HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
PAUS FRANSISKUS & KUNJUNGAN APOSTOLIK KE MYANMAR
Paus Fransiskus tiba di Yangon pada hari Senin sore 27 November 2017 untuk memulai perjalanan apostoliknya yang ke-21 ke Myanmar.
Bapa Suci disambut di bandara Yangon oleh Nuncio (duta besar Vatikan) untuk Myanmar, Uskup Agung Paul Tschang In-Nam, dan para uskup di negara tersebut. Delegasi negara yang mewakili Presiden Myanmar Htin Kyaw juga turut menyambut Paus Fransiskus.
Ratusan umat dengan busana tradisional berbaris di jalanan untuk mengungkapkan sukacita mereka atas kedatangan Paus Fransiskus melalui tarian dan nyanyian.
Paus Fransiskus merayakan Misa Kudus secara pribadi di kediaman Uskup Agung Yangon sebelum makan malam dan beristirahat.
Adapun Paus Fransiskus tiba di Myanmar ini dalam kunjungan kepausan pertama ke negara yang belum lama ini mendapat perhatian besar dunia karena konflik di dalam negerinya.
Dalam kunjungan ini, perhatian diarahkan kepada Paus, apakah Paus Fransiskus akan memakai istilah "Rohingya" sebagai sebutan untuk kaum Muslim minoritas di negara tersebut.
Pemerintah Myanmar sendiri secara tegas menolak memakai istilah tersebut, sehingga dikhawatirkan akan memicu potensi kekerasan jika Paus memakainya.
Myanmar memakai sebutan "Bengalis" dan mengatakan bahwa mereka adalah imigran gelap dari Bangladesh sehingga tidak termasuk suatu kelompok etnis di negara Myanmar.
Paus dijadwalkan akan bertemu dengan pemimpin Aung San Suu Kyi dan kepala militer Myanmar.
Setelah itu Paus akan meneruskan perjalanan ke Bangladesh untuk bertemu dengan sekelompok kecil perwakilan pengungsi Rohingya di sana. Sekitar 600,000 orang telah mengungsi ke Bangladesh sejak Agustus lalu.
Paus pernah menyebut "saudara -saudari Rohingya kita" sewaktu menyatakan keprihatinannya atas konflik dan kekerasan yang terjadi, namun Kardinal Myanmar telah meminta Paus untuk menghindari memakai sebutan tersebut selama kunjungannya, untuk menghindari memicu sensitifitas lokal yang dapat mengarah kepada kekerasan di negara berpenduduk mayoritas Budha tersebut.
Paus Fransiskus mengatakan akan memakai waktu 6 hari kunjungannya untuk mendorong dialog dan rekonsiliasi.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Pemimpin Vatikan Paus Fransiskus dilaporkan telah menjejakkan kaki di Myanmar. Seperti yang sudah disampaikan Vatikan sebelumnya, di Myanmar , Paus Francis akan bertemu dengan kepala militer Myanmar, Min Aung Hlaing.
Menurut keterangan juru bicara Vatikan , Greg Burke, pertemuan antara Paus Francis dan Min Aung dilakukan di Katedral St. Mary, yang berada di pusat kota Yangon. Burke menyebut pertemuan itu berlangsung santai dan ada beberapa hal yang disampaikan Paus Francis kepada Min Aung.
"Mereka membahas tanggung jawab besar otoritas negara pada masa transisi ini," kata Burke dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (27/11).
Selain bertemu dengan Min Aung, Paus Francis juga akan melakukan pertemuan dengan pemimpin Myanmar Aung San Suu-kyi. Namun, sayangnya Vatikan masih belum angkat bicara mengenai apa yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut.
Meski demikian, sejumlah pihak menduga fokus pembicaraan keduanya adalah mengenai situasi di Myanmar, khususnya mengenai situasi di Rakhine State, wilayah di mana etnis Rohingya tinggal.
Dirinya akan berada di Myanmar selama kurang lebih tiga hari. Setelah dari Myanmar, dia akan bertolak ke Bangladesh, dan dikabarkan akan melakukan pertemuan dengan para pengungsi Rohingya di negara tetanga Myanmar tersebut.
==
Disambut oleh puluhan anak-anak yang mengenakan pakaian tradisional dan oleh uskup negara tersebut, Paus Fransiskus tiba di Myanmar pada 27 November untuk kunjungan empat hari.
Upacara kedatangan di bandara Yangon berlangsung singkat dan dipimpin oleh seorang utusan presiden, karena sambutan formal dijadwalkan keesokan harinya di Naypyitaw, yang telah menjadi ibukota Myanmar sejak tahun 2005.
Namun, Paus Fransiskus memiliki “kunjungan kehormatan” dengan pemimpin militer yang memiliki pengaruh kuat di negara tersebut. Paus dan Jenderal Min Aung Hlaing, yang didampingi oleh tiga jenderal lainnya dan seorang letnan kolonel, bertemu pada Senin (27/11) malam di kediaman uskup agung Yangon, tempat paus menginap.
Greg Burke, direktur kantor pers Vatikan, mengatakan kepada wartawan bahwa pertemuan tersebut berlangsung selama 15 menit. Setelah diskusi tentang “tanggung jawab besar pemerintah negara ini pada saat transisi,” keduanya saling bertukar hadiah.
Paus memberi jenderal sebuah medali untuk memperingati kunjungannya ke Myanmar dan jenderal tersebut memberi paus “sebuah kecapi dalam bentuk perahu dan mangkuk nasi hiasan,” kata Burke.
Paus Fransiskus dijadwalkan bertemu dengan Jenderal itu pada 30 November, pagi terakhirnya di Myanmar. Meskipun negara ini beralih dari pemerintahan militer ke demokrasi, jenderal memiliki kekuatan untuk menunjuk sebagian anggota legislatif dan untuk menominasikan beberapa menteri pemerintah.
Meskipun digambarkan oleh Burke sebagai “kunjungan kehormatan” dan bukan sambutan resmi, kunjungan tersebut tampaknya bertentangan dengan protokol yang biasa, yang mengindikasikan bahwa pertemuan pertama paus dengan pihak berwenang akan dilanjutkan dengan kepala negara dan kepala pemerintahan.
Burke tidak mengatakan apakah Paus Fransiskus telah menyinggung situasi Rohingya, sebuah minoritas Muslim dari negara bagian Rakhine Myanmar, yang diperlakukan sebagai orang asing di negara tersebut. Jenderal Min Aung Hlaing telah dikritik oleh kelompok hak asasi manusia karena tindakan keras yang telah dilakukan secara tidak proporsional terhadap seluruh masyarakat Rohingya menyusul serangan terhadap pos keamanan oleh sekelompok militan Rohingya.
Menurut laman Facebook jenderal tersebut, dia mengatakan kepada Paus Fransiskus bahwa tidak ada diskriminasi agama di Myanmar.
Paus tiba di Myanmar setelah terbang lebih dari 10 jam pada malam hari dari Roma. Anak-anak yang menggunakan pakain adat, yang mewakili sebagian dari kelompok etnis Myanmar, bergabung dengan 100 anak sekolah lainnya yang mengenakan celana panjang putih dan kaos putih dengan logo kunjungan paus.
Spanduk dan papan iklan di sepanjang jalan dari bandara ke kota memproklamasikan: “ucapan Selamat datang yang paling tulus kepada Bapa Suci, Paus Fransiskus.”
Karena penerbangan lepas landas larut malam, Paus Francis menghabiskan lebih sedikit waktu dengan wartawan daripada biasanya. Dia tidak berkomentar mengenai harapannya untuk perjalanan tersebut, hanya menyebutkan bahwa dia diberitahu bahwa di Yangon sangat panas dan dia berharap para wartawan tidak akan terlalu menderita.
Seperti kebiasaan, paus mengirim telegram kepada kepala dari negara dari 13 negara yang dia lalui dalam perjalanannya, termasuk Italia.
Dalam pesannya kepada Presiden Italia Sergio Mattarella, Paus Fransiskus mengatakan bahwa dia melakukan perjalanan ke Myanmar dan Bangladesh pada 27 November-2 Desember sebagai “peziarah perdamaian, untuk mendukung komunitas Katolik kecil tapi kuat dan untuk bertemu dengan orang-orang yang percaya dari berbagai agama.”
Mayoritas orang di Myanmar adalah Budha, sementara mayoritas orang Bangladesh beragama Islam. Paus Fransiskus mengadakan pertemuan dengan para pemimpin agama yang dijadwalkan di kedua negara.
--------------
PIDATO PAUS FRANSISKUS
@ MYANMAR....
Pope Francis tells Myanmar Buddhist leaders that a saying of Buddha similar to Prayer of St. Francis:
"Overcome the angry by non-anger; overcome the wicked with goodness."
Tidak secara khusus menyebut Rohingya, karena sudah diingatkan, tapi dengan menekankan toleransi, keadilan dan perdamaian, Paus Fransiskus sebenarnya mendorong perubahan hidup warga Rohingya.
Di bawah ini, kami lampirkan pidato lengkap Paus Fransiskus yang penuh HARAPAN IMAN & KASIH di hadapan Otoritas Pemerintah, Masyarakat Sipil dan Korps Diplomatik di Pusat Konvensi Internasional Myanmar, Nay Pyi Taw, Selasa, 28 November 2017
=====
Ibu Penasihat Negara, Yang Terhormat Pemerintah dan Otoritas Sipil, Yang Mulia, Para Uskup Saudaraku, Anggota Terkemuka Korps Diplomatik, Ibu dan Bapak, hadirin semuanya:
Saya bersyukur atas kebaikan hati mengundang saya untuk mengunjungi Myanmar dan saya berterima kasih, Madam State Counselor, atas sambutan baik Anda. Saya sangat berterima kasih kepada semua orang yang telah bekerja keras untuk membuat kunjungan ini dilakukan.
Saya telah datang, terutama, untuk berdoa bersama komunitas Katolik yang kecil, namun tetap teguh, untuk menguatkan mereka dalam iman mereka, dan untuk mendorong mereka dalam usaha mereka untuk berkontribusi demi kebaikan bangsa.
Saya sangat bersyukur bahwa kunjungan saya dilakukan segera setelah membangun hubungan diplomatik formal antara Myanmar dan Takhta Suci. Saya ingin melihat keputusan ini sebagai pertanda komitmen bangsa ini untuk terus melakukan dialog dan kerja sama yang konstruktif dalam masyarakat internasional yang lebih besar, walaupun mereka berusaha memperbarui struktur masyarakat sipil.
Saya juga ingin kunjungan saya untuk merangkul seluruh penduduk Myanmar dan memberikan dorongan kepada semua orang yang sedang bekerja untuk membangun tatanan sosial yang adil, rekonsiliatif dan inklusif.
Myanmar telah diberkati dengan keindahan alam dan sumber daya yang luar biasa, namun harta terbesarnya adalah rakyatnya, yang telah sangat menderita, dan terus menderita, dari konflik sipil dan permusuhan yang telah berlangsung lama dan menciptakan perpecahan yang dalam.
Seiring dengan upaya bangsa saat ini memulihkan perdamaian, penyembuhan luka-luka itu harus menjadi prioritas politis dan spiritual yang paling penting. Saya hanya dapat mengungkapkan penghargaan saya atas upaya Pemerintah untuk menghadapi tantangan ini, terutama melalui Konferensi Damai Panglong, yang mempertemukan perwakilan berbagai kelompok dalam upaya untuk mengakhiri kekerasan, untuk membangun kepercayaan dan untuk memastikan penghormatan terhadap hak-hak semua yang menyebut tanah ini rumah mereka.
Memang, proses perdamaian dan rekonsiliasi nasional yang sulit hanya bisa dilakukan melalui komitmen terhadap keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kebijaksanaan para pendahulu mendefinisikan keadilan secara tepat sebagai kemauan yang kuat untuk memberi setiap orang haknya, sementara para nabi zaman dulu melihat keadilan sebagai dasar dari semua kedamaian sejati dan abadi.
Wawasan ini, yang dikuatkan oleh pengalaman tragis dua perang dunia, menyebabkan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan deklarasi universal hak asasi manusia sebagai dasar upaya masyarakat internasional untuk mempromosikan keadilan, perdamaian dan pembangunan manusia di seluruh dunia, dan untuk menyelesaikan konflik melalui dialog, bukan penggunaan kekuatan.
Dalam hal ini, kehadiran korps diplomatik di tengah-tengah kita memberi kesaksian tidak hanya terhadap tempat Myanmar di antara bangsa-bangsa, tetapi juga komitmen negara ini untuk menegakkan dan menjalankan prinsip-prinsip dasar tersebut.
Masa depan Myanmar harus damai, damai berdasarkan penghormatan terhadap martabat dan hak setiap anggota masyarakat, penghormatan terhadap masing-masing kelompok etnis dan identitasnya, penghormatan terhadap peraturan undang-undang, dan penghormatan terhadap tatanan demokratis yang memungkinkan setiap individu dan setiap kelompok – tanpa terkecuali- untuk menawarkan kontribusinya yang sah terhadap kepentingan bersama.
Dalam karya besar membangun rekonsiliasi dan integrasi nasional, komunitas agama Myanmar memiliki peran istimewa. Perbedaan agama tidak perlu menjadi sumber perpecahan dan ketidakpercayaan, melainkan kekuatan untuk persatuan, pengampunan, toleransi dan pembangunan bangsa yang bijak.
Agama-agama dapat memainkan peran penting dalam memperbaiki luka emosional, spiritual dan psikologis dari mereka yang telah menderita selama konflik bertahun-tahun. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai yang dianut, mereka dapat membantu menghilangkan penyebab konflik, membangun jembatan dialog, mencari keadilan dan menjadi suara kenabian untuk semua orang yang menderita.
Menjadi tanda harapan bahwa para pemimpin dari berbagai tradisi keagamaan di negara ini berusaha untuk bekerja sama, dalam semangat keharmonisan dan saling menghormati, untuk perdamaian, untuk membantu orang miskin dan untuk mendidik nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang otentik. Dalam upaya membangun budaya interaksi dan solidaritas, mereka berkontribusi pada kebaikan bersama dan meletakkan fondasi moral yang tak terpisahkan untuk masa depan harapan dan kemakmuran bagi generasi yang akan datang.
Masa depan itu bahkan sekarang berada di tangan kaum muda bangsa. Anak muda adalah hadiah untuk dihargai dan didorong, sebuah investasi yang akan menghasilkan keuntungan melimpah hanya jika diberi kesempatan nyata untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan berkualitas. Ini adalah persyaratan mendesak untuk keadilan antargenerasi.
Masa depan Myanmar dalam dunia yang berubah dengan cepat dan saling berhubungan akan bergantung pada pelatihan kaum mudanya, tidak hanya di bidang teknis, namun terutama nilai etika kejujuran, integritas dan solidaritas manusia yang dapat menjamin konsolidasi demokrasi dan pertumbuhan persatuan dan perdamaian di setiap lapisan masyarakat.
Keadilan antargenerasi juga menuntut agar generasi penerus mewarisi lingkungan alam yang tidak dinodai oleh keserakahan dan kehancuran manusia. Sangat penting bahwa harapan dan kesempatan tidak dirampok dari kaum muda kita untuk menggunakan idealisme dan talenta mereka dalam membentuk masa depan negara mereka, bahkan seluruh keluarga manusia.
Madam State Counselor, para sahabat yang baik:
Pada hari-hari ini, saya ingin mendorong saudara dan saudari Katolik saya untuk bertekun dalam iman mereka dan terus menyampaikan pesan rekonsiliasi dan persaudaraan melalui karya amal dan kemanusiaan yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.
Harapan saya bahwa melalui kerja sama yang tulus dengan para pengikut agama lain, dan semua pria dan wanita yang berkehendak baik, mereka akan membantu membuka era baru kerukunan dan kemajuan bagi semua warga negara tercinta ini.
“Hidup Myanmar!”
Saya berterima kasih atas perhatian Anda, dan dengan penuh harapan atas pelayanan Anda sekalian untuk kebaikan bersama, semoga Tuhan menurunkan kepada anda semua kebijaksanaan, kekuatan dan kedamaian.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Paus Fransiskus dalam lawatan perjalanan apostoliknya ke Myanmar pada telah membagikan beberapa foto dengan pesan pribadi yang dapat diterjemahkan:
“Saya ingin kunjungan saya untuk merangkul seluruh rakyat Myanmar dan untuk mendorong pembangunan masyarakat yang inklusif”. I want my visit to embrace all the people of Myanmar and to encourage the building of an inclusive society).
“Saya ingin berjalan bersama Anda di sepanjang jalan belas kasih dan kelembutan Tuhan”, sebagaimana dikutip dari akun resmi instagram @franciscus,. “I want to walk with you along the way of God’s mercy and tenderness.”
Pertemuan Paus dengan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi di dalam kunjungan hari pertamanya, Selasa (28/11/2017) lalu bersama otoritas Myanmar lainnya di Naypyitaw itu merupakan kunjungan paling dinanti-nanti banyak pihak mengingat protes keras atas tindakan keras militer Myanmar terhadap warga sipil muslim Rohingya.
Bahkan pemerintah AS dan PBB pun telah menyebut tindakan pemerintah Myanmar tersebut sebagai kampanye “pembersihan etnis” untuk mengusir Rohingya dari negara bagian Rakhine bagian utara.
Sementara dilansir oleh kantor berita Reuters, Paus Fransiskus juga mengatakan, “proses sulit untuk menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi nasional hanya bisa maju lewat komitmen untuk keadilan dan respek akan hak-hak asasi manusia”.
“Perbedaan agama tidak perlu menjadi sumber perpecahan dan ketidakpercayaan, namun harusnya menjadi kekuatan untuk persatuan, pengampunan, toleransi dan pembentukan bangsa yang bijak,” imbuh Fransiskus yang dalam pidatonya sama sekali tidak menyebut kata ‘Rohingya’, karena dikhawatirkan akan memicu kemarahan warga setempat. Ini dikarenakan sebagian besar warga Myanmar tidak menganggap Rohingya sebagai warga asli Myanmar, melainkan menyebut mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Myanmar dilakukan di tengah krisis Rohingya. Militer Myanmar dituding melakukan pembersihan etnis terhadap warga minoritas Rohingya dalam operasi militernya di Rakhine. Lebih dari 620 ribu warga Rohingya telah mengungsi ke Bangladesh sejak operasi militer itu dimulai pada Agustus lalu.
Di Yangon, Paus Fransiskus berbicara kepada para pemimpin antaragama di kediaman uskup agung dan bertemu secara terpisah dengan seorang pemimpin Buddhis yang menonjol namun kontroversial, Sitagu Sayadaw.
Paus menekankan sebuah pesan “kesatuan dalam keragaman” dalam pertemuan 40 menit dengan pemimpin Buddha, Hindu, Muslim, Kristen dan Yahudi dan mengatakan bahwa mereka harus bekerja sama untuk membangun kembali negara tersebut.
Sementara itu Paus Fransiskus juga dijadwalkan akan tiba di Bangladesh pada Kamis (30/11) besok setelah lebih dulu berkunjung ke Myanmar.
NB:
HOMILI PAUS FRANSISKUS
DALAM MISA DI LAPANGAN KYAIKKASAN, YANGON (MYANMAR)
29 November 2017
Bacaan Ekaristi :
Dan. 5:1-6,13-14,16-17,23-28; MT Dan. 3:62,63,64,65,66,67; Luk. 21:12-19
Saudara dan saudari terkasih,
Sebelum datang ke negara ini, saya sangat menanti-nantikan saat ini. Banyak di antara kalian yang datang dari daerah-daerah pegunungan yang jauh dan terpencil, beberapa orang bahkan berjalan kaki. Saya telah datang sebagai sesama peziarah untuk mendengarkan dan belajar dari kalian, dan juga untuk menawarkan beberapa kata pengharapan dan penghiburan.
Bacaan Pertama hari ini, dari Kitab Daniel (Dan 5:1-6,13-14,16-17,23-28), membantu kita untuk melihat betapa terbatasnya hikmat Raja Belsyazar dan para ahli nujumnya. Mereka tahu bagaimana memuji "memuji-muji dewa-dewa dari emas dan perak, tembaga, besi, kayu dan batu" (Dan 5:4), namun mereka tidak memiliki hikmat untuk memuji Allah yang dalam tangan-Nya hidup dan nafas kita berada. Daniel, di sisi lain, memiliki hikmat Tuhan dan mampu menafsirkan misteri-misteri-Nya yang agung.
Penafsir utama misteri-misteri Allah adalah Yesus. Dialah hikmat Allah dalam pribadi (bdk. 1 Kor 1:24). Yesus tidak mengajarkan kita hikmat-Nya dengan pidato-pidato yang panjang lebar atau dengan demonstrasi-demontarasi besar-besaran kekuatan politik atau duniawi tetapi dengan memberikan nyawa-Nya di kayu salib. Terkadang kita bisa jatuh ke dalam perangkap percaya pada hikmat kita sendiri, tetapi sesungguhnya kita bisa dengan mudah kehilangan indera haluan kita. Pada saat-saat itu kita perlu ingat bahwa kita memiliki penunjuk arah yang pasti di hadapan kita, dalam Tuhan yang disalibkan. Di kayu salib, kita menemukan hikmat yang bisa membimbing hidup kita dengan terang yang berasal dari Allah.
Dari salib juga datang penyembuhan. Di sana, Yesus mempersembahkan luka-luka-Nya kepada Bapa untuk kita, luka-luka yang dengannya kita disembuhkan (bdk. 1Ptr 2:24). Semoga kita selalu memiliki hikmat untuk menemukan dalam luka-luka Kristus sumber segala kesembuhan! Saya tahu bahwa banyak orang di Myanmar menanggung luka-luka kekerasan, luka-luka yang kasat mata maupun tidak kasat mata. Godaannya adalah menanggapi luka-luka ini dengan hikmat duniawi yang, seperti hikmat sang raja pada Bacaan Pertama, sangat bercela. Kita berpikir bahwa penyembuhan bisa berasal dari amarah dan balas dendam. Tetapi jalan balas dendam bukanlah jalan Yesus.
Jalan Yesus sama sekali berbeda. Ketika kebencian dan penolakan membawa-Nya kepada sengsara dan wafat-Nya, Ia menanggapinya dengan pengampunan dan kasih sayang. Dalam Injil hari ini, Tuhan mengatakan kepada kita bahwa, seperti Dia, kita juga mungkin menghadapi penolakan dan rintangan, tetapi Ia akan memberi kita hikmat yang tidak dapat ditentang (bdk. Luk 21:15). Ia sedang berbicara tentang Roh Kudus, yang melalui-Nya kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita (bdk..Rm 5:5). Dengan karunia Roh-Nya, Yesus memungkinkan kita masing-masing untuk menjadi tanda-tanda hikmat-Nya, yang menang atas hikmat dunia ini, dan kerahiman-Nya, yang bahkan menenangkan orang-orang yang paling terluka parah.
Pada malam sengsara-Nya, Yesus menyerahkan diri-Nya kepada para rasul-Nya di bawah rupa roti dan anggur. Dalam karunia Ekaristi, kita tidak hanya mengenali, dengan mata iman, karunia tubuh dan darah-Nya; kita juga belajar bagaimana beristirahat dalam luka-luka-Nya, dan di sana dibersihkan dari seluruh dosa dan cara bebal kita. Dengan berlindung dalam luka-luka Kristus, saudara dan saudari terkasih, semoga kalian mengenal minyak urapan penyembuhan kerahiman Bapa dan menemukan kekuatan untuk membawanya kepada orang lain, untuk mengurapi setiap luka dan setiap ingtan yang menyakitkan. Dengan cara ini, kalian akan menjadi saksi-saksi pendamaian dan perdamaian yang setia yang Allah ingin kuasai dalam setiap hati manusia dan dalam setiap jemaat.
Saya tahu bahwa Gereja di Myanmar sudah berbuat banyak untuk membawa minyak urapan penyembuhan kerahiman Allah kepada orang lain, terutama orang-orang yang paling membutuhkan. Ada tanda-tanda yang jelas bahwa bahkan dalam arti yang sangat terbatas, banyak jemaat sedang memberitakan Injil kepada minoritas-minoritas suku lainnya, tidak pernah memaksa atau memaksakan tetapi selalu mengundang dan menyambut. Di tengah banyak kemiskinan dan kesulitan, banyak di antara kalian menawarkan bantuan yang berguna dan kesetiawanan kepada orang-orang miskin dan sedang menderita. Melalui pelayanan sehari-hari dari para uskup, para imam, para pelaku hidup bakti dan para katekisnya, dan terutama melalui karya terpuji Karuna Katolik Myanmar dan bantuan yang murah hati yang diberikan oleh Serikat-serikat Misioner Kepausan, Gereja di negara ini sedang membantu sejumlah besar pria, wanita dan anak-anak, terlepas dari agama atau latar belakang etnisnya. Saya dapat melihat bahwa Gereja di sini masih hidup, bahwa Kristus tetap hidup dan di sini bersama kalian dan bersama saudara dan saudari kalian dari jemaat-jemaat kristiani lainnya. Saya mendorong kalian untuk terus berbagi dengan orang lain hikmat yang tak ternilai yang telah kalian terima, kasih Allah yang mengalir dalam hati Yesus.
Yesus ingin memberikan hikmat ini dalam kelimpahan. Ia pasti akan memahkotai usaha-usaha kalian untuk menabur benih-benih penyembuhan dan pendamaian dalam keluarga-keluarga, jemaat-jemaat kalian dan masyarakat yang lebih luas bangsa ini. Bukankah Ia mengatakan kepada kita bahwa hikmat-Nya tidak ditentang (bdk. Luk 21:15)? Pesan pengampunan dan kerahiman-Nya menggunakan nalar yang tidak semua orang sudi memahaminya, dan yang akan menjumpai rintangan-rintangan. Tetapi kasih-Nya, yang terungkap di kayu salib akhirnya tak terbendung. Kasih-Nya bagaikan GPS rohani yang membimbing kita menuju kehidupan batin Allah dan hati sesama kita.
Bunda Maria yang Tersuci mengikuti Putranya bahkan sampai ke bukit Gunung Kalvari yang gelap dan ia menyertai kita di setiap langkah perjalanan duniawi kita. Semoga ia mendapatkan bagi kita rahmat selalu menjadi para pembawa hikmat sejati, kerahiman yang tulus bagi orang-orang yang membutuhkan, dan sukacita yang berasal dari beristirahat dalam luka-luka Yesus, yang mengasihi kita sampai kesudahan.
Semoga Allah memberkati kalian semua! Semoga Allah memberkati Gereja di Myanmar! Semoga Ia memberkati tanah ini dengan damai sejahtera-Nya! Allah memberkati Myanmar !
--------------
@ MYANMAR....
Pope Francis tells Myanmar Buddhist leaders that a saying of Buddha similar to Prayer of St. Francis:
"Overcome the angry by non-anger; overcome the wicked with goodness."
Tidak secara khusus menyebut Rohingya, karena sudah diingatkan, tapi dengan menekankan toleransi, keadilan dan perdamaian, Paus Fransiskus sebenarnya mendorong perubahan hidup warga Rohingya.
Di bawah ini, kami lampirkan pidato lengkap Paus Fransiskus yang penuh HARAPAN IMAN & KASIH di hadapan Otoritas Pemerintah, Masyarakat Sipil dan Korps Diplomatik di Pusat Konvensi Internasional Myanmar, Nay Pyi Taw, Selasa, 28 November 2017
=====
Ibu Penasihat Negara, Yang Terhormat Pemerintah dan Otoritas Sipil, Yang Mulia, Para Uskup Saudaraku, Anggota Terkemuka Korps Diplomatik, Ibu dan Bapak, hadirin semuanya:
Saya bersyukur atas kebaikan hati mengundang saya untuk mengunjungi Myanmar dan saya berterima kasih, Madam State Counselor, atas sambutan baik Anda. Saya sangat berterima kasih kepada semua orang yang telah bekerja keras untuk membuat kunjungan ini dilakukan.
Saya telah datang, terutama, untuk berdoa bersama komunitas Katolik yang kecil, namun tetap teguh, untuk menguatkan mereka dalam iman mereka, dan untuk mendorong mereka dalam usaha mereka untuk berkontribusi demi kebaikan bangsa.
Saya sangat bersyukur bahwa kunjungan saya dilakukan segera setelah membangun hubungan diplomatik formal antara Myanmar dan Takhta Suci. Saya ingin melihat keputusan ini sebagai pertanda komitmen bangsa ini untuk terus melakukan dialog dan kerja sama yang konstruktif dalam masyarakat internasional yang lebih besar, walaupun mereka berusaha memperbarui struktur masyarakat sipil.
Saya juga ingin kunjungan saya untuk merangkul seluruh penduduk Myanmar dan memberikan dorongan kepada semua orang yang sedang bekerja untuk membangun tatanan sosial yang adil, rekonsiliatif dan inklusif.
Myanmar telah diberkati dengan keindahan alam dan sumber daya yang luar biasa, namun harta terbesarnya adalah rakyatnya, yang telah sangat menderita, dan terus menderita, dari konflik sipil dan permusuhan yang telah berlangsung lama dan menciptakan perpecahan yang dalam.
Seiring dengan upaya bangsa saat ini memulihkan perdamaian, penyembuhan luka-luka itu harus menjadi prioritas politis dan spiritual yang paling penting. Saya hanya dapat mengungkapkan penghargaan saya atas upaya Pemerintah untuk menghadapi tantangan ini, terutama melalui Konferensi Damai Panglong, yang mempertemukan perwakilan berbagai kelompok dalam upaya untuk mengakhiri kekerasan, untuk membangun kepercayaan dan untuk memastikan penghormatan terhadap hak-hak semua yang menyebut tanah ini rumah mereka.
Memang, proses perdamaian dan rekonsiliasi nasional yang sulit hanya bisa dilakukan melalui komitmen terhadap keadilan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kebijaksanaan para pendahulu mendefinisikan keadilan secara tepat sebagai kemauan yang kuat untuk memberi setiap orang haknya, sementara para nabi zaman dulu melihat keadilan sebagai dasar dari semua kedamaian sejati dan abadi.
Wawasan ini, yang dikuatkan oleh pengalaman tragis dua perang dunia, menyebabkan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan deklarasi universal hak asasi manusia sebagai dasar upaya masyarakat internasional untuk mempromosikan keadilan, perdamaian dan pembangunan manusia di seluruh dunia, dan untuk menyelesaikan konflik melalui dialog, bukan penggunaan kekuatan.
Dalam hal ini, kehadiran korps diplomatik di tengah-tengah kita memberi kesaksian tidak hanya terhadap tempat Myanmar di antara bangsa-bangsa, tetapi juga komitmen negara ini untuk menegakkan dan menjalankan prinsip-prinsip dasar tersebut.
Masa depan Myanmar harus damai, damai berdasarkan penghormatan terhadap martabat dan hak setiap anggota masyarakat, penghormatan terhadap masing-masing kelompok etnis dan identitasnya, penghormatan terhadap peraturan undang-undang, dan penghormatan terhadap tatanan demokratis yang memungkinkan setiap individu dan setiap kelompok – tanpa terkecuali- untuk menawarkan kontribusinya yang sah terhadap kepentingan bersama.
Dalam karya besar membangun rekonsiliasi dan integrasi nasional, komunitas agama Myanmar memiliki peran istimewa. Perbedaan agama tidak perlu menjadi sumber perpecahan dan ketidakpercayaan, melainkan kekuatan untuk persatuan, pengampunan, toleransi dan pembangunan bangsa yang bijak.
Agama-agama dapat memainkan peran penting dalam memperbaiki luka emosional, spiritual dan psikologis dari mereka yang telah menderita selama konflik bertahun-tahun. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai yang dianut, mereka dapat membantu menghilangkan penyebab konflik, membangun jembatan dialog, mencari keadilan dan menjadi suara kenabian untuk semua orang yang menderita.
Menjadi tanda harapan bahwa para pemimpin dari berbagai tradisi keagamaan di negara ini berusaha untuk bekerja sama, dalam semangat keharmonisan dan saling menghormati, untuk perdamaian, untuk membantu orang miskin dan untuk mendidik nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan yang otentik. Dalam upaya membangun budaya interaksi dan solidaritas, mereka berkontribusi pada kebaikan bersama dan meletakkan fondasi moral yang tak terpisahkan untuk masa depan harapan dan kemakmuran bagi generasi yang akan datang.
Masa depan itu bahkan sekarang berada di tangan kaum muda bangsa. Anak muda adalah hadiah untuk dihargai dan didorong, sebuah investasi yang akan menghasilkan keuntungan melimpah hanya jika diberi kesempatan nyata untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan berkualitas. Ini adalah persyaratan mendesak untuk keadilan antargenerasi.
Masa depan Myanmar dalam dunia yang berubah dengan cepat dan saling berhubungan akan bergantung pada pelatihan kaum mudanya, tidak hanya di bidang teknis, namun terutama nilai etika kejujuran, integritas dan solidaritas manusia yang dapat menjamin konsolidasi demokrasi dan pertumbuhan persatuan dan perdamaian di setiap lapisan masyarakat.
Keadilan antargenerasi juga menuntut agar generasi penerus mewarisi lingkungan alam yang tidak dinodai oleh keserakahan dan kehancuran manusia. Sangat penting bahwa harapan dan kesempatan tidak dirampok dari kaum muda kita untuk menggunakan idealisme dan talenta mereka dalam membentuk masa depan negara mereka, bahkan seluruh keluarga manusia.
Madam State Counselor, para sahabat yang baik:
Pada hari-hari ini, saya ingin mendorong saudara dan saudari Katolik saya untuk bertekun dalam iman mereka dan terus menyampaikan pesan rekonsiliasi dan persaudaraan melalui karya amal dan kemanusiaan yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.
Harapan saya bahwa melalui kerja sama yang tulus dengan para pengikut agama lain, dan semua pria dan wanita yang berkehendak baik, mereka akan membantu membuka era baru kerukunan dan kemajuan bagi semua warga negara tercinta ini.
“Hidup Myanmar!”
Saya berterima kasih atas perhatian Anda, dan dengan penuh harapan atas pelayanan Anda sekalian untuk kebaikan bersama, semoga Tuhan menurunkan kepada anda semua kebijaksanaan, kekuatan dan kedamaian.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Paus Fransiskus dalam lawatan perjalanan apostoliknya ke Myanmar pada telah membagikan beberapa foto dengan pesan pribadi yang dapat diterjemahkan:
“Saya ingin kunjungan saya untuk merangkul seluruh rakyat Myanmar dan untuk mendorong pembangunan masyarakat yang inklusif”. I want my visit to embrace all the people of Myanmar and to encourage the building of an inclusive society).
“Saya ingin berjalan bersama Anda di sepanjang jalan belas kasih dan kelembutan Tuhan”, sebagaimana dikutip dari akun resmi instagram @franciscus,. “I want to walk with you along the way of God’s mercy and tenderness.”
Pertemuan Paus dengan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi di dalam kunjungan hari pertamanya, Selasa (28/11/2017) lalu bersama otoritas Myanmar lainnya di Naypyitaw itu merupakan kunjungan paling dinanti-nanti banyak pihak mengingat protes keras atas tindakan keras militer Myanmar terhadap warga sipil muslim Rohingya.
Bahkan pemerintah AS dan PBB pun telah menyebut tindakan pemerintah Myanmar tersebut sebagai kampanye “pembersihan etnis” untuk mengusir Rohingya dari negara bagian Rakhine bagian utara.
Sementara dilansir oleh kantor berita Reuters, Paus Fransiskus juga mengatakan, “proses sulit untuk menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi nasional hanya bisa maju lewat komitmen untuk keadilan dan respek akan hak-hak asasi manusia”.
“Perbedaan agama tidak perlu menjadi sumber perpecahan dan ketidakpercayaan, namun harusnya menjadi kekuatan untuk persatuan, pengampunan, toleransi dan pembentukan bangsa yang bijak,” imbuh Fransiskus yang dalam pidatonya sama sekali tidak menyebut kata ‘Rohingya’, karena dikhawatirkan akan memicu kemarahan warga setempat. Ini dikarenakan sebagian besar warga Myanmar tidak menganggap Rohingya sebagai warga asli Myanmar, melainkan menyebut mereka sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Kunjungan Paus Fransiskus ke Myanmar dilakukan di tengah krisis Rohingya. Militer Myanmar dituding melakukan pembersihan etnis terhadap warga minoritas Rohingya dalam operasi militernya di Rakhine. Lebih dari 620 ribu warga Rohingya telah mengungsi ke Bangladesh sejak operasi militer itu dimulai pada Agustus lalu.
Di Yangon, Paus Fransiskus berbicara kepada para pemimpin antaragama di kediaman uskup agung dan bertemu secara terpisah dengan seorang pemimpin Buddhis yang menonjol namun kontroversial, Sitagu Sayadaw.
Paus menekankan sebuah pesan “kesatuan dalam keragaman” dalam pertemuan 40 menit dengan pemimpin Buddha, Hindu, Muslim, Kristen dan Yahudi dan mengatakan bahwa mereka harus bekerja sama untuk membangun kembali negara tersebut.
Sementara itu Paus Fransiskus juga dijadwalkan akan tiba di Bangladesh pada Kamis (30/11) besok setelah lebih dulu berkunjung ke Myanmar.
NB:
HOMILI PAUS FRANSISKUS
DALAM MISA DI LAPANGAN KYAIKKASAN, YANGON (MYANMAR)
29 November 2017
Bacaan Ekaristi :
Dan. 5:1-6,13-14,16-17,23-28; MT Dan. 3:62,63,64,65,66,67; Luk. 21:12-19
Saudara dan saudari terkasih,
Sebelum datang ke negara ini, saya sangat menanti-nantikan saat ini. Banyak di antara kalian yang datang dari daerah-daerah pegunungan yang jauh dan terpencil, beberapa orang bahkan berjalan kaki. Saya telah datang sebagai sesama peziarah untuk mendengarkan dan belajar dari kalian, dan juga untuk menawarkan beberapa kata pengharapan dan penghiburan.
Bacaan Pertama hari ini, dari Kitab Daniel (Dan 5:1-6,13-14,16-17,23-28), membantu kita untuk melihat betapa terbatasnya hikmat Raja Belsyazar dan para ahli nujumnya. Mereka tahu bagaimana memuji "memuji-muji dewa-dewa dari emas dan perak, tembaga, besi, kayu dan batu" (Dan 5:4), namun mereka tidak memiliki hikmat untuk memuji Allah yang dalam tangan-Nya hidup dan nafas kita berada. Daniel, di sisi lain, memiliki hikmat Tuhan dan mampu menafsirkan misteri-misteri-Nya yang agung.
Penafsir utama misteri-misteri Allah adalah Yesus. Dialah hikmat Allah dalam pribadi (bdk. 1 Kor 1:24). Yesus tidak mengajarkan kita hikmat-Nya dengan pidato-pidato yang panjang lebar atau dengan demonstrasi-demontarasi besar-besaran kekuatan politik atau duniawi tetapi dengan memberikan nyawa-Nya di kayu salib. Terkadang kita bisa jatuh ke dalam perangkap percaya pada hikmat kita sendiri, tetapi sesungguhnya kita bisa dengan mudah kehilangan indera haluan kita. Pada saat-saat itu kita perlu ingat bahwa kita memiliki penunjuk arah yang pasti di hadapan kita, dalam Tuhan yang disalibkan. Di kayu salib, kita menemukan hikmat yang bisa membimbing hidup kita dengan terang yang berasal dari Allah.
Dari salib juga datang penyembuhan. Di sana, Yesus mempersembahkan luka-luka-Nya kepada Bapa untuk kita, luka-luka yang dengannya kita disembuhkan (bdk. 1Ptr 2:24). Semoga kita selalu memiliki hikmat untuk menemukan dalam luka-luka Kristus sumber segala kesembuhan! Saya tahu bahwa banyak orang di Myanmar menanggung luka-luka kekerasan, luka-luka yang kasat mata maupun tidak kasat mata. Godaannya adalah menanggapi luka-luka ini dengan hikmat duniawi yang, seperti hikmat sang raja pada Bacaan Pertama, sangat bercela. Kita berpikir bahwa penyembuhan bisa berasal dari amarah dan balas dendam. Tetapi jalan balas dendam bukanlah jalan Yesus.
Jalan Yesus sama sekali berbeda. Ketika kebencian dan penolakan membawa-Nya kepada sengsara dan wafat-Nya, Ia menanggapinya dengan pengampunan dan kasih sayang. Dalam Injil hari ini, Tuhan mengatakan kepada kita bahwa, seperti Dia, kita juga mungkin menghadapi penolakan dan rintangan, tetapi Ia akan memberi kita hikmat yang tidak dapat ditentang (bdk. Luk 21:15). Ia sedang berbicara tentang Roh Kudus, yang melalui-Nya kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita (bdk..Rm 5:5). Dengan karunia Roh-Nya, Yesus memungkinkan kita masing-masing untuk menjadi tanda-tanda hikmat-Nya, yang menang atas hikmat dunia ini, dan kerahiman-Nya, yang bahkan menenangkan orang-orang yang paling terluka parah.
Pada malam sengsara-Nya, Yesus menyerahkan diri-Nya kepada para rasul-Nya di bawah rupa roti dan anggur. Dalam karunia Ekaristi, kita tidak hanya mengenali, dengan mata iman, karunia tubuh dan darah-Nya; kita juga belajar bagaimana beristirahat dalam luka-luka-Nya, dan di sana dibersihkan dari seluruh dosa dan cara bebal kita. Dengan berlindung dalam luka-luka Kristus, saudara dan saudari terkasih, semoga kalian mengenal minyak urapan penyembuhan kerahiman Bapa dan menemukan kekuatan untuk membawanya kepada orang lain, untuk mengurapi setiap luka dan setiap ingtan yang menyakitkan. Dengan cara ini, kalian akan menjadi saksi-saksi pendamaian dan perdamaian yang setia yang Allah ingin kuasai dalam setiap hati manusia dan dalam setiap jemaat.
Saya tahu bahwa Gereja di Myanmar sudah berbuat banyak untuk membawa minyak urapan penyembuhan kerahiman Allah kepada orang lain, terutama orang-orang yang paling membutuhkan. Ada tanda-tanda yang jelas bahwa bahkan dalam arti yang sangat terbatas, banyak jemaat sedang memberitakan Injil kepada minoritas-minoritas suku lainnya, tidak pernah memaksa atau memaksakan tetapi selalu mengundang dan menyambut. Di tengah banyak kemiskinan dan kesulitan, banyak di antara kalian menawarkan bantuan yang berguna dan kesetiawanan kepada orang-orang miskin dan sedang menderita. Melalui pelayanan sehari-hari dari para uskup, para imam, para pelaku hidup bakti dan para katekisnya, dan terutama melalui karya terpuji Karuna Katolik Myanmar dan bantuan yang murah hati yang diberikan oleh Serikat-serikat Misioner Kepausan, Gereja di negara ini sedang membantu sejumlah besar pria, wanita dan anak-anak, terlepas dari agama atau latar belakang etnisnya. Saya dapat melihat bahwa Gereja di sini masih hidup, bahwa Kristus tetap hidup dan di sini bersama kalian dan bersama saudara dan saudari kalian dari jemaat-jemaat kristiani lainnya. Saya mendorong kalian untuk terus berbagi dengan orang lain hikmat yang tak ternilai yang telah kalian terima, kasih Allah yang mengalir dalam hati Yesus.
Yesus ingin memberikan hikmat ini dalam kelimpahan. Ia pasti akan memahkotai usaha-usaha kalian untuk menabur benih-benih penyembuhan dan pendamaian dalam keluarga-keluarga, jemaat-jemaat kalian dan masyarakat yang lebih luas bangsa ini. Bukankah Ia mengatakan kepada kita bahwa hikmat-Nya tidak ditentang (bdk. Luk 21:15)? Pesan pengampunan dan kerahiman-Nya menggunakan nalar yang tidak semua orang sudi memahaminya, dan yang akan menjumpai rintangan-rintangan. Tetapi kasih-Nya, yang terungkap di kayu salib akhirnya tak terbendung. Kasih-Nya bagaikan GPS rohani yang membimbing kita menuju kehidupan batin Allah dan hati sesama kita.
Bunda Maria yang Tersuci mengikuti Putranya bahkan sampai ke bukit Gunung Kalvari yang gelap dan ia menyertai kita di setiap langkah perjalanan duniawi kita. Semoga ia mendapatkan bagi kita rahmat selalu menjadi para pembawa hikmat sejati, kerahiman yang tulus bagi orang-orang yang membutuhkan, dan sukacita yang berasal dari beristirahat dalam luka-luka Yesus, yang mengasihi kita sampai kesudahan.
Semoga Allah memberkati kalian semua! Semoga Allah memberkati Gereja di Myanmar! Semoga Ia memberkati tanah ini dengan damai sejahtera-Nya! Allah memberkati Myanmar !
--------------
HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Misa Terbuka Paus Menjadi Even Terbesar dalam Sejarah Myanmar.
Paus Fransiskus merayakan Misa di ruang terbuka selama dua jam untuk sekitar 150.000 orang di Yangon pada 29 November 2017. Pada kesempatan itu paus berkotbah tentang pengampunan dan memuji upaya gereja, meskipun jumlahnya kecil, di seluruh negeri.
Misa tersebut merupakan sebuah acara terbesar yang diselenggarakan di Myanmar, mencakup sekitar 150 kardinal, uskup dan imam di atas panggung. Basaha Inggris, Burma, Latin dan Italia digunakan selama Misa.
Paus Fransiskus berpakaian jubah hijau dan emas, sementara paduan suara para biarawati dan imam mengenakan pakaian putih dengan sulaman biru V di bagian depan pakaian mereka.
Sebelum misa, paus melewati kerumunan dari belakang dengan sebuah mobil pick-up terbuka berwarna putih dengan pelindung depan dari kaca transparan dan penutup atap.
Dalam homilinya Paus Fransiskus menekankan pengampunan dan kemudian meminta karya Karuna Myanmar (Caritas) Katolik dalam hal memberikan bantuan untuk sejumlah besar laki-laki, wanita dan anak-anak, tanpa memandang agama atau latar belakang etnis.
“Saya tahu bahwa banyak di Myanmar menanggung luka kekerasan, luka yang terlihat dan tidak terlihat,” kata Paus Fransiskus dalam bahasa Italia, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Burma untuk umat.
“Ada godaan untuk menanggapi luka-luka ini dengan kebijaksanaan duniawi, seperti yang dilakukan oleh raja pada bacaan pertama, sangat cacat. Kita berpikir bahwa penyembuhan bisa datang dari kemarahan dan balas dendam.
Namun cara membalas dendam bukan jalan Yesus, cara Yesus sangat berbeda, Ketika kebencian dan penolakan membawanya ke gairah dan kematiannya, dia menanggapi dengan pengampunan dan kasih sayang, “katanya sebelum meluangkan waktu untuk memuji usaha gereja yang hanya berjumlah 1 persen dari populasi di sebuah negara berpenduduk 51 juta jiwa.
“Saya tahu bahwa gereja di Myanmar telah berbuat banyak untuk membawa rahmat penyembuhan Tuhan kepada orang lain, terutama yang paling membutuhkan. Ada tanda-tanda yang jelas bahwa walaupun dengan sarana yang sangat terbatas, banyak komunitas mewartakan Injil ke minoritas kesukuan tidak pernah dengan memaksa atau menggunakan kekerasan tapi selalu dengan ajakan dan sambutan, “kata paus.
“Di tengah kemiskinan dan kesulitan, banyak di antara Anda menawarkan bantuan praktis dan solidaritas kepada orang miskin dan menderita. Melalui pelayanan harian para uskup, imam, para religius dan katekis, dan terutama melalui karya terpuji Caritas Myanmar dan bantuan dermawan yang diberikan oleh Masyarakat Misi Kepausan, gereja di negara ini membantu sejumlah besar pria, wanita dan anak-anak, terlepas dari latar belakang agama atau etnis mereka. ”
Banyak yang menghadiri misa tersebut adalah peziarah yang telah melakukan perjalanan dari seluruh pelosok Myanmar karena sebagian besar umat Katolik di negara tersebut tinggal di negara bagian Kachin, Shan, Karen dan Kayah.
Sebelum Misa, lebih dari 120.000 umat Katolik dan orang-orang dari agama lain berkumpul di lapangan olahraga Kyaikkasan sambil melambaikan bendera. Mereka berteriak “Papa Fransiskus” saat kendaraan paus memasuki lapangan dan melakukan tur di sekitar ribuan peziarah.
Saw Zabinus, 60, seorang Katolik dari Keuskupan Taungngu, di negara bagian Shan Utara, mengatakan bahwa dia telah menunggu sejak pukul 2 pagi, karena dia sangat senang bisa bertemu dengan paus dan menghadiri misa publik.
“Kunjungannya sangat membantu umat Katolik minoritas untuk memperdalam iman kami dan memiliki hubungan baik dengan agama-agama lain,” kata Zabinus kepada ucanews.com. Dia mengatakan bahwa kunjungan paus akan mendorong perdamaian di negara ini.
Peter, seorang pemuda Katolik berusia 18 tahun dari Gereja St. Anthony Yangon yang bekerja sebagai sukarelawan di Misa tersebut, mengatakan bahwa ini adalah sebuah hak istimewa. Dia mengatakan bahwa dia tidak dapat mengungkapkan kegembiraan dan suka citanya, terutama saat paus melakukan tur di kendaraannya menjelang Misa.
“Saya sangat senang karena saya mendapat kesempatan untuk menjadi sukarelawan di Misa. Kesempatan ini sekali dalam hidup saya,” kata Peter kepada ucanews.com.
Hkun Htun Aung, seorang insinyur Buddhis dan sipil yang membantu pembangunan panggung untuk Misa Paus, mengatakan bahwa dia senang memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus dan adalah hal yang baik bahwa seorang pemimpin Katolik telah mengunjungi mayoritas umat Buddha di negara ini.
“Kekristenan berfokus pada cinta dan kedamaian, dan Buddhisme juga menekankan belas kasihan dan cinta kasih, dan paus datang ke Myanmar untuk membawa perdamaian,” kata Htun Aung, seorang etnis Pa-oo dari kota Pekha di Negara Bagian Shan di mana mayoritas adalah orang Kristen.
Dia menambahkan bahwa ada hubungan baik antara umat Buddha dan orang Kristen karena umat Buddha berpartisipasi dalam perayaan Kristen dan orang Kristen juga datang ke upacara Buddhis.
NB:
Pope Francis on Thursday morning celebrated Mass for young people at St Mary’s Cathedral in Yangon, the last event on his schedule in Myanmar ahead of his departure for Bangladesh later in the day.
"Here in this beautiful cathedral dedicated to Our Lady’s Immaculate Conception, I encourage you to look to Mary. When she said “yes” to the message of the angel, she was young, like yourselves. Yet she had the courage to trust in the “good news” she had heard, and to express it in a life of faithful dedication to her vocation, total self-giving, and complete trust in God’s loving care. Like Mary, may all of you be gentle but courageous in bringing Jesus and his love to others."
"Dear young people, with great affection I commend all of you, and your families, to her maternal intercession. And I ask you, please, to remember to pray for me. God bless Myanmar! [ Myanmar pyi ko Payarthakin Kaung gi pei pa sei ]".
=====
HOMILI PAUS FRANSISKUS
DALAM MISA KAUM MUDA
@ KATEDRAL SANTA MARIA IMAKULATA, YANGON (MYANMAR)
30 November 2017 :
KAUM MUDA ADALAH PEMBAWA KABAR BAIK
Bacaan Ekaristi :
Rm. 10:9-18; Mzm. 19:2-3,4-5; Mat. 4:18-22
Seiring kunjungan saya ke negara kalian yang indah semakin dekat, saya mengikutsertakan kalian untuk bersyukur kepada Allah atas banyak rahmat yang telah kita terima akhir-akhir ini. Memandang ke luar pada kalian, kaum muda Myanmar, dan semua orang yang bersatu dengan kita di luar katedral ini, saya ingin berbagi dengan kalian sebuah ungkapan dari Bacaan Pertama hari ini yang bergema di dalam diri saya. Diambil dari nabi Yesaya, ungkapan tersebut digemakan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada kaum muda kristiani di Roma. Marilah kita mendengarkan sekali lagi kata-kata itu : "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik" (Rm. 10:15; bdk. Yes 52:7).
Kaum muda Myanmar yang terkasih, mendengar suara muda kalian dan mendengarkan kalian bernyanyi hari ini, saya ingin menerapkan kata-kata itu kepada kalian. Ya, kalian adalah "suara selamat datang"; kalian adalah pemandangan yang indah dan membesarkan hati, karena kalian membawakan kita 'kabar baik', kabar baik masa muda kalian, iman kalian dan antusiasme kalian. Memang, kalian adalah kabar baik, karena kalian adalah tanda-tanya nyata iman Gereja kepada Yesus Kristus, yang membawakan kita sukacita dan pengharapan yang tidak akan pernah padam.
Beberapa orang bertanya bagaimana mungkin berbicara tentang kabar baik ketika begitu banyak orang di sekitar kita sedang menderita? Di mana kabar baik ketika begitu banyak ketidakadilan, kemiskinan dan kesengsaraan menjatuhkan bayang-bayang di atas diri kita dan dunia kita? Tetapi saya ingin pesan yang sangat jelas untuk keluar dari tempat ini. Saya ingin orang-orang tahu bahwa kalian, para pemuda dan pemudi Myanmar, tidak takut untuk percaya akan kabar baik kerahiman Allah, karena kabar baik tersebut memiliki sebuah nama dan sebuah wajah : Yesus Kristus. Sebagai para pembawa kabar baik ini, kalian siap untuk membawa sebuah kata pengharapan kepada Gereja, kepada negara kalian sendiri, dan kepada dunia yang lebih luas. Kalian siap untuk membawa kabar baik bagi saudara dan saudari kalian yang sedang menderita yang membutuhkan doa-doa dan kesetiakawanan kalian, tetapi juga antusiasme kalian terhadap hak asasi manusia, terhadap keadilan dan terhadap pertumbuhan "kasih dan damai sejahtera" yang dibawa Yesus tersebut.
Tetapi saya juga mempunyai sebuah tantangan untuk ditetapkan di hadapan kalian. Apakah kalian mendengarkan dengan seksama Bacaan Pertama (Rm 10:9-18)? Di sana Santo Paulus mengulangi tiga kali kata tersebut kalau tidak salah. Kata tersebut adalah kata yang tak diperhitungkan, tetapi kata tersebut meminta kita untuk memikirkan tempat kita dalam rencana Allah. Akibatnya, Paulus mengajukan tiga pertanyaan, dan saya ingin menempatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut terhadap kalian masing-masing secara pribadi. Pertama, bagaimana orang-orang dapat percaya kepada Tuhan, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Kedua, bagaimana orang-orang mendengar tentang Tuhan, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan ketiga, bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? (bdk. Rm 10:14-15).
Saya ingin kalian semua memikirkan secara mendalam pertanyaan-pertanyaan ini. Tetapi jangan khawatir! Sebagai "seorang bapa" yang penuh kasih (atau lebih baik, "seorang kakek"!), saya tidak ingin kalian bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan ini sendirian. Izinkan saya menawarkan beberapa pemikiran yang dapat membimbing kalian dalam perjalanan iman kalian, dan membantu kalian mencamkan apa yang sedang diminta Tuhan dari kalian.
Pertanyaan pertama Santo Paulus adalah : "Bagaimana orang-orang dapat percaya kepada Tuhan, jika mereka tidak mendengar tentang Dia?" Dunia kita penuh dengan banyak suara, begitu banyak gangguan, yang dapat menenggelamkan suara Allah. Jika tidak menenggelamkan suara Allah adalah mendengarkan dan percaya kepada-Nya maka mereka perlu menemukan-Nya dalam orang-orang yang sahih. Orang-orang yang tahu bagaimana caranya mendengarkan! Itu pasti yang kalian inginkan! Tetapi hanya Tuhan yang dapat membantu kalian untuk menjadi tulen, maka bicaralah kepada-Nya dalam doa. Belajarlah untuk mendengarkan suara-Nya, dengan tenang berbicara di dalam kedalaman hati kalian.
Tetapi bicaralah juga dengan para kudus, sahabat-sahabat kita di surga yang bisa mengilhami kita. Seperti Santo Andreas, yang pestanya kita peringati hari ini. Andreas adalah seorang nelayan yang sederhana yang menjadi seorang martir besar, seorang saksi terhadap kasih Yesus. Tetapi sebelum ia menjadi seorang martir, ia ikut andil dalam kesalahan-kesalahannya, dan ia harus bersabar, dan belajar secara bertahap bagaimana menjadi seorang murid Kristus yang sejati. Jadi jangan takut belajar dari kesalahan-kesalahan kalian sendiri! Biarkanlah para kudus menuntun kalian kepada Yesus dan mengajari kalian untuk menyerahkan hidup kalian dalam tangan-Nya. Kalian tahu bahwa Yesus penuh kerahiman. Jadi berbagilah bersama-Nya semua yang kalian simpan di dalam hati kalian : ketakutan-ketakutan kalian dan kekhawatiran-kekhawatiran kalian, juga impian-impian kalian dan harapan-harapan kalian. Tumbuh kembangkanlah kehidupan batin kalian, karena kalian akan memelihara sebuah kebun atau sebuah ladang. Hal ini membutuhkan waktu; hal ini membutuhkan kesabaran. Tetapi seperti seorang petani yang menunggu tanaman tumbuh, jika kalian menunggu Tuhan akan membuat kalian menghasilkan banyak buah, suatu buah yang kemudian kalian bisa bagikan dengan orang lain.
Pertanyaan kedua Paulus adalah : "Bagaimana orang-orang mendengar tentang Yesus, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?" Inilah tugas besar yang dipercayakan secara khusus kepada kaum muda : menjadi "murid-murid misioner", para pembawa kabar baik Yesus, terutama kepada orang-orang sezaman dan sahabat-sahabat kalian. Jangan takut membuat kegaduhan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat orang-orang berpikir! Dan jangan khawatir jika terkadang kalian merasa bahwa kalian sedikit dan jarang sekali. Injil selalu bertumbuh dari permulaan yang kecil. Jadi buatlah diri kalian didengarkan. Saya ingin kalian berseru! Tetapi tidak dengan suara kalian. Tidak! Saya ingin kalian berseru dengan hidup kalian, dengan hati kalian, dan dengan cara ini menjadi tanda-tanda pengharapan bagi orang-orang yang membutuhkan dorongan, uluran tangan bagi orang-orang sakit, senyuman yang menyambut bagi orang-orang asing, dukungan yang murah hati bagi orang-orang yang kesepian.
Pertanyaan terakhir Paulus adalah : "Bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?" Pada akhir Misa ini kita semua akan diutus, membawa serta karunia-karunia yang telah kita terima dan membagikannya kepada orang lain. Hal ini bisa sedikit menakutkan, karena kita tidak selalu tahu ke mana Yesus bisa mengutus kita. Tetapi Ia tidak pernah mengutus kita keluar tanpa berjalan di samping kita juga, dan selalu sedikit di depan, menuntun kita ke dalam tempat-tempat yang baru dan indah dari kerajaan-Nya.
Bagaimana Tuhan kita mengutus Santo Andreas dan saudaranya Simon Petrus dalam Injil hari ini (Mat 4:18-22)? "Mari, ikutlah Aku!", Ia berkata kepada mereka (Mat 4:19). Itulah artinya diutus : mengikuti Kristus, dan bukan menuntut kemauan kita sendiri! Tuhan akan mengundang beberapa orang dari kalian untuk mengikuti-Nya sebagai para imam, dan dengan cara ini menjadi para "penjala manusia". Yang lainnya Ia panggil untuk menjadi para pelaku hidup bakti. Tetapi yang lainnya Ia akan panggil untuk menjalani kehidupan perkawinan, menjadi para ayah dan para ibu yang penuh kasih sayang. Apapun panggilan kalian, saya mendesak kalian : beranilah, bermurah hatilah dan, terutama, bersukacita!
Di sini, di katedral yang indah ini yang didedikasikan untuk Santa Perawan Maria yang Dikandung Tanpa Noda, saya mendorong kalian untuk memandang Maria. Ketika ia mengatakan "ya" terhadap pesan malaikat, ia masih muda, seperti diri kalian. Tetapi, ia memiliki keberanian untuk mempercayai "kabar baik" yang telah ia dengar, dan mengungkapkannya dalam kehidupan dedikasi yang setia terhadap panggilannya, pemberian diri sepenuhnya, dan kepercayaan yang sempurna pada pemeliharaan Allah yang penuh kasih. Seperti Maria, semoga kalian semua bersikap lembut tetapi berani dalam membawa Yesus dan kasih-Nya kepada orang lain.
Kaum muda yang terkasih, dengan kasih sayang yang besar, saya mempercayakan kalian semua, dan keluarga-keluarga kalian, kepada perantaraan keibuan. Dan saya meminta kalian, tolong, jangan lupa mendoakan saya.
Tuhan memberkati Myanmar!
[Myanmar pyi ko Payarthakin Kaung gi pei pa sei]
HARAPAN IMAN KASIH.
Misa Terbuka Paus Menjadi Even Terbesar dalam Sejarah Myanmar.
Paus Fransiskus merayakan Misa di ruang terbuka selama dua jam untuk sekitar 150.000 orang di Yangon pada 29 November 2017. Pada kesempatan itu paus berkotbah tentang pengampunan dan memuji upaya gereja, meskipun jumlahnya kecil, di seluruh negeri.
Misa tersebut merupakan sebuah acara terbesar yang diselenggarakan di Myanmar, mencakup sekitar 150 kardinal, uskup dan imam di atas panggung. Basaha Inggris, Burma, Latin dan Italia digunakan selama Misa.
Paus Fransiskus berpakaian jubah hijau dan emas, sementara paduan suara para biarawati dan imam mengenakan pakaian putih dengan sulaman biru V di bagian depan pakaian mereka.
Sebelum misa, paus melewati kerumunan dari belakang dengan sebuah mobil pick-up terbuka berwarna putih dengan pelindung depan dari kaca transparan dan penutup atap.
Dalam homilinya Paus Fransiskus menekankan pengampunan dan kemudian meminta karya Karuna Myanmar (Caritas) Katolik dalam hal memberikan bantuan untuk sejumlah besar laki-laki, wanita dan anak-anak, tanpa memandang agama atau latar belakang etnis.
“Saya tahu bahwa banyak di Myanmar menanggung luka kekerasan, luka yang terlihat dan tidak terlihat,” kata Paus Fransiskus dalam bahasa Italia, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Burma untuk umat.
“Ada godaan untuk menanggapi luka-luka ini dengan kebijaksanaan duniawi, seperti yang dilakukan oleh raja pada bacaan pertama, sangat cacat. Kita berpikir bahwa penyembuhan bisa datang dari kemarahan dan balas dendam.
Namun cara membalas dendam bukan jalan Yesus, cara Yesus sangat berbeda, Ketika kebencian dan penolakan membawanya ke gairah dan kematiannya, dia menanggapi dengan pengampunan dan kasih sayang, “katanya sebelum meluangkan waktu untuk memuji usaha gereja yang hanya berjumlah 1 persen dari populasi di sebuah negara berpenduduk 51 juta jiwa.
“Saya tahu bahwa gereja di Myanmar telah berbuat banyak untuk membawa rahmat penyembuhan Tuhan kepada orang lain, terutama yang paling membutuhkan. Ada tanda-tanda yang jelas bahwa walaupun dengan sarana yang sangat terbatas, banyak komunitas mewartakan Injil ke minoritas kesukuan tidak pernah dengan memaksa atau menggunakan kekerasan tapi selalu dengan ajakan dan sambutan, “kata paus.
“Di tengah kemiskinan dan kesulitan, banyak di antara Anda menawarkan bantuan praktis dan solidaritas kepada orang miskin dan menderita. Melalui pelayanan harian para uskup, imam, para religius dan katekis, dan terutama melalui karya terpuji Caritas Myanmar dan bantuan dermawan yang diberikan oleh Masyarakat Misi Kepausan, gereja di negara ini membantu sejumlah besar pria, wanita dan anak-anak, terlepas dari latar belakang agama atau etnis mereka. ”
Banyak yang menghadiri misa tersebut adalah peziarah yang telah melakukan perjalanan dari seluruh pelosok Myanmar karena sebagian besar umat Katolik di negara tersebut tinggal di negara bagian Kachin, Shan, Karen dan Kayah.
Sebelum Misa, lebih dari 120.000 umat Katolik dan orang-orang dari agama lain berkumpul di lapangan olahraga Kyaikkasan sambil melambaikan bendera. Mereka berteriak “Papa Fransiskus” saat kendaraan paus memasuki lapangan dan melakukan tur di sekitar ribuan peziarah.
Saw Zabinus, 60, seorang Katolik dari Keuskupan Taungngu, di negara bagian Shan Utara, mengatakan bahwa dia telah menunggu sejak pukul 2 pagi, karena dia sangat senang bisa bertemu dengan paus dan menghadiri misa publik.
“Kunjungannya sangat membantu umat Katolik minoritas untuk memperdalam iman kami dan memiliki hubungan baik dengan agama-agama lain,” kata Zabinus kepada ucanews.com. Dia mengatakan bahwa kunjungan paus akan mendorong perdamaian di negara ini.
Peter, seorang pemuda Katolik berusia 18 tahun dari Gereja St. Anthony Yangon yang bekerja sebagai sukarelawan di Misa tersebut, mengatakan bahwa ini adalah sebuah hak istimewa. Dia mengatakan bahwa dia tidak dapat mengungkapkan kegembiraan dan suka citanya, terutama saat paus melakukan tur di kendaraannya menjelang Misa.
“Saya sangat senang karena saya mendapat kesempatan untuk menjadi sukarelawan di Misa. Kesempatan ini sekali dalam hidup saya,” kata Peter kepada ucanews.com.
Hkun Htun Aung, seorang insinyur Buddhis dan sipil yang membantu pembangunan panggung untuk Misa Paus, mengatakan bahwa dia senang memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus dan adalah hal yang baik bahwa seorang pemimpin Katolik telah mengunjungi mayoritas umat Buddha di negara ini.
“Kekristenan berfokus pada cinta dan kedamaian, dan Buddhisme juga menekankan belas kasihan dan cinta kasih, dan paus datang ke Myanmar untuk membawa perdamaian,” kata Htun Aung, seorang etnis Pa-oo dari kota Pekha di Negara Bagian Shan di mana mayoritas adalah orang Kristen.
Dia menambahkan bahwa ada hubungan baik antara umat Buddha dan orang Kristen karena umat Buddha berpartisipasi dalam perayaan Kristen dan orang Kristen juga datang ke upacara Buddhis.
NB:
Pope Francis on Thursday morning celebrated Mass for young people at St Mary’s Cathedral in Yangon, the last event on his schedule in Myanmar ahead of his departure for Bangladesh later in the day.
"Here in this beautiful cathedral dedicated to Our Lady’s Immaculate Conception, I encourage you to look to Mary. When she said “yes” to the message of the angel, she was young, like yourselves. Yet she had the courage to trust in the “good news” she had heard, and to express it in a life of faithful dedication to her vocation, total self-giving, and complete trust in God’s loving care. Like Mary, may all of you be gentle but courageous in bringing Jesus and his love to others."
"Dear young people, with great affection I commend all of you, and your families, to her maternal intercession. And I ask you, please, to remember to pray for me. God bless Myanmar! [ Myanmar pyi ko Payarthakin Kaung gi pei pa sei ]".
=====
HOMILI PAUS FRANSISKUS
DALAM MISA KAUM MUDA
@ KATEDRAL SANTA MARIA IMAKULATA, YANGON (MYANMAR)
30 November 2017 :
KAUM MUDA ADALAH PEMBAWA KABAR BAIK
Bacaan Ekaristi :
Rm. 10:9-18; Mzm. 19:2-3,4-5; Mat. 4:18-22
Seiring kunjungan saya ke negara kalian yang indah semakin dekat, saya mengikutsertakan kalian untuk bersyukur kepada Allah atas banyak rahmat yang telah kita terima akhir-akhir ini. Memandang ke luar pada kalian, kaum muda Myanmar, dan semua orang yang bersatu dengan kita di luar katedral ini, saya ingin berbagi dengan kalian sebuah ungkapan dari Bacaan Pertama hari ini yang bergema di dalam diri saya. Diambil dari nabi Yesaya, ungkapan tersebut digemakan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada kaum muda kristiani di Roma. Marilah kita mendengarkan sekali lagi kata-kata itu : "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik" (Rm. 10:15; bdk. Yes 52:7).
Kaum muda Myanmar yang terkasih, mendengar suara muda kalian dan mendengarkan kalian bernyanyi hari ini, saya ingin menerapkan kata-kata itu kepada kalian. Ya, kalian adalah "suara selamat datang"; kalian adalah pemandangan yang indah dan membesarkan hati, karena kalian membawakan kita 'kabar baik', kabar baik masa muda kalian, iman kalian dan antusiasme kalian. Memang, kalian adalah kabar baik, karena kalian adalah tanda-tanya nyata iman Gereja kepada Yesus Kristus, yang membawakan kita sukacita dan pengharapan yang tidak akan pernah padam.
Beberapa orang bertanya bagaimana mungkin berbicara tentang kabar baik ketika begitu banyak orang di sekitar kita sedang menderita? Di mana kabar baik ketika begitu banyak ketidakadilan, kemiskinan dan kesengsaraan menjatuhkan bayang-bayang di atas diri kita dan dunia kita? Tetapi saya ingin pesan yang sangat jelas untuk keluar dari tempat ini. Saya ingin orang-orang tahu bahwa kalian, para pemuda dan pemudi Myanmar, tidak takut untuk percaya akan kabar baik kerahiman Allah, karena kabar baik tersebut memiliki sebuah nama dan sebuah wajah : Yesus Kristus. Sebagai para pembawa kabar baik ini, kalian siap untuk membawa sebuah kata pengharapan kepada Gereja, kepada negara kalian sendiri, dan kepada dunia yang lebih luas. Kalian siap untuk membawa kabar baik bagi saudara dan saudari kalian yang sedang menderita yang membutuhkan doa-doa dan kesetiakawanan kalian, tetapi juga antusiasme kalian terhadap hak asasi manusia, terhadap keadilan dan terhadap pertumbuhan "kasih dan damai sejahtera" yang dibawa Yesus tersebut.
Tetapi saya juga mempunyai sebuah tantangan untuk ditetapkan di hadapan kalian. Apakah kalian mendengarkan dengan seksama Bacaan Pertama (Rm 10:9-18)? Di sana Santo Paulus mengulangi tiga kali kata tersebut kalau tidak salah. Kata tersebut adalah kata yang tak diperhitungkan, tetapi kata tersebut meminta kita untuk memikirkan tempat kita dalam rencana Allah. Akibatnya, Paulus mengajukan tiga pertanyaan, dan saya ingin menempatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut terhadap kalian masing-masing secara pribadi. Pertama, bagaimana orang-orang dapat percaya kepada Tuhan, jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Kedua, bagaimana orang-orang mendengar tentang Tuhan, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan ketiga, bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? (bdk. Rm 10:14-15).
Saya ingin kalian semua memikirkan secara mendalam pertanyaan-pertanyaan ini. Tetapi jangan khawatir! Sebagai "seorang bapa" yang penuh kasih (atau lebih baik, "seorang kakek"!), saya tidak ingin kalian bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan ini sendirian. Izinkan saya menawarkan beberapa pemikiran yang dapat membimbing kalian dalam perjalanan iman kalian, dan membantu kalian mencamkan apa yang sedang diminta Tuhan dari kalian.
Pertanyaan pertama Santo Paulus adalah : "Bagaimana orang-orang dapat percaya kepada Tuhan, jika mereka tidak mendengar tentang Dia?" Dunia kita penuh dengan banyak suara, begitu banyak gangguan, yang dapat menenggelamkan suara Allah. Jika tidak menenggelamkan suara Allah adalah mendengarkan dan percaya kepada-Nya maka mereka perlu menemukan-Nya dalam orang-orang yang sahih. Orang-orang yang tahu bagaimana caranya mendengarkan! Itu pasti yang kalian inginkan! Tetapi hanya Tuhan yang dapat membantu kalian untuk menjadi tulen, maka bicaralah kepada-Nya dalam doa. Belajarlah untuk mendengarkan suara-Nya, dengan tenang berbicara di dalam kedalaman hati kalian.
Tetapi bicaralah juga dengan para kudus, sahabat-sahabat kita di surga yang bisa mengilhami kita. Seperti Santo Andreas, yang pestanya kita peringati hari ini. Andreas adalah seorang nelayan yang sederhana yang menjadi seorang martir besar, seorang saksi terhadap kasih Yesus. Tetapi sebelum ia menjadi seorang martir, ia ikut andil dalam kesalahan-kesalahannya, dan ia harus bersabar, dan belajar secara bertahap bagaimana menjadi seorang murid Kristus yang sejati. Jadi jangan takut belajar dari kesalahan-kesalahan kalian sendiri! Biarkanlah para kudus menuntun kalian kepada Yesus dan mengajari kalian untuk menyerahkan hidup kalian dalam tangan-Nya. Kalian tahu bahwa Yesus penuh kerahiman. Jadi berbagilah bersama-Nya semua yang kalian simpan di dalam hati kalian : ketakutan-ketakutan kalian dan kekhawatiran-kekhawatiran kalian, juga impian-impian kalian dan harapan-harapan kalian. Tumbuh kembangkanlah kehidupan batin kalian, karena kalian akan memelihara sebuah kebun atau sebuah ladang. Hal ini membutuhkan waktu; hal ini membutuhkan kesabaran. Tetapi seperti seorang petani yang menunggu tanaman tumbuh, jika kalian menunggu Tuhan akan membuat kalian menghasilkan banyak buah, suatu buah yang kemudian kalian bisa bagikan dengan orang lain.
Pertanyaan kedua Paulus adalah : "Bagaimana orang-orang mendengar tentang Yesus, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?" Inilah tugas besar yang dipercayakan secara khusus kepada kaum muda : menjadi "murid-murid misioner", para pembawa kabar baik Yesus, terutama kepada orang-orang sezaman dan sahabat-sahabat kalian. Jangan takut membuat kegaduhan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat orang-orang berpikir! Dan jangan khawatir jika terkadang kalian merasa bahwa kalian sedikit dan jarang sekali. Injil selalu bertumbuh dari permulaan yang kecil. Jadi buatlah diri kalian didengarkan. Saya ingin kalian berseru! Tetapi tidak dengan suara kalian. Tidak! Saya ingin kalian berseru dengan hidup kalian, dengan hati kalian, dan dengan cara ini menjadi tanda-tanda pengharapan bagi orang-orang yang membutuhkan dorongan, uluran tangan bagi orang-orang sakit, senyuman yang menyambut bagi orang-orang asing, dukungan yang murah hati bagi orang-orang yang kesepian.
Pertanyaan terakhir Paulus adalah : "Bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus?" Pada akhir Misa ini kita semua akan diutus, membawa serta karunia-karunia yang telah kita terima dan membagikannya kepada orang lain. Hal ini bisa sedikit menakutkan, karena kita tidak selalu tahu ke mana Yesus bisa mengutus kita. Tetapi Ia tidak pernah mengutus kita keluar tanpa berjalan di samping kita juga, dan selalu sedikit di depan, menuntun kita ke dalam tempat-tempat yang baru dan indah dari kerajaan-Nya.
Bagaimana Tuhan kita mengutus Santo Andreas dan saudaranya Simon Petrus dalam Injil hari ini (Mat 4:18-22)? "Mari, ikutlah Aku!", Ia berkata kepada mereka (Mat 4:19). Itulah artinya diutus : mengikuti Kristus, dan bukan menuntut kemauan kita sendiri! Tuhan akan mengundang beberapa orang dari kalian untuk mengikuti-Nya sebagai para imam, dan dengan cara ini menjadi para "penjala manusia". Yang lainnya Ia panggil untuk menjadi para pelaku hidup bakti. Tetapi yang lainnya Ia akan panggil untuk menjalani kehidupan perkawinan, menjadi para ayah dan para ibu yang penuh kasih sayang. Apapun panggilan kalian, saya mendesak kalian : beranilah, bermurah hatilah dan, terutama, bersukacita!
Di sini, di katedral yang indah ini yang didedikasikan untuk Santa Perawan Maria yang Dikandung Tanpa Noda, saya mendorong kalian untuk memandang Maria. Ketika ia mengatakan "ya" terhadap pesan malaikat, ia masih muda, seperti diri kalian. Tetapi, ia memiliki keberanian untuk mempercayai "kabar baik" yang telah ia dengar, dan mengungkapkannya dalam kehidupan dedikasi yang setia terhadap panggilannya, pemberian diri sepenuhnya, dan kepercayaan yang sempurna pada pemeliharaan Allah yang penuh kasih. Seperti Maria, semoga kalian semua bersikap lembut tetapi berani dalam membawa Yesus dan kasih-Nya kepada orang lain.
Kaum muda yang terkasih, dengan kasih sayang yang besar, saya mempercayakan kalian semua, dan keluarga-keluarga kalian, kepada perantaraan keibuan. Dan saya meminta kalian, tolong, jangan lupa mendoakan saya.
Tuhan memberkati Myanmar!
[Myanmar pyi ko Payarthakin Kaung gi pei pa sei]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar