HIK - HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH.
HARAPAN IMAN KASIH.
“Tuan Ma”, adalah nama untuk patung Bunda Maria yang diketemukan sebagai wasiat sekitar 5 abad silam di pantai Larantuka, Flores , NTT, Indonesia. Berdasarkan penelitian dan sejumlah sumber tertulis dalam bahasa Belanda dan Portugis, patung Tuan Ma ditemukan sekitar tahun 1510 di Pantai Larantuka. Diduga, patung itu terdampar saat kapal Portugis atau Spanyol karam di Larantuka.
Menurut kepercayaan populer, adalah seorang anak laki-laki bernama Resiona yang sedang mencari siput di pantai ketika bertemu seorang perempuan. Ketika ditanya nama serta dari mana datangnya, perempuan tersebut hanya menunduk lalu menulis "tiga kata" yang tak dipahami Resiona di pasir pantai. Setelah itu, ketika mengangkat mukanya, rupa wanita itu berubah menjadi patung kayu.
Ketiga kata yang ditulis itu lalu dibuatkan pagar batu agar tidak terhapus air laut, sedangkan patung tersebut langsung diarak keliling kampung, memasuki "korke", rumah-rumah pemujaan milik setiap suku di sana.
Kendati waktu itu masyarakat setempat belum mengenal patung tersebut, kepala kampung Lewonama, Larantuka, memerintahkan agar patung disimpan di korke. Patung kemudian dihormati sebagai benda keramat.
Penduduk memberi sesaji setiap perayaan panen.
Penduduk memberi sesaji setiap perayaan panen.
Masyarakat Larantuka dan sekitarnya menyebut patung itu sebagai "Tuan Ma". Secara harafiah, Tuan Ma berarti tuan / mama. Masyarakat Lamaholot menyebutnya, Rera Wulan Tanah Ekan, Dewa Langit dan Dewi Bumi.
Menurut Raja Larantuka Don Andreas Martinho DVG, sekitar tahun 1510 itu masyarakat Larantuka memang sudah melakukan devosi kepada Tuan Ma setiap Februari, sebagai syukur atas hasil panen dan tangkapan dari laut. Devosi merupakan kegiatan di luar liturgi gereja, praktik-praktik rohani yang merupakan ekspresi konkret keinginan melayani dan menyembah Tuhan melalui obyek-obyek tertentu.
Ketika seorang romo (Latin: padre, pater, pastor) dari Ordo Dominikan (OP) datang ke kampung itu lalu diminta membaca tiga kata yang ”diabadikan” itu, terbacalah: "Reinha Rosario Maria" (Maria Ratu Rosario).
Tremens et fascinans! Ketika melihat patungnya, sang romo Dominikan itu terharu dan berkata bahwa itulah Reinha Rosari yang dikenal juga sebagai patung Mater Dolorosa atau Bunda Kedukaan atau Mater Misericordia (Bunda Belas Kasih).
Sekitar tahun 1561, penyebaran agama Katolik oleh Portugis dimulai di Pulau Solor, yang kemudian dikenal misi Solor dengan menetapnya tiga misionaris dari Ordo Dominikan, yaitu Pater Antonio da Cruz OP, Simao das Chagas OP, dan Bruder Alexio OP, di sana.
Tahun 1617, misionaris Portugis yakni Pastor Manuel de Kagas berhasil memberi masukan pemahaman kepada raja-raja Larantuka. Dia menjelaskan, ”Tuan Ma yang disembah itu sebenarnya bernama Bunda Maria. Dia yang memiliki putra yang disebut Yesus Kristus. Yesus ini sebagai penebus dosa dan pembawa keselamatan”. Sejak itulah orang Larantuka yakin apa yang mereka sembah selama itu ternyata diakui secara universal.
Tahun 1650, Raja I Larantuka Ola Adobala dibaptis dan menyerahkan Kerajaan Larantuka kepada Bunda Maria. Setelah itu, putranya, Raja Don Gaspar I, pada 1665 mulai mengarak patung Maria keliling Larantuka.
Dalam perkembangannya, Raja Don Lorenzo I bersumpah kepada Maria atau Tuan Ma dengan memberi gelar tertinggi kepada Maria sebagai raja orang Larantuka.
Oleh karena itu, Larantuka disebut sebagai Kota Reinha (bahasa Portugis) atau Kota Ratu, Kota Maria. Tuan Ma kemudian diyakini sebagai Bunda Maria milik orang Larantuka. Devosi kepada Maria menjadi sentral hidup keluarga dan masyarakat Larantuka dan proses inkulturasi pun terus terjadi antara kepercayaan masyarakat lokal, ajaran gereja, dan tradisi yang dibawa Portugis.
Salah satunya adalah “Semana Santa”, yakni prosesi pekan suci yang dimulai dari Minggu Palma sampai Minggu Paskah, sebuah ritual religi budaya yang sudah berlangsung 500 tahun di Larantuka.
Pada prosesi puncak Jumat Agung, Patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Patung Tuan Ana (Yesus) akan diarak keliling Larantuka yang diwakili oleh 8 armida atau tempat perhentian (sepanjang 7 km yang melambangkan suku-suku setempat. Armida-armida ini dibangun oleh masyarakat setempat dalam suasana kesakralan), yang menyimbolkan kehidupan Yesus mulai dari masa Bunda Maria mengandung hingga wafatnya Yesus.
Sore hari, sesudah mengikuti liturgi lamentasi/ ratapan Yeremia atas kejatuhan manusia ke dalam dosa di Gereja Katedral Reinha, umat mulai bergerak dari Gereja Katedral Larantuka mengantar Patung Tuan Ma dan Patung Tuan Ana menuju setiap armida.
Malam saat iring-iringan, ribuan umat dan peziarah baik penduduk Larantuka maupun pengunjung dari luar kota dan mancanegara berbaur turun ke jalan.
Sambil berjalan, mereka terus melantunkan Salam Maria dan kidung-kidung dalam bahasa Portugis sambil membawa lilin. Di Gereja Kathedral dan di setiap armida dilantunkan kidung "O Vos" atau ratapan derita Yesus.
Pada "Perayaan 5 abad Tuan Ma di Larantuka", saya bersama Rm Sindhunata, mas Arswendo dan mas Adi Kurdi diundang untuk memberikan sesion seputar Maria Tuan Ma selama beberapa hari sekaligus napak tilas ke beberapa kapel dimana Tuan Ma, Tuan Ana dan pelbagai patung rohani diletakkan dengan pelbagai kekhasan budaya setempat bercampur dengan budaya Portugis dan kristiani.
Adapun "Perayaan 5 abad Tuan Ma di Larantuka", dirayakan pada 7 Oktober 2010 yang lalu, yang dihadiri Duta Besar Portugal, para Uskup, imam-imam serta para biarawan/wati, suster frater bruder serta pelbagai umat perwakilan dari daerah-daerah di Indonesia.
Fenomen ini tentu merupakan momentum bersejarah, dimana perayaan tersebut menyatukan Gereja Katolik dengan berbagai kelompok lintas agama dan suku, baik Muslim, Protestan, Hindu dan Budha, dimana paroki-paroki di wilayah Keuskupan Larantuka bersatu di dalam perayaan kebersamaan tersebut, karena Tuan Ma atau Mater Dolorosa adalah ibu pelindung bagi semua anak-anaknya.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Kapela Tuan Ma.
A.
Kapela Tuan Ma.
Dalam tradisi Gereja Katolik, masa Prapaskah didahului dengan masa puasa dan akan ditutup secara megah dalam masa yang disebut: "Pekan Suci". Orang Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT menamakan "Pekan Suci" itu dengan istilah "Semana Santa."
Menjelang puncak Semana Santa, Jumat Agung (wafatnya Yesus), ritual "Muda Tuan" atau "Buka Pintu Kapela" atau Gereja Tuan Ma dilaksanakan. Peti kemas selama setahun tertutup kini dibuka oleh petugas Conferia, dimana patung Tuan Ma (Mater Dolorosa) dibersihkan dan dimandikan kemudian dilengkapi dengan busana perkabungan sehelai mantel yang berwarna hitam dan biru tua, dengan diiringi doa rosario dan doa doa yang lainnya dalam bahasa Portugis dan bahasa setempat.
Di "Kapela Tuan Ma" inilah tempat patung Bunda Maria (Tuan Ma) diabadikan, dimana patung Tuan Ma ini akan diarak keliling kota Larantuka oleh seluruh peziarah Katolik saat puncak acara Semana Santa pada Jumat Agung di malam hari, dengan prosesi lilin.
Menurut Ketua Panitia Kapela Tuan Ma, Dion Fernandez, upacara buka pintu Kapela atau Gereja Tuan Ma dilakukan oleh Raja Larantuka berketurunan DVG. Setelah dibuka, peziarah dapat melakukan doa dan mencium patung Tuan Ma.
"Sesuai tradisi, adalah Raja keturunan DVG yang membuka Kapela Tuan Ma, ketika beliau berhalangan maka seorang putra beliau yang akan mewakilinya," ujar Fernandez.
Dia menambahkan, setelah pintu Kapela Tuan Ma dibuka, maka akan dilanjutkan dengan tradisi prosesi laut. Prosesi laut merupakan rangkaian upacara Semana Santa dimana patung Tuan Meninu yang berada di Kapela Tuan Ma diarak melalui laut menuju Kapela Tuan Ma.
Adapun setiap peziarah kemungkinan mendapat giliran berdoa dan mencium patung Tuan Ma, dimana semua peziarah kerap mengenakan baju hitam sebagai tanda berkabung atas penderitaan Tuan Ana atau Yesus.
B.
Bunda Maria Bersedih.
Bunda Maria Bersedih.
Wajah patung Tuan Ma identik dengan Bunda Maria yang bersedih dan melambangkan perkabungan atau "Mater Dolorosa", karena menyaksikan penderitaan putranya, Yesus, yang wafat disalib di Bukit Golgota.
Patung Tuan Ma itu tampak menjulang dan anggun dengan mengenakan jubah berwarna biru. Seluruh tubuh patung Bunda Maria tertutup jubah. Namun satu tangannya yang tengah menengadah menjulur keluar.
Dalam prosesi puncak Semana Santa yang dilaksanakan pada Jumat Agung, Patung Tuan Ma (Maria) dan Patung Tuan Ana (Yesus) diarak oleh ribuan orang dan diiringi lagu pujian dan doa.
Prosesi religius ini hanya satu-satunya di dunia dan telah berusia 500an tahun. Bisa jadi, inilah yang menjadi daya pikat banyak peziarah Katolik yang datang ke Larantuka. Konon, setiap tahun, perayaan ini menyedot 10 hingga 20 ribu wisatawan. Namun, puncaknya, pada tahun 2010 ada 40 ribu wisatawan yang hadir karena bertepatan dengan 5 Abad Tuan Ma.
C.
Semana Santa.
Semana Santa.
Kota Larantuka di Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur kerap didatangi ribuan peziarah dari berbagai daerah dan bahkan mancanegara yang datang untuk mengikuti perayaan Semana Santa ("Pekan Suci") selama seminggu penuh masa menyambut Paskah Suci.
Perayaan warisan Portugis di Larantuka ini merupakan ritual yang dilakukan sejak 5 abad lalu. Makna perayaan menempatkan pusat ritual kepada Yesus dan Bunda Maria sebagai perempuan berkabung (Mater Dolorosa) karena menyaksikan penderitaan anaknya sebelum dan saat disalibkan.
Perayaan Semana Santa dimulai pada Rabu Trewa (Rabu Terbelenggu) ketika umat dan peziarah berkumpul berdoa untuk mengenang Yesus yang dikhianati Yudas Iskariot (murid Yesus).
Sejak pagi para perempuan melakukan nyanyian ratapan Mazmur dalam bahasa Latin di kapel. Pukul 3 sore, secara beruntun umat dan peziarah mengetukkan bunyi-bunyian sambung-menyambung di seluruh Larantuka.
Hal itu menandakan saat memasuki masa berkabung. Setelah itu, tidak diperkenankan bunyi-bunyian maupun melakukan pekerjaan apapun sehingga Larantuka berubah menjadi kota perkabungan suci.
Hal itu menandakan saat memasuki masa berkabung. Setelah itu, tidak diperkenankan bunyi-bunyian maupun melakukan pekerjaan apapun sehingga Larantuka berubah menjadi kota perkabungan suci.
Sepanjang hari sebelum sore di hari Kamis Putih, umat peziarah berdoa dan bergantian melakukan penyembahan “Cium Tuan” di sejumlah situs rohani, di antaranya di Kapel Tuan Ma (Bunda Maria), Kapel Tuan Ana (Tuhan Yesus), dan Kapel Tuan Meninu (patung kanak Yesus) dan Patung Tuan Bediri (patung Yesus berdiri dengan ayam jantan di kanannya); sebagai wujud permohonan doa kepada Tuhan melalui perantara Bunda Maria.
Aktivitas di hari Kamis Putih berpusat di Kapel Tuan Ma (Bunda Maria) dengan memandikan dan membalutkan kain berkabung berupa mantel beludru hitam, ungu atau biru. Kemudian dilanjutkan pembukaan peti patung Tuan Ana di kapel Tuan Ana.
Sore harinya dilakukan tradisi pemasangangan, yaitu pancang atau tiang lilin di kanan kiri jalan rute perarakan Jumat Agung oleh seorang atau keluarga yang mengajukan diri sesuai nazar agungnya melayani Tuhan untuk keperluan prosesi; pada kegiatan ini umat juga akan membantu mardomu.
Perayaan Ekaristi berlangsung malam hari, mengenang perjamuan terakhir Yesus dengan muridNya, pembasuhan kaki para murid, dan juga pembacaan kisah penangkapan Yesus sampai menunggu diadili.
Puncak Acara dilakukan saat Hari Raya Wafat Isa Almasih atau Jumat Agung. Diawali perarakan bahari membawa patung Tuan Meninu, yaitu melawan arus laut Selat Gonzalo dan menahtakannya di Pohon Sirih.
Saat siang hari, dilakukan perarakan mengenang sengsara dan wafat Yesus dengan mengarak Tuan Ma, Tuan Ana, dan Tuan Meninu keliling kota menuju Katedral Larantuka. Saat perarakan sambil melantukan pujian, terdapat delapan pemberhentian yang disebut dengan armida. Armida mewakili kedelapan situs rohani sebagai simbol kehidupan Yesus, sejak dikandungan Maria hingga wafatnya di dunia.
Pagi hari saat Sabtu Suci, ketiga patung dikembalikan ke kapel masing-masing. Mulai saat itu, masa berkabung sudah lewat dan persiapam memasuki masa perayaan Kebangkitan Yesus Kristus.
Larantuka sendiri dikenal dengan nama Reinha Rosari yang dalam bahasa Portugis berarti Kota Ratu atau Kota Maria. Nama itu diambil dari sejarah penampakan Tuan Ma dan menjadi pelindung serta pemimpin di kota kecil nan bersahaja ini.
Kisah ini pun menjadikan Larantuka sebagai salah satu pusat berkembangnya Katolik di Indonesia. Dengan demikian, perayaan Semana Santa yang berasal dari tradisi akulturasi Portugis dan penduduk lokal, menjadi daya tarik bagi umat Katolik di seluruh Tanah Air bahkan wisatawan mancanegara.
Sebenarnya tradisi ini masih ada dilakukan di beberapa bagian daerah dunia. Hanya saja, Larantuka termasuk kota yang sangat aktif melakukan prosesi tersebut sampai saat ini.
Adanya tradisi Semana Santa menjadikan kota Larantuka memiliki nilai budaya rohani yang tinggi dan menyampaikan pesan damai, keramahan yang hangat dari penduduk Larantuka kepada pendatang. Selain itu, perayaan Semana Santa, wisatawan dan peziarah dapat menikmati panoraman alam nan indah di Larantuka.
Untuk menuju Larantuka, kita dapat memanfaatkan penerbangan dari Bali atau Kupang kemudian melanjutkan penerbangan ke Bandara Wai Oti di Maumere kemudian menempuh perjalanan darat sekitar 3 jam-an. Ada juga penerbangan ke Bandara Gewayan Tanah di Larantuka yang dilayani maskapai Trans Nusa.
Indahnya, meskipun Semana Santa dirayakan oleh Umat Katolik dari penjuru dunia yang datang ke Kota Larantuka, namun siapapun boleh menyaksikan Semana Santa tanpa batasan suku, agama, dan ras. Syaratnya hanya satu yaitu tidak membuat keonaran serta mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
Perlu diketahui, setiap perayaan Semana Santa ada panitia kecil yang bertanggungjawab disebut dengan nama Mardomu. Setiap orang atau keluarga yang ingin menjadi Mardomu harus mendaftar/melamar jauh sebelum perayaan ini (mengantri jadwalnya untuk disetujui). Karena menjadi Mardomu adalah kehormatan dan kebanggaan, maka antriannya tidak pernah sepi padahal setiap tahun hanya satu orang/keluarga yang disetujui.
Ada beberapa hal teknis praktis yang perlu diingat oleh teman-teman yang berniat datang pada acara Semana Santa, al:
1. Penginapan akan full-booked sebulan sebelum Semana Santa.
2. Rumah penduduk setempat terbuka untuk siapapun yang tidak kebagian penginapan.
3. Boleh mengikuti prosesi Jalan Salib pada Jum’at Agung. Syarat: tertib.
4. Hormati perbedaan dan jadilah pelancong yang bermartabat.
2. Rumah penduduk setempat terbuka untuk siapapun yang tidak kebagian penginapan.
3. Boleh mengikuti prosesi Jalan Salib pada Jum’at Agung. Syarat: tertib.
4. Hormati perbedaan dan jadilah pelancong yang bermartabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar