HIK – HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
"CANDLEMASS"
"PESTA YESUS DIPERSEMBAHKAN"
"Mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada Tuhan"
Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah yang biasanya diperingati pada tanggal 2 Februari ini adalah untuk merayakan pentahiran Bunda Maria yang terjadi pada hari ke 40 setelah melahirkan Yesus dan merayakan persembahan Yesus di Bait Allah sebagai anak sulung laki-laki.
Tradisi Gereja kuno sudah memeriahkan pesta ini dengan melakukan prosesi lilin sebelum misa dan membawa lilin-lilin ke Gereja untuk dimohonkan berkat.
Egeria menulis sekitar tahun 380 M bahwa pesta ini sudah diadakan sebagai tradisi di Gereja Yerusalem pada tanggal 14 Februari. Namun begitu pesta ini belum diberi nama, hanya disebuat sebagai pesta 40 hari setelah Epifani. Rupanya Gereja di Yerusalem, seperti Gereja Ortodoks sekarang, merayakan Natal pada pesta Epifani.
Di wilayah Gerejani yang merayakan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember, pesta ini dirayakan pada tanggal 2 Februari.
Pada tahun 542, kaisar Yustinianus memasukkan pesta ini ke dalam perayaan liturgi Gereja di kekaisaran Romawi Timur sebagai ucapan syukur karena berhentinya wabah pes yang melanda Konstantinopel.
Paus Gregorius I memasukkan pesta ini ke dalam perayaan liturgi Roma di wilayah Gereja Barat.
Paus Sergius (687-701) menambahkan prosesi lilin. Meskipun begitu, upacara pemberkatan lilin-lilin belum menjadi tradisi sampai abad 11.
Sesudah itu, tradisi Gereja Barat (Roma) memasukkan upacara pemberkatan lilin di dalam misa. Pesta ini kemudian dikenal dengan nama "Candlemas". Sejak abad 11, Gereja memulai perayaan Candlemas dengan prosesi lilin dan upacara pemberkatan lilin.
Ide mengenai penggunaan lilin muncul dari iman akan Yesus sebagai cahaya dunia atau terang bagi bangsa-bangsa, sesuai dengan doa Simeon yang menyatakan bahwa Yesus adalah: "terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa" (Luk 2:32) - "Lumen ad revelationem gentium!"
Pesta yang dirayakan di pertengahan musim dingin (Eropa) ini dengan upacara lilinnya seolah-olah menjadi jembatan akan Yesus yang lahir sebagai terang dunia di hari Natal dengan kebangkitan Yesus sebagai terang dunia yang dirayakan di hari Paskah.
A.
Pentahiran Maria dan persembahan Yesus.
Empat puluh hari setelah melahirkan, perempuan Yahudi baru dianggap bersih melalui upacara pentahiran di Bait Allah. Perempuan harus mempersembahkan korban binatang bagi pentahirannya.
Peraturan mengenai ini tertuang dalam kitab Imamat 12:1-8:
1 TUHAN berfirman kepada Musa, demikian: 2 "Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki, maka najislah ia selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia bercemar kain ia najis. 3 Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan anak itu. 4 Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena kepada sesuatu apapun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat kudus, sampai sudah genap hari-hari pentahirannya. 5 Tetapi jikalau ia melahirkan anak perempuan, maka najislah ia selama dua minggu, sama seperti pada waktu ia bercemar kain; selanjutnya enam puluh enam hari lamanya ia harus tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas. 6 Bila sudah genap hari-hari pentahirannya, maka untuk anak laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung tekukur sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah Pertemuan, dengan menyerahkannya kepada imam. 7 Imam itu harus mempersembahkannya ke hadapan TUHAN dan mengadakan pendamaian bagi perempuan itu. Demikianlah perempuan itu ditahirkan dari leleran darahnya. Itulah hukum tentang perempuan yang melahirkan anak laki-laki atau anak perempuan. 8 Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk menyediakan seekor kambing atau domba, maka haruslah ia mengambil dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai korban bakaran dan yang seekor lagi sebagai korban penghapus dosa, dan imam itu harus mengadakan pendamaian bagi perempuan itu, maka tahirlah ia."
Lukas dalam Injil menggabungkan persembahan korban pentahiran bagi Maria dengan korban penebusan bagi Yesus sebagai anak sulung laki-laki. Seperti ditulis di dalam Injil, semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah. Karena semua anak laki-laki harus dikuduskan bagi Allah (dikhususkan menjadi milik Allah) maka harus "dibeli kembali" atau ditebus dengan persembahan korban binatang.
Maria dan Yosef tidak mampu menyediakan kambing atau domba sebagai persembahan, karena itu mereka memilih persembahan dua ekor anak burung merpati. Ini menandakan bahwa mereka termasuk keluarga sederhana. Kendati ada dalam kekurangan, namun Maria dan Yosef tetap menunjukkan diri sebagai umat yang saleh dan taat pada hukum Musa. Kisah ini menegaskan aspek solidaritas Ilahi dari Yesus. Dia sungguh menunjukkan solidaritas-Nya dengan umat manusia yang tunduk pada hukum Musa.
Santo Paulus membahas dengan tajam aspek solidaritas Yesus ini dalam Gal 4:4-5: "Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak." Paulus mengajarkan bahwa dengan takluk pada hukum Taurat, Yesus menebus kita dari hukum Taurat, yaitu dengan menjadikan umat beriman sebagai anak-anak Allah yang merdeka.
Memang jika memakai kacamata iman akan Yesus Kristus dan keyakinan kita akan kesucian Bunda Maria yang tanpa noda dosa, kita melihat ada sejumlah ironi demi solidaritas tersebut:
- Bunda Maria yang dilahirkan tanpa noda dosa itu ternyata harus ditahirkan menurut hukum Taurat.
- Yesus yang sudah menjadi milik Allah bahkan sehakekat dengan Allah, harus "dibeli kembali" atau ditebus. Penebusan ini adalah penebusan solidaritas, agar Yesus sungguh menjadi bagian dari manusia, kendati tanpa dosa.
- Ironi yang lebih mencolok lagi adalah bahwa Yesus "Sang Penebus" ternyata menurut hukum Taurat harus ditebus.
Kisah Yesus dipersembahkan di Bait Allah ini terdapat dalam Lukas, dikisahkan oleh seorang beriman kristiani bagi jemaat kristiani. Dengan demikian, semua umat kristiani diyakinkan bahwa Yesus tidak menginginkan perkecualian di dalam menghayati inkarnasi-Nya sebagai manusia. Memang peristiwa Yesus penuh dengan ironi, antara lain kita temukan dalam peristiwa salib. Bagaimana mungkin Yesus Sang Hidup sampai menyediakan diri tunduk pada kematian?
Itu semua terjadi karena Sang Hidup itu sekaligus adalah Sang Cinta, yang dengan penuh kerelaan merasuk ke kedalaman penderitaan manusia yang paling ekstrim (mati disalib), menjadi solider dengan umat manusia agar dapat membawa seluruh umat manusia ke kehidupan bersama-Nya.
Cinta yang tulus membuat kita rela merendahkan diri demi solidaritas dengan mereka yang kita cintai. Kita dapat mengambil contoh perjuangan orangtua kita. Orangtua kita bukan hanya mencari makan untuk kita dan mendidik kita semua, namun mereka juga rela untuk menjadi pelayan agar anak-anak mereka memperoleh keselamatan. Semua itu dijalaninya sebagai solidaritas yang dimotivasi oleh cinta.
B.
Solidaritas Yesus menurut Bacaan Kedua.
Bacaan kedua dengan jelas menyatakan solidaritas Yesus ini di dalam melaksanakan karya keselamatan-Nya: "Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut..."
Jika kita lanjutkan ayat-ayat berikutnya, kita temukan pernyataan yang lebih mengesankan lagi: "dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai."
C.
Mata Tajam Simeon dan Hanna.
Ketika Maria, Yosef dan bayi Yesus masuk ke pelataran bait Allah, tidak ada yang tampak istimewa pada mereka. Apalagi binatang korban yang mereka bawa hanyalah sepasang burung tekukur. Siapakah yang akan memperhitungkan mereka? Mereka hanyalah menjadi bagian dari sekian ratus atau ribu orang peziarah yang datang ke Yerusalem dengan intensi masing-masing.
Namun kehadiran mereka terlihat begitu luar biasa bagi Simeon. Roh Kudus telah meggerakkan dia untuk datang ke Bait Allah dan menemui keluarga kudus dari Nazaret itu. Simeon adalah seorang yang sudah lanjut usia, seorang benar dan saleh yang setia berkunjung ke Bait Allah untuk mendoakan penghiburan bagi Israel. Dipakainya kata "penghiburan" atau konsolasi bagi Israel mengandaikan adanya situasi yang membuat bangsa Israel sedang kehilangan keyakinan diri mereka.
Kondisi ekonomi yang sulit, maraknya kemiskinan, penderitaan di bawah penjajahan Roma membuat mereka bertanya-tanya apakah Allah masih peduli dengan mereka. Apa artinya sebutan bangsa pilihan Allah, umat perjanjian, anak-anak Allah, jika kenyataannya mereka terpuruk ke dalam penderitaan yang tidak jelas kapan berakhirnya. Kelompok garis keras mencoba membangun kepercayaan diri tersebut dengan persekongkolan bawah tanah untuk melawan Roma.
Sedangkan kaum saleh seperti Simeon dan Hana lebih memilih kehidupan yang berkanjang dalam doa, dengan harapan bahwa keselamatan sungguh terjadi berkat campur tangan Allah. Kesalehan kedua tokoh anawim itu rupanya membuat mereka peka pada kehadiran keluarga kudus Nazaret dan meyakini bayi Yesus sebagai Penyelamat, terang dan kemuliaan bagi Israel bahkan bagi bangsa-bangsa lain. Simeon mengucapkan kidung yang mengharukan. Setelah menyaksikan kehadiran Yesus, dia rela untuk berpulang. Baginya kehadiran Yesus merupakan pertanda bahwa doa-doanya terkabul dan pengorbanannya demi penghiburan bagi umat Israel tidaklah sia-sia.
Kidung Simeon disusul dengan nubuat penting mengenai masa depan Yesus dan Bunda Maria. Simeon bernubuat, "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." (Luk 2:34). Yesus akan tampil sebagai Penyelamat yang membawa kejatuhan dan kebangkitan di antara umat Israel, dan kehadiran-Nya akan menimbulkan perbantahan. Maria sendiri akan terlibat dalam karya misi Yesus dengan menanggung berbagai kedukaan, ibarat pedang yang menembus jiwanya. Semua itu akan harus terjadi agar terbukalah pikiran dan hati orang. Simeon telah dianugerahi rahmat untuk terbuka mata, pikiran dan hatinya terhadap Yesus.
Oleh karena itu kidung Simeon merupakan kelegaan dari seorang beriman setelah diyakinkan bahwa campur tangan Allah dalam karya keselamatan sudah tiba.
Tokoh di samping Simeon yang menanggapi kehadiran Yesus dengan penuh syukur dan pujian adalah Hana. Dia seorang perempuan yang lama menjanda dan mempersembahkan hidupnya untuk berdoa, beribadah dan bermatiraga demi keselamatan bangsanya. Dia bahkan kemudian bercerita tentang bayi Yesus kepada semua saja yang merindukan kebebasan bangsa Israel. Simeon dan Hana merupakan dua tokoh kudus yang mewakili umat beriman untuk menyambut kedatangan Yesus. Berkat karya Roh Kudus dan kesalehannya, Simeon diperkenankan menyambut Yesus dan menatangnya sambil "ura-ura", melambungkan kidung pujian.
Lumen ad Revelationem Gentium (Terang yang menjadi Pernyataan bagi Bangsa-Bangsa)
Nubuat Simeon ini menjadi inspirasi bagi tradisi prosesi dan pemberkatan lilin pada pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Yesus memang Cahaya Dunia, terang bagi Bangsa-bangsa.
Di dalam Yesus, umat manusia diberi kemungkinan untuk menapaki kehidupan dengan harapan akan kehidupan kekal. Wafat dan kebangkitan-Nya membuka mata banyak orang akan misteri Kasih Allah yang rela mengorbankan diri demi keselamatan umat-Nya. Lilin itu telah bernyala dan sedikit demi sedikit meleleh sampai habis. Inilah perlambang pembawa terang yang rela mengorbankan dirinya sampai habis. Namun kita yakin bahwa api Kristus tidak akan pernah padam. Dia sendiri telah menyatakan harapan agar api-Nya tetap menyala berkat keterlibatan umat-Nya di dalam melanjutkan karya-Nya: "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala!" (Luk 12:49).
Yesus adalah terang dunia dan memanggil kita sekalian untuk menjadi terang bersama-Nya: "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Mat 5:14-16).
Kita semua adalah terang dunia yang dipanggil untuk melakukan perbuatan baik agar Bapa dimuliakan. Di dalam sabda Yesus itu terkandung suatu pesan penting untuk ketulusan sebuah pebuatan baik. Kita kadangkala memang harus mempertontonkan perbuatan baik. Kita lakukan perbuatan baik itu bukan demi kemuliaan kita, namun demi kemuliaan Bapa. Lilin bernyala harus berjuang melawan angin yang setiap saat dapat membuatnya padam.
Sebagai lilin kitapun perlu menjaga nyala kita, sampai nanti tiba saatnya kita padam atas kehendak Allah. Namun setidaknya kita boleh berbahagia jika boleh menjadi lilin bersama Yesus, kendati lilin kita hanya kecil nyalanya. Biarlah lilin kita terus bernyala sampai nanti saatnya padam dan kita boleh merasa kelegaan seperti Simeon dengan kidungnya:
Nunc dimittis servum tuum Domine
secundum verbum tuum in pace
quia viderunt oculi mei salutare tuum
quod parasti ante faciem omnium populorum
Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu,
sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu,
yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa).
D.
Menggali Inti Pesan Bacaan.
- Kisah mengenai pentahiran Maria dan persembahan Yesus dalam bacaan Injil mengingatkan kita akan arah kehidupan kita sekalian sebagai umat beriman. Allah begitu agung dan kudus. Untuk mendekati-Nya, kita perlu menjadikan diri kita tahir dan menghaturkan diri kita sebagai persembahan hidup.
- Persembahan hidup kita menjadi amat konkrit ketika terwujud di dalam kesediaan untuk terlibat bersama Yesus di dalam karya keselamatan.
- Yesus disebut sebagai keselamatan dan terang bagi bangsa-bangsa. Di dalam upacara lilin, Yesus digambarkan sebagai Terang dunia. Kitapun semuanya dipanggil menjadi terang dunia yang harus tampil ke muka sebagai terang. Kita bukanlah terang yang tersembunyi di balik gantang. Kendati semua orang dapat melihat kita sebagai terang, namun perlu diimgat bahwa bukan pujian serta kemuliaan diri kita yang sedang kita cari tetapi semuanya itu kita lakukan demi kemuliaan Bapa di sorga.
- Bagaikan lilin yang bernyala di tengah kegelapan dan harus meleleh sampai habis, demikian pula upaya kita untuk menjadi lilin. Untuk menerangi kehidupan di sekitar kita dibutuhkan kesediaan untuk berkorban. Sebesar apapun nyala lilin kita, namun jika dinyalakan bersama dengan lilin-lilin lain tetaplah akan mampu menerangi pekatnya kegelapan. Usaha kita tidak akan sia-sia, lebih-lebih jika kita cukup pandai menjaga lilin kita agar tetap bernyala dan tidak sampai padam.
E.
Daily Quote from the Early Church Fathers.
"For this reason it seems wonderful that the sacrifice of Mary was not the first offering, that is, 'a lamb a year old,' but the second, since 'she could not afford' (Leviticus 5:7) the first. For as it was written about her, Jesus' parents came 'to offer a sacrifice' for him,'according to what is said in the law of the Lord, "a pair of turtledoves, or two young pigeons."' But this also shows the truth of what was written, that Jesus Christ 'although he was rich, became a poor man' (2 Corinthians 8:9). Therefore, for this reason, he chose both a poor mother, from whom he was born, and a poor homeland, about which it is said, 'But you, O Bethlehem Ephratha, who are little to be among the clans of Judah' (Micah 5:2), and the rest."
(Origen of Alexandria, 185-254 A.D., excerpt from Homilies on Leviticus 8.4.3)
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
---------------
PENYUCIAN SANTA PERAWAN MARIA
"CANDLEMASS"
Tanggal 2 Februari, tepat 40 hari setelah Natal, Gereja merayakan Misa Lilin atau Candlemas, yang sekaligus menandai berakhirnya siklus Natal dalam liturgi.
Disebut sebagai Misa Lilin karena Misa diawali dengan pemberkatan dan pembagian lilin, yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi. Misa hari ini dirayakan untuk memperingati tiga hal, yaitu:
Pertama:
Untuk memperingati kerendahan hati dan ketaatan Maria kepada Hukum Musa. Hukum Musa memandang wanita yang baru melahirkan anak sebagai “tidak bersih” dan mengharuskan wanita tersebut untuk tinggal di rumah dan tidak diperkenankan menyentuh apa pun yang dikonsekrasikan bagi Allah.
Pada hari ke 40 (bila ia melahirkan anak laki-laki) atau hari ke 80 (bila melahirkan anak perempuan) ia harus datang ke Bait Allah untuk disucikan. Wanita tersebut harus membawa seekor anak domba dan seekor burung untuk dikurbankan sebagai syarat penyucian.
Bagi mereka yang miskin dan tidak dapat mempersembahkan anak domba, maka untuk kurban harus membawa dua ekor burung merpati atau dua ekor perkutut/tekukur. Bunda Maria, perawan tersuci yang tentu saja tidak memerlukan penyucian, datang dengan kerendahan hati ke Bait Allah untuk disucikan.
Karena miskin, ia dan St. Yosef membawa persembahan yang disyaratkan bagi orang miskin, yaitu dua ekor merpati.
Kedua:
Untuk memperingati peristiwa Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Menurut Hukum Taurat, anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah. Anak itu harus dibawa ke Bait Allah, dipersembahkan kepada Allah, dan ditebus kembali dengan membayar seharga lima sikel. Bunda Maria dan St. Yosef membawa Yesus ke Bait Allah dan mempersembahkan-Nya kepada Allah.
Di sini kita dapat merenungkan bagaimana Bunda Maria, seperti Abraham, mempersembahkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Lebih dari itu, ia mempersembahkan kepada Bapa sesuatu yang tidak ternilai dan belum ada presedennya, yaitu mempersembahkan Yesus yang adalah sehakikat dengan Bapa. Yesus, ditangan ibu-Nya, mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban kepada Bapa-Nya.
Hal inilah yang kiranya perlu kita ingat setiap kali kita mengikuti Misa, bahwa dalam tangan Bunda Maria kita mempersembahkan Yesus kepada Bapa Surgawi, dan mempersembahkan diri kita dengan dan di dalam Dia.
Ketiga:
Untuk memperingati pertemuan Yesus dengan Simeon. Simeon adalah seorang yang benar dan saleh, dan kepadanya dijanjikan bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Juruselamat. Ketika Yesus dibawa ke Bait Allah oleh orangtua-Nya, Simeon — atas dorongan Roh Kudus — datang ke Bait Allah. Ia menemukan Yesus di situ, dan — oleh inspirasi Roh Kudus — tahu bahwa Yesus adalah Mesias dan memberikan kesaksian tentang Dia.
Pemberkatan dan pembagian lilin, serta prosesi yang mengawali Misa pada hari ini merupakan pernyataan simbolik akan kebenaran yang dinyatakan oleh Simeon, yaitu bahwa Tuhan kita adalah “Cahaya untuk menerangi bangsa-bangsa bukan Yahudi” (Light for the revelation of the Gentiles).
Pemberkatan lilin dilakukan dengan intensi untuk memperoleh dari Tuhan — melalui penggunaan lilin-lilin tersebut secara pantas dan doa-doa dari mereka yang membawanya — kesehatan badan dan jiwa; dan agar hati kita, melalui doktrin Yesus dan rahmat Roh Kudus, dapat diterangi; dan agar api kasih akan Allah dinyalakan dalam hati kita, membersihkannya dari dosa, dan membuat kita mengambil bagian dalam cahaya surgawi yang tidak akan pernah padam.
Pemberkatan lilin dilakukan oleh imam, yang mengenakan cope (pluviale) ungu, dengan mendoakan lima doa atas lilin-lilin yang ditempatkan dekat altar, dan kemudian – sementara Asperges me dinyanyikan – memercikinya sebanyak tiga kali dengan air suci dan mendupainya juga sebanyak tiga kali.
Imam kemudian membagikan lilin yang telah diberkati. Umat masing-masing mengambil lilin dari tangan imam, mencium lilin tersebut dan kemudian mencium tangan imam (sama seperti halnya ketika menerima daun palem pada hari Minggu Palma).
Selanjutnya, dalam prosesi dinyanyikan lagu yang mengekspresikan sukacita, dan penghormatan serta pujian kepada Bunda Maria dan Putranya.
Umat lazimnya membawa sejumlah lilin (beewax) dari rumah untuk diberkati pada Misa hari ini. Lilin-lilin ini kemudian digunakan untuk tujuan devosional, seperti: untuk ditempatkan pada altar keluarga, untuk dinyalakan pada hari-hari Pesta tertentu, pada waktu sakit, pada waktu menerima sakramen perminyakan, dan lain-lain.
"CANDLEMASS"
Tanggal 2 Februari, tepat 40 hari setelah Natal, Gereja merayakan Misa Lilin atau Candlemas, yang sekaligus menandai berakhirnya siklus Natal dalam liturgi.
Disebut sebagai Misa Lilin karena Misa diawali dengan pemberkatan dan pembagian lilin, yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi. Misa hari ini dirayakan untuk memperingati tiga hal, yaitu:
Pertama:
Untuk memperingati kerendahan hati dan ketaatan Maria kepada Hukum Musa. Hukum Musa memandang wanita yang baru melahirkan anak sebagai “tidak bersih” dan mengharuskan wanita tersebut untuk tinggal di rumah dan tidak diperkenankan menyentuh apa pun yang dikonsekrasikan bagi Allah.
Pada hari ke 40 (bila ia melahirkan anak laki-laki) atau hari ke 80 (bila melahirkan anak perempuan) ia harus datang ke Bait Allah untuk disucikan. Wanita tersebut harus membawa seekor anak domba dan seekor burung untuk dikurbankan sebagai syarat penyucian.
Bagi mereka yang miskin dan tidak dapat mempersembahkan anak domba, maka untuk kurban harus membawa dua ekor burung merpati atau dua ekor perkutut/tekukur. Bunda Maria, perawan tersuci yang tentu saja tidak memerlukan penyucian, datang dengan kerendahan hati ke Bait Allah untuk disucikan.
Karena miskin, ia dan St. Yosef membawa persembahan yang disyaratkan bagi orang miskin, yaitu dua ekor merpati.
Kedua:
Untuk memperingati peristiwa Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Menurut Hukum Taurat, anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah. Anak itu harus dibawa ke Bait Allah, dipersembahkan kepada Allah, dan ditebus kembali dengan membayar seharga lima sikel. Bunda Maria dan St. Yosef membawa Yesus ke Bait Allah dan mempersembahkan-Nya kepada Allah.
Di sini kita dapat merenungkan bagaimana Bunda Maria, seperti Abraham, mempersembahkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Lebih dari itu, ia mempersembahkan kepada Bapa sesuatu yang tidak ternilai dan belum ada presedennya, yaitu mempersembahkan Yesus yang adalah sehakikat dengan Bapa. Yesus, ditangan ibu-Nya, mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban kepada Bapa-Nya.
Hal inilah yang kiranya perlu kita ingat setiap kali kita mengikuti Misa, bahwa dalam tangan Bunda Maria kita mempersembahkan Yesus kepada Bapa Surgawi, dan mempersembahkan diri kita dengan dan di dalam Dia.
Ketiga:
Untuk memperingati pertemuan Yesus dengan Simeon. Simeon adalah seorang yang benar dan saleh, dan kepadanya dijanjikan bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Juruselamat. Ketika Yesus dibawa ke Bait Allah oleh orangtua-Nya, Simeon — atas dorongan Roh Kudus — datang ke Bait Allah. Ia menemukan Yesus di situ, dan — oleh inspirasi Roh Kudus — tahu bahwa Yesus adalah Mesias dan memberikan kesaksian tentang Dia.
Pemberkatan dan pembagian lilin, serta prosesi yang mengawali Misa pada hari ini merupakan pernyataan simbolik akan kebenaran yang dinyatakan oleh Simeon, yaitu bahwa Tuhan kita adalah “Cahaya untuk menerangi bangsa-bangsa bukan Yahudi” (Light for the revelation of the Gentiles).
Pemberkatan lilin dilakukan dengan intensi untuk memperoleh dari Tuhan — melalui penggunaan lilin-lilin tersebut secara pantas dan doa-doa dari mereka yang membawanya — kesehatan badan dan jiwa; dan agar hati kita, melalui doktrin Yesus dan rahmat Roh Kudus, dapat diterangi; dan agar api kasih akan Allah dinyalakan dalam hati kita, membersihkannya dari dosa, dan membuat kita mengambil bagian dalam cahaya surgawi yang tidak akan pernah padam.
Pemberkatan lilin dilakukan oleh imam, yang mengenakan cope (pluviale) ungu, dengan mendoakan lima doa atas lilin-lilin yang ditempatkan dekat altar, dan kemudian – sementara Asperges me dinyanyikan – memercikinya sebanyak tiga kali dengan air suci dan mendupainya juga sebanyak tiga kali.
Imam kemudian membagikan lilin yang telah diberkati. Umat masing-masing mengambil lilin dari tangan imam, mencium lilin tersebut dan kemudian mencium tangan imam (sama seperti halnya ketika menerima daun palem pada hari Minggu Palma).
Selanjutnya, dalam prosesi dinyanyikan lagu yang mengekspresikan sukacita, dan penghormatan serta pujian kepada Bunda Maria dan Putranya.
Umat lazimnya membawa sejumlah lilin (beewax) dari rumah untuk diberkati pada Misa hari ini. Lilin-lilin ini kemudian digunakan untuk tujuan devosional, seperti: untuk ditempatkan pada altar keluarga, untuk dinyalakan pada hari-hari Pesta tertentu, pada waktu sakit, pada waktu menerima sakramen perminyakan, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar