus menasihatkan kita bila meminta untuk "sama sekali jangan bimbang" (Yak 1:6; Yak 5:15).
2) Doa juga harus dipanjatkan dalam nama Yesus:
"Apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya" (Yoh 14:13-14). Doa kita hendaknya diselaraskan dengan sifat dan kehendak Tuhan kita (Yoh 14:13).
3) Doa yang dipanjatkan sesuai dengan kehendak Allah yang sempurna. "Dan inilah keberanian kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak- Nya" (1Yoh 5:14). Salah satu permohonan dalam pola doa Yesus/Doa Bapa Kami, membenarkan prinsip ini, "Jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di sorga" (Mat 6:10; bdk. Luk 11:2; perhatikan doa Yesus sendiri di Taman Getsemani, Mat 26:42).
4) Kita bukan hanya harus berdoa sesuai dengan kehendak Allah, kita juga harus berada dalam kehendak Allah itu jikalau kita mengharapkan Dia mendengar dan menanggapi kita. Allah akan memberikan hal-hal yang kita minta dari-Nya hanya jika kita mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya (Mat 6:33).
5) Kita haruslah bertekun.
Inilah pokok utama dalam perumpamaan janda yang gigih (Luk 18:1-7). Petunjuk Yesus untuk "mck", minta-cari-ketuk" (Mat 7:7-8) mengajarkan ketekunan dalam berdoa. Paulus juga mendorong kita untuk bertekun dalam doa (Kol 4:2;1Tes 5:17, Kol 4:2; 1Tes 5:17).
Ngomong ngomong, sudah berdoakah hari ini?

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)


NB:
Ilustrasi:
Nada Dasar “C”
Alkisah, ada seorang imam paroki, yang sudah tua tapi tetap baik hati, yang bernama Romo Joss Gandos. Dia tidak pernah bergunjing atau berbicara tentang kejelekan orang lain. Suatu hari, ia pergi ke sebuah stasi yang dekat untuk mengunjungi seorang umat tua renta yang sakit-sakitan, dan ketika ia meninggalkan stasi itu untuk pulang kembali ke pastoran, ada seorang wanita yang di stasi itu dikenal sebagai salah seorang penyebar gosip. Wanita itu mendekati Romo Joss Gandos dan bertanya apakah dia diberi ijin untuk berjalan bersamanya. Romo Joss Gandos tentunya tidak berkeberatan.
Setelah beberapa saat, wanita itu berkata, “Romo, wanita tetangga saya itu sangat jahat!” “Oh, benarkah demikian? Kalau begitu marilah kita berdoa Rosario untuknya, sehingga dia bisa bertobat ”Demi nama Bapa..... dan seterusnya sampai selesailah kelima peristiwa, dan dalam Rosario tersebut wanita itu sibuk untuk menjawab Salam Maria penuh rahmat....
Doa ini menghantar mereka sampai tiga perempat perjalanan pulang. Kemudian wanita itu memulai lagi keluhannya, “Romo, gimana saya bisa bersabar bertetangga dengan wanita itu?”
“Memang untuk bersabar itu sulit dan butuh perjuangan, maka marilah kita berdoa Rosario untuk dirimu agar kamu lebih mudah untuk bersabar.” Demi nama Bapa..... Sekali lagi mereka menyelesaikan kelima puluh butir Rosario tersebut sambil terus berjalan.
Tetapi ketika mereka baru saja menyelesaikan doa Salam Maria yang terakhir, wanita itu merasa bahwa sekarang saatnya untuk berbicara kembali, kata wanita itu, “Memang, Romo, suami wanita itu pun sangat menderita dibuatnya!”
“Lelaki yang malang. Kita pun harus berdoa Rosario untuknya.” Demi nama Bapa.....
Ketika mereka menyelesaikan doa tersebut, mereka sudah tiba di pastoran tempat Romo Joss Gandos tinggal. Walaupun di hati wanita itu masih banyak ingin bercerita tentang keburukan tetangganya, namun ia berpikir dua kali untuk menceritakannya kepada Romo Joss Gandos, karena itu berarti ia harus ikut berdoa Rosario lagi. Cerita berakhir sampai di sini.
Sudah menjadi kecenderungan manusia dalam diri kita untuk mudah melihat selingkaran kecil noda dalam sebuah gaun putih yang indah, daripada tetap mengagumi gaun putih tersebut dan menerima noda yang melekat padanya. Kita memiliki kecenderungan untuk melihat kesalahan, kekurangan, kelemahan, serta segala sisi negatif dari orang lain terlebih dahulu daripada mencoba untuk mencari sisi positifnya sampai-sampai saya pernah menulis di kolom twitter saya: ”Hanya ada satu hal yang baik dari seorang yang sombong - mereka jarang mau membicarakan orang lain”. Lantas apa yang harus kita perbuat, secara khusus terkait paut dengan masa prapaskah yang sedang kita kenangkan ini?
Di dalam menyanyikan sebuah lagu dengan sebuah alat musik, yang pertama kita lihat dan itu sangat menentukan adalah nada dasarnya. Begitupun di dalam hidup, kita juga harus melihat dan menentukan nada dasar kita, yakni nada dasar “C”, nada dasar CINTA. Karena, seperti kata St Theresia Avilla, segala sesuatu bila dikerjakan atas dasar CINTA, pasti akan terasa lebih indah dan ringan. Dalam cerita ilustrasi di atas, nampaklah bahwa si wanita tersebut sudah tertutup untuk melihat banyak segi positif dari tetangganya, yang mungkin selama ini tidak ia sadari.
Akhirnya sulitlah bagi dirinya untuk dapat mencintai dan melayani. Sungguh, untuk mencintai dan melayani dengan seutuh hati sangatlah sulit, tetapi bukan berarti tidak mungkin dilakukan, bukan?
Mencintai dan melayani menjadi nada dasar dalam setiap “dokar” - doa dan karya kita yang ingin kita persembahkan kepada Yesus dan Bunda Maria. Mungkin kita tersenyum mendengar tindakan Romo Joss Gandos, dalam cerita di atas, yang berdoa untuk kelemahan dan keburukan orang lain. Namun bila kita refleksikan lebih dalam, mendoakan orang lain yang memiliki keburukan serta berbagai kelemahan lainnya jauh lebih mulia dan bermakna daripada bila kita justru menguak dan menggali terus-menerus sisi negatif orang lain. Mendoakan menjadi sarana bagi kita untuk dapat belajar mencintai dan melayani, karena dengan berdoa bagi orang yang mengecewakan kita, kita sungguh memohon kepada kerahiman Tuhan agar orang tersebut dapat hidup lebih baik lagi.
Kini, dengan sepenuh budi (“head”), maukah kita belajar memberikan hati (“heart”) yang mencintai dan mengulurkan tangan (“hand”) yang melayani? Kalau masa prapaskah identik dengan ”PDA - Puasa Doa Amal”, maukah kita juga belajar untuk terus mencintai dan melayani secara nyata lewat “KUD” setiap harinya: “Karya” penuh belas kasih – “Ucapan” penuh belas kasih sekaligus “Doa” yang penuh belas kasih? Tapi, sebetulnya siapa sesama kita? Secara konkret, sesama kita adalah orang-orang yang paling sering kita temui dan dekat dalam keseharian hidup kita, yakni keluarga kita masing-masing.
Marilah kita bersama-sama mulai belajar memainkan nada dasar “C” ini dalam keseharian hidup di tengah keluarga dan gereja kita, lewat pelbagai praktek hidup menggereja yang bersahaja, karena benarlah kata dua seniman Katolik - Abah Adi Kurdi dan Mas Arswendo - dalam ‘Keluarga Cemara’, bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga, puisi yang paling bermakna dan lagu yang paling indah.
Dan pastinya: adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima, bukan?
=====================
Bila kita enggan memasuki malam
bagaimana mungkin kita bangun menatap menyingsingnya fajar.
Bila kita enggan terpejam dalam tidur dan terlena dalam mimpi
bagaimana mungkin kita menikmati suka cita mentari pagi.
Tidur adalah semacam
kematian mini
yang berakhir di nafas pagi.
Mati adalah semacam tidur yang panjang dan lama
dalam dekap hangat pelukan Allah.
Dan fajar menyeruak cakrawala
setiap jiwa
sebab janji Allah adalah kehidupan bukan kematian
sebab cuma melalui mati orang
mencicipi hidup abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar