SELAMAT DATANG NUNCIO
MGR PIERO PIOPPO...
MGR PIERO PIOPPO...
Nihil ac nemo lucem offundere potest quae Christus in cor infundit et amicorum suorum in oculos.
Nothing and nobody can block the light that Christ puts in our hearts and on the face of His friends.
Tak ada sesuatu dan seorang pun yang bisa menghalangi terang yang ditempatkan Kristus di dalam hati kita dan di hadapan sahabat-sahabat-Nya.
Pada hari Jumat tanggal 8 September 2017 Paus Fransiskus telah menunjuk Mgr Piero Pioppo sebagai Nuntius – Dubes Takhta Suci Vatikan untuk Republik Indonesia menggantikan pejabat lama Mgr. Antonio Guido Filippazi. Mgr Filippazi telah meninggalkan Indonesia sejak Juli 2017 lalu untuk menerima tugas barunya sebagai Nuntius di sebuah negara di Afrika. Tanggal 14 November 2017 ia telah tiba di Jakarta untuk mengemban tugas.
Monsigneur Piero Pioppo yang ramah ini lahir di kota Savona – Italia pada tanggal 29 September 1960. Ia menerima menerima tahbisan imamatnya pada 29 Juni 1985 dan memperoleh gelar sarjana teologi dogmatik. Mgr. Piero Pioppo sangat lancar berbahasa asing: Spanyol, Inggris, Prancis, selain tentu saja bahasa ibu Italia. Ia bergabung masuk di jajaran diplomatik Vatikan sejak tahun 1993 dan tahun-tahun berikutnya ia pernah dikaryakan di Korea Selatan dan Cili.*** (ptr)
NB:
WEJANGAN PAUS FRANSISKUS
DALAM AUDIENSI UMUM
15 November 2017 :
"MISA ADALAH DOA"
WEJANGAN PAUS FRANSISKUS
DALAM AUDIENSI UMUM
15 November 2017 :
"MISA ADALAH DOA"
Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!
Kita melanjutkan dengan katekese tentang Misa Kudus Untuk memahami keindahan Perayaan Ekaristi, saya ingin memulai dengan aspek yang sangat sederhana : Misa adalah doa, lebih tepatnya, misa adalah doa yang par excellence, yang paling tinggi, yang paling agung dan, pada saat yang sama, yang paling "nyata". Sebenarnya, Misa adalah perjumpaan kasih dengan Allah melalui Sabda-Nya serta Tubuh dan Darah Yesus. Misa adalah perjumpaan dengan Tuhan.
Tetapi, pertama kita harus menjawab sebuah pertanyaan. Apa sebenarnya doa itu? Doa terutama adalah dialog, hubungan pribadi dengan Allah. Dan manusia diciptakan sebagai makhluk dalam hubungan pribadi dengan Allah, yang menemukan kepenuhannya hanya dalam perjumpaan dengan Sang Penciptanya. Perjalanan hidup adalah menuju perjumpaan tetap dengan Tuhan.
Kitab Kejadian menegaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, yaitu Bapa dan Putra dan Roh Kudus, sebuah hubungan kasih yang sempurna, yang merupakan kesatuan. Dari sini kita dapat memahami bahwa kita semua telah diciptakan untuk masuk ke dalam sebuah hubungan kasih yang sempurna, dalam memberi dan menerima diri kita terus menerus sehingga dapat menemukan kepenuhan keberadaan kita.
Ketika Musa menerima panggilan Allah di depan semak yang terbakar, ia menanyakan nama-Nya kepada-Nya. Dan apa jawaban Allah? "Aku adalah Aku" (Kel 3:14). Dalam makna aslinya, ungkapan ini mengungkapkan kehadiran dan naungan, serta, sebenarnya, segera sesudahnya Allah menambahkan : "TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub" (ayat 15).
Jadi, Kristus juga, ketika Ia memanggil murid-murid-Nya, Ia memanggil mereka sehingga mereka sudi menyertai Dia. Oleh karena itu, ini adalah rahmat terbesar : dapat mengalami bahwa Misa, Ekaristi adalah saat istimewa berada bersama Yesus dan, melalui Dia, bersama Allah dan bersama saudara-saudara.
Berdoalah, sebagaimana setiap dialog sejati, juga bisa tinggal dalam keheningan, - dalam dialog ada saat-saat hening -, dalam keheningan bersama dengan Yesus.
Dan saat kita pergi ke Misa, mungkin kita tiba lima menit lebih awal dan kita mulai mengobrol dengan orang yang berada di sebelah kita. Tetapi, itu bukan saatnya untuk mengobrol : itu adalah saat hening untuk mempersiapkan diri kita berdialog. Itu adalah saat untuk mengingat kembali diri kita dalam hati guna mempersiapkan diri kita berjumpa dengan Yesus.
Keheningan sangat penting! Ingatlah apa yang saya katakan minggu lalu : kita tidak sedang pergi ke suatu pertunjukkan; kita sedang pergi menuju sebuah perjumpaan dengan Tuhan, dan keheningan mempersiapkan diri kita dan menyertai diri kita. Kita tinggal dalam keheningan bersama dengan Yesus.
Dan dari keheningan Allah yang penuh misteri membesut Sabda-Nya, yang bergema dalam hati kita. Yesus sendiri mengajarkan kepada kita betapa sungguh mungkinnya "berada" bersama Bapa dan Ia menunjukkannya dengan doa-Nya.
Keempat Injil menunjukkan kepada kita Yesus yang mengundurkan diri ke tempat-tempat terpencil untuk berdoa. Murid-murid melihat hal ini, hubungan intim-Nya dengan Bapa, merasakan keinginan untuk dapat ikut serta di dalamnya, dan mereka bertanya kepada-Nya : "Tuhan, ajarlah kami berdoa" (Luk 11:1).
Kita mendengarnya dalam Bacaan Pertama pada awal Audiensi. Yesus menjawab bahwa hal pertama yang perlu dilakukan dalam berdoa adalah mampu mengatakan "Bapa". Camkan : jika saya tidak mampu mengatakan "Bapa", saya tidak mampu berdoa. Kita harus belajar mengatakan "Bapa", yaitu, menempatkan diri kita di hadirat-Nya dengan kepercayaan bakti. Tetapi, untuk dapat belajar, perlu mengenali dengan rendah hati bahwa kita butuh diberi petunjuk, dan mengatakan dengan kesederhanaan : Tuhan, ajarilah aku berdoa.
Ini adalah pokok pertama : bersikap rendah hati, mengenali diri kita anak-anak, beristirahat di dalam Bapa, mempercayai Dia. Untuk memasuki Kerajaan Surga, perlu menjadikan diri kita kecil seperti anak-anak, dalam arti bahwa anak-anak tahu bagaimana mempercayai, mereka tahu seseorang akan peduli terhadap mereka, terhadap apa yang akan mereka makan, terhadap apa yang akan mereka pakai dan sebagainya (bdk. Mat 6:25-32).
Inilah sikap pertama : kepercayaan dan keyakinan, sebagaimana seorang anak terhadap orang tuanya mengetahui bahwa Allah mengingat kalian dan peduli terhadap kalian, terhadap kalian, terhadap saya, terhadap semua orang.
Kecenderungan kedua, yang juga layak untuk anak-anak, adalah membiarkan diri kita terkejut. Seorang anak selalu mengajukan seribu pertanyaan karena ia ingin menemukan dunia, dan bahkan ia mengagumi hal-hal kecil, karena semuanya baru baginya.
Untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga perlu membiarkan diri kita terkejut. Saya bertanya, dalam hubungan kita dengan Tuhan, dalam doa, apakah kita membiarkan diri kita terkejut atau apakah kita berpikir bahwa doa adalah berbicara kepada Allah seperti yang dilakukan oleh burung beo? Tidak, berdoa adalah mempercayai dan membuka hati kita guna membiarkan diri kita terkejut. Apakah kita membiarkan diri kita dikejutkan oleh Allah yang selalu merupakan Allah kejutan?
Karena perjumpaan dengan Tuhan selalu merupakan sebuah perjumpaan yang hidup, perjumpaan tersebut bukanlah sebuah perjumpaan museum. Perjumpaan tersebut adalah sebuah perjumpaan yang hidup dan kita pergi ke Misa bukan ke sebuah museum. Kita pergi ke sebuah perjumpaan yang hidup dengan Tuhan.
Dalam Injil ada percakapan seseorang yang bernama Nikodemus (Yoh 3:1-21), seorang tetua, seorang pemimpin agama Yahudi, yang pergi kepada Yesus untuk mengenal Dia, dan Tuhan berbicara kepadanya tentang kebutuhan untuk "dilahirkan secara baru" (bdk. ayat 3).
Tetapi apa artinya? Bisakah kita "dilahirkan kembali"? Mungkinkah kembali memiliki citarasa, sukacita, ketakjuban hidup bahkan dalam menghadapi begitu banyak tragedi? Inilah pertanyaan mendasar tentang iman kita dan inilah keinginan setiap orang percaya sejati : keinginan dilahirkan kembali, sukacita memulai lagi. Apakah kita memiliki keinginan ini? Apakah kita masing-masing selalu memiliki keinginan dilahirkan kembali untuk berjumpa Tuhan? Apakah kalian memiliki keinginan ini? Sebenarnya, keinginan tersebut dapat dengan mudah lenyap karena, mengingat begitu banyak kegiatan, begitu banyak rencana yang harus diejawantahkan, pada akhirnya hanya ada sedikit waktu tersisa dan kita kehilangan pandangan akan apa yang dasariah : kehidupan hati kita, kehidupan rohani kita, kehidupan kita. yang berjumpa dengan Tuhan dalam doa.
Sebenarnya, Tuhan mengejutkan kita dengan menunjukkan kepada kita bahwa Ia juga mengasihi kita dalam kerapuhan-kerapuhan kita. "Yesus Kristus [...] adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia" (1 Yoh 2:2).
Karunia ini, sumber penghiburan sejati - tetapi Tuhan selalu mengampuni kita - hal ini menghibur, merupakan penghiburan sejati, rahmat yang diberikan kepada kita melalui Ekaristi, perjamuan nikah tersebut yang di dalamnya Sang Mempelai bertemu kerapuhan-kerapuhan kita. Dapatkah saya mengatakan bahwa ketika saya mengambil Komuni dalam Misa, Tuhan berjumpa kerapuhan-kerapuhan saya? Ya! Kita bisa mengatakannya karena hal ini benar! Tuhan berjumpa kerapuhan kita untuk membawa kita kembali ke panggilan pertama kita : panggilan menjadi segambar dan serupa dengan Allah. Inilah lingkungan Ekaristi; inilah doa
[Sambutan dalam bahasa Italia]
Sambutan hangat tertuju kepada para peziarah berbahasa Italia! Saya senang menerima Saudara-saudara Dina Kapusin, yang berkumpul di Roma dalam rangka Dewan Internasional untuk Pembentukan Ordo. Selamat datang!
Saya menyambut kelompok-kelompok paroki, terutama umat Sant'Elpidio a Mare; para calon penerima Sakramen Krisma dari San Michele Salentino dan Fumicino; Koordinasi antara Lembaga Orang Muda Italia dengan Diabetes dan Kelompok Musik Reggio Calabria.
Sebuah pikiran tertuju kepada orang-orang muda, orang-orang sakit dan para pengantin baru. Hari ini kita merayakan peringatan Santo Albertus Agung, Uskup dan Pujangga Gereja. Orang-orang muda yang terkasih, perkuatlah dialog kalian dengan Allah, carilah Dia dengan ketetapan hati dalam setiap tindakan kalian; orang-orang sakit yang terkasih, temukanlah penghiburan dalam permenungan misteri salib Tuhan Yesus, yang terus menerangi kehidupan setiap manusia; dan kalian, para pengantin baru yang terkasih, berusahalah menjaga hubungan yang langgeng dengan Kristus, sehingga kasih kalian sungguh semakin merupakan sebuah permenungan hubungan dengan Allah.
[Sambutan dalam bahasa Inggris yang disampaikan oleh seorang penutur]
Saudara dan saudari yang terkasih :
Dalam rangkaian katekese baru tentang Ekaristi ini, kita mulai dengan merenungkan fakta bahwa Misa adalah pertama-tama dan terutama sebuah doa, sesungguhnya merupakan doa lebih dari lainnya.
Dalam rangkaian katekese baru tentang Ekaristi ini, kita mulai dengan merenungkan fakta bahwa Misa adalah pertama-tama dan terutama sebuah doa, sesungguhnya merupakan doa lebih dari lainnya.
Sebab dalam setiap Misa kita berjumpa Allah dalam sabda-Nya serta dalam tubuh dan darah Kristus. Diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, kita diciptakan untuk mengenal-Nya, mengasihi dan melayani-Nya. Dalam doa, kita mengalami kedekatan dan kasih Allah; kita berbicara dengan-Nya, tetapi kita juga belajar mendengarkan suara-Nya yang berbicara dalam hati kita.
Yesus sendiri mengajarkan kita, seperti yang dilakukan-Nya kepada murid-murid-Nya, bagaimana berdoa. Dari Dia kita belajar memanggil Allah Bapa kita, mempercayai kasih-Nya, dan terus-menerus terkejut dengan tanda-tanda kasih itu.
Ketika Yesus berbicara tentang kebutuhan kita untuk "dilahirkan kembali" (bdk. Yoh 3:15), sebenarnya Ia mengundang kita untuk menerima karunia-Nya akan kehidupan baru dalam Roh. Dengan pengorbanan-Nya di kayu salib, Ia telah menebus dosa-dosa kita dan memampukan kita untuk membuat kehidupan baru, menjalani kehidupan yang benar-benar rohani.
Dalam perjumpaan kita dengan Dia dalam doa, dan terutama dalam Ekaristi, kita merasakan penghiburan kehadiran-Nya, rahmat pengampunan-Nya dan sukacita undangan-Nya untuk menjalankan sepenuhnya panggilan kita sebagai anak-anak Allah yang terkasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar