HIK : HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
HARAPAN IMAN KASIH.
Paus Fransiskus :
"Nama Allah dimuliakan
dengan menyelamatkan nyawa, bukan menghilangkannya;
dengan membawa rekonsiliasi dan damai, bukan perpecahan dan perang;
dengan menunjukkan belas kasihan dan kasih sayang, bukan ketidakpedulian dan kebrutalan.
"Nama Allah dimuliakan
dengan menyelamatkan nyawa, bukan menghilangkannya;
dengan membawa rekonsiliasi dan damai, bukan perpecahan dan perang;
dengan menunjukkan belas kasihan dan kasih sayang, bukan ketidakpedulian dan kebrutalan.
DOA
Dikuatkan Oleh Allah
Dikuatkan Oleh Allah
SERANGAN teroris baru saja terjadi di depan Gereja Katedral Notre Dame de Paris, di jantung Ibukota Perancis, Selasa malam jelang pergantian hari (WIB, 6 Juni 2017).
Laporan BBC menyebutkan, polisi telah mengamankan pelaku yang mencoba memyerang petugas dengan palu namun petugas berhasil melumpuhkannya dengan tembakan. Insiden ini langsung membuat kerumunan yang berada di pelataran gereja menjadi panik dan kocar-kacir berlarian menyelamatkan diri.
Polisi menutup areal di depan katedral ternama itu setelah insiden yang membuat para turis berlarian mencari perlindungan.
Serangan ini muncul di saat Perancis tengah meningkatkan kewaspadaan setelah serangan teror di London akhir pekan lalu yang menewaskan tujuh orang, satu di antaranya adalah warga Perancis.
Pemerintah Perancis meminta publik agar menjauh dari kawasan Notre-Dame, salah satu tujuan wisata paling ternama di Paris yang terletak di tepi Sungai Seine di jantung kota itu.
Baca: Serangan Menarget Polisi Perancis Diklaim ISIS, Satu Tewas dan Dua Orang Terluka
Perancis hingga saat ini masih berada dalam status darurat menyusul serangkaian serangan sejak 2015 yang menewaskan lebih dari 230 orang.
Dalam serangan terakhir, seorang polisi tewas ditembak di Champ-Elysees, Paris pada 20 April lalu, tiga hari sebelum pemilihan presiden putaran pertama.
Pada Januri 2015 majalah satir Charlie Hebdo diserang dan pada November di tahun yang sama sebuah serangan simultan di Paris menewaskan 130 orang.
Lalu pada Juli tahun lalu, seorang pria Tunisia menabrakkan truknya ke kerumunan warga di kot Nice dan menewaskan 86 orang.
Sejak itu sejumlah serangan dalam skala kecil berulang kali terjadi dengan target para penegak hukum.
NB:
RE-POST:
IN TIME OF “TEROR & HOROR”
Never again!
Nunca más!
Jangan pernah terulang lagi!
IN TIME OF “TEROR & HOROR”
Never again!
Nunca más!
Jangan pernah terulang lagi!
1.Kekerasan mengingatkan bahwa kini kita hidup di “era korban”. Di satu sisi, kita mewarisi sejarah yang penuh dengan pengalaman brutal dengan korban. Di sisi lain, kita hidup pada masa ketika manusia dengan mudah mengorbankan orang lain demi memuaskan insting primitif mereka akan kekuasaan.
2.Kekerasan dengan aneka ria cerita korban tak cuma menghiasi buku-buku sejarah, tapi telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Ada banyak tragedi yang pernah terjadi dalam sejarah di masa lalu, tetapi dampak dan bekas goresannya masih bisa kita lihat sekarang. Holocaust di Eropa, kamp Gulag di Rusia, eksterminasi Bosnia-Herzegovina, hingga pembantaian ratusan ribu tertuduh komunis di Jawa adalah peristiwa-peristiwa traumatik yang tak cuma bagian dari masa lalu.
3.Kekerasan menjadi seperti sebuah spiral. Ia seperti bergerak tak putus-putus dari satu garis ke garis lain. Menyalakan api di sini, membubuhkan bara di sana.
4.Kekerasan menjadi seperti bakteri, ia merambah ke mana-mana dan, dengan atau tanpa sadar, membentuk cara pandang “kita” terhadap “mereka”.
5.Kekerasan, kata Emmanuel Levinas, bahkan bermula ketika kita memberanikan diri menyentuh Wajah sang lain, ketika terbersit kehendak untuk mengurai dan membiarkan kemisteriusannya tersingkap.
6.Kekerasan kadang bermula dari sini: hasrat keras untuk menaklukkan dan menguasai yang-beda. Inilah sesuatu yang “keras”, yang destruktif dalam diri manusia.
7.Kekerasan terjadi di masa ketika konon katanya peradaban manusia mencapai puncaknya. Nyatanya: kita, entah sendiri atau berbondong-bondong, melihat dengan telanjang betapa yang “keras”, yang destruktif itu begitu mudah muncul di mana-mana dan menyisakan luka dan “neraka” yang terbuka.
8.Kekerasan bukanlah drama biasa. Ia adalah kejahatan dalam bentuknya yang absolut, yang tak tertampik karena kekejiannya yang kadang amat menyengat dan sangat , entah verbal- entah fisikal.
9.Kekerasan terus ada dan mengada, karena meskipun konon tercipta sebagai makhluk yang tak bernoda dan fitri, ada sisi gelap dalam diri manusia yang dihuni oleh semacam ketakaburan. Dan dari sanalah kekerasan itu muncul.
10.Kekerasan berkembang dari ketakaburan bahwa ada yang “murni” dalam hidup, masyarakat, dan negara, yang harus dijaga agar tak terkontaminasi oleh yang-beda. Mereka melakukannya, sekali lagi, demi “kemurnian” ala mereka.
11.Kekerasan selalu punya alibi. Dan itu tak semata lahir dari kebencian. Ia juga berbiak dari ambisi untuk menertibkan, dari otoritas untuk mengatur dan menundukkan yang-beda.
12.Kekerasan karena itu tak akan pernah berhenti di Manchester, London, Prancis, Amerika, Mosul Irak, Alepo Suriah, Mesir, Turki, Belgia, Jerman dan Jakarta. Dalam kehidupan yang terus berputar, kita akan menemukan kekerasan itu terulang di tempat lain, kadang tidak jauh bahkan bisa jadi di sekitar rumah dan halaman kita
13.Kekerasan, mungkinkah ia berakhir? Jika setiap waktu terjadi kekerasan di mana-mana mungkinkah ia memiliki titiknya? Mungkinkah kita memutus mata rantai kekerasannya?
14.Kekerasan pada setiap ceritanya pasti membawa tumbalnya masing-masing. Disana ada korban yang terluka, yang celaka, yang berduka dan mengalami “neraka”, yang nahas dan buas. Dan luka korban itu bukan tak mungkin suatu waktu akan mengeras menjadi kebencian, bukan?
15.Kekerasan pada setiap ceritanya pasti juga bisa hadir sebagai “auto-imunitas”. Ia seperti tubuh, memiliki mekanisme yang membuatnya kebal. Tak lain lewat kebencian baru, yang lahir sering kali justru dari luka dan trauma para korban.
16.Kekerasan pada setiap ceritanya pasti juga bisa hadir sebagai sebuah upaya “bunuh diri”: dengan kekerasan, para pelaku menularkan infeksi baru kepada korban, yang akan membalas balik kekerasan itu kepada pelaku.
17.Kekerasan yang penuh benci dan caci bisa beranak-pinak menjadi kekerasan dengan benci dan caci yang baru, dan seterusnya dan seterusnya. Kekerasan menjadi amat mengerikan justru karena ia bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar