Tritunggal=Trinitas (tres/tiga, unitas/esa)
TRI: "TRI"malah dalam iman,
TUNG: bergan"TUNG"lah pada Tuhan
GAL: tang"GAL"kanlah kegelapan
TUNG: bergan"TUNG"lah pada Tuhan
GAL: tang"GAL"kanlah kegelapan
Minggu, 22 Mei 2016
HR Tritunggal Mahakudus
Ams 8:22-31; Mzm 8:4-5.6-7.8-9; Rom 5:1-5; Yoh 16:12-15.
HR Tritunggal Mahakudus
Ams 8:22-31; Mzm 8:4-5.6-7.8-9; Rom 5:1-5; Yoh 16:12-15.
"Magistra aeterna - Guru sejati."
Inilah salah satu julukan yang diberikan pada Yesus ketika mengajarkan banyak hal baik kepada para muridNya , terlebih pada hari ini Gereja merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus: Allah sebagai Bapa, Yesus Kristus, Sang Putra, dan Roh Kudus. Hari raya ini adalah mengenai dua hal tentang siapa dan apa. Hari Raya Tritunggal Mahakudus adalah Allah Bapa, Yesus Kristus, Sang Putra dan Roh Kudus. Hari Raya Tritunggal Mahakudus adalah tentang persekutuan kasih dan kerahiman di antara Mereka. Roh Kudus dalam kesatuan tak terpisahkan bersama Bapa dan Putra.
Jelasnya, pada hari ini kita merayakan relasi kasih dan kerahiman antara Allah Bapa, Yesus Kristus, Sang Putra dan Roh Kudus dengan menerapkan tiga sikap dasar yang diwartakan Yesus Sang Guru Sejati pada bacaan hari ini, antara lain:
Jelasnya, pada hari ini kita merayakan relasi kasih dan kerahiman antara Allah Bapa, Yesus Kristus, Sang Putra dan Roh Kudus dengan menerapkan tiga sikap dasar yang diwartakan Yesus Sang Guru Sejati pada bacaan hari ini, antara lain:
1."Simplicitas": Kesederhanaan.
Ia mengatakan dengan jujur bahwa "masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu tapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya." Ia menjadi guru yang menjelaskan dengan sederhana, bertahap dan memahami kemampuan para muridNya yang tidak langsung mudah mengerti (Lih: Mat 16:5-12; Mrk 9:30-32).
Ia mengatakan dengan jujur bahwa "masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu tapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya." Ia menjadi guru yang menjelaskan dengan sederhana, bertahap dan memahami kemampuan para muridNya yang tidak langsung mudah mengerti (Lih: Mat 16:5-12; Mrk 9:30-32).
2."Solidaritas": Kebersamaan.
Ia selalu hadir, terlebih ketika akan meninggalkan para muridNya, Ia sehati dan sejiwa, selalu memberikan banyak peneguhan dan penghiburan bahwa Ia selalu ada bersama mereka.
Ia selalu hadir, terlebih ketika akan meninggalkan para muridNya, Ia sehati dan sejiwa, selalu memberikan banyak peneguhan dan penghiburan bahwa Ia selalu ada bersama mereka.
3."Sanctitas": Kekudusan.
Ia menyatakan akan mengirim roh penghibur yakni roh kebenaran yang kerap kita sebut sebagai roh kudus. Dengan kata lain: Kitapun diajak untuk hidup kudus karena Allah yang kita imani dan roh yang kita hayati adalah benar-benar kudus. Roh kudus sendiri yang mengajak kita hidup kudus adalah penolong (Yoh 14:16-17), penghibur (Yoh 14:26) dan pemimpin kepada kebenaran (Yoh 16:13).
Ia menyatakan akan mengirim roh penghibur yakni roh kebenaran yang kerap kita sebut sebagai roh kudus. Dengan kata lain: Kitapun diajak untuk hidup kudus karena Allah yang kita imani dan roh yang kita hayati adalah benar-benar kudus. Roh kudus sendiri yang mengajak kita hidup kudus adalah penolong (Yoh 14:16-17), penghibur (Yoh 14:26) dan pemimpin kepada kebenaran (Yoh 16:13).
"Dari Tarsus ke Kramat Jati - Tuhan Yesus itu Guruku yang sejati."
NB:
Tritunggal
Tritunggal adalah doktrin iman dalam keluarga Gereja Katolik yang mengakui Satu Allah Yang Esa, namun hadir dalam Tiga Pribadi Allah (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus), di mana ketiga Pribadi Allah, sama esensinya, sama kedudukannya, sama kuasanya, dan sama kemuliaannya. Formula Doktrin Tritunggal yang kerap membuat banyak umat tidak langsung mengerti, secara sederhana berbunyi: satu keberadaan Allah di dalam tiga Pribadi: Bapa dan Anak (Putra) dan Roh Kudus.
Dalam Katekismus 234, dikatakan bahwa:
“Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Itulah misteri kehidupan batin ilahi, dasar pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya. Itulah yang paling mendasar dan hakiki dalam "hierarki kebenaran iman". (DCG 43). "Seluruh sejarah keselamatan tidak lain dari sejarah jalan dan upaya, yang dengan perantaraannya Allah yang satu dan benar - Bapa, Putera, dan Roh Kudus - mewahyukan diri, memperdamaikan diriNya dengan manusia yang berbalik dari dosa, dan mempersatukan mereka dengan diriNya"
“Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Itulah misteri kehidupan batin ilahi, dasar pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya. Itulah yang paling mendasar dan hakiki dalam "hierarki kebenaran iman". (DCG 43). "Seluruh sejarah keselamatan tidak lain dari sejarah jalan dan upaya, yang dengan perantaraannya Allah yang satu dan benar - Bapa, Putera, dan Roh Kudus - mewahyukan diri, memperdamaikan diriNya dengan manusia yang berbalik dari dosa, dan mempersatukan mereka dengan diriNya"
Disinilah, bukankah tepat jika dikatakan: Tuhan itu Maha Sempurna dan Mahabesar, sedangkan manusia itu kecil dan sangat terbatas, baik pancaindera maupun pikirannya. Berangkat dari pernyataan inilah, manusia dengan segala keterbatasannya sangat sulit untuk mengerti misteri Allah yang sesungguhnya, antara lain adalah misteri Allah Tritunggal seperti yang dipaparkan di atas.
Penjelasan yang kerap dinyatakan: Allah itu adalah Yang Tak Terbatas.
Allah Bapa adalah Yang Tak Terbatas, kita mengerti semuanya.
Tetapi bagaimana dengan Yesus Sang Allah Putera? Yang dilihat oleh para muridNya itu Yesus sebagai Allah atau sebagai manusia? Jelas yang dilihat adalah Yesus sebagai manusia yang terbatas, yaitu setinggi hampir dua meter saja. Tetapi Yesus sebagai Allah, Ia pun adalah Yang Tak Terbatas, yang tak dapat dilihat oleh para muridNya.
Sedangkan Allah Roh Kudus yang diceriterakan dalam Kitab Suci muncul dalam dua bentuk. Pertama adalah bentuk burung merpati, sebagaimana nampak ketika Yesus dibaptis (Mat 3:16), dan yang lain adalah dalam bentuk lidah-lidah api sebagaimana yang tercurah pada Maria dan Para Rasul ketika Pentakosta (Kis 2:2-3 ).
Tetapi apakah Allah Roh Kudus itu seperti burung merpati atau lidah-lidah api ? Jangan-jangan kita merasa berdosa kalau makan dara goreng di Restoran dengan berkata: "Wah... aku tak akan makan Roh Kudus Goreng, dosa " Burung merpati dan lidah-lidah api itu adalah simbol atau lambang terkenal dari kehadiran Roh Kudus. Jadi Roh Kudus yang sesungguhnya adalah juga Yang Tak Terbatas. Jadi ada tiga sosok, yang semuanya adalah Yang Tidak Terbatas.
Dkl: Yang Tiga itu adalah Yang Satu yang tak terpisahkan yaitu Yang Tak Terbatas. Jika ada orang yang berkata: "Mana mungkin 1+1+1=1 ? Benar bahwa 1+1+1=1 adalah tidak mungkin, jika yang dijumlahkan itu bakpau atau kwetiau (yang terbatas). Tetapi jika ketiganya adalah Yang Tak Terbatas, maka persamaan itu menjadi mungkin. Satu Yang Tak Terbatas + satu Yang Tak Terbatas + satu Yang Tak Terbatas = satu Yang Tak Terbatas. Persamaan ini menjadi mungkin bukan ?
Nah kita tentu bisa merenungkannya lagi secara pribadi. Dalam analogi sederhana, yang tidak sepenuhnya tepat juga, api juga dapat digunakan sebagai penjelasan Tritunggal. Api terbagi menjadi tiga komponen yaitu: panas, cahaya (tepatnya gelombang cahaya), dan daya bakar. Jadi walau api itu satu, namun api bisa kita temui dalam tiga wujud sesuai dengan keinginan kita, misal sebagai panas (waktu kita memasak), sebagai cahaya (waktu lampu mati dan kita menyalakan lilin), dan dalam wujud pembakar (waktu kita membakar kertas).
Atau juga sebuah telur ayam: ia mempunyai kulit/cangkang, kuning telou dan putih telur. Atau seorang pribadi yang dipanggil dengan tiga nama, misalnya saya (romo Kokoh): di rumah di panggil sebagai “mas”, di gereja di panggil sebagai “romo”, ketika mengajar di kampus negeri kerap dipanggil sebagai “bapak.” Hal-hal sederhana di atas ‘identik’ dengan keberadaan Allah, karena kita dapat berjumpa dengan Allah dalam tiga pribadi, sebagai Allah Bapa (waktu kita bertobat dan menyesali dosa), atau sebagai Yesus (waktu kita memohon sesuatu), dan sabagai Allah Roh Kudus (waktu kita meminta kekuatan).
Secara etimologi, kata “Tritunggal” sendiri berasal dari bahasa Latin, yakni: “Trinitas”. Kata “trinitas” ini terdiri dari dua kata, yaitu “tres”=“tiga”, dan “unus”= “esa”, “tunggal” atau “satu”: Adanya keberadaan dari satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari keallahan ini ada tiga pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat, tetapi berbeda di dalam pribadi” Istilah keberadaan, bahasa Yunani-nya adalah ousia (Ing:being). Istilah ousia memiliki beberapa istilah Latin yang sepadan: substantia (Ing: substance), essentia (Ing: essence), natura (Ing: nature). Maka satu keberadaan Allah sama pengertiannya dengan satu esensi, atau satu natur, atau satu substansi Allah.
Bicara soal kata “Tritunggal”, saya juga kembali teringat banyak istilah yang identik dengan kata tiga. Ada Trisakti, sebuah kampus di bilangan Grogol, Jakarta Barat. Ada Trinitas, sebuah nama Gereja Katolik di Cengkareng. Ada Trisula, sebuah senjata tombak dengan tiga mata. Ada Trikora, sebuah operasi pembebasan Irian Barat. Ada Tritura, tiga tuntutan rakyat pada masa-masa transisi antara Orde Lama dan Orde Baru. Nah, disinilah bagi saya pribadi, dalam sebuah keluarga, tritunggal mendapat artinya secara khusus. Tritunggal adalah sebuah kata yang bisa mengandung tiga arti dasar itu, antara lain: ‘Tri’malah dalam iman, Bergan’tung’lah pada Tuhan dan Tang’gal’kanlah kegelapan.”
Pertama, terimalah dalam iman.
Dengan tegas, Gereja mengimani bahwa Tritunggal adalah satu. Kita tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi: "Tritunggal yang sehakikat" (Konsili Konstantinopel 1155: DS 421). Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing dari mereka adalah Allah sepenuhnya dan seluruhnya: "Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat" (Sinode Toledo XI 675: DS 530). "Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat, atau kodrat ilahi" (K.Lateran IV 1215: DS 804). Disinilah, kita diajak menerima semua ini dalam iman.
Dengan tegas, Gereja mengimani bahwa Tritunggal adalah satu. Kita tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi: "Tritunggal yang sehakikat" (Konsili Konstantinopel 1155: DS 421). Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing dari mereka adalah Allah sepenuhnya dan seluruhnya: "Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat" (Sinode Toledo XI 675: DS 530). "Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat, atau kodrat ilahi" (K.Lateran IV 1215: DS 804). Disinilah, kita diajak menerima semua ini dalam iman.
Kedua, bergantunglah pada Tuhan.
Bicara lebih lanjut soal pemahaman Allah Tritunggal, ada sebuah kisah tentang pelindung kota Milano, Santo Agustinus yang mengajak kita juga belajar bergantung pada Tuhan. Begini cerita populernya: Ketika Agustinus sedang berjalan-jalan di pantai dan mencoba memikirkan Allah Tritunggal yang tak bisa dimengerti ini, ia melihat anak kecil yang bemain air di pantai. Agustinus mendekati anak itu dan bertanya: " Sedang apa kau di sini ?" Anak itu menjawab: "Saya ingin memasukkan seluruh air lautan ini dalam botol". Agustinus tertawa mendengar jawaban anak itu, katanya: "Bodoh benar kau ini, mana mungkin seluruh air lautan ini bisa kau masukkan dalam botol.” Anak itu menjawab balik: "Sama seperti kau juga, mana mungkin bisa memasukkan Allah dalam otak manusia yang juga sebesar botol ini.¨ Setelah berkata, anak itu langsung menghilang. Agustinus terkejut dan sekaligus sadar akan kebodohannya. Betapa benar kata-kata anak dalam penglihatannya itu. Ia ibarat anak kecil yang ingin memasukkan seluruh air lautan ini ke dalam botol.
Bicara lebih lanjut soal pemahaman Allah Tritunggal, ada sebuah kisah tentang pelindung kota Milano, Santo Agustinus yang mengajak kita juga belajar bergantung pada Tuhan. Begini cerita populernya: Ketika Agustinus sedang berjalan-jalan di pantai dan mencoba memikirkan Allah Tritunggal yang tak bisa dimengerti ini, ia melihat anak kecil yang bemain air di pantai. Agustinus mendekati anak itu dan bertanya: " Sedang apa kau di sini ?" Anak itu menjawab: "Saya ingin memasukkan seluruh air lautan ini dalam botol". Agustinus tertawa mendengar jawaban anak itu, katanya: "Bodoh benar kau ini, mana mungkin seluruh air lautan ini bisa kau masukkan dalam botol.” Anak itu menjawab balik: "Sama seperti kau juga, mana mungkin bisa memasukkan Allah dalam otak manusia yang juga sebesar botol ini.¨ Setelah berkata, anak itu langsung menghilang. Agustinus terkejut dan sekaligus sadar akan kebodohannya. Betapa benar kata-kata anak dalam penglihatannya itu. Ia ibarat anak kecil yang ingin memasukkan seluruh air lautan ini ke dalam botol.
Ketiga, tanggalkanlah kegelapan.
Sebuah kisah penutup:
Seorang petani kehilangan seekor kudanya. Tetangganya bersimpati dan berkata bahwa ini adalah nasib buruk. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’. Keesokan harinya kudanya ternyata kembali dan membawa beberapa kuda liar bersamanya. Tetangganya berkomentar bahwa itu adalah keberuntungan. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’. Keesokan harinya lagi anak petani itu mencoba menunggangi kuda liar itu dan ia terjatuh. Kakinya patah. Lagi-lagi tetangganya bersimpati dan berkata bahwa itu adalah nasib buruk. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’. Dan keesokan harinya sepeleton tentara federal (ceritera ini terjadi di Amerika pada waktu perang saudara) untuk mengumpulkan pemuda-pemuda untuk dibawa ke medan tempur sebagai tentara. Si anak petani tidak bisa dibawa karena kakinya masih patah. Para tetangga kemudian datang dan berkata, ‘Betapa beruntungnya kau, teman’. Si petani lagi-lagi menyahut, ‘Mungkin’. Petani sederhana ini mengajak kita juga memohon rahmat Tuhan Sang “Tritunggal: Trimalah dalam iman, Bergantunglah pada Tuhan serta Tanggalkanlah kegelapan.”
Sebuah kisah penutup:
Seorang petani kehilangan seekor kudanya. Tetangganya bersimpati dan berkata bahwa ini adalah nasib buruk. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’. Keesokan harinya kudanya ternyata kembali dan membawa beberapa kuda liar bersamanya. Tetangganya berkomentar bahwa itu adalah keberuntungan. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’. Keesokan harinya lagi anak petani itu mencoba menunggangi kuda liar itu dan ia terjatuh. Kakinya patah. Lagi-lagi tetangganya bersimpati dan berkata bahwa itu adalah nasib buruk. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’. Dan keesokan harinya sepeleton tentara federal (ceritera ini terjadi di Amerika pada waktu perang saudara) untuk mengumpulkan pemuda-pemuda untuk dibawa ke medan tempur sebagai tentara. Si anak petani tidak bisa dibawa karena kakinya masih patah. Para tetangga kemudian datang dan berkata, ‘Betapa beruntungnya kau, teman’. Si petani lagi-lagi menyahut, ‘Mungkin’. Petani sederhana ini mengajak kita juga memohon rahmat Tuhan Sang “Tritunggal: Trimalah dalam iman, Bergantunglah pada Tuhan serta Tanggalkanlah kegelapan.”
Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih,
jangan hambar,
sehingga kamu tahu,
bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.
Kolose 4:6
jangan hambar,
sehingga kamu tahu,
bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.
Kolose 4:6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar