Ads 468x60px

Tegas Terhadap Godaan


Minggu 5 Maret 2017
HARI MINGGU PRAPASKAH I A
Kej 2:7-9.3:1-7; Rm 5:12.17-19; Mat 4:1-11
Tegas Terhadap Godaan
Renungan
01.
 Para ekseget sepakat bahwa kisah pencobaan di padang gurun ini bukan merupakan laporan historis tetapi refleksi teologis atas pelaksanaan tugas perutusan Yesus sebagai Mesias. Dialah Putra Allah yang taat dan setia sepenuhnya kepada kehendak Allah. Semua pencobaan itu menyimbolkan godaan yang terus menerus harus dihadapi Yesus di sepanjang hidup-Nya. Yesus selalu digoda untuk menggunakan kekuatan-Nya sebagai Putra Allah dalam mengatasi kesulitan yang menghalangi pelaksanaan tugas perutusan-Nya. Melalui kisah ini Yesus mengajarkan kepada para murid sikap yang harus dipilih dalam menghadapi godaan setan yang bermaksud membelokkan kita dari rancangan keselamatan Allah. Dari konstruksi literer dan dari banyaknya kutipan Kitab Keluaran nampak adanya kesejajaran yang mencolok antara godaan yang dialami Yesus dengan godaan yang dialami oleh bangsa Israel di padang gurun. Bedanya, kalau bangsa Israel kalah melawan godaan, sedang Yesus mampu memenangkan setiap godaan yang dihadapi-Nya. Dialah Israel Baru yang dengan gemilang mengalahkan bujukan setan untuk melawan kehendak Allah. Dialah Putra Allah sejati yang taat sepenuhnya hanya kepada Allah.

02. Dalam ketiga adegan digambarkan Yesus sebagai Putra Allah hanya taat kepada kehendak Bapa dan menolak memakai otoritas dan kekuatan-Nya di luar kehendak Bapa. Secara implisit Yesus menerima cara Bapa menyelamatkan manusia, yakni melalui penderitaan dan salib. Dialah Mesias yang menderita. Dengan demikian Yesus menolak peran sebagai Mesias eskatologis yang membalas atau mengganjar sepadan dengan perbuatan yang telah dilakukan manusia di sepanjang hidupnya sebagaimana diwartakan Yohanes Pembabtis dan diyakini para rahib di Qumran. Dia juga menolak gagasan Mesias politis sebagaimana diharapkan oleh sebagian besar rakyat dan para aktifis politik. Perjanjian Baru memberikan pelbagai interpretasi terhadap kemesiasan Yesus. Kitab Ibrani menggambarkan Yesus sebagai Imam Besar yang dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, “sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibr 4:15). Markus (Mrk 1:12-13) dan Paulus (Rom 5:12-21) menggambarkan Yesus sebagai Adam Baru. Sedang Lukas memberikan interpretasi profetik, perjuangan Yesus melawan godaan menjadi isyarat untuk penderitaan yang akan dialami-Nya.

03. Cara yang dipilih Bapa untuk menyelamatkan berbeda dengan cara-cara yang dipakai manusia. Bapa tidak ingin memaksakan kehendak-Nya dengan kekuatan dan kuasa-Nya yang dahsyat dan mentakjubkan. Siapkah Yesus menjalankan tugas perutusan sesuai dengan cara yang dipilih Bapa? Mampukah Ia menolak semua bujuk rayu untuk memakai kekuatan dan kekuasaan yang serba hebat dan luar biasa? Yesus mesti diuji karena Dialah pemenuhan harapan seluruh bangsa. Dialah Israel Baru yang harus merevisi sejarah masa lampau yang diwarnai dengan kegagalan demi kegagalan. Kata “dibawa” dan “dicobai” (ay. 1) mengingatkan kita akan pengalaman bangsa Israel seperti yang diceritakan dalam Ul 8:2, “Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.”

04. Angka 40 dalam Kitab Suci mempunyai makna simbolik yakni persiapan karya agung Allah dalam rencana penyelamatan manusia. 40 hari lamanya Musa berpuasa dan tinggal di atas gunung Sinai sebelum bertemu dengan Allah untuk menerima Sepuluh Perintah Allah (Kel 24:18; 34:28; Ul 9:9); Nabi Elia berjalan menuju gunung Horeb, gunung Allah yang suci selama 40 hari (1 Raj 19:8); Yunus memperingatkan agar semua penduduk Niniwe berpuasa selama 40 hari sebagai wujud pertobatansupaya terhindar dari murka Allah (Yun 3:1-10). Dengan menceritakan lamanya Yesus berpuasa mungkin Mateus mau menunjukkan bahwa Yesus mengalami juga peziarahan batin sebagaimana dialami oleh nabi-nabi besar Perjanjian Lama yaitu Musa, Elia dan Yunus.

05. Gelar “Anak Allah” mengacu pada suara dari surga sebagaimana dikisahkan dalam perikop sebelumnya. Gelar itu juga berarti Mesias. Maka dalam ay. 3 dan 4 iblis menantang Yesus sebagai Mesias, pemimpin umat Allah yang baru. Dengan ungkapan “Jika Engkau Anak Allah” sebenarnya iblis tidak meragukan keputraan Yesus tetapi meminta agar Yesus menunjukkan ciri-ciri keputraan itu sesuai dengan keinginan iblis. Di bawah salib, orang-orang Yahudi (menggantikan peraniblis) menggoda Yesus dengan ungkapan yang sama, “jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu” (Mat 27:40). Kedua godaan itu isinya sama: agar Yesus mempergunakan kekuatan-Nya sebagai Mesias untuk kepentingan-Nya sendiri atau tepatnya untuk melepaskan diri dari keadaan yang membahayakan nyawa-Nya.

06. Dengan mengutip Ul 8:3 bahwa “Manusia hidup bukan dari roti saja” Yesus memaknai godaan pertama ini mirip dengan godaan yang dialami oleh bangsa Israel di padang gurun yang membuat mereka tidak mau lagi mempercayakan hidupnya pada penyelenggaraan Allah. Dalam godaan ini Yesus dibujuk setan agar tidak lagi mempercayakan diri kepada Allah tetapimengandalkan kekuatan-Nya sendiri sebagai Mesias untuk menghilangkan rasa lapar-Nya. Menanggapi godaan ini Yesus menegaskan bahwa tidak akan mengandalkan kekuatan-Nya sendiri untuk menjamin keberlangsungan hidup-Nya tetapi menyerahkan Diri sepenuhnya kepada perlindungan dan penyertaan Bapa dalam ketaatan dan kesetiaan sepenuhnya.

07. Yang dimaksud dengan “kota suci” (ay. 5) adalah Yerusalem. Dalam Mzm 91:11 Allah menjanjikan perlindungan untuk orang-orang saleh yang mengandalkan hidupnya hanya kepada Allah. Kalau terhadap orang-orang saleh Allah melindungi hidupnya, apalagi terhadap Mesias. Allah pasti akan melindungi-Nya dari segala marabahaya. Dengan mengutip Ul 6:16 Yesus mengingatkan kisah di Massa saat bangsa Israel berani meragukan kehadiran dan pertolongan Allah, "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?" (Kel 17:7). Saat Israel tanpa takut meminta tanda atau bukti perlindungan Allah. Allah melalui Musa kemudian mengadakan mukjizat dengan menciptakan mata air yang memancar dari gunung batu. Dengan menjatuhkan Diri-Nya dari puncak menara Bait Allah di Yerusalem seperti yang diusulkan setan, Yesus memaksa Allah untuk melakukan mukjizat. Kalau kesimpulan dari godaan pertama Yesus seutuhnya mempercayakan diri pada perlindungan Allah, dalam godaan kedua ini setan membujuk agar Yesus menyalahgunakan perlindungan Allah itu seperti yang telah dilakukan oleh bangsa Israel di masa lalu dengan memaksa Allah untuk melakukan mukjizat.

08. Latar belakang godaan ketiga adalah kecenderungan untuk menyembah berhala dengan menjadikan sebuah benda seakan-akan mempunyai kuasa seperti Allah. Yesus ditantang untuk menerima bahwa ada kekuatan lain selain kekuatan Allah yang menguasai dunia ini. Dengan mengutip Ul 6:13 Yesus menolak segala bentuk penyembahan selain kepada Allah, Bapa-Nya. Allah adalah satu-satunya Raja Semesta Allah yang harus diabdi dengan sepenuh hati. Dia menerima jalan perendahan diri sebagaimana direncanakan Allah. Godaan ini mirip dengan godaan untuk tampil sebagai mesias politis.

09. Para malaekat melayani Yesus setelah mengalahkan semua godaan. Nampaknya Mateus mengacu pada peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Yesus menolak meminta tolong Bapa-Nya agar mengirimkan dua belas pasukan malaekat untuk membebaskan-Nya dari salib (Mat 26;53). Dia dilayani malaekat sesudah kebangkitan-Nya (Mat 28:2-7).

10. Yang menarik dari strategi Iblis dalam melancarkan godaan ialah dengan menyerang titik kelemahan kita. Setelah Yesus berpuasa selama 40 hari, kebutuhan mendesak yang mesti dipenuhi adalah makan. Maka iblis datang mengusulkan hal yang “seakan-akan” dapat memenuhi kebutuhan itu yakni dengan mengubah batu menjadi roti karena iblis tahu benar bahwa Yesus mampu melakukannya. Kata “godaan” menterjemahkan kata Yunani “peirazoo” yang berarti bujukan untuk menjatuhkan. Dari kisah itu nampak jelas bahwa godaan terjadi pada titik lemah dan yang digodai mempunyai potensi atau kemungkinan untukmelakukannya. Misalnya, seseorang tidak akan digoda untuk korupsi jika tidak memiliki peluang dan kemungkinan untukmelakukannya.

11. Bacaan I memberikan narasi yang sangat menarik tentang godaan. Godaan dari ular dimulai dengan pertanyaan pancingan dan disusul dengan tafsiran atas perintah Tuhan yang sengaja diselewengkan : “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” Karena terbujuk oleh tafsiran setan itu muncullah prasangka buruk dalam hati perempuan itu: ternyata “Allah tidak tulus”, “Allah tidak mau disaingi”. Prasangka buruk itu meracuni hati dan mengubah cara pandang. Yang dilarang Allah justru menjadi tampak menarik. Nampaknya buah itu enak dan memberi manfaat yaitu memberikan pengertian tentang kebaikan dan keburukkan. Apa salahnya memakan buah itu? Bukankah memperoleh pengetahuan sama dengan Allah akan lebih baik? Saat perempuan itu mengembara dengan bayangan akan memperoleh kenikmatan dan kemampuan baru, si ular pergi. Tugasnya sudah selesai. Selebihnya biarlah perempuan itu yang secara aktifmewujudkan godaan ke dalam tindakan. Ketika godaan merasuk ke dalam diri perempuan itu, perintah Allah tergeser oleh keinginan pribadi manusia yang “seolah-olah logis dan wajar”. Perintah Allah menjadi relatif, tidak mutlak.
Rupanya perempuan itu tidak mau makan sendirian. Diberikannya sebagian kepada suaminya. Setelah mereka makan buah itu, ternyata mereka tidak menjadi tahu segala hal. Sebaliknya mereka kemudian justru mulai sadar dan tahu bahwa mereka telanjang. Pengetahuan mereka hanya sampai pada pengenalan akan dirinya yang rapuh. Mereka kemudian membuat penutup atas tubuh mereka. Manusia malu dengan kerapuhan itu.

12. Hidup itu sulit. Hidup itu terdiri dari serangkaian masalah-masalah yang sulit yang harus dipecahkan. Kita selalu digoda untuk menemukan penyelesaian yang mudah dengan jalan pintas, meskipun sesungguhnya tidak ada penyelesaian mudah untuk masalah yang sulit. Ada 3 solusi gampang yang sering menggoda : percaya penuh pada diri sendiri, percaya penuh pada Allah, percaya penuh pada jimat.
Orang yang percaya penuh pada kemampuan sendiri akan mengandalkan ketrampilan, pengetahuan, pengalaman, daya tarik pribadi, penampilan diri, relasi pribadi dan kekayaan yang dimilikinya. Setan menggoda Yesus agar mempergunakan kekuatan-Nya sebagai Mesias untuk memuaskan rasa haus dan laparnya. Namun Yesus menolak dan memilih setia dan taat kepada Bapa-Nya.
Menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dalam praksis hidup konkret sehari-hari sering disalah-mengerti. Semua persoalan pasti bisa diselesaikan hanya dengan berdoa dan menunggu dengan sabar tanpa kerja keras dan cerdas dengan cucuran keringat. Mereka berpendapat bahwa usaha manusia tidak diperlukan. Berharap ada mukjizat yang turun dari langit. Misalnya, seorang pelajar malas belajar untuk mempersiapkan ujiannya dengan alasan, “Kalau Tuhan menghendaki aku lulus, tidak ada yang mampu menghalanginya. Tetapi seandainya Tuhan menghendaki aku tidak lulus meskipun belajar keras selama 24 jam pun aku tidak akan lulus”. Setan menggoda Yesus agar memaksa Allah melakukan mukjizat tetapi Yesus menolak menyalahgunakan perlindungan Allah.
Orang yang percaya kepada jimat artinya mempercayai sebuah “kekuatan” yang bisa menyelesaikan semua masalah yang sedang dihadapi entah berupa ritus atau upacara tertentu, ramalan bintang, benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan gaib. Yesus menolak adanya kekuatan lain yang menguasai dunia ini selain kekuatan Allah.
Menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah berarti secara total memakai sarana yang telah dianugerahkan Allah kepada kita: otak, tenaga, kehendak bebas. Doa dan usaha adalah dua hal yang harus dilakukan bersama-sama. Berkah Dalem.

Tanya - Jawab Biblis
Dalam ayat 17, Tuhan sendiri mengatakan bahwa itu adalah pohon pengetahuan tentang yg baik dan yang jahat. Kenapa tidak boleh dimakan? Apa manusia tidak boleh tahu tentang yang baik dan yang jahat?
Jawaban:
Saya harus membuat jawaban agak memutar dan panjang untuk memberi duduk persoalannya.
1. Kitab Kejadian (Genesis) adalah refleksi umat Israel waktu itu tentang adanya kuasa Allah yang mencipta dan menyelenggarakan hidup manusia serta alam semesta. Sesuai dengan sifat Allah yang sempurna, maka semua yang diciptakan baik adanya. Meskipun begitu, mengapa ada dosa di kalangan manusia? Ketika kita lahir, tahu-tahu sudah ada dosa (perbuatan pribadi yang dilakukan dengan sadar, tahu dan mau) dan ada kuasa dosa (suasana kerapuhan yang melingkupi hidup manusia, bukan dosa pribadi). Dari situ terciptalah kisah tentang jatuhnya manusia ke dalam dosa.
2. Dosa pertama menjadi causa prima munculnya kuasa dosa bagi umat manusia. Kuasa dosa ini menjadi penyebab kematian. Dosa pertama ditengarai sebagai dosa ketidaktaatan. Perempuan (wakil manusia) menjadi tidak taat karena ada godaan dari Iblis (empunya kekuasaan dosa). Godaan Iblis memutarbalikkan ketentuan Allah. Menurut Iblis, jika manusia makan buah pengetahaun tentang yang baik dan jahat, tidak akan mati tetapi menjadi seperti Allah. Keinginan "menjadi seperti Allah" membuat perempuan itu melirik buah terlarang. Saat itu sudah mulai muncul kesombongan pada diri manusia, kesombongan yang membuatnya tidak taat perintah. Itu semua efek dari godaan. Istilahnya, manusia men-subyektivasikan godaan yang sifatnya obyektif. Kuasa dosa (obyektif) diadopsi kemudian menjadi dosa (subyektif). Karena kena godaan, manusia yang innosens menjadi pelaku dosa.
3. Dari segi logika, tidak mungkin manusia menjadi seperti Allah secara sempurna. Rupanya kata "menjadi seperti Allah" diartikan sebagai kondisi "menyamai Allah". Dengan diciptakan sebagai mahluk tertinggi, manusia sebenarnya sudah seperti Allah dalam kadar tertentu. Namun terlepas dari detil bagaimana manusia menjadi seperti Allah, secara jelas tindakan perempuan itu tergolong dosa ketidak-taatan. Diapun berprasangka bahwa Allah tidak memberi seluruh anugerah-Nya dan sengaja menyimpan satu daya kemampuan-Nya untuk diri-Nya sendiri karena takut disaingi. Mulai muncul prasangka buruk terhadap Allah (karena termakan logika tipuan dari Iblis). Perempuan itu ingin mengambil dengan paksa, apa yang tidak diberikan Allah sebagai bagiannya. Mengapa Allah tidak memperkenankan manusia makan buah pengetahuan? Tidak ada yang tahu. Manusia hanya boleh taat. Ternyata Iblis telah membuat tafsirannya sendiri untuk menggoda manusia.
4. Buah pengetahuan itupun akhirnya diraih oleh manusia (diwakili perempuan), tetapi ternyata manusia tidak menjadi seperti Allah. Dia memang tahu mana yang baik dan yang jahat, tetapi rupanya pengetahuan itu justru menjerumuskan. Kenapa menjerumuskan? Karena manusia rapuh. Dengan kerapuhannya, manusia justru suka memilih yang jahat dengan sadar, dan itu membawa akibat dosa. Seandainya manusia tidak dihinggapi kerapuhan, soalnya akan lain. Perlu kita ingat, bahwa tindakan dosa itu tindakan yang disertai pengetahuan dan kesadaran bahwa apa yang dilakukannya adalah dosa. Dengan pengetahuannya, manusia menjadi tidak inosens lagi, dilambangkan dengan rasa malu ketika tahu bahwa mereka telanjang. Di satu pihak, mereka beruntung karena tahu apa yang jahat dan apa yang baik, tetapi di lain pihak mereka rugi karena kerapuhan telah membuat manusia lebih senang memilih yang jahat. Refleksi yang dijadikan kisah ini berangkat dari fakta dan bukan dari teori. Teorinya, kalau tahu mana yang baik dan mana yang jahat, manusia akan lebih bijaksana dan memilih yang baik-baik terus. Faktanya ternyata lain. Pergulatan ini dialami oleh Santo Paulus berkaitan dengan Taurat: "7 Justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: "Jangan mengingini!" 8 Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. 9 Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, 10 sebaliknya aku mati. Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. 11 Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku." (Rm 7:7-11) Perlu ditambah lagi ayat-ayat berikutnya: "14 Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. 15 Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. 16 Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. 17 Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. 18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. 19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. 20 Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku." (Rm 7:14-20).
5. Manusia mendapat pengetahuan tentang yang jahat dan yang baik, tetapi tidak mempunyai perangkat yang cukup untuk melakukan "hanya yang baik". Software dan hardware manusia itu ternyata lemah. Gak kuat menjalankan program yang canggih-canggih. Itulah soalnya. Untuk menjawab pertanyaan romo, saya hanya bisa mengatakan bahwa persoalan dosa bukan hanya sampai pada soal "tahu" tetapi juga menjangkau sampai soal "kerapuhan" manusia. Pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat "bagi manusia" ternyata membawa kerugian (dalam arti tertentu) karena kemudian dia (karena kerapuhannya) jadi mengenal dosa dan kuasa dosa sehingga harus mengalami kematian. Kita perlu juga melihat Kej 3:22: "Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya." Ada dua pohon yang dilarang. Manusia ternyata belum menyentuh pohon kehidupan. Kalau sampai menyemakan buah pohon kehidupan, manusia tidak akan mati. Bayangkan kalau manusia yang rapuh dan terus bergelimang dosa itu gak mati-mati, rusak deh dunia ini. Ini logika umat Israel zaman dulu, berpangkal dari fakta yang mereka hadapi tentang eksistensi manusia di dunia. Silahkan merenungkannya.
NB:
4:1 Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. 4:2 Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus. 4:3 Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." 4:4 Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." 4:5 Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, 4:6 lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." 4:7 Yesus berkata kepadanya: "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" 4:8 Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, 4:9 dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." 4:10 Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" 4:11 Lalu Iblis meninggalkan Dia, dan lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus.

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar