HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
DOA
Litani Kepada Kanak-Kanak Yesus
Tuhan, kasihanilah kami.
Kristus, kasihanilah kami.
Tuhan, kasihanilah kami.
Kristus, dengarkanlah kami.
Kristus, kabulkanlah doa kami.
Allah, Bapa di surga *......
Kasihanilah kami
Allah Putra, Penebus dunia,..
Allah Roh Kudus,..
Kanak-Kanak Yesus yang ajaib,..
Kanak-Kanak Yesus yang sungguh Allah dan Tuhan,..
Kanak-Kanak Yesus yang kemahakuasaan-Nya digelarkan dengan cara ajaib,..
Kanak-Kanak Yesus yang kebijaksanaan-Nya meliputi hati dan pikiran kami,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang kebaikan-Nya tak putus-putusnya membantu kami, ..
Kanak-Kanak Yesus,
yang penyelenggaraan-Nya membimbing kami ke tujuan dan cita-cita kami yang terakhir,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang kebenaran-Nya menerangi kegelapan hati kami,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang kemurahan-Nya memperkaya kepapaan kami,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang persahabatan-Nya menghibur orang yang sedih,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang belas kasih-Nya mengampuni dosa-dosa kami,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang kekuatan-Nya menyegarkan kami,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang kuasa-Nya mengenyahkan segala kejahatan,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang keadilan-Nya mencegah kami terhadap dosa,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang kuasa-Nya mengalahkan neraka,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang wajah-Nya menarik hati kami,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang keagungan-Nya menguasai semesta alam,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang hati-Nya penuh cinta mengobarkan hati kami yang dingin,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang tangan ajaib-Nya penuh berkat melimpahi kami dengan segala anugerah,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang nama-Nya yang manis dan kudus menyukacitakan hati umat beriman,..
Kanak-Kanak Yesus,
yang kemuliaan-Nya menyebar ke seluruh dunia,..
Kasihanilah kami, ya Yesus,
Sayangilah kami.
Kasihanlah kami, ya Yesus
Kabulkanlah doa kami.
Dari segala kejahatan,
Bebaskanlah kami, ya Yesus.
Dari segala dosa,..
Dari ketidak percayaan akan kebaikan-Mu yang tak terhingga,..
Dari segala keraguan akan kuasa ajaib-Mu,..
Dari sikap acuh tak acuh untuk menghormati-Mu,..
Dari segala cobaan dan kemalangan,..
Demi misteri masa Kanak-kanak-Mu yang kudus,..
Kami, orang berdosa, mohon:
Dengarkanlah kami.
Dengan perantaraan Bunda Maria, Bunda-Mu yang Perawan, dan Santo Yusuf, bapa angkat-Mu,
Kami mohon, kabulkanlah doa kami.
Ampunilah dosa-dosa kami,
Bimbinglah kami kepada pertobatan sejati,
Pertahankanlah dan kembangkanlah dalam diri kami kasih dan devosi kepada-Mu,
Kanak-Kanak yang kudus,
Janganlah menarik tangan ajaib-Mu dan kami,
Ingatkanlah kami selalu akan berkat-berkat-Mu yang tak terbilang banyaknya,
Nyalakanlah kasih kepada Hati-Mu yang kudus, agar semakin berkobar,
Kabulkanlah doa semua orang yang berseru kepada-Mu dengan penuh percaya,
Berilah damai-Mu kepada negeri kami,
Bebaskanlah kami dari segala kejahatan yang akan datang,
Karuniakanlah hidup kekal kepada semua orang yang bersikap baik terhadap-Mu,
Ucapkanlah keputusan penuh belas kasihan terhadap kami pada hari pengadilan,
Semoga Engkau, tetap menjadi tempat pengungsian bagi kami,
Yesus, Putra Allah dan Maria
Anak Domba Allah, yang menghapus dosa-dosa dunia,
luputkanlah kami, ya Yesus.
Anak Domba Allah, yang menghapus dosa-dosa dunia,
kabulkanlah doa kami, Yesus.
Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia,
kasihanilah kami.
Yesus, dengarkanlah kami.
Yesus, kabulkanlah doa kami.
Bapa kami ...
Marilah berdoa....
(Hening sejenak)
Ya Kanak-Kanak Yesus yang kudus,
sambil bersujud di hadirat-Mu,
kami mohon,
pandanglah hati kami yang susah dengan belas kasih-Mu.
Semoga Hati-Mu yang lembut dan penuh belas kasihan menjadi lunak karena doa-doa kami.
Limpahkanlah kepada kami rahmat yang dengan sangat kami minta daripada-Mu.
Angkatlah segala derita dan keputusasaan kami, segala cobaan dan kemalangan, yang sangat membebani kami.
Demi masa Kanak-Kanak-Mu yang kudus, dengarkanlah doa-doa kami, serta berikanlah hiburan dan bantuan, agar kami boleh memuji Engkau, bersama Bapa dan Roh Kudus, kini dan selama-lamanya.
Amin.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
TIGA INSPIRASI
Yes 7:10-14; Rm 1:1-7; Mat 1:18-24
I. Yesus disebut sebagai Immanuel.
Dari tokoh Yohanes yang dibicarakan pada hari Minggu lalu kita sekarang sampai pada tokoh Yusuf yang disebut oleh Injil sebagai orang yang tulus hati. Darinya kita dapat merenungkan keunggulannya sebagai orang beriman yang konsisten dengan ketulusannya. Oleh karena itu ia kemudian mampu menangkap rencana Allah baginya. Agar dapat memahami kisahnya dengan baik, ada latar belakang tradisi yang penting untuk dijernihkan.
Tradisi pertunangan Yahudi
Menurut tradisi Yahudi pada waktu itu, pertunangan sudah mempunyai ikatan yang resmi yang punya konsekuensi hukum. Pihak laki-laki sudah membayar mahar yang cukup mahal kepada keluarga mempelai perempuan. Tenggang waktu antara tunangan dengan perkawinan dipakai oleh masing-masing pihak untuk membuat persiapan hidup berkeluarga. Misalnya membangun rumah dan menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi keluarga baru.
Yusuf dan Maria sudah ada dalam ikatan yang resmi, sesuai dengan hukum dan disaksikan banyak orang. Jika Yusuf mau memutuskan pertunangannya dengan Maria, dia harus memberi surat talak. Ikatan pertunangan adalah ikatan resmi, sehingga mengganggu perempuan yang telah bertunangan sama saja dengan mengganggu isteri atau suami orang. Meskipun ikatan pertunangan sudah resmi dan publik namun kedua calon mempelai belum tinggal serumah. Ada peraturan di Galilea pada zaman itu bahwa hubungan seksual dengan tunangan tidak diperkenankan dan dapat dihukum jika pertunangannya belum berusia sampai satu tahun.
Kisah Yusuf tunangan Maria
Ketika mengetahui bahwa Maria mengandung tidak dengan dirinya, Yusuf berniat untuk menceraikan Maria secara diam-diam. Dikatakan bahwa keputusan itu direncanakan oleh Yusuf karena ia seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama Maria di muka umum. Dari teksnya dapat diperkirakan bahwa Yusuf telah tahu bahwa anak dalam kandungan Maria adalah dari Roh Kudus, bukan karena hubungan dengan lelaki lain. Artinya Maria tetap perawan. Peristiwa yang dialami Maria itu unik, dan Yusuf sendiri juga sulit memahaminya. Namun demikian Yusuf harus segera menemukan penyelesaian dan membuat keputusan. Jika persoalannya dibawa ke pengadilan, bagaimana dia dapat menjelaskan peristiwa pengandungan dari Roh Kudus itu? Bisakah orang-orang dapat percaya bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus?
Akhirnya sampailah Yusuf pada keputusan bulat yaitu meninggalkan Maria secara diam-diam. Dia tidak mau mengganggu Maria yang sedang "dipakai" oleh Tuhan untuk menjadi Ibu Tuhan. Jika orang-orang tahu bahwa Maria mengandung dan Yusuf pergi meninggalkannya, maka kesalahan tertumpu pada Yusuf. Tidak ada masalah jika namanya tercemar sebagai seorang pria yang tak bertanggung jawab. Yang penting Maria yang dicintainya tetap dapat memenuhi panggilannya sebagai perempuan yang dipilih oleh Allah dengan karya Roh Kudus-Nya. Untuk menghindari hal itu, Yusuf memilih perceraian yang cukup disaksikan oleh dua saksi saja. Menurut Mishnah, hal ini dimungkinkan.
Warta malaikat bagi Yusuf di dalam mimpinya
Ketika sedang mempertimbangkan kemungkinan itu, malaikat Tuhan datang kepadanya di dalam mimpi. Pesannya cukup jelas, yaitu agar Yusuf tidak perlu "takut" mengambil Maria sebagai isterinya, karena yang dikandungnya adalah dari Roh Kudus. Hal ini merupakan penegasan ilahi baginya bahwa memang Maria mengandung dari Roh Kudus. Kebenarannya tidak perlu disangsikan. Hal yang baru adalah bahwa ia tidak perlu takut. Bahkan ia kemudian diberi tugas untuk memberi nama pada anak itu "Yesus". Dengan memberi nama pada anak yang dikandung Maria itu, Yusuf berjasa memasukkan Dia ke dalam garis keturunan Daud (lihat silsilah: Mat 1:1-16). Berkat peranan Yusuf, maka Yesus secara sah disebut sebagai anak Daud. Nama Yesus sendiri berarti "Tuhan / Yahwe menyelamatkan" (bdk. nama Yosua).
Nubuat tentang Immanuel
Apa yang terjadi pada Yusuf dan Maria dikaitkan dengan nubuat tentang nubuat Yes 7:14: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Immanuel" (yang berarti: Allah menyertai kita).
Nama Yesus dihubungkan dengan gelar Immanuel. Dengan demikian, ungkapan "Tuhan yang menyelamatkan" dihubungkan dengan ungkapan "Allah beserta kita". Maria disebut sebagai "perawan" (Yun: parthenos). Kelihatan bahwa penginjil memakai teks Yunani Septuaginta, karena di dalam teks Ibrani yang dipakai adalah kata "alma" (perempuan muda; belum tentu seorang perawan; bdk Yes 7:14, bacaan I). Ungkapan "perawan" dalam konteks Maria kiranya paling tepat.
Teks sendiri mengatakan bahwa Yusuf kemudian mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus. Secara eksplisit dikatakan di sini tentang virginitas ante partum. Gereja Katolik mempercayai bahwa Maria tetap perawan ketika melahirkan (virginitas in partu) dan setelah melahirkan (virginitas post partum). Artinya antara Yusuf dan Maria tidak pernah ada hubungan suami isteri sebelum dan setelah kelahiran Yesus.
Apakah yang dapat kita renungkan dari kisah Yusuf? Ia salah satu tokoh teladan kita di dalam mempersiapkan kedatangan Tuhan. Ia tulus dengan cintanya kepada Maria. Iapun tulus dan penuh hormat terhadap rencana Allah, yang jelas tidak sejalan dengan rencananya sendiri. Ketulusan Yusuf membuatnya mampu dan layak tampil sebagai salah satu aktor teladan dari peristiwa inkarnasi Yesus. Umat kristiani dapat mencontoh dari Yusuf dalam hal ketulusan kepada Allah dan sesama, serta rasa hormatnya yang tinggi terhadap rencana serta kehendak Allah. Inilah salah satu sikap iman yang unggul.
Yusuf dalam teks Injil ini tidak mengucapkan satu patah katapun. Ia berpikir, berencana, dan bermimpi, namun tidak berbicara. Gambaran ini semakin menguatkan pribadi Yusuf yang reflektif, sederhana, tetapi aktif dalam bertindak. Tindakan Yusuf yang dikisahkan oleh Matius maupun Lukas lebih banyak bertindak daripada berkata-kata. Kita sering terlalu banyak bicara tentang iman, tetapi adakah kita mampu mentaati kehendak Tuhan dengan iman dan tindakan yang nyata?
Menggali pesan bacaan
- Yesus disebut sebagai Immanuel, gelar yang dikaitkan dengan Allah yang menyelamatkan. Kehadiran Allah di tengah manusia adalah kehadiran yang menyelamatkan. Inilah sebenarnya bentuk kasih ilahi. Pada prinsipnya, kasih yang sejati terungkap pada tindakan "hadir" pada yang dikasihinya. Kehadiran lebih bermakna daripada daripada hadiah atau pemberian suatu barang, karena di dalam suatu kehadiran yang diberikan adalah "diri sendiri". Merayakan Natal adalah merayakan kehadiran Tuhan yang rela memberikan diri-Nya sendiri demi keselamatan umat manusia.
- Dengan hati tulus Yusuf merencanakan sebuah keputusan terbaik, meskipun keputusan yang terbaik itu begitu menyakitkan baginya. Namun rasa sakit hati dan kecewa itu segera lenyap ketika dia tahu bahwa pengandungan Maria adalah rencana Allah sendiri yang berkenan tinggal di tengah umat-Nya (Immanuel) untuk membawa keselamatan. Rencana Allah yang agung sekaligus sering misterius itu tidak menyingkirkan dia di luar lingkaran tetapi sebaliknya justru membawa dia aktif terlibat aktif di dalam pusaran misi keselamatan Allah. Di dalam hidup ini kita perlu sadar bahwa Allah berkenan melibatkan kita dalam karya keselamatannya.
- Yusuf memberi teladan bagi kita semua untuk bertekun dalam iman dan bertahan dalam sikap yang tulus, di tengah rencana Tuhan yang kadang-kadang penuh msiteri. Kesediaannya untuk bersikap tulus dan rela memampukan dia untuk menangkap lebih jauh lagi akan kehendak Tuhan. Jika Yusuf egois dan hanya mengikuti perasaannya saja, barangkali karya keselamatan yang dinyatakan lewat pengandungan Maria akan mengalami kendala.
- Dalam kaitan dengan Natal, kisah mengenai Yusuf menyadarkan kita akan tugas membuka jalan bagi kedatangan Yesus. Keutamaan-keutamaan hidup yang selama ini kita hayati hendaknya ditujukan untuk membuka jalan seluas-luasnya bagi karya Yesus.
II. TUHAN SUNGGUH MENYERTAI KITA!
Bacaan Injil ini (Mat 1:18-24) menyampaikan sebuah tradisi mengenai kelahiran Yesus dari sudut pandang Yusuf, yang di dalam silsilah sebelum bacaan ini disebut sebagai “suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus” (Mat 1:16).
Disebutkan dalam Mat 1:18 dan 20 bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus sebelum hidup sebagai suami istri dengan Yusuf. Dalam adat-istiadat Yahudi, sejak usia remaja seorang gadis sudah dipertunangkan dengan calon suaminya jauh-jauh sebelum pernikahan, yang baru terjadi setelah kedua-duanya siap membangun rumah tangga yang mandiri. Ikatan ini dapat dibatalkan karena macam-macam alasan. Salah satunya ialah bila calon istri didapati mengandung sebelum pernikahan.
Menurut hukum, bakal suami wajib membatalkan ikatan pertunangan tadi. Demikian pihak perempuan akan merdeka dan dapat diperistri orang lain secara sah. Kerap terjadi, perempuan yang bersangkutan tidak dimaui siapapun dan akan mendapat aib. Yusuf tidak hendak menyusahkan Maria, tapi tetap mau menaati hukum tadi. Maka ia bermaksud membatalkan pertunangannya dengan Maria secara “diam-diam”, artinya, di hadapan dua saksi tetapi tanpa mengumumkannya. Dengan demikian pembatalan itu akan sah menurut hukum tetapi tidak mendatangkan aib bagi Maria.
Sebelum niatan ini dijalankan, terjadilah sesuatu yang luar biasa. Dalam sebuah mimpi (ay. 20-21) malaikat Tuhan datang dan mengatakan kepada Yusuf agar jangan takut mengambil Maria sebagai istrinya. Malaikat itu menjelaskan bahwa anak yang dikandung Maria itu berasal dari Roh Kudus. Jadi kandungan itu bukan dari manusia dan Yusuf tak usah merasa terikat pada kewajiban mengikuti hukum adat. Selanjutnya diberitahukan bahwa anak tadi hendaknya diberi nama Yesus, artinya “Tuhan itu keselamatan”. Yusuf pun melakukan yang diperintahkan kepadanya oleh sang malaikat.
PENJELASAN MATIUS
Bagi umat Matius dan umat awal, kelahiran Yesus itu jelas bukan kejadian lumrah. Yesus dikandung dari Roh Kudus tetapi dilahirkan secara manusiawi oleh Maria dan dibesarkan oleh Yusuf. Matius memberikan penjelasan kejadian yang tidak biasa ini lewat kata-kata malaikat dalam mimpi Yusuf tadi. Dalam ay. 22 ditambahkan, semua yang dikatakan malaikat tadi menggenapkan nubuat nabi Yesaya 7:14 yang menyebutkan bahwa seorang anak dara akan melahirkan anak lelaki yang dikenal dengan nama Imanuel, yang artinya “Tuhan menyertai kita”.
Teks Ibrani Yes 7:14 memakai kata yang maknanya ialah anak perempuan yang sudah dewasa, tapi belum menikah. Dalam teks Yunani, yakni teks yang dipakai Matius, kata itu diterjemahkan sebagai dengan sebuah kata yang artinya “perawan”. Perbedaan dalam terjemahan ini memang bahan menarik bagi telaah teks Kitab Suci, tapi tak usah dijadikan dasar perbincangan mengenai keperawanan Maria. Matius menulis Injilnya bagi mereka yang percaya bahwa Maria itu perawan yang mengandung dari Roh Kudus. Sebaiknya lebih dipahami bahwa yang ditekankan dalam kutipan dari Yes 7:14 itu ialah kelahiran sang “Imanuel”, yang artinya “Allah menyertai kita”. Ia tidak lagi membiarkan manusia sendirian. Dan mulai saat itu kehadiran “Imanuel” memang menyertai manusia sepanjang zaman. Nanti dalam penutupan Injil Matius (28:20) diperdengarkan kata-kata Yesus, “…ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”
Kisah kelahiran Yesus yang bukan kejadian biasa ini diceritakan juga oleh Lukas, tapi dengan penekanan yang berbeda. Bila Matius mencerminkan ingatan dari kalangan Yusuf, Lukas menceritakan kelahiran Yesus dari sudut pandang Maria. Namun intinya sama: anak itu dikandung dari Roh Kudus (Mat 1:20, Luk 1:35), Maria dan Yusuf bertunangan ( Mat 1:18, Luk 1:27), perintah agar anak yang lahir nanti dinamai Yesus (Mat 1:21 kepada Yusuf, Luk 1:31 kepada Maria), kelahiran Yesus di Betlehem (Mat 2:5, Luk 2:4), Yesus besar di Nazaret (Mat 2:23, Luk 1:51-52). Matius menampilkan perasaan Yusuf, pergulatan rohaninya, rasa hormatnya yang besar terhadap Yang Keramat yang mendatanginya. Juga ditonjolkan perhatian Yusuf terhadap Maria dan Yesus. Ia betul-betul menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai bapa keluarga ini.
Pembaca dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut Yesus dari generasi pertama menangkap maksud penekanan pada Yusuf tadi. Dalam adat keluarga Yahudi, pendidikan seorang anak sejak tidak lagi menyusu ibunya hingga akil balig pada usia 12-13 tahun menjadi tanggung jawab bapa keluarga. Begitulah kebesaran hati Yusuf, kepekaannya, kematangan imannya ikut membentuk pribadi Yesus. Pembaca Injil Matius mengerti apa artinya menjadi anak yang dibesarkan oleh orang seperti Yusuf itu. Juga menjadi jelas bahwa karya “Tuhan menyelamatkan umatNya” itu menjadi tepercaya justru karena memakai jalan manusiawi. Karya Roh Kudus, daya luar alam itu baru betul-betul bisa membawakan keselamatan bila tumbuh dan menjadi besar dalam lingkungan yang sungguh manusiawi. Inilah kiranya keyakinan iman orang-orang yang terungkap dalam kisah Matius tadi.
SIAPA TUJUAN WARTA INI
Sebetulnya kisah kelahiran dan masa kecil Yesus tidaklah mutlak perlu untuk menjelaskan karya, penderitaan, kebangkitan Yesus nanti. Injil yang paling awal, yakni Injil Markus, tidak memuat kisah itu. Begitu pula dalam Injil Yohanes tidak didapati kisah yang mirip. Bagi Yohanes jelas Firman yang mengawali segala sesuatu itu “telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita” (Yoh 1:14). Dan ini cukup guna mengungkapkan kehadiran Yang Ilahi dalam ujud manusia. Maklumlah, Injil Yohanes ditulis bagi orang-orang yang sudah paham akan karya penebusan yang dijalankan Yesus dan sudah maju jauh dalam pengetahuan hidup batin dan berhasrat maju terus. Injil Markus sebaliknya disiapkan sebagai pegangan ringkas bagi mereka yang baru mulai tertarik untuk mengenal siapa Yesus itu. Lalu, setelah tahap awal ini dilalui, apa yang terjadi? Orang tentu butuh pendalaman. Kepada mereka inilah Injil Matius dan Lukas ditulis. Penjelasannya begini. Orang yang sudah mulai kenal Yesus dan hidup menurut wartanya (“setelah mendengar Markus”), tentu ingin mengenal asal usul Yesus. Karena itulah Matius dan Lukas menuliskan tradisi mengenai kelahirannya.
Nanti mereka yang maju lebih jauh tidak butuh bertanya-tanya mengenai asal-usul badaniah dan peristiwa-peristiwa di seputar kelahiran dan masa kecil Yesus. Kepada mereka itulah Injil Yohanes berbicara. Ditekankan hubungan dengan Bapa. Diungkapkan pula keinginan Yesus untuk berbagi “sangkan paran”, berbagi kehidupan rohani yang sejati dengan orang-orang yang dikasihinya dan setia kepadanya. Tentu saja pengetahuan ini hanya dapat dicapai bukan dengan usaha sendiri, bukan pula oleh orang yang belum masuk dan mendalami sampai utuh. Kisah kelahiran Yesus dalam Matius mengarahkan orang ke sana.
MENYONGSONG HARI NATAL
Suasana menyongsong pesta Natal sudah terasa lama. Hiasan Natal terlihat di mana-mana. Kita saling berkirim kartu dan pesan Natal. Apakah orang-orang sekarang ini seperti umatnya Matius atau Lukas dulu, umat yang menjadi dewasa dan maju terus dan mau mendalami makna kehadiran Kristus di tengah-tengah umat manusia? Bila warta kisah kelahiran Yesus dimaksud untuk memajukan hidup rohani, apa masih ada relevansinya bagi kebanyakan orang pada zaman kita ini? Khususnya di bumi Indonesia?
Tetap berlaku ajakan untuk mulai mengenal lebih jauh siapa Yesus yang diikuti orang banyak, siapa dia yang diimani sepanjang zaman sebagai Penyelamat itu. Orang beriman bisa pula menjadi seperti Matius dan Lukas. Mereka mulai mencari tahu asal usul Yesus sehingga pengenalan mereka semakin dalam. Baik Lukas maupun Matius menekankan hadirnya daya ilahi (“Maria mengandung dari Roh Kudus”) dan penerimaan utuh dari pihak Maria dan Yusuf.
Yang dilakukan Yusuf diungkapkan Matius dalam bacaan hari ini. Menerima karya ilahi dalam ujud yang amat mengguncang tadi menjadi ungkapan iman yang paling nyata. Yusuf itu orang yang bisa menerima kehadiran ilahi yang tidak lumrah sekalipun dan tetap menghormatinya. Bahkan ia memeliharanya dengan penuh perhatian. Ia memikirkan kepentingan Maria, tidak hanya mau meninggalkannya begitu saja.
Kemudian ia juga berani mendengarkan Yang Keramat yang mengubah rencananya sama sekali. Ia bersedia menjadi orang yang bertanggung jawab membesarkan Yesus. Ringkasnya, Yusuf itu pribadi yang dapat dipercaya karena juga bisa mempercayai. Mendalami peristiwa kelahiran Yesus dalam terang Injil Matius itu merayakan kebesaran hati seorang manusia yang bukan saja memungkinkan karya Allah dapat mulai terjadi, tetapi juga yang memelihara dan membesarkannya. Dan semuanya ini terjadi dengan tak banyak kata. Orang beriman yang ingin maju menjadi pemerhati gerak-gerik Yang Ilahi tentu dapat belajar banyak dari Yusuf si pendiam itu.
III. Menyambut Kedatangan Tuhan Dengan Ketulusan Hati
01.
Kisah seputar masa kanak-kanak Yesus dapat kita jumpai hanya dalam Injil Mateus dan Lukas. Kalau kita membandingkan diantara keduanya, ada beberapa perbedaan yang mencolok. Perbedaan itu terjadi karena tokoh yang dipilih oleh kedua penginjil sebagai peran utama tidak sama. Tokoh utama dalam Injil Mateus adalah Yusuf, sedang dalam Injil Lukas Maria. Perbedaan ini membawa konsekuensi pada penyesuaian detail-detail cerita. Mateus tidak menjelaskan dimana peristiwa dalam perikop hari ini terjadi, tetapi Lukas menyatakan bahwa kabar gembira itu terjadi di Nazareth. Dalam Injil Mateus warta itu terjadi dalam mimpi, sedang Lukas menceritakan bahwa warta itu diterima Maria dalam keadaan sadar sepenuhnya sehingga dimungkinkan terjadinya dialog antara Maria dengan malaikat.
Meskipun demikian esensi kisah masa kanak-kanak Yesus dalam kedua injil sama: Maria mengandung dari Roh Kudus (Mat 1:20, Luk 1:35), Maria dan Yusuf bertunangan ( Mat 1:18, Luk 1:27), perintah agar anak yang lahir nanti dinamai Yesus (Mat 1:21 kepada Yusuf, Luk 1:31 kepada Maria), kelahiran Yesus terjadi di Betlehem (Mat 2:5, Luk 2:4), Yesus dibesarkan di Nazaret (Mat 2:23, Luk 1:51-52). Nampaknya Mateus sengaja memilih Yusuf sebagai tokoh utama agar nyambung dengan silsilah Yesus yang ditulis dalam perikop sebelumnya (Mat 1:1-18).
Dalam silsilah itu dijelaskan siapa Yesus. Dialah Sang Mesias yang menjadi pemenuhan janji Allah kepada Abraham dan lahir dari keturunan Daud. Dalam perikop ini dijelaskan bagaimana Yesus bisa disebut keturunan Daud (bukan melalui hubungan darah tetapi secara legal, menurut hukum maka Yusuflah yang harus memberi nama). Kisah kelahiran-Nya yang ajaib hanya diceritakan sepintas dalam ay. 18b, yang lebih ditekankan dalam perikop ini adalah penjelasan bagaimana Yusuf menikahi Maria dan bagaimana Maria mengandung sebagai perawan.
02.
Dalam tradisi Yahudi pada zaman Yesus, perkawinan tidak semata-mata dipandang sebagai kontrak yuridis, tetapi mempunyai nilai religius dan karenanya merupakan lembaga yang sakral. Maka pertunangan, sebagai persiapan terakhir menjelang perkawinan sudah dipandang merupakan ikatan yang serius dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pria dan wanita yang sudah bertunangan bahkan sudah bisa disebut suami dan isteri (dalam ay. 20 dan 24 Maria disebut sebagai isteri Yusuf), meskipun mereka belum diperkenankan untuk hidup bersama dan melakukan hubungan intim sebagai suami-isteri. Apabila ikatan pertunangan itu mau dibatalkan harus ada pernyataan resmi dan publik dengan mengungkapkan alasan pembatalan itu.
Menurut hukum hanya pihak pria yang bisa membatalkan ikatan pertunangan tersebut. Seringkali alasan pembatalan itu memojokkan pihak wanita, seolah-olah pembatalan selalu terjadi karena kesalahan pihak wanita. Dengan diumumkan secara resmi dan publik semua orang menjadi tahu hal-hal memalukan yang telah dilakukan oleh pihak wanita yang menjadi penyebab batalnya ikatan pertunangan. Pengungkapan aib secara publik itu sangat merugikan pihak perempuan. Selain harus menanggung rasa malu, publikasi itu juga bisa menutup kemungkinan bagi yang bersangkutan untuk mendapatkan jodoh baru.
03.
Yusuf disebut sebagai orang yang tulus hati. Dia tidak mau memojokkan Maria tetapi malah ingin melindunginya dari hukuman yang sangat keras dan tanpa kompromi. Menurut hukum Taurat (Ul 22:20-21) kehamilan Maria di luar pernikahan resmi itu sudah merupakan alasan yang cukup untuk menerima hukuman rajam, yakni dilempari batu sampai mati.
Untuk membebaskan Maria dari kemungkinan tuntutan hukum yang kejam itu, Yusuf bermaksud membatalkan pertunangannya dengan Maria secara diam-diam, artinya hanya dilakukan di hadapan dua orang saksi tetapi tanpa mengumumkannya. Dengan demikian pembatalan itu sah secara hukum tetapi tidak mendatangkan aib bagi Maria. Dia merasa bahwa solusi itu merupakan yang terbaik untuk semua pihak. Namun pemecahan masalah yang dipilih itu urung dilakukan ketika Allah mengintervensi dengan menuntunnya kepada solusi yang berbeda dari apa yang dipikirkannya. Malaikat menganjurkan agar Yusuf tidak takut mengambil Maria sebagai isterinya.
Dalam Perjanjian Lama ungkapan “jangan takut” ditujukan kepada orang-orang yang secara khusus dipilih Allah untuk melaksanakan rencana-Nya seperti Abraham (Kej 15:1; 22:12), Hagar (Kej 21:17), Ishak (Kej 26:24), Yakub (Kej 28:17; 46:3), Yusuf (Kej 42:18) dsb. Yusuf mengalami “reverential fear” (ajrih asih) terhadap karya Roh Kudus dalam diri Maria.
04.
Ungkapan dalam ay. 25 “tetapi tidak bersetubuh (ungkapan aslinya: “tidak mengenal”) dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus” sering dipakai oleh para ekseget Protestan untuk menolak ajaran bahwa Maria tetap perawan. Dari sisi eksegese sesungguhnya penolakan itu tidak mempunyai dasar. Baik dalam bahasa Yunani maupun Ibrani ungkapan “tidak … sampai” tidak memberikan implikasi atau penjelasan apa pun ketika batas “sampai” itu terlewati.
Ungkapan yang sama (“… sampai …”) kita temukan juga dalam Luk 1:80; Mat 5:18; 1 Kor 15:25 dan 1 Tim 4:13. Dalam ayat ini Mateus menegaskan bahwa Maria tetap perawan baik sebelum maupun pada saat melahirkan Yesus sehingga nubuat nabi Yesaya terpenuhi, “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki” (Yes 7:14).
Dalam teks asli dipakai kata “alma” (Ibrani) atau “parthenos” (Yunani) yang bisa diterjemahkan: perawan, gadis, dara atau perempuan muda yang siap untuk menikah. Maria yang perawan itulah yang telah melahirkan seorang anak laki-laki. Dari ayat 25 tidak ada informasi sedikit pun tentang relasi perkawinan antara Yusuf dengan Maria sesudah kelahiran Yesus. Karena itu hanya berdasarkan teks ini saja kita tidak bisa menyimpulkan apa-apa tentang kehidupan perkawinan mereka sesudah kelahiran Yesus.
05.
Dari perikop ini kita mendapatkan potret pribadi seorang Yusuf. Dia seorang Yahudi yang saleh, yang terpesona sekaligus takut mengalami kehadiran Allah maka secara instingtif menarik diri: tidak mungkin mengambil Maria sebagai isteri karena Allah telah memilihnya menjadi bejana suci. Ketulusan hati Yusuf adalah ketulusan religious yang membuatnya takut memasuki kawasan rancangan Allah tanpa perkenan-Nya. Nampaknya Yusup telah mengetahui bahwa Maria mengandung atas kuasa Roh Kudus. Perintah agar dia mengambil Maria sebagai isteri disadarinya sebagai panggilan Allah untuk ikut serta menjadi bagian dalam rencana penyelamatan-Nya.
06.
Yusuf menjadi model sikap hidup orang beriman. Ternyata tidak semua rencana manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Tetapi Yusup tetap mau menerima dan menghormati karya Ilahi meskipun berat, sulit dan menggoncangkan hati. Dia mau terbuka dan mendengarkan Yang Ilahi serta mengubah rencananya. Dialah orang yang disertai (Immanuel = Allah menyertai kita) dan diselamatkan (Yesus = Allah Penyelamat) oleh Allah karena iman dan ketulusan hatinya. Ketulusan itu mengungkapkan kebersihan hati dan kejernihan pikiran. Kebersihan hati itulah yang memampukan Yusuf mengenali gerak Roh Kudus.
Dalam relasi dengan sesama ketulusan hati berarti memandang orang lain tanpa prasangka buruk, jujur, terbuka, dan apa adanya. Sikap-sikap itulah yang membuat hati menjadi lega, gembira dan penuh syukur. Sebaliknya prasangka buruk akan membuat kita curiga, takut dan tertekan. Anehnya justru prasangka buruk itu menjadi pilihan dalam keseharian kita. Kita mempunyai kecenderungan untuk melihat sesama dari sisi negatif dan mengeksposenya dengan menceritakan kelemahan itu. Yusup memberikan contoh ketulusan hati. Menjaga nama baik orang lain di depan umum, mencari solusi yang terbaik untuk semua pihak dan tidak merugikan orang lain merupakan sikap hidup yang harus selalu diperjuangkan.
07.
Aktivitas yang mengisi keseharian kita dari bangun pagi sampai istirahat malam adalah berbicara. Seringkali kita berbicara melantur tentang hal-hal yang tidak perlu, tidak bermakna dan bermutu. Begitu banyak waktu kita habiskan untuk omong kosong. Setiap hari kita mengobrol dan menghamburkan banyak kata verbal tetapi sedikit sekali menggunakan “kata hati”. Sampai-sampai tanpa kita sadari, orang lain mungkin menjadi lemas tercekik oleh kata-kata kita yang melukainya seperti kita juga sering menderita karena terbenam dalam lautan kata yang diucapkan orang lain begitu saja, yang meracuni dan melukai.
Dalam Kitab Suci kita tidak menemukan sepatah kata pun dari Yusuf. Diam itu adalah bicaranya. Dengan diam dia menjadi pelaksana kehendak Allah: mengambil Maria sebagai isteri, membawa Maria dan kanak-kanak Yesus mengungsi ke Mesir, mengasuh Yesus hingga remaja di Nazareth. Yusuf mengajari kita bahwa kematangan dan kedewasaan pribadi nampak dari kemampuan seseorang untuk mengendalikan mulutnya. Talkless do more. Kitab Amsal menasehatkan, “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.” (Ams 10:19). Ada waktu untuk berbicara dan ada waktu untuk diam. Diam adalah cara terbaik untuk mendengarkan dengan seksama. Kata-kata yang diucapkan membutuhkan telinga untuk mendengarkan, sama seperti kata-kata yang tertulis membutuhkan mata untuk membacanya. Mendengarkan dalam keheningan sangat penting dalam berkomunikasi untuk dapat memahami suasana hati yang ingin diungkapkan di balik kata-kata yang terucap.
Selain itu keheningan merupakan jalan menuju kedalaman hidup rohani. Hidup yang tidak direfleksikan dalam keheningan tidak bermakna untuk dijalankan. Doa yang baik dan benar tidak diukur dengan panjang dan indahnya kata yang diucapkan tetapi esensi berdoa justru pada saat kita tidak berkata-kata, ketika kita mendengarkan Tuhan yang bersabda.
Berkah Dalem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar