Ads 468x60px

Agama dalam Tantangan.... (Catatan Soe Hok Gie)


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
Agama dalam Tantangan....
(Catatan Soe Hok Gie, seorang aktivis pro demokrasi yang lahir dan tumbuh dari keluarga Katolik Tionghoa, ketika melakukan lawatan selama 70 hari ke Amerika dari 8 Oktober 1968 sampai 3 Januari 1969)
Tanggal 24 Oktober 1968, saya keluyuran bersama Dave (Australia) dan Mike (Selandia Baru) di kota Sa¬lem. Kami akan pergi ke ceramah Dr. Leonard Adolf tentang Perang Vietnam, tetapi kami harus menunggu kira-kira dua jam.
Karena itu kami keluyuran melihat etalase toko, dan makanan murah di cafe dan luntang-lantung biasa.
Dekat kampus Universitas Willamate terdapat sebuah toko Hippies yang masih ditutup. Di toko ini dijual macam-macam: poster modern yang artistik, selendang kaum Hippies, juga tas-tas kulit mereka yang sederhana.
Mata saya agak terbelalak, ketika saya melihat gambar Yesus pada sebuah poster yang tertempel sebesar jendela. Bukan karena gambarnya, tetapi membaca kata-katanya. Beberapa rumah dari toko Hippies tadi terdapat sebuah gereja Kristen (Christian Science), yang juga menjual brosur-brosur.
Betapa kontrasnya, yang satu membuat lelucon tentang Yesus, karena mereka (orang-orang Hip-pies) merasa muak dengan sistem agama yang ada, sedangkan yang lain mencoba mempengaruhi masyarakat dengan pola-pola agama yang konvensional.
Waktu saya berada di Amerika, organisasi-organisasi agama sedang mengalami krisis yang amat hebat. Pastor-pastor di Texas membuat resolusi, meminta agar uskup agung mereka meletakkan jabatan (saya ingat resolusi partai-partai politik).
Gereja Katolik sedang pecah belah, karena kelompok-kelompok yang progresif menentang keputusan Paus yang dianggap kolot dalam soal pembatasan kelahiran.
Krisis itu begitu dalam, sehingga diadakan konferensi uskup-uskup di seluruh Amerika di Washington, agar perpecahan gereja Katolik tidak menjadi-jadi. Dan pada waktu konferensi berlangsung, pastor-pastor progresif mengadakan demonstrasi duduk di lobi hotel, sambil main gitar dan bernyanyi.
Suasana eksplosif ini tambah meledak, ketika Jacqueline Kennedy menikah lagi dengan Onassis, yang telah bercerai dengan istrinya. Menurut peraturan gereja Katolik, perceraian dilarang. Hanya kematian yang dapat menggugurkan perkawinan.
Onassis, seorang kakek tua, yang menceraikan istrinya, dan kemudian kawin dengan janda Presiden Kennedy yang beragama Katolik. Menurut peraturan gereja, Jacqueline telah melanggar dan harus dikeluarkan (sementara) dari lingkungan gereja. Apakah gereja berani mengambil tindakan ini terhadap seorang tokoh publik, yang secara sadar melanggarnya (kalau yang melanggar seorang petani bukan soal), dan kemudian dibela oleh Kardinal dari Boston, teman pribadinya.
Gereja Kristen Protestan yang memang telah terpecah-pecah itu, juga mengalami hal yang sama. Di beberapa tempat, organisasi gereja adalah refleksi dari masyarakatnya.
Dalam suasana masyarakat yang konservatif tadi (seperti di Afrika Selatan, gereja-gereja tertentu membenarkan apartheid. Pernah terjadi, seorang pendeta yang ingin memelopori pendekatan hitam dan putih di sebuah masyarakat yang konservatif, mendapatkan mobilnya terbakar, ketika ia sedang berkhotbah. Ada yang dipecat oleh pimpinan jemaat, karena sikapnya yang progresif.
Ketika saya di Salem, saya bermalam di sebuah keluarga Protestan. Pada suatu hari, saya tanyakan pada ‘ibu’, mengapa keluarga mereka tak pernah ke gereja pada hari Minggu.
“Gereja saya, gereja yang konservatif. Pendetanya mengajarkan kami untuk membenci orang-orang Katolik. Saya kira bukan ini tujuan dari agama, dan kita harus belajar menghormati orang lain. Di gereja, saya tidak mendapatkan apa-apa, dan saya pikir tidak ada gunanya lagi pergi ke sana.”
Keluarga mereka adalah keluarga intelektual, yang merasakan bahwa kebutuhan rohani me¬reka tidak dapat lagi dipuaskan oleh organisasi-organisasi keagamaan yang ada.
Sebagai seorang yang juga mengalami ‘krisis kepercayaan’ pada organisasi agama, saya selalu tertarik untuk bertemu dengan rekan-rekan baru, dan mencoba mengerti apa yang sebenarnya terjadi di Amerika sekarang.
Agama Kristen pada awalnya adalah agama pembebasan, karena ia mengajarkan, bahwa manusia pada hakikatnya adalah sama. Di sisi Allah, tak ada orang kaya dan miskin, tak ada penguasa dan budak-budak. Karena itu, agama ini dianut oleh para budak belian, orang-orang rendah yang haus akan keadilan. Akhirnya agama ini tersebar ke Eropa, dan menjadi agama masyarakat, termasuk kaum penguasa.
Pada saat ini, organisasi-organisasi agama (gereja) mengalami krisis utama. Di satu pihak, ia adalah pelopor keadilan, tetapi di pihak lain ia menjadi alat daripada penguasa. Gereja menjadi tuan tanah, hakim kejam yang membakar orang (inquisiusi), punya tentara pemeras, dan memberikan tafsiran-tafsiran teologis, untuk membenarkan para penguasa.
Yang saya maksudkan dengan gereja, adalah organisasi dan manusia-manusianya, bukan teologinya. Saya kira semua organisasi keagamaan, mengalami hal yang sama. Budhisme di Tibet, Islam di Turki dengan bunuh-bunuhannya, dan sekte-sekte lainnya.
Amerika Serikat dibangun, antara lain oleh pelarian-pelarian agama, dan kaum intelektual yang lari dari Eropa. William Perm yang mendirikan koloni di Pennsylvania, Roger William yang mendirikan Rhode Island, orang-orang Mormon yang mendirikan koloni di Utah, adalah contoh-contoh bagaimana Amerika telah menjadi tempat pelarian orang-orang tertindas batiniah.
Tradisi ini amat kuat di Amerika. Tradisi untuk selalu bertanya tentang kebenaran-kebenaran yang mereka yakini. Di dalam proses sejarahnya, organisasi agama adalah refleksi daripada masyarakatnya.
Dua puluh tahun yang lalu, bukanlah sesuatu hal yang asing di Amerika, jika ada gereja Protestan melarang orang-orang Negro untuk masuk gereja putih. Orang-orang tahu, bahwa di sisi Tuhan manusia adalah sama. Tetapi manusia di dunia bilang lain, bahwa hitam dan putih adalah berbeda, dan Tuhan tidak bisa bikin apa-apa dari surga. Pemerasan-pemerasan yang paling kejam dan mencolok, dilakukan oleh anggota-anggota jemaat yang terhormat, dan pendeta-pendeta pura-pura tidak tahu, dan tidak menskors anggotanya.
Akhirnya gereja dan organisasi agama, menjadi alat dari masyarakatnya. Gereja Katolik menutup diri, dan mengajarkan bahwa hanya mereka yang beragama Katolik saja, yang bisa masuk surga. Gereja seolah-olah berfungsi menjadi Konsulat Tuhan, yang bisa memberikan visa untuk masuk surga. Disiplin rohaniah ditegakkan dengan kokoh, dan pemberontakan dari dalam hampir-hampir tak mungkin.
Sejalan dengan proses perubahan sosial yang terjadi, sistem nilai-nilai masyarakat berubah pula. Orang-orang mulai dipaksa berpikir secara kritis tentang nilai-nilai yang telah diterima oleh masyarakat, antara lain tentang nilai-nilai agama.
Jika Tuhan memang maha pengasih dan maha adil, mengapa di dunia ini terdapat begitu banyak kesengsaraan? Apakah bukan kita yang salah menafsirkan firman-firman Tuhan? Mengapa kita mendiskriminasikan sesama Kristen dalam gedung-gedung gereja kita? Jika Paus wakil Yesus di dunia, apa yang dilakukan oleh Paus Pius XII pada orang-orang Nazi yang beragama Katolik? Jika tidak ke gereja pada hari Minggu, apakah seorang gembel dan pelacur di jalanan berani pergi ke gereja? Mana yang lebih perlu, mencetak brosur-brosur agama berjuta-juta eksemplar, atau memberikan makan untuk mereka yang lapar?
Pertanyaan-pertanyaan fundamental yang timbul di hati setiap manusia yang berpikir. Sebagian sampai pada kesimpulan, bahwa Tuhan tidak ada, atau sudah mati.
Di kampus Universitas Hawaii, saya membaca di salah satu WC…God is dead. Kemudian ada orang iseng yang menambah….God is not dead but unemployed (Tuhan tidak mati, cuma jadi pengangguran). Tuhan nganggur karena manusia-manusia tidak mau lagi patuh pada ajaran-ajaranNya, dan seenaknya memutar-balikkan sesuai dengan kebutuhan praktisnya. Karena tak ada lagi yang mau mendengarkanNya, akhirnya Ia menjadi penganggur.
Tantangan-tantangan terhadap organisasi-organisasi agama, akhir-akhir ini begitu besar dan akhirnya menimbulkan krisis keagamaan di Amerika sekarang (dan dunia umumnya).
IN MEMORIAM:
Kumpulan Relung Karung Puisi:
@Soe Hok Gie
Jadilah saja belukan.
Tapi belukan terbaik yang tumbuh ditepi danau.
Kalau kau tak sanggup menjadi belukan.
Jadilah saja rumput.
Tapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan.
Tidak semua jadi kapten.
Tentu harus ada awak kapalnya.
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu.
Jadilah saja dirimu, sebaik-baiknya dirimu sendiri
1.S e b u a h T a n y a
Akhirnya semua akan tibapada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
Sambil membenarkan letak leher kemejaku
(Kabut tipis pun turun pelan pelan
di Lembah Kasih, Lembah Mandalawangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudekap
Kau dekaplah lebih mesra, Lebih dekat
(lampu-lampu berkelipan di Jakarta yang sepi
Kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya
Kau dan aku berbicara
Tanpa kata, tanpa suara
Ketika malam yang basah menyelimuti Jakarta kita)
Apakah kau masih akan berkata
Kudengar derap jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta
(hari pun menjadi malam
Kulihat semuanya menjadi muram
Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
Dalam bahasa yang kita tidak mengerti
Seperti kabut pagi itu)
Manisku, aku akan jalan terus
Membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
Bersama hidup yang begitu biru
Cahaya bulan menusukku
Dengan ribuan pertanyaan
Yang takkan pernah kutahu dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi
Membangunkanku dari mimpi
Sudah waktunya berdiri
Mencari jawaban kegelisahan hati
(Selasa, 1 April 1969, SHG)
2.P e s a n
Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran
Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?
(Harian Sinar Harapan, SHG)
3.From Soe Hok Gie With Love
Hari ini aku lihat kembali
wajah-wajah halus yang keras
yang berbicara tentang kemerdekaan
dan demokrasi
dan bercita-cita
menggulingkan tiran
aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
kawan-kawan
kuberikan padamu cintaku
dan maukah kau berjabat tangan
selalu dalam hidup ini??
(SHG, Sinar Harapan, 18 Agustus 1973)
4.C i n t a
Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Wiraza.
Tapi aku ingin habiskan waktuku disisimu sayangku
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis dilembah mandalawangi
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayi-bayi yang mati lapar di biara
Tapi aku ingin mati di sisimu manisku.
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
Mari sini sayangku kalian yang pernah mesra,
Yang pernah baik dan simpati kepadaku
Tegaklah kelangit luas atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita tak akan pernah kehilangan apa-apa
Nasib terbaik ialah tidak pernah dilahirkan
Yang kedua dilahirkan tapi mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua
Berbahagialah mereka yang mati muda
Makhluk kecil kembalilah dari tiada ketiada
Berbahagialah dalam ketiadaaanmu
(SHG, Catatan Seorang Demonstran, Selasa, 11 November 1969)
Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
Yang kedua dilahirkan tapi mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua
Berbahagialah mereka yang mati muda
Mahluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu
5. C i t a C i t a
Saya mimpi tentang sebuah dunia
Dimana ulama, buruh, dan pemuda,
Bangkit dan berkata, “Stop semua kemunafikan! Semua pembunuhan atas nama apapun!”
Dan para politisi di PBB sibuk mengatur pengangkutan gandum, beras, dan susu
Buat anak-anak yang lapar di tiga benua
Dan lupa akan diplomasi
Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras dan bangsa apapun
Dan melupakan perang dan kebencian
Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik
Tuhan, saya mimpi tentang dunia tadi
Yang tak pernah akan datang
( Salem, Selasa, 29 Oktober 1968)
6. Kepada Pejuang - Pejuang Lama
Biarlah mereka yang ingin dapat mobil, mendapatnya.
Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya.
Dan datanglah kau manusia-manusia
Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu.
Dan kita, para pejuang lama
Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai
Yang berani menempuh gelombang (padahal pelaut-pelaut lain takut)
(kau tentu masih ingat suara-suara dibelakang…”mereka gila”)
Hai, kawan-kawan pejuang lama
Angkat beban-beban tua, sandal-sandal kita, sepeda-sepeda kita
Buku-buku kita ataupun sisa-sisa makanan kita
Dan tinggalkan kenangan-kenangan dan kejujuran kita
Mungkin kita ragu sebentar (ya, kita yang dahulu membina
Kapal tua ini
Di tengah gelombang, ya kita betah dan cinta padanya)
Tempat kita, petualang-petualang masa depan akan
Pemberontak-pemberontak rakyat
Di sana…
Di tengah rakyat, membina kapal-kapal baru untuk tempuh
Gelombang baru.
Ayo, mari kita tinggalkan kapal ini
Biarlah mereka yang ingin pangkat menjabatnya
Biarlah mereka yang ingin mobil mendapatnya
Biarlah mereka yang ingin rumah mengambilnya.
Ayo,,
Laut masih luas, dan bagi pemberontak-pemberontak
Tak ada tempat di kapal ini

7.Tentang kemerdekaan
Kita semua adalah orang yang berjalan dalam barisan
Yang tak pernah berakhir,
Kebetulan kau baris di muka dan aku di tengah
Dan adik-adikku di belakang
Tapi satu tugas kita semua,
Menanamkan benih-benih kejantanan yang telah kau rintis….
Kita semua adalah alat dari arus sejarah yang besar
Kita adalah alat dari derap kemajuan samua;
Dan dalam berjuang kemerdekaan begitu mesra berdegup
Seperti juga perjalanan di sisi penjara
Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan
Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang
Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya kita
Adalah manusia merdeka
Dalam matinya kita smua adalah
Manusia terbebas.
8.Mandalawangi-Pangrango
Sendja ini, ketika matahari turun
Ke dalam djurang-djurang mu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, di dalam sepimu
Dan dalam dinginnya.
Walaupun setiap orang berbitjara
Tentang manfaat dan guna
Aku bicara terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku.
Aku tjinta padamu, Pangrango jang dingin dan sepi
Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta.
Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menjelimuti mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua.
“hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi jang tanda tanja
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah.
Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun jang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu,
Melampaui batas-batas djurangmu
Aku tjinta padamu Pangrango
Karena aku tjinta pada keberanian hidup
(SHG, Jakarta 19-7-1966)

9.Hidup
Terasa pendeknya hidup memandang sejarah
Tapi terasa panjangnya karena derita
Maut, tempat penghentian terakhir
Nikmat datangnya dan selalu diberi salam
“Merasa seneng jadi landa (belanda)
Kami adalah landa berpangkat kopral
Ini dibawah asuhan sapiteng, kapiten kok sapiteng
Ini saya mengatur sodat-sodat tidak pokro kabeh,
Semua walanda purik kabeh, tinggal aku thok,
Ini mana kapten kok tidak datang, ini kapten lali po piye?”
“Merasa seneng menjadi aktivis
Kami adalah aktivis berpangkat kopral
Ini dibawah asuhan aktivis reformasi lanjutkan,
Berkelanjutan kok lanjutkan
Ini saya mengatur saudara-saudara aktivis yang sudah
Muak dan bosan dengan ideology dan kemiskinannya
Semua aktivis melacur, tinggal aku aktivis yang belum di sunat
Ini mana kaptennya aktivis kok belum datang, lupa atau gimana?”
“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir,
Apa gunanya semua yang saya lakukan ini.
Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang…
Makin lama semakin banyak musuh saya dan
Makin sedikit orang yang mengerti saya.
Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan.
Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan…
Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian.”
(SHG)
10. B e l u m A d a J u d u l
“Disana, di Istana sana,
Sang Paduka Yang Mulia Presiden
tengah bersenda gurau dengan isteri-isterinya.
Dua ratus meter dari Istana,
aku bertemu si miskin yang tengah makan kulit mangga. Aku besertamu orang-orang malang…”
(SHG, Jakarta 19-7-1966)
Beberapa Sempalan Kata Kata Soe Hok Gie
• Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
• Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
• Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
• Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
• Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
• Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
• Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
• Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
• Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
• To be a human is to be destroyed.
• Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
• Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
• I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
• Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
• Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
• Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.
• Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang … makin lama makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan … Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian.
• Beberapa bulan lagi saya akan pergi dari dunia mahasiswa. Saya meninggalkan dengan hati berat dan tidak tenang. Masih terlalu banyak kaum munafik yang berkuasa. Orang yang pura-pura suci dan mengatasnamakan Tuhan … Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa.
• Hanya mereka yang berani menuntut haknya, pantas diberikan keadilan. Kalau mahasiswa Indonesia tidak berani menuntut haknya, biarlah mereka ditindas sampai akhir zaman oleh sementara dosen-dosen korup mereka.
• Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut/multak cenderung korupsi
• “Nobody can see the trouble I see, nobody knows my sorrow."
• “Tapi sekarang aku berpikir sampai di mana seseorang masih tetap wajar, walau ia sendiri tidak mendapatkan apa-apa. seseorang mau berkorban buat sesuatu, katakanlah, ide-ide, agama, politik atau pacarnya. Tapi dapatkah ia berkorban buat tidak apa-apa
• “Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi”
• “Makhluk kecil kembalilah. Dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaanmu.”

• “Aku kira dan bagiku itulah kesadaran sejarah. Sadar akan hidup dan kesia-siaan nilai.”
• “Tetapi kenang-kenangan demonstrasi akan tetap hidup. Dia adalah batu tapal daripada perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal dalam revolusi Indonesia dan batu tapal dalam sejarah Indonesia. Karena yang dibelanya adalah keadilan dan kejujuran.”
• “Dunia ini adalah dunia yang aneh. Dunia yang hijau tapi lucu. Dunia yang kotor tapi indah. Mungkin karena itulah saya telah jatuh cinta dengan kehidupan. Dan saya akan mengisinya, membuat mimpi-mimpi yang indah dan membius diri saya dalam segala-galanya. Semua dengan kesadaran. Setelah itu hati rasanya menjadi lega.Karena aku cinta pada keberanian hidup”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar