Pada tahun 1938, tentara nazi Adolf Hitler menguasai Austria dan mengambil alih pemerintahan negara tersebut.
Suster Restituta, mempunyai pendapatnya sendiri atas “pemerintahan” yang baru itu.
Ketika rumah sakit tempatnya bekerja mendapat tambahan bangunan kamar-kamar perawatan, ia menggatung sebuah salib pada tiap-tiap kamar.
Suster Restituta, mempunyai pendapatnya sendiri atas “pemerintahan” yang baru itu.
Ketika rumah sakit tempatnya bekerja mendapat tambahan bangunan kamar-kamar perawatan, ia menggatung sebuah salib pada tiap-tiap kamar.
Nazi menuntut agar salib-salib itu diturunkan dan Suster Restituta diberi tahu bahwa ia akan mendapat hukuman apabila tidak melaksanakannya.
Walau dibawah ancaman, ia menolak : salib-salib itu tetap tergantung di dinding semua kamar.
Walau dibawah ancaman, ia menolak : salib-salib itu tetap tergantung di dinding semua kamar.
Pada hari Rabu Abu, 18 Februari 1942, tepat saat ia keluar dari ruang operasi setelah bertugas, Suster Restituta ditangkap Gestapo, atas tuduhan “menggantungkan salib dan membuat puisi yang mengejek Hitler”.
Ia kemudian mendapat hukuman mati setelah disidang dengan tuduhan kesalahan “membela musuh dan berkonspirasi untuk melawan.”
Suster Restituta ditawari kebebasan, dengan syarat : ia harus meninggalkan ke”fransiskan-an”nya. Ia menolak keras, dan walaupun mengajukan grasi, permohonan itu ditolak sekretaris pribadi Hitler, Martin Bormann, yang menyatakan bahwa hukuman yang diberikan kepadanya "akan memberikan intimidasi efektif bagi orang lain yang mungkin juga ingin melawan Nazi."
Ia kemudian mendapat hukuman mati setelah disidang dengan tuduhan kesalahan “membela musuh dan berkonspirasi untuk melawan.”
Suster Restituta ditawari kebebasan, dengan syarat : ia harus meninggalkan ke”fransiskan-an”nya. Ia menolak keras, dan walaupun mengajukan grasi, permohonan itu ditolak sekretaris pribadi Hitler, Martin Bormann, yang menyatakan bahwa hukuman yang diberikan kepadanya "akan memberikan intimidasi efektif bagi orang lain yang mungkin juga ingin melawan Nazi."
Suster Restituta melewatkan masa ia dipenjara dengan merawat orang-orang sakit di sana, dan akhirnya, demi cintanya kepada salib Tuhan, menjalani hukuman matinya dengan cara dipenggal pada hari Kamis Putih, 30 Maret 1943, pada usia 48 tahun.
Dalam surat yang ia tulis pada hari-hari akhirnya di dalam penjara, ia mengatakan :
“Tidak apa-apa kita dipisahkan dari segala sesuatu, tidak apa-apa segala hal diambil dari kita; karena iman yang kita bawa di dalam hati kita, itulah yang tak seorang pun dapat mengambilnya dari kita.
Dengan cara inilah kita membangun altar, di dalam hati kita masing-masing.”
“Tidak apa-apa kita dipisahkan dari segala sesuatu, tidak apa-apa segala hal diambil dari kita; karena iman yang kita bawa di dalam hati kita, itulah yang tak seorang pun dapat mengambilnya dari kita.
Dengan cara inilah kita membangun altar, di dalam hati kita masing-masing.”
Paus Yohanes Paulus II ketika mengunjungi Wina pada tahun 1998, membeatifikasi Suster Maria Restituta dan menyatakan ia sebagai martir wanita pertama Wina :
“Ia telah melayani sesama dengan sangat baik, dan melayani dengan paling baik kepada Sang Penyelamatnya, dengan memberikan nyawanya.”
------------
“Ia telah melayani sesama dengan sangat baik, dan melayani dengan paling baik kepada Sang Penyelamatnya, dengan memberikan nyawanya.”
------------
Salam HIKers,
Tuhan berkati & Bunda merestui
Tuhan berkati & Bunda merestui
Tidak ada komentar:
Posting Komentar