Ads 468x60px

PARA KUDUS BARU YANG DIKANONISASI OLEH PAUS FRANSISKUS, 15 Oktober 2017



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
ORA PRO NOBIS...
SEKILAS TENTANG PARA KUDUS BARU YANG DIKANONISASI OLEH PAUS FRANSISKUS
@ 15 OKTOBER 2017
Orang-orang kudus baru yang dikanonisasi oleh Paus Fransiskus pada hari Minggu 15 Oktober 2017 ini mewakili berbagai kelompok orang yang menawarkan dorongan dan harapan kepada umat kristiani saat ini melalui keteladanan mereka.
Para martir Natal - Beato Andre de Soveral, seorang imam Yesuit; Beato Ambrosio Francisco Ferro, seorang imam diosesan; Beato Mateus Moreira, seorang awam; dan 27 orang lainnya - terbunuh pada tahun 1645 dalam sebuah gelombang penganiayaan anti-Katolik yang dilakukan oleh Kalvinis Belanda di Natal, Brasil.
Ketigapuluh martir Brasil tersebut, yang terdiri dari imam, pria dan wanita awam, keluarga, suami, istri, anak-anak dan remaja - adalah sokoguru bagi seluruh umat Katolik, terutama di Brasil saat ini, yang ingin mengikuti panggilan paus untuk "sebuah gereja yang sedang bergerak" yang pergi keluar dan memberi kesaksian publik tentang iman mereka.
Kemartiran selalu merupakan kesaksian ini. Dan memberikan kesaksian iman ini di negara yang saat ini berada dalam krisis ekonomi, keamanan dan kesehatan, adalah sebuah kesaksian bahwa adalah mungkin untuk berjalan ke depan, adalah mungkin untuk berbuat lebih banyak.
Para martir kanak-kanak dari Tlaxcala, Meksiko - Beato Cristobal, Beato Antonio dan Beato Juan - adalah anak-anak, yang usianya berkisar antara 12 sampai 13 tahun, dan merupakan penduduk pribumi pertama di Meksiko yang bertobat dan terbunuh antara tahun 1527 dan 1529 karena menolak untuk meninggalkan iman dan kembali ke tradisi nenek moyang mereka. Meski usia mereka masih muda, para martir muda tersebut membuktikan bahwa rahmat bekerja dan tidak seluruhnya bergantung pada usaha manusia.
Dengan sebuah Sinode para Uskup yang berfokus pada orang muda yang akan berlangsung pada tahun 2018, para martir kanak-kanak merupakan sebuah motivasi sehingga kaum muda bisa menjadi agen evangelisasi dalam keluarga-keluarga mereka sendiri dan menentang berhala-berhala dunia modern. Kaum muda terbenam dalam serangkaian penyembahan berhala, yang kadang-kadang mereka terima secara pasif. Para martir, pada usia mereka, memiliki kemampuan untuk menentang penyembahan berhala yang biasa terjadi di banyak tempat pada saat itu.
Paus Fransiskus juga akan menganonisasi Beato Angelo dari Acri, seorang imam Kapusin Italia yang terlahir dengan nama Luca Antonio Falcone. Ia meninggal pada tahun 1739 dan telah dibeatifikasi oleh Paus Leo XII pada tahun 1825. Seorang pengkhotbah yang terkenal, Beato Angelo mewartakan kabar baik Injil dengan cara yang sederhana dan nyata dan tidak hanya dengan mengucapkan kata-kata. Ia juga dikenal karena pembelaannya terhadap kaum miskin dan tahu bagaimana mengangkat suara melawan penguasa waktu itu.
Namun, Beato Angelo memadukan kejenakaan dan kecerdasannya yang tajam dengan belas kasih ketika ia melayani pengakuan dosa, sering menghabiskan waktu berjam-jam mendengarkan pria dan wanita yang bertobat yang memohon pengampunan.
Semangat sang imam Kapusin untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dapat menjadi teladan bagi perutusan gereja dalam menjangkau orang-orang yang telah jauh dari iman mereka. Beato Angelo bisa menjadi model bagi mereka yang mencari cara baru untuk membawa pewartaan Injil ke seluruh dunia dan menjadi mungkin terdengar oleh orang-orang..
Paus Fransiskus juga akan mengkanonisasi Beato Faustino Miguez, seorang imam Spanyol dan seorang anggota Bapa-bapa Piaris yang lahir pada tahun 1831.
Ia mendirikan sebuah sekolah lanjutan untuk anak perempuan pada saat pendidikan semacam itu terbatas hampir secara eksklusif untuk anak laki-laki.
NB:
A.
HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA KANONISASI 35 ORANG KUDUS BARU
@ 15 Oktober 2017 :
ORANG-ORANG KUDUS MENUNJUKKAN KEPADA KITA BAGAIMANA MENGATAKAN "YA" TERHADAP KASIH ALLAH
Bacaan Ekaristi :
Yes. 25:6-10a;
Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6;
Flp. 4:12-14,19-20;
Mat. 22:1-14.
Perumpamaan yang baru saja kita dengar menggambarkan Kerajaan Allah sebagai pesta perkawinan (bdk. Mat 22:1-14). Tokoh utamanya adalah putra raja, mempelai laki-laki, yang di dalamnya kita dapat dengan mudah melihat Yesus.
Perumpamaan tersebut tidak menyebutkan tentang mempelai wanita, tetapi hanya para tamu yang diundang dan diharapkan, dan mereka yang mengenakan pakaian pesta perkawinan. Kita adalah tamu-tamu itu, karena Tuhan ingin "merayakan perkawinan" bersama kita.
Perkawinan tersebut meresmikan persahabatan seumur hidup, persekutuan yang Allah ingin nikmati bersama kita semua. Oleh karena itu, hubungan kita dengan Dia harus lebih dari sekedar hubungan bakti kawula dengan raja mereka, para hamba yang setia dengan tuan mereka, atau murid-murid yang berbakti dengan guru mereka.
Hubungan tersebut terutama merupakan hubungan mempelai wanita tercinta dengan mempelai prianya. Dengan kata lain, Tuhan menginginkan kita, Ia pergi mencari kita dan Ia mengundang kita. Bagi-Nya, tidaklah cukup kita seharusnya melakukan tugas kita dan mematuhi hukum-hukum-Nya. Ia menginginkan sebuah persekutuan kehidupan yang sejati dengan kita, sebuah hubungan yang berdasarkan dialog, kepercayaan dan pengampunan.
Begitulah kehidupan umat kristiani, sebuah kisah cinta dengan Allah. Tuhan secara bebas mengambil prakarsa dan tidak ada seorang pun yang bisa mengaku sebagai satu-satunya orang yang diundang.
Tidak ada seorang pun yang memiliki tempat duduk yang lebih baik daripada orang lain, karena semua orang menikmati kemurahan Allah. Kehidupan kristiani selalu terlahir dan terlahir kembali dari cinta yang lembut, khusus dan istimewa ini.
Kita bisa bertanya kepada diri kita sendiri setidaknya sekali sehari kita mengatakan kepada Tuhan bahwa kita mencintai-Nya; jika kita mengingat, di antara semua hal lainnya, kita katakan, katakan kepada-Nya setiap hari, "Tuhan, aku mengasihi-Mu; Engkaulah hidupku". Karena sekali cinta hilang, kehidupan kristiani menjadi hampa.
Kehidupan tersebut menjadi tubuh tanpa jiwa, etika yang tidak mungkin, kumpulan peraturan dan hukum untuk dipatuhi tanpa alasan yang layak. Allah kehidupan, bagaimanapun, menunggu tanggapan hidup. Tuhan kasih menanti tanggapan kasih. Berbicara kepada salah satu Gereja dalam Kitab Wahyu, Allah membuat sebuah celaan yang gamblang : "Engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula" (Why 2:4).
Inilah bahayanya - kehidupan kristiani yang menjadi rutinitas, puas dengan "kelumrahan", tanpa dorongan atau antusiasme, dan dengan ingatan yang singkat. Sebagai gantinya, marilah kita mengipasi api kenangan kasih kita yang semula. Kita adalah yang orang-orang terkasih, para tamu di pesta perkawinan, dan kehidupan kita adalah sebuah karunia, karena setiap hari merupakan kesempatan yang luar biasa untuk menanggapi undangan Allah.
Tetapi, Injil memperingatkan kita bahwa undangan tersebut dapat ditolak. Banyak tamu undangan mengatakan tidak, karena mereka terjebak dalam urusan-urusan mereka sendiri. "Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya" (Mat 22:5).
Masing-masing orang mengkhawatirkan urusan-urusannya sendiri; inilah kunci untuk memahami mengapa mereka menolak undangan tersebut. Para tamu tidak memikirkan bahwa pesta perkawinan akan menjemukan atau membosankan; mereka hanya "memperjelasnya".
Mereka terjebak dalam urusan-urusan mereka sendiri. Mereka lebih tertarik untuk memiliki sesuatu daripada mempertaruhkan sesuatu, seperti tuntutan-tuntutan kasih. Beginilah cara kasih tumbuh dingin, bukan karena kedengkian tetapi karena keinginan kita sendiri: keamanan kita, penegasan diri kita, kenyamanan kita ... Kita tinggal di dalam kursi keuntungan, kesenangan, atau hobi yang membawakan kita beberapa kebahagiaan.
Dan kita akhirnya penuaan parah dan cepat, karena kita tumbuh tua di dalam. Ketika hati kita tidak berkembang, hati tersebut menjadi tertutup dalam dirinya sendiri. Ketika semuanya tergantung pada saya - pada apa yang saya sukai, pada apa yang paling sesuai untuk saya, pada apa yang saya inginkan - maka saya menjadi kasar dan keras hati. Saya menyerang orang-orang tanpa alasan, seperti para tamu dalam Injil, yang memperlakukan secara memalukan dan akhirnya membunuh (bdk. ayat 6) orang-orang yang diutus untuk menyampaikan undangan, hanya karena mereka mengganggu mereka.
Injil bertanya kepada kita, di mana kita berdiri: dengan diri kita atau dengan Tuhan? Karena Tuhan adalah kebalikan dari keegoisan, penyerapan diri. Injil mengatakan kepada kita bahwa, bahkan sebelum penolakan dan ketidakpedulian yang terus menerus pada pihak yang Ia undang, Allah tidak membatalkan pesta perkawinan.
Ia tidak menyerah, tetapi memperluas undangan. Ketika Ia mendengar sebuah "tidak", Ia tidak menutup pintu, tetapi memperluas undangan. Dalam menghadapi kesalahan-kesalahan, Ia menanggapi dengan kasih yang bahkan semakin besar. Ketika kita terluka oleh perlakuan orang-orang lain yang tidak adil atau penolakan mereka, kita sering menyimpan dendam dan kebencian.
Allah di sisi lain, seraya terluka oleh "tidak" kita, mencoba lagi; Ia terus berbuat baik bahkan bagi mereka yang berbuat jahat. Karena inilah apa itu kasih. Karena inilah satu-satunya cara agar kejahatan dikalahkan.
Hari ini, Allah kita, yang tidak pernah meninggalkan pengharapan, mengatakan kepada kita untuk berbuat apa yang Ia perbuat, hidup dalam kasih sejati, mengatasi sikap terima nasib dan tingkah laku menjengkelkan dan kemalasan diri kita.
Ada satu gagasan terakhir yang ditekankan oleh Injil : pakaian wajib para tamu yang diundang. Tidak cukup hanya menanggapi undangan segera sesudahnya, hanya mengatakan "ya" dan kemudian tidak berbuat apa-apa.
Hari demi hari, kita harus mengenakan pakaian perkawinan, "kebiasaan" mengamalkan kasih. Kita tidak bisa mengatakan, "Tuhan, Tuhan", tanpa mengalami dan mengamalkan kehendak Allah (bdk. Mat 7:21). Kita perlu mengenakan kasih Allah dan memperbaharui pilihan kita bagi-Nya setiap hari.
Orang-orang kudus yang dikanonisasi hari ini, dan terutama banyak martir, menunjukkan cara tersebut. Mereka tidak mengatakan "ya" yang sekejab untuk mengasihi; mereka mengatakan "ya" mereka dengan kehidupan mereka dan sampai kesudahan!. Jubah yang mereka kenakan sehari-hari adalah kasih Yesus, kasih yang "gila" yang mengasihi kita sampai kesudahan dan menawarkan pengampunan-Nya dan jubah-Nya kepada orang-orang yang menyalibkan-Nya.
Pada saat baptisan kita menerima jubah putih, pakaian perkawinan untuk Allah. Marilah kita memohon kepada-Nya, melalui perantaraan para kudus, saudara dan saudari kita, karena rahmat memutuskan setiap hari mengenakan pakaian ini dan menjaganya agar tetap bersih. Bagaimana kita bisa melakukan hal ini? Terutama, dengan mendekati Tuhan tanpa rasa takut untuk menerima pengampunan-Nya. Inilah satu langkah yang berarti, karena memasuki aula perkawinan untuk merayakan bersama dengan-Nya pesta kasih.
B.
Orang-orang kudus yang dikanonisasi oleh Paus Fransiskus adalah :
■ 30 orang martir asal Brasil (Beato Andre de Soveral, seorang imam Yesuit; Beato Ambrosio Francisco Ferro, seorang imam diosesan; Beato Mateus Moreira, seorang awam; dan 27 orang awam lainnya) yang terbunuh pada tahun 1645 dalam sebuah gelombang penganiayaan anti-Katolik yang dilakukan oleh Kalvinis Belanda di Natal, Brasil. Mereka dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada 5 Maret 2000.
■ 3 orang martir kanak-kanak asal Tlaxcala, Meksiko (Beato Cristobal, Beato Antonio dan Beato Juan yang berusia antara 12 sampai 13 tahun, dan merupakan penduduk pribumi pertama di Meksiko yang bertobat) yang terbunuh antara tahun 1527 dan 1529 karena menolak untuk meninggalkan iman dan kembali ke tradisi nenek moyang mereka. Mereka dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada 6 Mei 1990.
■ Beato Angelo dari Acri, seorang imam Kapusin Italia yang terlahir dengan nama Luca Antonio Falcone dan meninggal pada tahun 1739 dan telah dibeatifikasi oleh Paus Leo XII pada tahun 1825. Ia merupakan seorang pengkhotbah terkenal, yang mewartakan kabar baik Injil dengan cara yang sederhana dan nyata dan tidak hanya dengan mengucapkan kata-kata. Ia juga dikenal karena pembelaannya terhadap kaum miskin dan tahu bagaimana mengangkat suara melawan penguasa waktu itu
■ Beato Faustino Miguez, seorang imam Spanyol dan seorang anggota Bapa-bapa Piaris yang lahir pada tahun 1831. Ia mendirikan sebuah sekolah lanjutan untuk anak perempuan pada saat pendidikan semacam itu terbatas hampir secara eksklusif untuk anak laki-laki.
C.
Paus Fransiskus mengkanonisasi orang orang kudus baru dalam Misa hari Minggu 15 Oktober 2017.
Di antara mereka terdapat tiga anak Meksiko, yang merupakan martir pertama dari Amerika. Nama mereka adalah Cristóbal, Antonio dan Juan.
Mgr. Julio Cesar Salcedo Aquino, Uskup Tlaxcala (Meksiko) mengatakan,
"Mereka adalah martir pertama dari Meksiko dan martir pertama dari Amerika. Pada tahun 1527, Cristóbal meninggal, dan pada tahun 1529 Antonio dan Juan meninggal. Itu terjadi sebelum penampakan Bunda Maria dari Guadalupe, yang terjadi pada tahun 1531".
Mgr Julio César Salcedo adalah uskup Tlaxcala, kota tempat tinggal dari tiga anak pribumi dan martir tersebut.
"Cristóbal, mulai menginjili keluarganya, ayahnya, dan setelah lama bersikeras, ayahnya kesal. Salah satu istrinya menginginkan agar putranya menjadi ahli waris, dan membujuknya untuk membunuh Cristóbal. Antonio dan Juan punya cerita yang berbeda. Mereka tahu tentang kematian Cristóbal. Mereka pergi bersama para misionaris untuk menginjili dan membawa katekismus ke kota-kota. Di tengah penghancuran berhala-berhala dan segala sesuatunya, mereka juga menemui ajal, kemartiran".
Orang kudus baru lainnya adalah imam berkebangsaan Spanyol, Faustino Míguez, yang mendirikan Putri-putri Gembala Ilahi pada tahun 1855 untuk merawat gadis-gadis kecil. Pastor Andres Valencia Henao (Postulator Jenderal Bapa-bapa Piaris) mengatakan, "Ia bisa melihat kebutuhan wanita yang tidak didengar, yang tidak diperhitungkan. Ia melihat bahwa di dalam batinnya sendiri ada sebuah panggilan untuk memberi mereka pendidikan dan pelatihan".
Orang-orang kudus baru lainnya adalah para martir dari Brasil, yang dipimpin oleh seorang Yesuit, André de Soveral, yang terbunuh pada bulan Juli 1645 oleh tentara Belanda. Juga terdapat dalam kelompok itu, Pastor Ambrosio Francisco Ferro dan seorang awam Mateo Moreira, yang terbunuh karena iman mereka bersama 27 orang lainnya.
======
Pope Francis on Sunday canonized 35 new saints, nearly all of them martyrs, holding them up as models who “point the way”.
To the over 35,000 pilgrims gathered in St. Peter’s Square for the Canonization Mass, the Pope said “They did not say a fleeting ‘yes’ to love, they said ‘yes’ (to God's love) with their lives and to the very end”.
Those canonized included thirty martyrs, both priests and lay persons, who suffered anti-Catholic persecution in 1645 at the hands of Dutch Calvinists in Brazil, while three indigenous children in 16th century Mexico were martyred for refusing to renounce their Catholic faith and return to their ancient traditions. The other two new saints are a 20th-century priest from Spain and an Italian priest who died in 1739.
The Lord's desire for a true communion of life with us.
The Pope’s homily inspired by the Parable of the Wedding Banquet speaks of the Lord’s desire for a true communion of life with us, a relationship based on dialogue, trust and forgiveness.
“Such, he said, is the Christian life: a love story with God.
We are all invited, Francis said, and no one has a better seat than anyone else.
“At least once a day, he continued, we should tell the Lord that we love him” because once love is lost, the Christian life becomes empty. It becomes a body without a soul, an impossible ethic, a collection of rules and laws to obey for no good reason.
Every day is a wonderful opportunity to say 'yes'
“We are the beloved, the guests at the wedding, and our life is a gift, because every day is a wonderful opportunity to respond to God’s invitation” he said.
But he added, the Gospel warns us that the invitation can be refused. Many of the invited guests said no, because they were caught up in their own affairs.
"They were more interested in having something, he explained, rather than in risking something, as love demands: this is how love grows cold, not out of malice but out of a preference for what is our own: our security, our self-affirmation, our comfort…"
The temptation of settling into the easy chair of profits
And the Pope warned Christians against the temptation of “settling into the easy chair of profits, pleasures, or a hobby that brings us some happiness. And we end up aging badly and quickly, because we grow old inside. When our hearts do not expand, they become closed in on themselves”.
God never closes the door.
He said the Gospel asks us then where we stand: “with ourselves or with God? Because God is the opposite of selfishness, of self-absorption.
The Gospel tells us that, even before constant rejection and indifference on the part of those whom he invites, God does not cancel the wedding feast. He does not give up, but continues to invite. When he hears a “no”, he does not close the door, but broadens the invitation. In the face of wrongs, he responds with an even greater love”.
Love is the only way to defeat evil.
This is what love does, the Pope said, because this is the only way that evil is defeated.
And inviting us all to live in true love and “practice” love every day, Francis said “the Saints who were canonized today, and especially the many martyrs, point the way: They did not say a fleeting ‘yes’ to love; they said they ‘yes’ with their lives and to the very end”.
At Baptism, he concluded, we received a white robe, the wedding garment for God: Let us ask him, through the intercession of the saints, our brothers and sisters, for the grace to decide daily to put on this garment and to keep it spotless” by approaching the Lord fearlessly in order to receive his forgiveness”.
“This is the one step that counts, for entering into the wedding hall to celebrate with him the feast of love” he said.
Who the new saints are:
The newly-declared saints include 30 so-called “Martyrs of Natal,” who were killed in 1645 in a wave of anti-Catholic persecution by Dutch Calvinists in Natal, Brazil.
Also from Latin America was a group of three indigenous martyrs from Mexico - Cristobal, Antonio and Juan - known as the “Child Martyrs of Tlaxcala.” Aged between 12 and 13, they were among the first indigenous Catholics of Mexico, murdered between 1527 and 1529 for refusing to renounce their faith and return to their ancient ‎traditions.‎
And then there are Father Faustino Miguez, a Spanish priest who lived in the 19th and 20th centuries, and Father Angelo d‘Acri, an Italian itinerant preacher who died in 1739 after serving in some of the most remote areas of southern Italy.
Announcement of Special Assembly of Synod of Bishops for the Amazon
After the Mass, Pope Francis recited the Angelus prayer and announced a Special Assembly of the Synod of Bishops for the Pan-Amazon region to take place in October 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar