Ads 468x60px

Minggu, 02 Juli 2017


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
Minggu, 02 Juli 2017
Hari Minggu Biasa XIII
2 Raja-Raja (4:8-11, 14-16a)
(Mzm 89:2-3.16-17.18-19)
Roma (6:3-4, 8-11)
Matius (10:37-42)
“Amor vincit omnia – Cinta mengalahkan segalanya.”
Itu sebabnya Yesus mewartakan bahwa kita mesti memiliki "KTP" antara lain:
A.K: Karitas:
“Barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya."
Inilah perintah utama Yesus, yakni “karitas" alias KASIH, karena "Deus caritas est - Allah adalah kasih!” Allah telah lebih dulu mengasihi kita, maka juga diajak untuk selalu menghadirkan Allah dengan hidup ber-nada dasar C, "Cintakasih". Bukankah tepat kata Mahatma Gandhi: "Dimana ada kasih disitu ada kehidupan - where there is love there is life".
Yang pasti, bisa saja kita memberi tanpa mencintai tapi mustahil kita mencintai tanpa memberi bukan? “Si vis amari, ama - Jika ingin dicintai, cintailah!”
B.T: Totalitas:
“Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.”
Inilah syarat dasar sebuah pondasi yang kokoh bagi sebuah hal yang kita sebut sebagai IMAN. Jelasnya, iman kita kepadaNya itu mesti total, segenap hati (pusat rasa), segenap jiwa (pusat kehendak), segenap akal budi (pusat pemikiran) dan segenap kekuatan (pusat tindakan). Iman yang utuh menggumpal bukan yang abal-abal, yang tulus bukan yang penuh akal bulus, yang sepenuh hati bukan yang setengah hati, yang asli bukan yang basa-basi karena iman yang total itu pastinya berakar – bertumbuh dan berbuah.
Dkl: Iman yang sungguh total itu juga mau mengikuti jalan imanNya bahwa tidak ada kebangkitan tanpa kematian dan tidak ada kemuliaan tanpa penyaliban. Dengan totalitas inilah, iman kita sungguh utuh penuh-menyeluruh dan tidak mudah luruh, sehingga bisa dirasakan hati - diresapkan jiwa - dipikirkan akal budi dan diwartakan dalam tindakan nyata lewat karya yang murah hati, ucapan yang memberkati dan doa yang semakin sepenuh hati.
C.P: Prioritas:
“Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.”
Disinilah, Tuhan mempunyai HARAPAN bahwa kita memiliki prioritas yakni mengutamakan Tuhan 100 % karena inilah landasan dan ringkasan dari keseluruhan hukum dan perintah Allah.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

NB:
A.
Renungan dari Rm Sutrasno.
01.
Kata “mengasihi” pada ay. 37 ini dalam teks bahasa Yunani tidak memakai kata kerja “agapan” (seperti dalam Mat 5:43; 19:19; 22:37 dst) yang dipergunakan dalam ungkapan kasih kepada Allah dan sesama. Namun memakai kata kerja “philein” yang amat jarang dipergunakan dalam Injil Mateus.
Kata “philein” ini pada umumnya dipakai dalam pengertian yang tidak terlalu positif, yakni: terlalu lekat, kecenderungan senang dengan kenikmatan. Misalnya: Orang munafik “suka” berdoa secara demonstratif agar dilihat orang (lih. Mat 6:5), orang Farisi “suka” duduk di tempat terdepan dan terhormat, “suka” dihormati di pasar (lih. Mat 23:6-7), mengasihi tidak dengan hati yang tulus tetapi punya pamrih (lih. Mat 26:48).
Dalam Sabda ini Yesus mencela kelekatan yang berlebihan terhadap keluarga atau sahabat. Meskipun kecenderungan itu sah-sah saja namun bisa menghambat untuk menjadi murid-Nya yang baik dan setia. Dalam ay. 37 ini tidak ditampilkan dua sikap, rasa perasaan atau tindakan yang saling berlawanan dan harus dipilih salah satu. Tentu saja tidak! Yesus sendiri sungguh menghormati dan mencintai orangtuanya, namun dia mau berpisah dari mereka untuk tinggal di Bait Allah (lih. Luk 2:49), meninggalkan rumah dan bunda-Nya untuk melaksanakan karya perutusan-Nya dsb.
Dengan Sabda itu Yesus ingin menegaskan bahwa tidak ada satu nilai pun di dunia ini yang bisa dibandingkan dengan ketaatan kepada kehendak Allah karena Dialah nilai tertinggi dan Kristus adalah Sabda Allah yang hidup. Hanya orang yang bebas lepas dari segala kelekatanlah yang mampu mengikuti Yesus secara utuh dan penuh, berjalan bersama-Nya tanpa menoleh ke belakang.
02.
Kata “nyawa” dalam ay. 39 dipakai dalam dua arti yaitu “hidup fisik” dan “hidup sejati”, searti dengan istilah “tubuh” dan “jiwa” dalam ay. 28. Dalam ay. 39 ini terkandung suatu paradoks: Barangsiapa ingin mempertahankan nyawanya (kehidupan fisik di dunia) akan kehilangan (kehidupan sejati), sebaliknya yang mengorbankan nyawanya demi Yesus, ia akan menemukannya.
Paradoks itu diambil dari dunia kemiliteran. Dalam sebuah pertempuran, karena ingin menyelamatkan diri, seorang prajurit bisa saja memilih melarikan diri dari medan pertempuran. Meskipun selamat namun namanya hancur karena akan dicap sebagai pengkhianat atau pecundang. Sebaliknya, bila prajurit itu berjuang terus dengan gagah berani, meskipun mungkin dia mati dalam medan pertempuran namun namanya akan harum dan dikenang sebagai pahlawan.
Ketaatan kepada Sang Sabda merupakan wujud konkret dari ketaatan kepada kehendak Allah. Sebagaimana Allah dalam kuasa-Nya dapat membinasakan baik tubuh maupun jiwa (ay. 28), Dia pulalah yang menganugerahkan kehidupan di dunia ini (hidup fisik, tubuh) maupun hidup abadi (hidup sejati, jiwa).
03.
Dalam pandangan Yahudi seorang utusan (apostolos) mempunyai kedudukan atau status yang sama dengan yang mengutus (apostellein). Kesamaan derajat itu bukan karena kepribadiannya melainkan karena misi yang diembannya.
Jadi kata “menyambut” dalam ay. 40 bukan hanya berarti keramahtamahan biasa terhadap tamu (hospitalitas) tetapi mempunyai makna yang lebih mendalam yakni penerimaan secara pribadi dan sepenuh hati terhadap amanat atau Sabda Allah yang dibawa oleh para utusan. Dalam kata itu terkandung nuansa makna kesiapsediaan untuk menerima dan mentaati Injil yang diwartakan oleh para utusan.
Dalam konteks itu menerima kedatangan seorang nabi atau orang benar (ay. 41) berarti bukan hanya memperlakukannya sebagai seorang pengembara yang membutuhkan penginapan tetapi dalam kacamata iman mampu mengenali mereka sebagai utusan Allah.
Nampaknya “nabi” yang disebut dalam ayat ini merupakan kelompok tersendiri dalam Gereja Perdana yang mempunyai peran sebagai pewarta sabda sedang “orang benar” adalah orang saleh yakni tokoh-tokoh Gereja yang karena iman dan tingkah lakunya menjadi panutan dan teladan bagi yang lain. Karena dalam Perjanjian Baru “nabi” dan “orang benar” sering disebut bersama-sama (lih. Mat 13:17; 23:29.34) nampaknya kedua istilah itu dipakai untuk menunjuk orang yang sama.
Ungkapan “menerima upah nabi” dan “upah orang benar” tidak perlu dipikirkan sebagai uang tetapi anugerah Allah. Mungkin yang dimaksudkan dengan upah bagi mereka yang menerima pewartaan para nabi adalah “Aku akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 10:32) dan upah orang benar adalah “bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa” (Mat 13:43) dan menerima “Kerajaan yang telah disediakan sejak dunia dijadikan” (Mat 25:34).
Setelah menyebut tokoh-tokoh dalam Gereja (rasul, nabi, orang benar), Yesus secara khusus menyebut sekelompok para murid “yang kecil” (ay. 42). Nampaknya ungkapan itu menunjuk pada umat biasa yang tidak mempunyai tanggungjawab khusus dalam komunitas Gereja. Dengan Sabda itu Yesus mengungkapkan empati-Nya: yang kecil, miskin dan sederhana diantara umat beriman pun pantas mendapat perhatian, dihormati, dihargai dan dicintai.
04.
Keluarga merupakan institusi sosial yang paling indah, penting dan menentukan. Kita lahir, tumbuh dan berkembang dalam keluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama dan utama dalam pembentukan karakter.
Di tengah keluarga kita belajar hidup bersama orang lain, belajar memahami dan berbagi, belajar mengampuni dan mencintai, belajar beriman dan berkorban. Dalam keluarga kita belajar menumbuh-kembangkan nilai-nilai iman dan kemanusiaan. Begitu pentingnya keluarga sebagai sekolah untuk mencintai sehingga Allah menjadikan perintah “Hormatilah ayahmu dan ibumu” (Kel 20:13) sebagai salah satu dari 10 Perintah Allah.
Namun bila tidak berhati-hati, relasi kekeluargaan bisa disalahgunakan. Salah satu penyakit kronis yang membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah nepotisme, kroniisme dan dinasti. Seseorang menduduki jabatan penting dalam penyelenggaraan negara bukan karena kemampuan atau kompetensi tetapi karena hubungan kekeluargaan. Patut diduga jabatan itu diperoleh dengan cara-cara yang tidak jujur, dengan money politic dan suap.
Dalam banyak kasus pelanggaran hukum yang terjadi di Indonesia penegakan hukum menjadi mandul terutama bila para kerabat terlibat di dalamnya. Mereka cenderung saling menutupi. Ketertutupan itu mempersulit penyelidikan.
Akibatnya, penyelewengan dan pelanggaran hukum yang terjadi akan terus menumpuk dari waktu ke waktu, dan merugikan kepentingan publik. Dengan demikian pelaku nepotisme itu menempatkan keluarga di atas kehendak Allah dan kepentingan umum, di atas kebenaran, keadilan dan kejujuran.
Dengan dalih untuk menjaga martabat dan kehormatan keluarga, menutup rasa malu terhadap tetangga, orang tua memaksa anaknya yang masih remaja untuk menikah karena telah hamil. Anak itu dipaksa memasuki lembaga perkawinan tanpa persiapan yang memadai. Perkawinan dijadikan sebagai solusi cepat dari permasalahan yang dihadapi. Orangtua itu menempatkan keluarga di atas kebebasan dan kebahagiaan anak, di atas kesucian sakramen perkawinan.
Marilah dengan jujur kira renungkan : Seandainya kita menghadapi permasalahan di atas atau yang sejenis itu manakah pilihan tindakan yang akan diambil? Apakah kita lebih memilih melindungi atau memenangkan kerabat dengan mengorbankan kepentingan umum? Apakah karena menjunjung tinggi nilai kekerabatan kita berprinsip “right or wrong my family” dengan mengorbankan nilai-nilai moral dan kemanusiaan? Ataukah memilih setia kepada kehendak Allah dan hati nurani?
05.
Berkaitan dengan kehendak Tuhan agar para murid bersedia memikul salib kehidupannya, St. Augustinus dari Hippo mengajarkan:
“Ada dua jenis salib yang diperintahkan Kristus untuk kita pikul: yang satu adalah bersifat jasmani dan yang lainnya bersifat rohani.
Salib jasmani maksudnya Kristus memerintahkan kita untuk mengendalikan segala keinginan jasmani yang berkaitan dengan indera perasa, peraba, pelihat dan pendengaran.
Salib rohani, yang jauh lebih penting kita perhatikan adalah bahwa Kristus mengajarkan kita untuk mengatur afeksi dan pikiran kita, mengendalikan segala alur pikiran kita yang tidak teratur, yaitu dengan kerendahan hati, ketenangan jiwa, kesederhanaan, damai sejahtera, dst. Sungguh sangat berharga di mata Tuhan dan demikian mulialah salib itu, yang mengatur dan menghasilkan keteratuan yang layak bagi semua gerakan pikiran yang tidak menentu.”
06.
Meskipun telah merdeka selama 72 tahun, namun sampai hari ini bangsa kita ternyata belum juga mampu menyelesaikan sengketa yang tidak produktif seputar SARA dan politik aliran. Bahkan akhir-akhir ini gesekan-gesekan karena sentimen agama cenderung meningkat. Rasanya telah terjadi kemunduran dalam berbangsa dan bernegara dibanding saat awal kemerdekaan.
Di awal kemerdekaan, para pendiri bangsa mampu menghasilkan rumusan Pancasila yang sangat visioner dan dapat mewadahi semua kepentingan dan keragaman yang ada.
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi pilar bagi kesatuan dan persatuan. Kemanusiaan didasarkan pada nilai keadilan dan keadaban. Setiap persoalan mesti diselesaikan secara musyawarah mufakat, serta kesejahteraan harus terdistribusikan secara adil dan merata. Negeri yang terdiri dari aneka ragam suku, budaya, bahasa dan agama ini mempunyai kearifan lokal yang telah menjadi bagian kehidupan berbangsa dan bernegara. Roh kebhinekaan terwujud dalam kesediaan bergotong royong.
Dalam istilah itu terkandung makna hospitalitas, toleransi, dan inklusivitas, saling menjadi bagian dalam kesetaraan, non-diskriminasi, saling membuka diri, saling memberi dan menerima dalam kebersamaan.
Orang lain adalah undangan universal untuk mengenali kehadiran Yang Ilahi dalam kehidupan ini. Hari ini Tuhan mengajak kita untuk menyambut sesama, bahkan yang kecil, miskin dan sederhana sekali pun, dengan antusias dan penuh kegembiraan, dengan cinta karena menyambut sesama berarti menyambut Kristus Sang Penyelamat dan menyambut Bapa, Sang Sumber Hidup.
Berkah Dalem.
B.
Kutipan Teks Misa:
"Kurban Ekaristi juga dipersembahkan untuk umat beriman yang mati di dalam Kristus, 'yang belum disucikan seluruhnya'" --- Konsili Trente: DS 1743
Antifon Pembuka (Mzm 47:2)
Segala bangsa, bertepuk-tanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai.
All peoples, clap you hands. Cry to God with shouts of joy!
Omnes gentes plaudite manibus: iubilate Deo in voce exsultationis.
Mzm. Quoniam Dominus excelsus, terribilis: Rex magnus super omnem terram.
Doa Pembuka
Ya Allah, Bapa Yang Mahapengasih, lewat pembaptisan, Engkau mengangkat kami menjadi anak-anak terang. Hindarkanlah kami dari kelam-kabut kesesatan dan peliharalah kami selalu dalam kebenaran-Mu yang terang benderang. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa.
Bacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja (4:8-11, 14-16a)
"Orang itu adalah abdi Allah yang kudus; biarlah ia masuk ke sana."
Pada suatu hari, Nabi Elisa pergi ke Sunem. Di sana tinggallah seorang perempuan kaya yang mengundang dia makan. Dan setiap kali dalam perjalanan, singgahlah Elisa ke sana untuk makan. Berkatalah perempuan itu kepada suaminya, "Sesungguhnya aku sudah tahu bahwa orang yang selalu datang kepada kita itu adalah abdi Allah yang kudus. Baiklah kita membuat sebuah kamar atas yang kecil yang berdinding batu, dan baiklah kita menaruh di sana baginya sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil; maka apabila ia datang kepada kita, biarlah ia masuk ke sana." Pada suatu hari datanglah Elisa ke sana, lalu masuklah ia ke kamar atas itu dan tidur di sana. Kemudian berkatalah Elisa kepada Gehazi, hamba-Nya, "Apakah yang dapat kuperbuat baginya?" Jawab Gehazi, "Ah, ia tidak mempunyai anak, dan suaminya sudah tua." Lalu berkatalah Elisa, "Panggillah dia!" Sesudah dipanggil, berdirilah perempuan itu di pintu. Maka berkatalah Elisa kepadanya, "Tahun depan, pada waktu seperti ini juga, engkau akan menggendong seorang anak laki-laki."
Demikianlah sabda Tuhan.
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = f, 2/4, PS 868
Ref. Kerelaan Tuhan hendak kunyanyikan selama-lamanya.
Ayat. (Mzm 89:2-3.16-17.18-19)
1. Aku hendak menyanyikan kasih setia Tuhan selama-lamanya, hendak menuturkan kesetiaan-Mu turun-menurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya kesetiaan-Mu tegak seperti langit.
2. Engkau berkata, "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Aku hendak menegakkan anak cucumu untuk selama-lamanya, dan membangun takhtamu turun-menurun."
3. Dia pun akan berseru kepada-Ku, "Bapa-kulah Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku." Untuk selama-lamanya Aku akan memelihara kasih setia-Ku bagi dia, dan perjanjian-Ku dengannya akan Kupegang teguh.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (6:3-4, 8-11)
"Kita telah dikuburkan bersama Kristus oleh pembaptisan supaya kita hidup dalam hidup yang baru."
Saudara-saudara, camkanlah: kita semua, yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya! Dengan demikian, kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh pembaptisan dalam kematian supaya seperti halnya Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Jadi, jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu bahwa Kristus, sesudah bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi; maut tidak berkuasa lagi atas Dia. Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: Kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Yesus Kristus.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = bes, 2/2, kanon, PS 955
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (1Ptr 2:9)
Kamulah orang pilihan, kaum imam dan raja, bangsa yang kudus. Kamu harus memaklumkan kebajikan Allah. Ia telah memanggil kamu keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam cahaya-Nya yang menakjubkan.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (10:37-42)
"Barangsiapa tidak memikul salibnya, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku."
Sekali peristiwa Yesus bersabda kepada keduabelas murid-Nya, "Barangsiapa mengasihi bapa dan ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Dan barangsiapa mengasihi putranya atau putrinya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya demi Aku, ia akan memperolehnya kembali. Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepada-Mu: Sungguh, ia tidak akan kehilangan upahnya."
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Dari pengalaman selama ini, ada banyak orang baik di sekitar kita. Memang ada orang yang tidak baik. Itu sudah sejak dahulu, sekarang dan selama masih ada manusia. Tetapi sekali lagi, banyak orang yang baik di sekitar kita. Contoh paling mudah adalah: bila kita bertanya di jalan tentang arah atau alamat jalan, orang umumnya mudah membantu kita. Begitu pula saat kita mengunjungi keluarga atau bertamu, kita akan diterima dengan ramah dan tidak jarang diberi hidangan yang enak-enak. Di mana pun ada banyak orang baik.
Nabi Elisa juga mengalami kebaikan dan keramahan sepasang suami istri yang kaya di Sunem. Bahkan karena seringnya singgah, nyonya rumah bersama suaminya membuatkan kamar khusus untuk Elisa di rumah mereka. Akhirnya nabi Elisa sesuai usulan abdinya menghadiahkan janji kepada nyonya rumah yang tidak mempunyai anak itu, bahwa ia akan mempunyai anak laki-laki pada tahun depan. Tuhan Allah melalui Elisa tidak mau kalah dalam perbuatan baik! Ini poin amat penting: Tuhan tidak pernah mau kalah dalam hal kebaikan kepada kita, bahkan kebaikan Allah itu amat sangat jauh melampaui perbuatan baik yang pernah kita lakukan kepada sesama kita. Dalam Injil, ada hal baru yang kita renungkan. Tuhan Yesus Kristus berkata, "Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku." Itu berarti, siapa yang menyambut utusan Tuhan, yaitu para murid Kristus dan itu bisa kita semua, juga menyambut Yesus sendiri. Siapa menyambut Yesus, ia juga menyambut Allah Bapa sendiri. Demikianlah perbuatan baik, entah yang kita lakukan kepada sesama murid Kristus dan tetapi juga kepada setiap sesama kita bahkan yang hina dan papa, aslinya juga merupakan perbuatan baik yang kita lakukan untuk Tuhan Yesus. Sebab, bukankah dalam Matius 25 kita juga mendengar sabda Tuhan: apa yang kamu lakukan untuk saudara-Ku yang paling hina, itu kamu lakukan kepada-Ku? Inilah unsur baru yang penting dalam tindakan baik kepada sesama: kita melakukannya untuk Tuhan pula. Tuhan pun akan selalu melimpahkan kebaikan-Nya kepada kita.
Marilah kita tidak berkurang dan tidak berhemat dalam berbuat baik, kepada siapa pun, bahkan termasuk orang-orang yang miskin dan menderita. Karena itu sebenarnya juga kita lakukan kepada Tuhan sendiri.
Antifon Komuni (Mzm 103:1)
Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai seluruh diriku!
Bless the Lord, O my soul, and all within me, his holy name

Tidak ada komentar:

Posting Komentar