Kamis, 28 Juni 2018
HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Kamis, 28 Juni 2018
Peringatan Wajib St. Ireneus, Uskup dan Pujangga Gereja
2 Raja-Raja (24:8-17)
(Mzm 79:1-2.3-5.8.9)
Matius (7:21-29)
“Passio Christi, conforta me – Sengsara Kristus, kuatkanlah kami!”
Yesus yang menguatkan kita bersabda: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas wadas. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak roboh, sebab didirikan di atas wadas."
Yesus mengkontraskan antara orang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas wadas dan orang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir untuk menggambarkan tiap orang yang melakukan sabda-Nya dan yang tidak.
Disinilah kita diajak menjadi orang bijak yang mengenaliNya, mengalamiNya serta mengasihiNya.
Adapun tiga sikap dasar untuk menjadi orang bijak yang mempunyai pondasi kuat untuk semakin mengenaliNya, mengalamiNya serta mengasihiNya, al:
1.Introspeksi:
Permenungan. Kita diajak untuk memiliki waktu/ruang hening untuk merenungkan hidup, tidak hanyut pada rutinitas harian.
2.Internalisasi:
Pembatinan. Kita diajak untuk membatinkan dan mengendapkan apa yang menjadi kegiatan harian kita sehingga apa yang kita katakan dan laksanakan benar benar penuh dan utuh karena benar benar menjadi milik kita
3.Inkarnasi.
Perwujudan. Inilah dimensi iman kristiani yang membuat apa yang kita wartakan juga sekaligus kita wujudkan. Tuhan butuh bukti bukan janji, butuh tindakan nyata bujan hanya kata kata yang hampa. Iman yang kita ungkapkan dan rayakan sekaligus juga mengundang kita untuk mewujudnyatakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jelasnya, Yesus dengan tegas mengajarkan bahwa melaksanakan kehendak Bapa-Nya merupakan suatu syarat untuk memasuki Kerajaan Sorga (Mat 7:22-27; 19:16-26; 25:31-46).
"Cari mangga di Kalisari - Ciptakan surga setiap hari."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Kutipan Teks Misa:
Cahaya Tuhan adalah sumber hidup; barangsiapa melihat Dia, mendapatkan hidup. (St. Ireneus)
Antifon Pembuka (Mal 2:6)
Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang dibuatnya berbalik dari kesalahan.
Doa Pembuka
Ya Allah, Engkau telah menganugerahkan kepada Santo Ireneus, uskup, rahmat untuk meneguhkan Gereja-Mu dalam kebenaran dan damai. Semoga berkat doanya kami yang telah dibarui dalam iman dan kasih, selalu penuh perhatian untuk memajukan kesatuan dan kerukunan.Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persekutuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Kegagahan, kekayaan, ataupun banyaknya tentara, tidak dapat menghalangi kuasa Tuhan. Yoyakhin telah berbuat yang jahat di mata Tuhan. Akhirnya, segala miliknya, para panglimanya, orang-orang hebatnya, semua dibuang ke Babel. Kekuatan seseorang tidak dinilai dari hartanya, tetapi dari kedekatan dan ketaatan-Nya pada Tuhan.
Bacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja (24:8-17)
"Raja Yoyakhin beserta semua para penguasa diangkut sebagai orang buangan ke Babel."
“Yoyakhin berumur delapan belas tahun pada waktu ia menjadi raja, dan tiga bulan lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Nehusta, puteri Elnatan, dari Yerusalem. Yoyakhin melakukan yang jahat di mata Tuhan, tepat seperti yang dilakukan ayahnya. Pada waktu itu majulah tentara Nebukadnezar, raja Babel, menyerang Yerusalem, dan kota itu terkepung. Nebukadnezar sendiri datang menyerang sementara orang-orangnya mengepung kota itu. Lalu keluarlah Yoyakhin, raja Yehuda, mendapatkan raja Babel: ia sendiri, ibunya, perwira-perwiranya, para pembesar dan pegawai-pegawai istananya. Raja Babel menangkap Yoyakhin pada tahun yang kedelapan pemerintahannya. Seluruh isi rumah Tuhan dan isi istana raja dikeluarkannya; dikeratnya pula emas dari segala perkakas emas yang dibuat oleh Salomo, raja Israel, di bait Tuhan seperti yang telah disabdakan Tuhan. Seluruh penduduk Yerusalem diangkutnya ke pembuangan; semua panglima dan semua pahlawan yang gagah perkasa; sepuluh ribu tawanan; juga semua tukang dan pandai besi. Tidak ada yang ditinggalkan kecuali orang-orang lemah dari rakyat negeri. Nebukadnezar mengangkut Yoyakhin ke pembuangan di Babel; juga ibunda raja, isteri-isteri raja, pegawai-pegawai istananya, dan orang-orang berkuasa di negeri itu dibawanya sebagai orang buangan dari Yerusalem ke Babel. Semua orang yang gagah perkasa, tujuh ribu orang banyaknya, para tukang dan para pandai besi, seribu orang banyaknya; sekalian pahlawan yang sanggup berperang, dibawa oleh raja Babel sebagai orang buangan ke Babel. Kemudian raja Babel mengangkat paman Yoyakhin, yang bernama Matanya, menjadi raja menggantikan Yoyakhin, dan menukar namanya menjadi Zedekia.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Demi kemuliaan nama-Mu, ya Tuhan, bebaskanlah kami.
Ayat. (Mzm 79:1-2.3-5.8.9)
1. Ya Allah, bangsa-bangsa lain telah masuk ke tanah milik-Mu, menajiskan bait kudus-Mu, dan membuat Yerusalem menjadi timbunan puing. Mereka memberikan mayat hamba-hamba-Mu kepada burung-burung di udara untuk dimakan; daging orang-orang yang Kaukasihi mereka berikan kepada binatang-binatang liar di bumi.
2. Mereka menumpahkan darah orang-orang itu seperti air sekeliling Yerusalem, dan tidak ada yang menguburkan. Kami menjadi celaan tetangga, olok-olok dan cemoohan orang sekitar. Berapa lama lagi, ya Tuhan, Engkau murka terus menerus? Berapa lama lagi cemburu-Mu berkobar-kobar seperti api?
3. Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang! Kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemahlah kami.
4. Demi kemuliaan nama-Mu, tolonglah kami, ya Allah penyelamat! Lepaskanlah kami, dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu!
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. (Yoh 14:23)
Barangsiapa mengasihi Aku, akan mentaati sabda-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya. Alleluya.
"No action, talk only", itulah slogan yang sering didengar dalam masyarakat. Demikian pula, iman kepada Tuhan tidak diukur dari banyaknya gagasan atau panjangnya doa-doa kita, tetapi dari kesetiaan kita dalam melakukan kehendak Tuhan.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (7:21-29)
"Rumah yang didirikan di atas wadas dan rumah yang didirikan di atas pasir."
Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan!’ akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga?’ Pada waktu itu Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata, ‘Aku tidak pernah mengenal kalian! Enyahlah dari pada-Ku, kalian semua pembuat kejahatan!’” Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas wadas. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak roboh, sebab didirikan di atas wadas. Tetapi setiap orang yang mendengar prkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga robohlah rumah itu, dan hebatlah kerusakannya.” Setelah Yesus mengakhiri perkataan-Nya ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, bukan seperti ahli-ahli Taurat mereka.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Semua orang dapat menyebut nama Tuhan, namun tidak semua orang melakukan apa yang disabdakan-Nya. Yoyakhin melakukan yang jahat di mata Tuhan meskipun dia tahu tentang Tuhan. Inilah bukti bahwa hati manusia memang keras. Oleh sebab itu, dibutuhkan iman yang kuat dan berpondasi untuk mencairkan hati yang keras itu. Menghidupi sabda dalam keseharian itulah yang utama. Sudahkah kita menghidupi sabda itu? Baca, atau dengarkan, renungkan dan hidupilah.
Antifon Komuni (Mat 7:16)
Dari buahnya kalian akan mengenal mereka. Setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik.
Doa Malam
Tuhan Yesus, syukur atas ajaran-Mu hari ini yang ringkas dan tegas. Bahwa melakukan kehendak Bapa itulah yang penting untuk dilakukan sebagaimana Engkau telah melakukan kehendak Bapa. Maka, utuslah Roh-Mu agar aku mampu berjalan dalam kebenaran menuju Bapa. Amin.
B.
Madah Ibadat Harian
Kamis, 28 Juni 2018
PW. St Ireneus, Uskup dan martir
Ya Allah, bersegeralah menolong aku
Ya Tuhan, perhatikanlah umat-Mu
Kemuliaan...
Alleluya.
MADAH IBADAT PAGI
Pemimpin mulia bapa bijaksana
Yang hari ini kita peringati
Kini berjaya penuh sukacita
Di surga baka
Diberi beban memegang pimpinan
Selaku guru imam umat baru
Dengan teladan memberi bimbingan
Di keuskupan
Semoga kita ditolong doanya
Dan menerima pengampunan dosa
Dihantarkannya menunju ke surga
Menghadap Bapa
Dimulyakanlah Bapa mahamurah
Bersama Putra penebus dunia
Roh kudus pula penghibur Gereja
Slama-lamanya
Amin
MADAH IBADAT SIANG
Tuhan Allah mahaluhur
Hari dan malam Kauatur
Terang gelap bergiliran
Silih ganti berurutan
Senja hari yang mendekat
Melambangkan akhir hayat
Yang bagi umat beriman
Membuka keabadian
Kabulkanlah doa kami
Ya Allah Bapa surgawi
Bersama Putra dan RohMu
Sekarang serta selalu
Amin
DOA
Allah, pokok damai sejati, berkat bantuanMu uskup St. Ireneus berhasil mempertahankan ajaran yang benar dan meneguhkan damai bagi Gereja.
Semoga karena pertolongannya kami dikuatkan dalam iman dan cinta kasih, sehingga selalu memperhatikan kesatuan dan memajukan kerukunan.
Demi Yesus Kristus, PuteraMu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin
SKI - JALAN KERAHIMAN
5 M Devosi Kerahiman Ilahi :
1. Mendaraskan Doa Koronka Kerahiman
2. Mendoakan Doa Jam Kerahiman
3. Menghormati Lukisan Kerahiman
4. Merayakan Minggu Kerahiman Ilahi
5. Menyebarluaskan/ mewartakan Devosi Kerahiman Ilahi
HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
Madah Ibadat Harian
Kamis, 28 Juni 2018
PW. St Ireneus, Uskup dan martir
Ya Allah, bersegeralah menolong aku
Ya Tuhan, perhatikanlah umat-Mu
Kemuliaan...
Alleluya.
MADAH IBADAT PAGI
Pemimpin mulia bapa bijaksana
Yang hari ini kita peringati
Kini berjaya penuh sukacita
Di surga baka
Diberi beban memegang pimpinan
Selaku guru imam umat baru
Dengan teladan memberi bimbingan
Di keuskupan
Semoga kita ditolong doanya
Dan menerima pengampunan dosa
Dihantarkannya menunju ke surga
Menghadap Bapa
Dimulyakanlah Bapa mahamurah
Bersama Putra penebus dunia
Roh kudus pula penghibur Gereja
Slama-lamanya
Amin
MADAH IBADAT SIANG
Tuhan Allah mahaluhur
Hari dan malam Kauatur
Terang gelap bergiliran
Silih ganti berurutan
Senja hari yang mendekat
Melambangkan akhir hayat
Yang bagi umat beriman
Membuka keabadian
Kabulkanlah doa kami
Ya Allah Bapa surgawi
Bersama Putra dan RohMu
Sekarang serta selalu
Amin
DOA
Allah, pokok damai sejati, berkat bantuanMu uskup St. Ireneus berhasil mempertahankan ajaran yang benar dan meneguhkan damai bagi Gereja.
Semoga karena pertolongannya kami dikuatkan dalam iman dan cinta kasih, sehingga selalu memperhatikan kesatuan dan memajukan kerukunan.
Demi Yesus Kristus, PuteraMu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin
SKI - JALAN KERAHIMAN
5 M Devosi Kerahiman Ilahi :
1. Mendaraskan Doa Koronka Kerahiman
2. Mendoakan Doa Jam Kerahiman
3. Menghormati Lukisan Kerahiman
4. Merayakan Minggu Kerahiman Ilahi
5. Menyebarluaskan/ mewartakan Devosi Kerahiman Ilahi
====
28 Juni 2018:
Peringatan Wajib Santo Ireneus
(Uskup dan Martir Lyons - Perancis, 130-202)
Ireneus adalah seorang Yunani yang dilahirkan antara tahun 120-140. Ia beroleh kesempatan istimewa menjadi murid St Polikarpus, yang adalah murid St Yohanes Rasul.
Suatu ketika Ireneus mengatakan kepada seorang teman, “Aku mendengarkan pengajaran St Polikarpus dengan amat seksama. Aku menuliskan setiap tindakan maupun perkataannya, bukan di atas kertas, melainkan dalam hatiku.”
Setelah ditahbiskan menjadi seorang imam, Ireneus diutus ke Lyons di Perancis. Di kota inilah Uskup St Pothinius wafat sebagai martir bersama dengan banyak kudus lainnya.
Ireneus tidak wafat sebagai martir pada waktu itu sebab ia diminta oleh rekan-rekan para imam untuk menyampaikan suatu pesan penting dari mereka kepada paus di Roma.
Dalam surat itu, mereka menyebut Ireneus sebagai seorang yang penuh semangat iman.
Ketika Ireneus kembali untuk menjadi Uskup Lyons, masa penganiayaan telah berakhir.
Namun demikian, muncul suatu bahaya lain, yaitu bidaah yang disebut Gnostisisme. Ajaran sesat ini memikat sebagian orang dengan janji-janji untuk mengajarkan misteri-misteri rahasia.
Ireneus mempelajari dengan seksama segala hal mengenai ajaran sesat ini dan kemudian dalam lima jilid buku membuktikan betapa keliru ajaran tersebut.
Ireneus menulis dengan santun, sebab ia ingin memenangkan sebanyak mungkin orang bagi Yesus.
Walau begitu, terkadang kata-katanya keras, seperti kala ia mengatakan, “Begitu orang terpikat oleh Gnostik, ia menjadi besar kepala oleh kesombongan dan merasa diri penting. Ia memiliki kebanggaan seekor ayam jantan yang berkoar-koar.”
Buku-buku St Ireneus dibaca banyak orang. Segera saja ajaran sesat itu pun mulai musnah. St Ireneus wafat sekitar tahun 202. Ia wafat sebagai martir.
“Adalah lebih baik serta jauh lebih berguna menjadi seorang yang sederhana dan kurang terpelajar namun akrab dengan Tuhan melalui tindakan belas kasih daripada tampak bijaksana dan cakap namun menghujat sang Tuan-nya.” ~ St Ireneus
From East to West: Spirit of Buddhist & Christian Monasticism.
HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH.
From East to West: Spirit of Buddhist & Christian Monasticism.
"TTM - TRIBUTE TO THOMAS MERTON"
(By His Holiness the Dalai Lama)
Hari ini saya sangat terharu dalam memorial ini, mengingat kembali perjalanan hidup Thomas Merton dan saya senang kita telah melakukannya.
Melihatnya sebagai seorang praktisi religius, khususnya seorang praktisi monastik, Thomas Merton sungguh seseorang yang dapat kita teladani.
Pada satu sisi pandang, dia seorang yang memiliki kemampuan mendengarkan yang sempurna -yaitu belajar, kontemplasi, mengajar, dan meditasi.
Ia juga memiliki kemampuan untuk belajar, untuk berdisiplin, dan memiliki hati yang baik.
Ia tidak hanya dapat melakukannya bagi dirinya sendiri, namun memiliki pandangan yang sangat, sangat luas.
Itu sebabnya, bagi saya, pada momen memperingati beliau, kita harus mencari untuk mengikuti contoh yang telah ia berikan kepada kita.
Dalam hal ini, walaupun babak kehidupannya telah berakhir, apa yang ia harapkan ia ingin lakukan, akan tetap untuk selamanya.
Bukan saja dalam teladan indahnya yang diikuti dalam biara ini, namun nampak bagi saya, jika kita semua meniru teladan ini, akan menjadi tersebar luas dan dapat menjadi kebaikan yang besar bagi dunia.
Dan bagi diri saya sendiri, saya selalu menganggap diri saya sebagai salah satu saudara Budha nya.
Jadi, sebagai sahabat dekat, atau sebagai saudaranya, saya selalu mengingatnya, dan selalu mengagumi kegiatannya dan cara hidupnya.
Sejak pertemuan dengan nya, dan sering kali ketika sedang mengexamin diri sendiri, saya benar-benar mengikuti beberapa teladannya.
Dalam beberapa kesempatan, seperti pada pertemuan ini, saya benar- benar merasa puas mengetahui bahwa saya telah berkontribusi untuk mengabulkan keinginannya.
Dan untuk seumur hidup saya, pengaruh dari pertemuan dengannya akan tinggal pada saya sampai nafas terakhir.
Saya sungguh ingin menyatakan bahwa saya mengatakan ini, dan akan tetap demikian sampai nafas terakhir saya.
Terima kasih.
Abbey of Gethsemani,
Kentucky
Juli 1996.
NB:
A.
DIA.LO.GUE:
Dalai Lama dan Thomas Merton.
Dalai Lama dan Thomas Merton bertemu pada bulan November 1968 di Dharamsala, India ketika Dalai Lama tinggal di pengasingan. Mereka sendiri mengalami tiga kali pertemuan panjang selama delapan hari Merton tinggal bersama Dalai Lama.
Setelah pertemuan terakhir mereka, Merton menulis: “Itu adalah sebuah momentum diskusi hangat dan ramah, dan pada akhirnya saya merasa bahwa kami telah menjadi teman yang sangat baik. Saya merasa sangat menghormati, mengagumi dan menyenanginya sebagai seorang pribadi dan percaya juga bahwa ada ikatan spiritual yang nyata di antara kami.”
Dalam auto-biografinya, "Freedom in Exile" , Dalai Lama juga menggambarkan kunjungan Merton sebagai salah satu "memori atau kenangan yang sangat membahagiakan saat ini" dan mengatakan bahwa Thomas Mertonlah yang "mengenalkannya kepada makna sebenarnya dari kata 'Kristen'."
Kemudian, dalam sebuah wawancara, ketika ditanya tiga orang paling berpengaruh dalam hidupnya, Dalai Lama menjawab: "Guru Dharma, Ketua Mao Tse-tung dan Thomas Merton". Bahkan, berkali-kali selama bertahun-tahun dalam ajaran publiknya, Dalai Lama senantias mengangkat figur Thomas Merton sebagai model dialog antar agama dan perdamaian dunia.
Di Biara Trappist "Our Lady of Gethsemane" pada tahun 1996, Dalai Lama mengatakan: “Saya selalu menganggap diri saya sebagai salah satu saudara Buddhis [Thomas Merton]. Jadi, saya selalu mengingatnya dan sekaligus mengagumi aktivitas dan gaya hidupnya. Sejak pertemuan saya dengannya, saya benar-benar mengikuti beberapa contoh hidup rohaninya, jadi sepanjang sisa hidup saya, dampak pertemuannya akan tetap ada sampai nafas terakhir saya.”
Dalam sebuah acara di New York Times beberapa waktu lalu, Dalai Lama kembali berbicara tentang pertemuannya pada tahun 1968 dengan Thomas Merton dan perlunya agama-agama untuk menyoroti "apa yang menyatukan kita."
Menariknya, Merton sering dikritik oleh beberapa umat Katolik karena tidak "cukup Katolik" menjelang akhir hayatnya (ketika dia melakukan perjalanan menjelajah Asia dalam sebuah perjalanan ke sebuah konferensi antar agama di Thailand, di mana dia secara tidak sengaja tersengat listrik). Merton juga dikritik karena dianggap tidak menginginkan untuk kembali menjalani kehidupan religius setelah perjalanan menjelajah Asia. Kritik ini sendiri muncul saat Merton dimasukkan dalam daftar tokoh Katolik di "Katekismus Katolik Amerika Serikat untuk Orang Dewasa pada tahun 2005".
Kedua kritik ini dijawab oleh jurnalnya yang tebal, tulisannya yang diterbitkan pada saat itu, surat-surat yang dia kirim ke biara selama perjalanannya, serta komentar kuat dari saudara-saudaranya di Biara Gethsemani dan pastinya sebuah komentar dari Dalai Lama, yang meminta agar Merton untuk tetap "sangat setia" kepada agama Kristen:
“Memang, setiap agama memiliki eksklusivitas sebagai bagian dari identitas intinya. Meski begitu, saya yakin ada potensi asli untuk saling mengerti. Sementara melestarikan iman terhadap tradisi seseorang, seseorang dapat menghormati, mengagumi dan menghargai tradisi lainnya."
"Saya mengingat pertemuan awal saya dengan Thomas Merton di India sesaat sebelum kematiannya yang terlalu cepat di tahun 1968. Merton mengatakan kepada saya bahwa dia benar-benar setia kepada agama Kristen, namun sekaligus dapat juga belajar secara mendalam dari agama-agama lain seperti Buddhisme. Hal yang sama juga berlaku bagi saya untuk terdorong mempelajari agama besar dunia lainnya."
"Poin utama dalam diskusi saya dengan Merton adalah bagaimana cinta kasih itu menjadi pesan kunci agama Kristen dan Budha. Dalam bacaan saya tentang Perjanjian Baru, saya menemukan diri saya terilhami oleh kasih sayang Yesus. Keajaiban 5 roti dan 2 ikannya, pelbagai kesembuhan dan aneka ria pengajarannya semua dimotivasi oleh keinginan untuk meringankan penderitaan manusia.
Lebih lanjut, saya sangat percaya pada kekuatan kontak pribadi untuk menjembatani perbedaan, jadi saya sudah lama tertarik pada dialog dengan orang-orang dengan pandangan religius lainnya. Fokus pada belas kasihan yang diamati Merton dan saya dalam dua agama kami mengejutkan saya sebagai sebuah benang pemersatu yang kuat di antara semua agama besar.”
Ambil contoh lain, Yudaisme, misalnya. Saya pertama kali mengunjungi sebuah sinagoga di Cochin, India, pada tahun 1965, dan telah bertemu dengan banyak rabi selama bertahun-tahun. Saya ingat dengan jelas rabi di Belanda yang memberi tahu saya tentang Holocaust dengan intensitas sedemikian sehingga kami sama-sama menangis. Dan saya telah belajar bagaimana Talmud dan Alkitab mengulangi tema belas kasih, seperti dalam bagian dalam Imamat yang menasihati, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
"Dalam perjumpaan saya dengan para ilmuwan Hindu di India, saya telah melihat betapa sentralitas kasih sayang tanpa pamrih dalam Hinduisme - seperti yang diungkapkan, misalnya, dalam Bhagavad Gita, yang memuji orang-orang yang "senang dengan kesejahteraan semua makhluk". Saya tergerak oleh cara-cara nilai ini diungkapkan dalam kehidupan makhluk agung seperti Mahatma Gandhi, atau Baba Amte yang kurang dikenal, yang mendirikan sebuah koloni penderita kusta tidak jauh dari pemukiman Tibet di Negara Bagian Maharashtra di India. Di sana ia memberi makan dan melindungi orang kusta yang tidak dijauhi. Ketika saya menerima Hadiah Nobel Perdamaian saya, saya memberikan sumbangan ke koloninya."
"Belas kasih sama pentingnya dalam Islam - dan menyadari bahwa hal itu menjadi sangat penting di tahun-tahun sejak 11 September, terutama dalam menjawab mereka yang melukis Islam sebagai sebuah keyakinan militan. Pada peringatan pertama 9/11, saya berbicara di Katedral Nasional di Washington, memohon agar kita tidak membabi buta mengikuti jejak beberapa orang di media berita dan membiarkan tindakan kekerasan beberapa individu mendefinisikan keseluruhan agama."
"Mari saya ceritakan tentang Islam yang saya tahu. Tibet telah memiliki komunitas Islam selama 400 tahun, meskipun kontak terkaya saya dengan Islam telah berada di India, yang memiliki populasi Muslim terbesar kedua di dunia. Seorang imam di Ladakh pernah mengatakan kepada saya bahwa seorang Muslim sejati harus mencintai dan menghormati semua makhluk Allah. "
Dan menurut pemahaman saya, Islam mengabadikan kasih sayang sebagai prinsip spiritual inti, yang tercermin dalam nama Tuhan, "Yang Maha Pengasih dan Penyayang," yang muncul di awal hampir setiap bab Alquran. Menemukan kesamaan di antara agama dapat membantu kita menjembatani kesenjangan yang tidak perlu pada saat tindakan terpadu lebih penting daripada sebelumnya. Sebagai spesies, kita harus merangkul kesatuan manusia saat kita menghadapi isu global seperti pandemi, krisis ekonomi dan bencana ekologis. Pada skala itu, tanggapan kita harus sama seperti satu. Harmoni di antara agama-agama besar telah menjadi unsur penting koeksistensi damai di dunia kita. Dari perspektif ini, saling pengertian di antara tradisi-tradisi ini bukan semata-mata bisnis orang beragama - itu penting untuk kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan."
Akhir-akhir ini kita perlu menyoroti apa yang menyatukan kita. Di era di mana orang-orang di seluruh dunia merasa semakin terbelah oleh hal-hal seperti ras dan agama, kita dapat merasakan penghiburan dalam pengetahuan bahwa, baru-baru ini, Paus Fransiskus menilai Thomas Merton bersama Martin Luther King, Jr., Abraham Lincoln, dan Dorothy Day Sebagai orang Amerika yang paling dikagumi. Secara khusus, Paus Fransiskus merujuk pada Merton sebagai "seorang pria yang berdialog, promotor perdamaian antara masyarakat dan agama.
Hal ini terjadi setelah bertahun-tahun segelintir umat Katolik di Amerika Serikat mencoba mengecilkan pentingnya karya Merton sebagai tokoh pemahaman dialog antar agama.
Minat Merton terhadap agama-agama Timur khususnya membawanya ke Asia pada tahun 1968, di mana Merton dan Dalai Lama bertemu untuk diskusi tiga hari tentang agama dan spiritualitas di tanah pengasingan Dalai Lama di Dharamsala, India.
Jika momen itu bermakna bagi Merton , itu juga mungkin yang dirasakan oleh Dalai Lama sendiri yang waktu itu baru berusia 30-an (Merton sudah berusia 50-an tahun).
Dalai Lama merasakan hubungan spiritual dengan Merton dan kadang menggambarkannya hampir seperti ayah atau kakak laki-laki. Dia menggambarkan Merton sebagai yang memiliki dan mengenalkan saya pada arti sebenarnya dari kata 'Kristen'.
Meskipun Merton sendiri secara tragis tersengat listrik dan meninggal pada usia 53 tahun, dampak mendalam dari pertemuan ini terhadap Dalai Lama telah menumbuhkan harapan akan adanya lebih banyak lagi kasih sayang dan pengertian di seluruh agama selama dekade-dekade berikutnya.
Morgan C. Atkinson, seorang produser dan sutradara film dokumenter “The Many Storeys and Last Days of Thomas Merton”, yang menemui Dalai Lama menyatakan bahwa yang Dalai Lama ingin lakukan hanyalah membicarakan Thomas Merton: “Ini tidak terlalu mengejutkan karena kami mewawancarainya sebagai bagian dari sebuah film dokumenter tentang Merton. Meskipun demikian, pertemuan kami dijadwalkan lima menit tapi lima belas menit kemudian Dalai Lama masih berbicara dengan antusias tentang waktunya bersama Merton. Seolah-olah mereka telah berbicara kemarin daripada 45 tahun sebelumnya. Ini jelas merupakan persahabatan yang langgeng, seperti kata Dalai Lama: “Saya sendiri menganggapnya sebagai teman dekat, teman yang paling istimewa, saudara spiritual.”
Indahnya, Paus Fransiskus sendiri menempatkan Merton bersama Abraham Lincoln, Martin Luther King dan Dorothy Day sertamemuji keempatnya sebagai orang Amerika teladan yang paling dia kagumi. Dalam menggambarkan Merton, Paus Francis mengatakan “Dia adalah ... seorang pria dialog, promotor perdamaian antara masyarakat dan agama.”
Menurut Dalai Lama ketika mengenang waktu berjumpa Merton. Dia teringat kesan pertamanya. Dia mengagumi sabuk kulit lebar dan jubah Trappist yang dipakai Merton. Ia juga mengingat sambal tertawa lebar, “kepalanya cukup signifikan, sangat bersinar! Itu kesan yang sangat kuat.” Dalai Lama memang sering tertawa dalam menggambarkan waktu bersama Merton. Dengan nada yang lebih serius, dia mengamati bahwa Merton tampak menjadi seorang praktisi sejati dari iman Kristennya. Ia “membawa pesan Yesus 24 jam.”
Satu hal yang dicatat dan dihargai adalah bahwa Merton membuat “usaha serius untuk belajar dari berbagai tradisi, terutama Buddhisme ... Jadi, kali ini, momen ini sangat penting. Kontak dekat, dan kemudian, sebagai hasil hubungan yang lebih dekat, secara otomatis ada rasa saling menghormati. Seringkali ini digambarkan sebagai jembatan yang sangat, sangat kuat antara biarawan Katolik, tradisi Katolik dan tradisi Buddhis. “
Adapun percakapan dengan Dalai Lama ini dipimpin oleh Paul Pearson, Direktur Eksekutif Thomas Merton Center di Bellarmine University. Dr. Paul Pearson memberikan hadiah kenang-kenangan kepada Dalai Lama. Pada umumnya, Dalai Lama menerima banyak hadiah dalam perjalanannya dan biasanya menyerahkannya kepada seorang ajudan setelah dengan sopan memeriksanya secara singkat.
Tapi, satu hadiah Pearson ini diperlakukan dengan cara yang berbeda. Hadiah yang berupa foto Merton dan Dalai Lama yang diambil pada pertemuan mereka di tahun 1968, diperiksanya dengan seksama dan dipegangnya sendiri. Ya, Merton berada di puncaknya di usia 53, namun hanya beberapa minggu dari kematiannya dan Dalai Lama di usia 33 masih dalam perjalanannya yang luar biasa untuk menyebarkan pesan belas kasih. “Ini terlihat saya adalah anaknya,” kata Dalai Lama dengan sekali lagi tertawa lebar. Kemudian, dengan lebih serius, “Saya pikir memang secara spiritual dia lebih tua, dan saya lebih muda. Jadi secara spiritual saya berpikir seperti ini, ayah memang lebih berpengalaman, maka yang lebih muda, itu adalah anak laki-lakinya.”
Ketika waktu untuk berpamitan, Dalai Lama tampak enggan karena terbersit pikiran lain tentang hubungannya dengan Merton: “Saya selalu merasakan tanggung jawab dari apa yang dia harapkan dari saya sampai kematian juga menjemput saya. Ya, secara logis ada dua orang dengan konsep yang sangat mirip, sekarang seseorang telah berlalu dan hanya seorang lagi yang tersisa yang memiliki tanggung jawab lebih. Anda melihat satu orang melakukan usaha baik, itu bagus! Tapi kalau ada 10 orang yang melakukannya, tentu lebih baik! Jadi sekarang saatnya untuk maju. Lakukan sesuatu bersama yang lainnya.”
“Lakukan sesuatu”!
Sebuah nasihat yang perlu dipikirkan dan dilakukan, bukan?
B.
"Merton" : Transformasi Sang Pendo(s)a
“TM” alias Thomas Merton (31 Januari 1915 – 10 Desember 1968) adalah seorang rahib Trappist di "Abbey of Our Lady of Gethsemani", Kentucky Amerika dan pengarang buku buku rohani, pakar spiritual, penyair dan sekaligus aktivis sosial yang dilahirkan di Prades, tepatnya di département Pyrénées-Orientales, sebuah kota kecil di Perancis, pada tanggal 31 Januari 1915.
Ibunya, Ruth Jenkins Merton, adalah seorang wanita Amerika yang berbakat seni, penari, penulis puisi dan kronik hidup. Ayahnya, Owen Merton, adalah seorang pria Selandia baru yang berprofesi sebagai pelukis.
Ketika berumur satu tahun, orang tuanya pindah ke Amerika Serikat. Disanalah adiknya lahir dengan nama John Paul, empat tahun lebih muda dari dia. Ketika Merton berumur enam tahun, ibunya meninggal akibat penyakit kanker.
Setelah ibundanya meninggal, Merton ikut berpindah-pindah bersama ayahnya, karena itu sekolah dasarnya dilangsungkan di tiga negara: Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris. Ia sendiri melewati tahun-tahun awal hidupnya di bagian selatan Perancis, kemudian ia pergi ke Sekolah Oakham di Inggris dan ayahnya meninggal karena tumor otak ketika Merton berusia 16 tahun.
Merton lalu masuk di Universitas Cambridge dan menjalani hidup yang kacau, penuh dengan petualangan, foya-foya dan huru hara. Ia menjadi “sang pendosa” dan melulu asyik masyuk-khusyuk mencari kenikmatan duniawi, bahkan di tahun pertamanya di Universitas Cambridge, ia mendapatkan anak dari hubungan free-sex nya.
Akhirnya, Merton pindah ke Amerika Serikat dan tinggal bersama kakek-neneknya yang bekerja sebagai penerbit dan menyelesaikan pendidikannya di Columbia University, New York, jurusan Sastra Inggris.
Disanalah, ia berkenalan dengan sekelompok seniman dan penulis yang kelak menjadi sahabatnya seumur hidupnya dan mengajaknya ber-transformasi dari “sang pendosa” menuju ke “sang pendoa”. Selain sastra, ia berminat dalam bidang sosial dan filsafat, termasuk filsafat mistik timur. Ia juga sangat aktif melibatkan diri dalam kegiatan kampus. Ia banyak menulis dalam hampir semua majalah kampus. Ia berambisi menjadi seorang penyair, penulis dan kritikus terkenal.
Jiwa sosial Merton tumbuh ketika ia mulai mengenal kristianitas. Merton sendiri dibaptis dan menjadi pemeluk agama Katolik pada awal usia 20-an tahun ketika ia sedang menyusun tesis masternya tentang William Blake.
Meskipun hidup masa muda Merton dapat dikatakan”kafir”, namun pada inti batinnya ia merupakan seorang religius, dalam arti: selalu memiliki rasa kagum dan haus, yang tak pernah terpuaskan, akan suatu realitas tertinggi.
Kehausan akan realitas tertinggi tersebut sedikit terpenuhi setelah ia membaca buku ”The Medieval Philosophy” karangan Etiene Gilson. Merton mengatakan bahwa dengan membaca buku itu, inteleknya yang selama itu mencari arti Allah, benar-benar “melek” dan terpuaskan, sehingga ia mengalami perubahan radikal dari seorang”ateis”menjadi seorang yang “mistis”, membuka diri kepada pengalaman religius yang otentik.
Setelah bertobat, ia rajin melakukan praktek keagamaan: setiap hari menyambut komuni, seminggu sekali mengaku dosa,berdoa jalan salib, membaca bacaan rohani, antara lain karya-karya St.Yohanes dari Salib, St. Agustinus dan lain-lain.
Beberapa figur yang berpengaruh dalam membentuk dan membangun kepribadian Merton adalah Mark Van Doren, Daniel Walsh dan William Blake.
Mark Van Doren adalah seorang pujangga pemenang hadiah Pulitzer, menjadi model keunggulan mengajar, kefasihan sastra dan etika pribadi serta pengganti ayah bagi Merton. Sementara Daniel Walsh adalah seorang filsuf yang amat memahami Merton dan yang memperkenalkannya kepada kehidupan Trappist di Pertapaan Gethsemani. Pribadi lain yang juga amat berpengaruh terhadap kepribadian Merton adalah William Blake, yang kemudian hari akan memiliki pengaruh sangat banyak terhadap pemikiran-pemikiran dan tulisannya.
Merton sendiri pernah berkarya di Friendship House dan mulai memikirkan secara serius untuk menjadi imam. Ia mengajukan permohonan ke Ordo Fransiskan dan diterima. Tetapi beberapa bulan sebelum masuk novisiat ia dihantui oleh rasa tidak pantas, mengingat masa lalunya.
Kemudian, ia menjelaskan keraguannya kepada pemimpin Ordo Fransiskan dan ia dinasehati untuk menarik diri selama waktu tak terbatas, apalagi mengingat bahwa belum ada dua tahun sejak dia menjadi Katolik. Merton mengalami frustasi yang hebat namun menerima keputusan itu dengan tabah. Ia masuk Ordo Ketiga Fransiskan, karena ia berpikir sekurang-kurangnya dalam Ordo Ketiga ia masih kesempatan untuk menjadi suci sembari mengajar di Kolese St. Bonaventure, di Olean, New York
Pada liburan Paska, ia mengadakan retret/khalwat di Biara Trappist, Gethsemani, dekat Bardstown, Kentucky, dan merasa jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap cara hidup Trappist yang keras. Ia melihat dalam cara hidup tersebut cita-cita hidupnya sendiri yang selalu ia cari.
10 Desember 1948, ia masuk ke pertapaan Trappist Gethsemani di Louisville, Kentucky. Disana, Merton menjalani kehidupan doa dan kerja dalam keheningan sebagai seorang rahib Trappist, sementara buah-buah pemikiran dan permenungannya ia tuangkan ke dalam tulisan-tulisannya.
Sebelum kaul kekalnya, ia tergoda untuk meninggalkan biaranya dan masuk biara Kartusian, untuk menghayati hidup eremit di sana. Tetapi hatinya tenang setelah membicarakannya dengan Abas dan Bapa pengakuannya. Tahun 1947, ia mengucapkan kaul kekal dan tahun 1949 menerima tahbisan imamat, meskipun sebelum tahbisan, godaan untuk memeluk eremit muncul kembali.
Setelah di tahbiskan, ia menjadi pembimbing para calon imam dalam biaranya sendiri di Biara Trappist, Gethsemani dari tahun 1951-1955. Dan tahun 1955-1965, ia bertugas sebagai pembimbing novis.
Waktu ia masih sebagai novis, dia disuruh menulis riwayat hidupnya, ”The Seven Storey Mountain” yang menjadi “best seller”. Adapun menurut pengakuan para pembacanya, mereka menemukan Tuhan kembali dan bertobat sesudah membaca buku ”The Seven Storey Mountain” itu.
Sementara itu Merton terus menulis dalam berbagai subyek, mulai dari hidup rohani, kesenian, sastra, sampai politik. Banyak orang yang membaca karya tulisnya, karena apa yang ditulisnya keluar dari hati dan penghayatan hidupnya.
Ya, pada tahun-tahun ia tinggal di Gethsemani, Merton berubah dari seorang biarawan muda yang sangat bersemangat dalam memeriksa hidup batinnya seperti yang digambarkan dalam buku otobiografinya yang paling terkenal, The Seven Storey Mountain, menjadi seorang penulis dan penyair yang kontemplatif yang menjadi terkenal karena dialognya dengan iman-iman lain dan sikapnya yang anti-kekerasan pada masa kerusuhan antar-ras dan Perang Vietnam pada tahun 1960-an.
Pada tahun 1965, setelah pergulatan selama lima belas tahun untuk meyakinkan komunitasnya bahwa panggilan hidup eremit adalah perkembangan wajar dan buah yang masak dari hidup seorang rahib trappist/cisterciensis, akhirnya ia mendapat ijin dari Abasnya untuk menjalani hidup eremit. Sebuah rumah di bangun khusus untuk itu, namun masih di dalam lingkungan biaranya.
Dengan menjalani hidup eremit, Merton semakin menjadi rahib trappist yang matang, manusiawi, dekat dengan manusia dan universal pandangannya. Hal ini nampak dari tulisan dan pengaruh tulisannya yang semakin luas dan mendalam. Pada tahun-tahun itu juga, ia sekaligus mengalami banyak sekali "pertikaian" dengan Abas/kepala biaranya karena ia dilarang keluar dari biara, mengimbangi reputasi internasionalnya dan korespondensinya yang sangat luas dengan banyak tokoh terkenal dari pelbagai bidang pada waktu itu,
Seorang kepala biara atau Abas yang baru memberikan kepadanya kebebasan untuk melakukan perjalanan ke Asia pada akhir 1968. Dalam perjalanan itu ia mengalami pertemuan yang tak terlupakan dengan Dalai Lama di India, juga dengan Thich Nhat Hanh dan D. T. Suzuki. Ia juga berkunjung ke Polonnaruwa (yang saat itu dikenal sebagai Ceylon), dan mendapatkan suatu pengalaman keagamaan ketika ia menyaksikan patung-patung Sang Buddha yang sangat besar.
Pada tahun 1968 itu juga, Merton di undang oleh suatu lembaga”pertemuan para rahib Asia” di Bangkok, untuk memberikan ceramah dalam pertemuan itu. Ia bermaksud beberapa bulan tinggal di Asia, dangan tujuan untuk memperdalam penghayatan kerahibannya dan berdialog dengan para rahib timur. Dia juga punya rencana untuk berkunjung ke pertapaan Santa Maria Rawaseneng, Temanggung, Jawa Tengah. Ada spekulasi bahwa Merton ingin menetap di Asia sebagai seorang pertapa.
Akan tetapi harapan itu tak dapat di penuhi karena di Bangkok, Thomas Merton, sang “rahib” ini-pun “raib”. Ia meninggal dunia di usia 53 tahun pada tanggal 10 Desember 1968, akibat suatu kecelakaan, terkena arus listrik dari sebuah kipas angin.
Jenazahnya diterbangkan ke Gethsemani dan di sana ia dikebumikan. Sejak kematiannya, pengaruhnya terus berkembang, dan ia dianggap oleh banyak orang sebagai mistikus Amerika pada abad ke-20.
Selama hidupnya, Merton menulis lebih dari 50an buku, 2000 puisi, dan tidak terhitung jumlahnya esai, tinjauan, dan ceramah yang telah direkam dan diterbitkan dimana Merton sendiri melarang buku-bukunya diterbitkan sebelum lewat masa 25 tahun sesudah kematiannya.
Sebagai penghargaan terhadap hubungannya yang erat dengan Universitas Bellarmine, arsip-arsip Merton disimpan di tempat penyimpanan resmi, yaitu "Thomas Merton Center" di kampus Bellarmine di Louisville, Kentucky. Ada juga “Penghargaan Thomas Merton” yakni sebuah hadiah perdamaian, yang telah dianugerahkan sejak 1972 oleh "Pusat Thomas Merton untuk Perdamaian dan Keadilan Sosial" ("Thomas Merton Center for Peace and Social Justice") di Pittsburgh, Pennsylvania, AS.
Pustakaloka:
• A Man in the Divided Sea, 1946
• The Seven Storey Mountain, 1948 (ISBN 0-15-601086-0)
• The Merton Annual, Fons Vitae Press
• Merton and Hesychasm-The Prayer of the Heart, Fons Vitae Press
• Merton and Sufism: The Untold Story, Fons Vitae Press
• Merton and Judaism - Holiness in Words, Fons Vitae Press
• Waters of Siloe, 1949 (ISBN 0-15-694954-7)
• Seeds of Contemplation, 1949 (ISBN 0-313-20756-9)
• The Ascent to Truth, 1951 (ISBN 0-86012-024-4)
• Bread in the Wilderness, 1953
• The Last of the Fathers, 1954
• The Living Bread, 1956
• No Man is an Island, 1955
• The Silent Life, 1957
• Thoughts in Solitude, 1958
• The Secular Journal of Thomas Merton, 1959
• Disputed Questions, 1960
• The Behavior of Titans, 1961
• The New Man, 1961 (ISBN 0-374-51444-5)
• New Seeds of Contemplation, 1962 (ISBN 0-8112-0099-X)
• Emblems of a Season of Fury, 1963
• Life and Holiness, 1963
• Seeds of Destruction, 1965
• Conjectures of a Guilty Bystander, 1966 (ISBN 0-385-01018-4)
• Raids on the Unspeakable, 1966
• Mystics and Zen Masters, 1967
• Cables to the Ace, 1968
• Faith and Violence, 1968
• My Argument with the Gestapo, 1969
• The Climate of Monastic Prayer, 1969
• Contemplation in a World of Action, 1971
• The Asian Journal of Thomas Merton, 1973
• Alaskan Journal of Thomas Merton, 1988
• The Intimate Merton: His Life from His Journals, 1999
• Peace in the Post-Christian Era, 2004
C.
TUJUH BENTUK KEBEBASAN ALA MERTON UNTUK MENUJU KEBEBASAN SEJATI
Basil Pennington, OCSO membagikan pengalaman kedekatannya dan pengenalannya akan Merton secara pribadi dan sebagai seorang saudara seperjalanan dalam hidup monastiknya. Basil mengulas seluruh rangkaian perjalanan hidup Merton secara kronologis dan beberapa tahap perkembangan hidup Merton yang telah dituliskan dan yang telah dibagikan ke dalam beberapa buku. Beberapa poin yang dibahas oleh Romo Basil dalam esai ini yaitu, tentang pencarian Merton akan kebebasan yang sejati; Free by Nature, Freedom of Faith, Freedom of Monasticism, Free to be the World, A Life Free from Care, Final Integration, Full Freedom of the Son of God.
Pemahaman Merton akan dirinya dan akan misteri kediriannya yang sejati telah ditemukannya melalui dan dalam keheningan. Dalam keheningan itu pulalah dia menemukan jati dirinya yang sebenarnya yang tak terjelaskan dan yang melampaui kata-kata, karena jati dirinya yang sejati memang benar-benar khusus dan unik.
Merton adalah seorang pribadi yang khusus dan unik. Keunikannya itu ditampakkannya dalam upayanya untuk menjadi dirinya sendiri. Kekhasan lain yang dimiliki oleh Merton yaitu bahwa hampir seluruh pembentukan kehidupan rohani pribadinya dimulainya dari konsep pemikirannya. Ia adalah manusia yang seutuhnya bebas (freedom), kebebasan ini pula yang membuat dirinya tidak melekatkan dirinya pada ke-aku-an yang secara humanis masih ada dalam setiap pribadi manusia.
Pengalaman awal hidupnya dalam memasuki keheningan telah menghantarkannya pada penemuan jati dirinya dalam Allah dan keberadaannya tidaklah membuat dirinya berbeda dan menjauhkannya akan tanggung jawabnya terhadap keselamatan jiwa orang-orang yang berada di dunia luar.
1.
Kebebasan Alamiah
Kematian-kematian menjadi bagian dalam kehidupan Thomas Merton. Ibunya, Ruth Jenkins, menderita kanker perut dan wafat ketika Merton berusia enam tahun. Ayahnya, Owen Merton, berpulang ketika Merton berusia enam belas tahun, setelah cukup lama bergulat dengan kanker otak yang membuatnya tidak lagi mampu berbicara. Adiknya, John Paul, meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang pada 1943, dua tahun setelah Merton masuk ke Pertapaan Our Lady of Gethsemani, Kentucky. Selama 53 tahun ia hidup, ada 65 juta orang yang mati terbunuh dalam peperangan. Itu berarti bahwa pada periode kehidupannya, rata-rata lebih dari sejuta jiwa korban per tahun.
Kematian ayahnya pada tahun 1931, membuat luka yang begitu dalam baginya. Dalam kedukaannya, ia menyadari bahwa ayahnya yang telah pergi tetap menyertainya. Kehidupan dan kematian ayah Merton turut menghiasi seluruh perjalanan rohaninya. Rentetan peristiwa kematian yang pernah ia saksikan dan ia alami membuatnya masuk ke dalam sebuah misteri kebebasan manusia dari yang natural (alami). Merton merasakan bahwa dalam menghadapi setiap peristiwa kematian, ia merasa dituntun oleh daya kekuatan misterius. Ia diajak keluar dari dirinya, dibimbing melampaui perasaan marah dan berontak yang bergejolak dalam hatinya, suatu protes atas kematian orang tuanya. Ia merasakan daya kekuatan rohani yang membuatnya dapat melihat keluhuran nilai atas setiap peristiwa dalam hidupnya.
2.
Kebebasan Iman
Dalam tulisannya yang berjudul Entering the Silence, Merton bercerita bahwa minatnya masuk biara sebenarnya adalah untuk lari meninggalkan segala permasalahan dunia. Baginya, dunia modern telah rusak dan dipenuhi dengan berbagai tragedi.
Dalam perjalanan waktu, motivasinya pun diganti untuk mengabdi Tuhan dan menceburkan diri dalam cinta-Nya yang tak terbatas. Kedewasaan rohani Merton semakin matang seiring perjalanan hidupnya. Relasinya dengan Allah membawanya pada pemahaman baru akan kebebasan iman dan pengenalannya akan Allah.
Menurut Merton, kebebasan iman akan membawa setiap orang kepada kesadaran akan kasih Allah, dan dari kesadaran itu manusia diajak untuk memandang sesamanya sebagai Kristus sendiri dan mengasihinya tanpa pamrih dan tanpa pandang bulu, karena setiap manusia adalah representasi Allah sendiri.
3.
Kebebasan Monastik
Perjalanan waktu memang turut mengubah Merton dalam melihat realitas dan paradigma dalam hidupnya. Merton mengekspresikan gerak batinnya melalui tulisan-tulisannya. Ketika ia bergulat dengan identitas dirinya secara tidak sadar ia telah melihat dirinya walaupun masih dalam keraguan.
Dalam situasi itulah, Allah bekerja dan menggerakkan hati Merton untuk mencari kebenaran dan kesejatian hidup yang akan memenuhi hasrat dan dahaganya. Ia menemukan hasrat dan panggilannya di Gethsemani, di sebuah Pertapaan Ordo Cisterciensis yang kerap disebut Trappist.
Dalam pertapaan itulah, dia menemukan bahwa kehidupan monastik menjadi jalan yang dapat mengantarnya untuk mencari Allah yang merupakan sang kebenaran sejati itu sendiri.
4.
Kebebasan dan Dunia
Kehidupan monastik yang telah dipeluk oleh Merton merupakan cita-cita awal yang ideal baginya untuk masuk dalam keheningan yang memisahkan dia dari dunia dan yang akan mengantarnya kepada sebuah kesatuan mesra dengan Allah.
Kesadaran awal itu memang sempat merasuk dalam benaknya, dia beranggapan semula bahwa pilihan hidup monastik telah membuatnya sungguh-sungguh teralienasi dari dunia. Konsep dan pemikiran Merton berubah drastis seiring perjalanan hidupnya dalam mengahayati panggilan monastik Trappist.
Panggilannya sebagai rahib menyadarkan dia bahwa dia tidaklah terpisah dari dunia. Dalam buah-buah kontemplasinya, dia terbangun dari ilusi suci yang semula sempat tersembunyi dalam benak dan pikirannya. Pilihan hidupnya sebagai rahib menyadarkannya bahwa dia menjadi jantung bagi gereja dan dunia. Dengan penuh kesadaran, dia mengungkapkan demikian; “Pilihanku menjadi seorang kontemplatif secara penuh memiliki konsekuensi untuk membagikannya kepada sesama dan dunia. Dengan demikian aku memberikan kesaksian akan keutamaan monastik”.
5.
Kebebasan Hidup
Momen perubahan cara pandang Merton terhadap hakikat panggilannya sebagai seorang rahib telah membuka cakrawalanya dalam melihat dan memaknai segala sesuatu dalam hidup. Merton mengatakan “Aku rasanya seperti terbangun dari mimpi bahwa aku terisolasi dalam suatu dunia yang khusus, dunia kesucian. Seluruh ilusi mengenai kesucian yang terasing itu merupakan suatu mimpi”.
Sebagai seorang Trappist, Merton dapat berbicara dan mewartakan kebenaran yang berasal dari buah-buah kontemplasinya. Sebagai seorang mistikus dalam abad modern, dia berpendapat bahwa seorang rahib lebih sebagai seseorang yang sungguh-sungguh melihat segala sesuatu seperti apa adanya. Merton melihat seluruh kehidupan berasal dari Allah, ditopang oleh Allah, dan akan kembali kepada Allah.
6.
Keutuhan Final
Merton melihat kehidupannya yang unik seperti apa adanya yang dia alami dan rasakan. Hal itu tidaklah jauh berbeda dengan setiap orang dalam memahami dan melihat kehidupannya. Dia menggambarkan peristiwa hidupnya sebagai sebuah momen kedekatan yang intim bersama Allah. Perjalanan ziarah yang dia lakukan untuk mendalami mistisisme Kristen dan pengalaman mistik dalam Zen telah mengantarnya kepada sebuah final integration.
Merton menulis bahwa dalam realita, ketika kita menguji tradisi-tradisi besar kontemplatif Timur dan Barat dengan lebih mendalam, di samping beberapa perbedaan yang kadangkala sangat radikal namun keduanya menyetujui bahwa melalui disiplin-disiplin spiritual seorang manusia dapat mengubah hidupnya secara radikal, mencapai sebuah makna hidup yang lebih mendalam, sebuah integrasi dan kepenuhan yang lebih sempurna, serta sebuah kebebasan roh yang lebih total. Pengenalannya akan Zen, membantu Merton untuk menghancurkan kedirian palsu (the false self) dan mengantarnya untuk menemukan kedirian yang sejati (the true self).
7.Kebebasan Penuh Anak Allah
Thomas Merton telah menyelesaikan seluruh perjalanan hidupnya menuju kebebasan yang penuh, kebebasan sejati yang telah ia capai bersama Kristus dalam menapakai jalan salib dan sengsara-Nya. Kini ia bersukacita bersama Kristus dalam kerajaan surga, bersatu dengan-Nya sebagai anak Allah. Merton telah meninggalkan banyak hal berguna bagi kita dalam zaman modern ini. Dia mengajarkan banyak hal dan membagikan buah-buah kontemplatif yang sangat berguna bagi manusia modern untuk mencapai kesempurnaan Kristiani dan mencapai kebebasan sejati sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian seluruh perjalan panggilan Merton telah membuktikan bahwa pengalaman mistik mampu mentransformasi dan melahirkan makna, visi, dan kedirian baru bagi manusia. Saat manusia mengalami kesatuan dengan Allah, saat itu pula ia menyadari sebuah kesatuan yang lebih utuh dan mendalam di antara dirinya, sesamanya, dan dunianya di dalam Dia.
D.
Relevansi dan Signifikansi Ajaran Thomas Merton
Di dalam praktek hidup sehari-hari, ajaran atau tulisan Thomas Merton sangat relevan untuk dijalani. Thomas Merton mengatakan, bahwa kesucian adalah proses dimana seseorang berjuang, jatuh, gagal, dan sering tak pernah meraihnya secara sempurna.
Kita dihadapkan pada realita hidup bersama, dalam keluarga, komunitas, berbangsa dan bernegara, yang pada waktunya akan terjadi konflik. Konflik yang melukai batin sangat berpengaruh dalam pola relasi, pekerjaan, dan kehidupan doa kita. Segala kelemahan-kelemahan diripun muncul ke permukaan: kemarahan, pembalasan, ketidak pedulian dll, yang sebenarnya kita sadari bahwa semua sikap seperti itu hanya membawa kita dalam keterpurukan.
Namun anehnya, kita justru cenderung mengikuti emosi yang tidak baik itu. Sebenarnya, kita bisa bangkit dan berdoa pada Tuhan, agar segala kecenderungan diri (kerapuhan) untuk berdosa disembuhkan.
Menurut Thomas Merton dalam arti kebebasan kodrati: manusia diberikan kebebasan oleh Allah untuk memilih kebaikan atau memilih melakukan dosa dan kejahatan. Dengan pertolongan rahmat Allah, manusia akan berkembang menuju arah kebaikan. Merton meyakini bahwa puncak kesatuan kita dengan Allah ialah ketika kita menyatukan semua bentuk kehidupan pada cinta sederhana.
Satu lagi aspek menarik dalam diri merton adalah, kesadaran yang amat tajam akan sebuah kebutuhan dalam spiritualitasnya, yakni kebutuhan untuk dibebaskan dari kejahatan dalam dirinya.
Ia telah mengalami sebuah kehancuran pada kehidupan masa remajanya. Merton menggambarkan perjalanan spiritual sebagai pendakian tujuh tingkat gunung penyucian jiwanya, yang dimulai dengan kebutuhannya untuk dibebaskan dari kesalahannya serta kebutuhan akan transformasi terus-menerus (pertobatan).
Dalam kehidupan sehari-hari, memang cukup sulit untuk bangkit dari kejatuhan (dosa) yang sama terus menerus. Tetapi kita juga harus menyadari bahwa Tuhan itu Maha Rahim dan sungguh sangat mengerti dan menerima kita. Dia menginginkan kita untuk terus berjuang menerima rahmatNya setiap hari. Ya, kelemahan-kelemahan adalah anugerah yang perlu kita sadari, sebab kelemahan-kelemahan itulah yang membawa kita kedalam hidup doa yang tekun dan mendalam, hingga buah-buah relasi yang intim dengan Allah menjadikan semangat baru dalam bertransformasi diri.
Thomas Merton sendiri terkesan oleh kata-kata Kardinal Newman yang mengatakan: “Hidup itu berarti siap berubah dan menjadi sempurna berarti selalu siap berubah, dan seluruh kehidupan kita merupakan pelepasan dan penerimaan. Lepaskan yang lama dan terima yang baru dari Tuhan.”
E.
Merton’s Wisdom (PART I)
“The beginning of love is the will to let those we love be perfectly themselves, the resolution not to twist them to fit our own image. If in loving them we do not love what they are, but only their potential likeness to ourselves, then we do not love them: we only love the reflection of ourselves we find in them”
― Thomas Merton, No Man Is an Island
“The beginning of love is the will to let those we love be perfectly themselves, the resolution not to twist them to fit our own image.”
― Thomas Merton, The Way of Chuang Tzu
“Art enables us to find ourselves and lose ourselves at the same time.”
― Thomas Merton, No Man Is an Island
“My Lord God, I have no idea where I am going. I do not see the road ahead of me. I cannot know for certain where it will end. Nor do I really know myself, and the fact that I think that I am following your will does not mean that I am actually doing so. But I believe that the desire to please you does in fact please you. And I hope I have that desire in all that I am doing. I hope that I will never do anything apart from that desire. And I know that if I do this you will lead me by the right road though I may know nothing about it. Therefore will I trust you always though I may seem to be lost and in the shadow of death. I will not fear, for you are ever with me, and you will never leave me to face my perils alone.”
― Thomas Merton, Thoughts in Solitude
“Love is our true destiny. We do not find the meaning of life by ourselves alone - we find it with another.”
― Thomas Merton, Love and Living
“You do not need to know precisely what is happening, or exactly where it is all going. What you need is to recognize the possibilities and challenges offered by the present moment, and to embrace them with courage, faith and hope.”
― Thomas Merton
“If you want to identify me, ask me not where I live, or what I like to eat, or how I comb my hair, but ask me what I am living for, in detail, ask me what I think is keeping me from living fully for the thing I want to live for.”
― Thomas Merton
“To be grateful is to recognize the Love of God in everything He has given us - and He has given us everything. Every breath we draw is a gift of His love, every moment of existence is a grace, for it brings with it immense graces from Him.
Gratitude therefore takes nothing for granted, is never unresponsive, is constantly awakening to new wonder and to praise of the goodness of God. For the grateful person knows that God is good, not by hearsay but by experience. And that is what makes all the difference.”
― Thomas Merton
“Our job is to love others without stopping to inquire whether or not they are worthy. That is not our business and, in fact, it is nobody's business. What we are asked to do is to love, and this love itself will render both ourselves and our neighbors worthy.”
― Thomas Merton
“The more you try to avoid suffering, the more you suffer, because smaller and more insignificant things begin to torture you, in proportion to your fear of being hurt. The one who does most to avoid suffering is, in the end, the one who suffers most.”
― Thomas Merton, The Seven Storey Mountain
“Do not depend on the hope of results. You may have to face the fact that your work will be apparently worthless and even achieve no result at all, if not perhaps results opposite to what you expect. As you get used to this idea, you start more and more to concentrate not on the results, but on the value, the rightness, the truth of the work itself. You gradually struggle less and less for an idea and more and more for specific people. In the end, it is the reality of personal relationship that saves everything.”
― Thomas Merton
“Instead of hating the people you think are war-makers, hate the appetites and disorder in your own soul, which are the causes of war. If you love peace, then hate injustice, hate tyranny, hate greed - but hate these things in yourself, not in another.”
― Thomas Merton, New Seeds of Contemplation
“Finally I am coming to the conclusion that my highest ambition is to be what I already am. That I will never fulfill my obligation to surpass myself unless I first accept myself, and if I accept myself fully in the right way, I will already have surpassed myself.”
― Thomas Merton
“If a man is to live, he must be all alive, body, soul, mind, heart, spirit.”
― Thomas Merton, Thoughts in Solitude
“The beginning of love is to let those we love be perfectly themselves and not to twist them to fit our own image.”
― Thomas Merton
“Our idea of God tells us more about ourselves than about Him.”
― Thomas Merton
“Anxiety is the mark of spiritual insecurity.”
― Thomas Merton
“But there is greater comfort in the substance of silence than in the answer to a question.”
― Thomas Merton
“Love seeks one thing only: the good of the one loved. It leaves all the other secondary effects to take care of themselves. Love, therefore, is its own reward.”
― Thomas Merton
“Solitude is a way to defend the spirit against the murderous din of our materialism.”
― Thomas Merton
“Only the man who has had to face despair is really convinced that he needs mercy. Those who do not want mercy never seek it. It is better to find God on the threshold of despair than to risk our lives in a complacency that has never felt the need of forgiveness. A life that is without problems may literally be more hopeless than one that always verges on despair.”
― Thomas Merton, No Man Is an Island
“A man knows when he has found his vocation when he stops thinking about how to live and begins to live.”
― Thomas Merton
“To allow oneself to be carried away by a multitude of conflicting concerns, to surrender to too many demands, to commit oneself to too many projects, to want to help everyone in everything, is to succumb to the violence of our times.”
― Thomas Merton
“Life is this simple: we are living in a world that is absolutely transparent and the divine is shining through it all the time. This is not just a nice story or a fable, it is true. ”
― Thomas Merton
“Peace demands the most heroic labor and the most difficult sacrifice. It demands greater heroism than war. It demands greater fidelity to the truth and a much more perfect purity of conscience.”
― Thomas Merton
“Keeping a journal has taught me that there is not so much new in your life as you sometimes think. When you re-read your journal you find out that your latest discovery is something you already found out five years ago. Still, it is true that one penetrates deeper and deeper into the same ideas and the same experiences.”
― Thomas Merton, The Sign of Jonas
“Souls are like athletes, that need opponents worthy of them, if they are to be tried and extended and pushed to the full use of their powers, and rewarded according to their capacity.”
― Thomas Merton, The Seven Storey Mountain
“If you write for God you will reach many men and bring them joy. If you write for men--you may make some money and you may give someone a little joy and you may make a noise in the world, for a little while. If you write for yourself, you can read what you yourself have written and after ten minutes you will be so disgusted that you will wish that you were dead.”
― Thomas Merton, Seeds of Contemplation
“The man who fears to be alone will never be anything but lonely, no matter how much he may surround himself with people. But the man who learns, in solitude and recollection, to be at peace with his own loneliness, and to prefer its reality to the illusion of merely natural companionship, comes to know the invisible companionship of God. Such a one is alone with God in all places, and he alone truly enjoys the companionship of other men, because he loves them in God in Whom their presence is not tiresome, and because of Whom his own love for them can never know satiety.”
― Thomas Merton, No Man Is an Island
“Reason is in fact the path to faith, and faith takes over when reason can say no more.”
― Thomas Merton
Rabu, 27 Juni 2018
HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Rabu, 27 Juni 2018
Hari Biasa Pekan XII
2 Raja-Raja (22:8-13; 23:1-3)
(Mzm 119:33-34.35-36.37.40)
Matius (7:15-20)
“Intentio pura - Maksud yang murni."
Inilah yang selalu diharapkan setiap kali kita menjalin relasi dengan orang lain. Inilah sebuah tindakan komunikatif (Lat: comunicare: berbagi), tidak ada "rekayasa/agenda politis/hidden agenda" karena semuanya tulus tanpa ada akal bulus, hanya hadir dan mengalir.
Tapi secara real, kadang ada saja orang yang "tidak fair": Ia berpura-pura tulus padahal hatinya penuh akal bulus. Hati dan kata-katanya seperti "pepesan kosong" karena penuh topeng dan kepalsuan, kadang penuh gosipan dan cibiran, seolah mereka adalah orang yang berhak menjadi "hakim" bagi sesamanya.
Adapun tiga keutamaan jawa yang bisa kita petik dari realitas ini, al:
1. "Eling lan waspada":
Ingat diri dan ber-mawas diri dalam menjalin relasi, karena ada saja "serigala berbulu domba": di depan kita berpura-pura baik tapi ternyata di belakang malahan menjelek-jelekkan/memfitnah, ngrasani, mencari untung dll. Ini bisa terjadi di banyak tempat, entah di tempat kerja atau juga di gerej, entah dengan sesama umat/sesama gembalanya.
Dkl: Kita perlu bersikap instrospektif setiap harinya supaya selalu bermawas diri.
2. "Alon alon waton kelakon":
Perlahan dan jangan tergesa dalam mengambil banyak keputusan. Semuanya mesti dilihat dengan arif dan tidak terburu buru. Ada sikap kehati-hatian dalam menjalin relasi.
Dkl: Kita perlu bersikap reflektif, "menep", tidak larut hanyut dalam emosi dan rasa perasaan sesaat yang bergejolak hanya karena atas dasar suka/tidak suka. Kita perlu punya kepekaan nurani dalam menjalin relasi.
3. "Ojo Dumeh":
Kita diharapkan untuk hdp sederhana dan tidak suka pamer/tampil "wah" karena kadang bisa menimbulkan keiri-hatian orang lain yang tidak suka.
Disinilah kita perlu menjadi orang yang integratif, yang utuh dan seimbang, tidak sibuk pada tampilan luar tapi sungguh mempunyai "inner power" yang muncul dari kedalaman hati yang bena-benar tulus dan sejati: Think before speak!
"Cari roti di Lebak Bulus - Milikilah hati yang benar-benar tulus."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Kutipan Teks Misa:.
Kodrat Allah dan keagungan-Nya tidak dapat dilihat oleh sesuatu dari ciptaan yang diciptakan-Nya. Maka, Ia menampakkan diri hingga dapat dikenal dan dimengerti. (St. Ireneus)
(Mal 2:6):
Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang dibuatnya berbalik dari kesalahan.
Kutipan Teks Misa:
Setiap perbuatan, pemikiran atau perkataan yang mengandung hawa nafsu, tidak selaras dengan Kristus (St. Gregorius dari Nissa)
Antifon Pembuka (Mzm 15:1a.2)
Tuhan, siapa yang boleh menumpang di kemah-Mu? Orang yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil, dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya.
Doa Pembuka
Allah Bapa kami sumber belas kasih, Engkau tidak menghendaki siapa pun tewas, tetapi agar smeua dapat menikmati kedamaian. Kami mohon, semoga kami Kaujadikan pewarta kabar gembira itu. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persekutuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Raja Yosia mengajak seluruh rakyatnya untuk berbalik kepada Tuhan. Raja mengajak semua orang untuk taat kepada perintah Tuhan dan mohon ampun, karena tidak mendengarkan Taurat Tuhan. Tuhan senantiasa siap menerima hamba-hamba-Nya yang bertobat.
Bacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja (22:8-13; 23:1-3)
"Di depan rakyat raja membacakan segala perkataan dari kitab perjanjian yang ditemukan di rumah Tuhan, dan diadakannyalah perjanjian di hadapan Tuhan."
Di masa pemerintahan Raja Yosia Imam Besar Hilkia berkata kepada Safan, panitera raja, "Telah kutemukan kitab Taurat itu di rumah TUHAN!" Lalu Hilkia memberikan kitab itu kepada Safan, dan Safan terus membacanya. Kemudian Safan, panitera itu, masuk menghadap raja, disampaikannyalah kabar tentang itu kepada raja: "Hamba-hambamu ini telah mengambil seluruh uang yang terdapat di rumah TUHAN dan memberikannya ke tangan para pekerja yang diangkat mengawasi rumah itu." Safan, panitera itu, memberitahukan juga kepada raja: "Imam Hilkia telah memberikan kitab kepadaku," lalu Safan membacakannya di depan raja. Segera sesudah raja mendengar perkataan kitab Taurat itu, dikoyakkannyalah pakaiannya. Kemudian raja memberi perintah kepada imam Hilkia, kepada Ahikam bin Safan, kepada Akhbor bin Mikha, kepada Safan, panitera itu, dan kepada Asaya, hamba raja, katanya: "Pergilah, mintalah petunjuk TUHAN bagiku, bagi rakyat dan bagi seluruh Yehuda, tentang perkataan kitab yang ditemukan ini, sebab hebat kehangatan murka TUHAN yang bernyala-nyala terhadap kita, oleh karena nenek moyang kita tidak mendengarkan perkataan kitab ini dengan berbuat tepat seperti yang tertulis di dalamnya." Sesudah itu raja menyuruh orang mengumpulkan semua tua-tua Yehuda dan Yerusalem. Kemudian pergilah raja ke rumah TUHAN dan bersama-sama dia semua orang Yehuda dan semua penduduk Yerusalem, para imam, para nabi dan seluruh orang awam, dari yang kecil sampai yang besar. Dengan didengar mereka ia membacakan segala perkataan dari kitab perjanjian yang ditemukan di rumah TUHAN itu. Sesudah itu berdirilah raja dekat tiang dan diadakannyalah perjanjian di hadapan TUHAN untuk hidup dengan mengikuti TUHAN, dan tetap menuruti perintah-perintah-Nya, peraturan-peraturan-Nya dan ketetapan-ketetapan-Nya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan untuk menepati perkataan perjanjian yang tertulis dalam kitab itu. Dan seluruh rakyat turut mendukung perjanjian itu.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Perlihatkanlah kepadaku, ya Tuhan, petunjuk-petunjuk ketetapan-Mu.
Ayat. (Mzm 119:33-34.35-36.37.40)
1. Perlihatkanlah kepadaku, ya Tuhan, petunjuk-petunjuk ketetapan-Mu, aku hendak memegangnya sampai saat terakhir.
2. Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang hukum-Mu; dengan segenap hati aku hendak memeliharanya.
3. Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya.
4. Lalukanlah mataku dari hal-hal yang hampa, hidupkanlah aku dengan jalan-jalan yang Kautunjukkan!
5. Sesungguhnya aku rindu akan titah-titah-Mu, hidupkanlah aku dengan keadilan-Mu!
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya
Ayat. (Yoh 15:5.5b)
Tinggallah dalam Aku, dan Aku dalam kamu, sabda Tuhan; barangsiapa tinggal dalam Aku, akan menghasilkan banyak buah.
Penampilan fisik tidak bisa menutupi apa yang keluar dari dalam hati seseorang. "Pohon dikenal dari buahnya". Hati yang baik tentu akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Sebaliknya, hati yang buruk akan menghasilkan sesuatu yang buruk.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (7:15-20)
"Dari buahnyalah kalian akan mengenal mereka."
Dalam khotbah di bukit Yesus berkata, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Ada banyak orang mengaku diri baik. Dalam kebaikan, pamrih atau tanpa pamrih bukan urusan kita namun satu hal yang kita pegang ketika kebaikan orang membawa buah yang positif dan menjadi berkat, maka itulah yang berkenan pada Tuhan. Raja Yosia melakukan hal pertobatan setelah ia diingatkan bahwa hamba-hambanya mengambil uang di rumah Tuhan. Di depan Yosia, hambanya tampak baik namun tidak di belakangnya. Atas dasar ini Yosia mengajak semua orang agar bertobat, karena tak selayaknya kebaikan Allah dibalas dengan pencurian. Bagaimana dengan ini?
Doa Malam
Tuhan, Allah kami, tanamkanlah dalam diri kami perasaan yang peka akan kebenaran yang berasal dari pada-Mu. Semoga kami sungguh dapat membuahkan hasil dari kebenaran Ilahi-Mu. Sebab Engkaulah Allah kami, yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.
B.
AD MULTOS ANNOS.
Papa Francesco......
26 tahun tahbisan episkopal Paus Fransiskus (27 Juni 1992 - 27 Juni 2018).
Proficiat Bapa Suci.
O Sancta simplicitas
O Kekudusan yang sederhana
O Kesederhanaan yang kudus....
26 tahun tahbisan episkopal Paus Fransiskus sebagai Uskup Auksiler Keuskupan Agung Buenos Aires (27 Juni 1992 - 27 Juni 2018). Proficiat Bapa Suci.
C.
MADAH HARIAN PAGI
(Rabu, 27 Juni 2018)
Mari kita putra terang
Tampil maju dan berjuang
Diresapi s’mangat Kristus
Jadi abdi dengan tulus.
Jangan lupa mohon Tuhan
Agar kita diarahkan
Pada tujuan sejati
Setia sepanjang hari.
Allah cahaya sejati
Sinarilah hati kami
Agar mampu memantulkan
Kristus terang kehidupan.
Terpujilah Allah Bapa
Terpujilah Allah Putra
Bersama Roh Kudus pula
Sekarang dan selamanya. Amin.
DOA
Ya Tuhan, ingatlah kiranya akan perjanjian kudus yang telah Kaubaharui dalam darah Anak Domba. Semoga umat-Mu menerima pengampunan dosa dan kian hari kian menikmati keselamatan. Demi Yesus Kristus, Putera-Mu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
D.
Tujuh Tanda Dosa dan Pendosa:
Indikasi & Solusi
(Buku "TANDA", RJK - Kanisius)
.Tujuh Arus:
7 Indikasi dalam 7 Dosa Pokok :
1. Sombong, 7 tandanya :
- Tidak solider
- Tinggi hati
- Membesar- besarkan diri melebihi kualitasnya
- Egois
- Keras kepala
- Suka menghina
- Merendahkan orang lain
2. Pemarah, 7 tandanya :
- Tidak sabaran
- Mudah mengeluh
- Suka membalas dendam
- Sukar memaafkan
- Suka membuat orang lain kesal
- Muram merasa tersingkir atau disingkirkan
- Mudah gusar
3. Pemalas, 7 tandanya :
- Selalu terlambat
- Tidak bergairah
- Mudah putus asa
- Sukar diberi semangat
- Murung
- Tidak mantap / plinplan
- Sulit berkomitmen
4. Iri hati. 7 tandanya :
- Mudah berbohong
- Kikir / pelit
- Kurang berbesar hati
- Suka melempar fitnah
- Suka bergosip / desas desus
- Mudah curiga
- Senang jika orang lain sedih / sedih jika orang lain senang
5. Rakus, 7 tandanya :
- Makan minum berlebihan
- Mudah membuang makanan
- Hanya berpikir dan bicara soal makanan
- Mengeluhkan soal makan
- Suka membual
- Banyak omong kosong dan ribut riuh
6. Tamak. 7 tandanya :
- Sukar berbagi, pelit
- Tidak solider
- Merugikan orang lain dengan sengaja
- Mementingkan diri sendiri
- Hanya memikirkan hal duniawi
- Suka menimbun kekayaan
7. Cabul. 7 tandanya :
- Tidak mengendalikan khayalan
- Hanya mencari kenikmatan tubuh
- Suka mendengar/melihat hal-hal cabul
- Mengucapkan kata-kata kotor
- Pelecehan sexual
- Pemaksaan sexual
- Sulit terbuka pada bapa pengakuan
.
Tujuh Jurus:
7 Solusi dalam 7 Dosa Pokok
1. Bersyukur.
Ketika hati penuh syukur, hidup akan terasa lebih damai
2. Hening.
Ketika kita mau hening, kita akan lebih jernih mendengar suara Tuhan
3. Berkata dan berpikir positif.
4. Berbagi.
5. Mengampuni.
6. Pertobatan.
Metanoia, berbalik kepada Tuhan.
7. Kesadaran akan kematian.
Ketika kita berani berefleksi ttg kematian, kita akan semakin mencintai Tuhan.
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."
Ef.6:11,12
E.
"WWF - WALK WITH FRANCIS" :
Homines torquere peccatum est mortale! Christianae communitates operam dent ut eos qui cruciatus patiuntur sustineant.
Torture is a mortal sin! Christian communities must commit themselves to helping victims of torture.
Penyiksaan adalah dosa berat! Umat Kristiani harus bertanggung jawab untuk membantu korban penyiksaan
SERI DOMINIKAN 11
HARAPAN IMAN KASIH.
SERI DOMINIKAN 11
DOA - Dikuatkan Oleh Allah
(St. Thomas Aquinas, SUMMA THEOLOGIAE)
Dalam buku Summa Theologiae, St. Thomas Aquinas mengusulkan tujuh belas artikel dalam pertanyaan seputar doa.
Ketujuh belas artikel itu antara lain pertanyaan-pertanyaan seputar doa, berupa:
(1) Apakah doa merupakan sebuah tindakan kekuatan hasrat atau kekuatan rasio?
(2) Apakah patut berdoa kepada Allah?
(3) Apakah doa merupakan sebuah tindakan keagamaan?
(4) Apakah kita harus berdoa kepada Allah saja?
(5) Apakah kita harus meminta sesuatu yang jelas ketika kita berdoa?
(6) Apakah kita harus meminta hal-hal yang fana ketika kita berdoa?
(7) Apakah kita harus berdoa bagi yang lain?
(8) Apakah kita harus berdoa bagi musuh-musuh kita?
(9) Apakah tujuh pemohonan Doa Bapa Kami secara tepat diangkat?
(10) Apakah doa tepat bagi ciptaan yang rasional?
(11) Apakah para kudus di Surga berdoa untuk kita?
(12) Apakah doa seharusnya bersuara?
(13) Apakah perhatian merupakan sebuah kondisi yang perlu bagi doa?
(14) Apakah doa seharusnya lama?
(15) Apakah doa merupakan jasa?
(16) Apakah pendosa mendapatkan sesuatu dari Allah dengan doa-doa mereka?
(17) Apakah bagian-bagian doa diurutkan secara tepat sebagai permohonan, doa, perantaraan, dan syukur?
Disinilah, terlampirkan jawaban dan pokok-pokok pemikiran St. Thomas Aquinas dalam rangka menjawab tujuh belas pertanyaan mengenai doa :
1.
Doa merupakan sebuah tindakan rasio.
Menjawab pertanyaan pertama, doa bagi St. Thomas Aquinas adalah sebuah tindakan rasio.
Pertama-tama, terlebih dahulu ia memaparkan perbedaan rasio spekulatif dan rasio praktis. Baginya, rasio spekulasi melulu memahami objeknya belaka. Sementara, rasio praktis tidak hanya memahami melainkan juga menyebabkan.
Lanjutnya bahwa satu hal menjadi penyebab bagi hal lain dalam dua cara, yaitu pertama dengan sempurna, ketika penyebab tersebut memerlukan efeknya, dan ini terjadi ketika efek tunduk sepenuhnya pada kekuatan penyebab. Kedua, dengan tidak sempurna, dengan membuang efeknya karena tidak tunduk sepenuhnya pada kekuatan penyebab.
Kedua, sesuai dengan hal tersebut, rasio merupakan penyebab hal-hal tertentu dalam dua cara, yaitu pertama dengan memaksakan kebutuhan. Dengan demikian kebutuhan lahir dari rasio. Kedua, dengan mengarah pada efeknya, dalam arti tertentu membuangnya, dan dalam arti ini rasio meminta kepada hal-hal yang tidak tunduk untuk melakukan sesuatu, entah mereka menjadi kesamaannya atau melebihinya.
Kedua hal tersebut, sebutlah untuk memerintah dan untuk bertanya atau memohon, menyiratkan sebuah perintah tertentu, katakanlah bahwa manusia mengusulkan sesuatu untuk diefektifkan oleh sesuatu yang lain. Oleh karenanya, dengan mengutip kata-kata Aristoteles, rasiolah yang mendesak kita untuk melakukan hal yang terbaik.
Lanjutnya, doa dalam arti ini menandai sebuah permohonan, seperti yang dikatakan St. Agustinus bahwa doa merupakan sebuah permohonan dan Damaskus yang mengatakan bahwa berdoa adalah meminta sesuatu dari Allah. Sesuai dengan hal tersebut, jelas bahwa doa merupakan sebuah tindakan rasio.
2.
Sudah sepatutnyalah kita berdoa kepada Allah.
St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa ada tiga kesalahan yang dilakukan orang-orang kuno perihal doa. Sebagian dari mereka berpegang pada keyakinan bahwa urusan-urusan manusiawi tidaklah diatur oleh penyenggara ilahi. Karenanya, tidak perlulah kita berdoa dan beribadat kepada Allah sama sekali.
Yang lain berpegang pada keyakinan bahwa segala hal, termasuk urusan-urusan manusiawi, terjadi apakah oleh penyelenggaraan ilahi yang tidak dapat berubah atau melalui pengaruh daya tarik bintang, atau karena hubungan sebab-akibat. Karenanya, pendapat ini mengesampingkan manfaat doa.
Pendapat lain berpegang pada keyakinan bahwa urusan-urusan manusia sungguh diatur oleh penyelenggaraan ilahi, dan urusan-urusan manusia tersebut tidak terjadi dari kebutuhan, namun terjadi oleh disposisi penyelenggaraan ilahi yang dapat berubah, dan perubahan itu terjadi karena doa-doa dan hal-hal lain yang berkenaan dengan peribadatan kepada Allah.
Semua pendapat ini sudah disanggah oleh St. Thomas Aquinas dalam bagian pertama bukunya. Oleh karena itu, kita perlu menekankan manfaat doa bukan untuk menekankan perlunya urusan-urusan manusia tunduk pada penyelenggaraan ilahi atau pun untuk menyiratkan bagian yang dapat berubah dari disposisi ilahi.
Untuk menerangi persoalan ini, kita harus memikirkan bahwa penyelenggaran ilahi menentukan tidak hanya efek apa yang akan mengambil alih, namun juga dari efek macam apa yang menyebabkan dan dalam urutan apa efek ini dihasilkan.
Di sini, lanjutnya, tindakan manusia merupakan penyebab dari beberapa efek. Karena itu, pastilah bukan bahwa tindakan manusia tertentu yang menyebabkan perubahan disposisi ilahi, namun bahwa tindakan manusia tersebut memperoleh efek-efek tertentu menurut urutan disposisi ilahi atau dengan kata lain penyebab natural.
Demikianlah berlaku juga bagi doa. Kita berdoa bukan bahwa kita bisa mengubah disposisi ilahi, melainkan bahwa kita memperoleh apa yang Allah telah tentukan untuk dipenuhi dengan doa-doa kita.
3.
Doa merupakan tindakan agama.
Bagi St. Thomas Aquinas, doa merupakan tindakan agama karena segala hal yang melaluinya menunjuk kepada Allah adalah milik agama.
Di sini, doa dilakukan untuk menghormati Allah sejauh manusia menundukkan dirinya kepada Allah. Dengan berdoa, manusia mengakui bahwa ia membutuhkan Allah sebagai Penulis dari kebaikan-Nya.
4.
Doa kepada Allah dan peran dari Orang Kudus.
Bagi St. Thomas Aquinas, doa dilayangkan seseorang dalam dua cara, yaitu:
Pertama kepada Allah sendiri karena doa-doa kita harus terarah pada rahmat dan kemuliaan yang Allah berikan kepada kita.
Kedua, berdoa kepada para Kudus, bukan berarti bahwa melalui mereka Allah mengetahui permohonan kita, namun agar doa-doa kita menjadi efektif melalui doa-doa dan jasa mereka.
Lanjutnya, hal ini jelas dari gaya yang dipakai Gereja dalam berdoa: karena kami menyembah Tritunggal Mahakudus yang Terberkati agar mengasihani kita, sementara itu kami memohon kepada para kudus di surga untuk mendoakan kita.
5.
Mintalah sesuatu yang pasti atau tertentu ketika berdoa.
Pada bagian ini, St. Thomas menggunakan pemikiran Valerius Maximus, seorang penulis Latin dan penulis dari sejumlah kumpulan anekdot historis pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Kuno, Tiberius, dari tahun 14-37 M, untuk menjelaskan mengapa perlu meminta sesuatu yang pasti ketika berdoa.
Dalam buku Facta et dicta memorabilia, Maximus mengatakan bahwa Sokrates menganjurkan bahwa kita hendaknya meminta kepada para dewa tiada lain selain hal-hal yang baik bagi kita karena mereka mengetahui apa yang baik bagi setiap orang, di mana ketika berdoa, kita seringkali meminta untuk apa yang terbaik bagi kita.
Menurut St. Thomas Aquinas, pendapat ini benar pada sebuah tingkat tertentu, sebagaimana pada hal-hal yang mungkin menghasilkan sebuah kejahatan, dan yang manusia mungkin menggunakan sakit atau sehat, misalnya kekayaan, yang dengannya banyak yang jatuh ke dalam kejahatan; kehormatan, yang dengannya telah menghancurkan banyak orang; kekuasaan, yang dengannya kita telah menyaksikan hasil-hasil yang tidak membahagiakan; perkawinan-perkawinan yang megah yang kadang-kadang membawa perpecahan dalam keluarga.
Namun, bagi St. Thomas Aquinas, ada hal-hal baik yang orang tidak salah dalam menggunakannya karena hal-hal tersebut tidak memiliki hasil akhir yang jahat. Hal-hal tersebut adalah yang menjadi objek dari Sabda Bahagia dan hal-hal inilah yang dicari para Kudus ketika mereka berdoa.
6.
Mintalah hal-hal yang fana ketika berdoa.
Bagi St. Thomas Aquinas, berdoa untuk hal-hal yang fana yang diingini adalah sah. Di sini ia mengutip kata-kata St. Agustinus: Adalah sah berdoa untuk apa yang sah untuk diingini: ”it is lawlful to pray for what it is lawful to desire.”
Lanjut St. Thomas Aquinas, berdoa memohon hal-hal yang fana adalah sah sejauh mereka menjadi sarana pendukung kehidupan tubuh kita dan pendukung untuk meningkatkan tindakan-tindakan keutamaan.
7.
Berdoalah bagi orang lain.
Bagi St. Thomas Aquinas, berdoa untuk mengingini hal-hal yang baik tidak terbatas untuk diri sendiri, melainkan juga bagi orang lain. Hal ini untuk menunjukkan kasih kita kepada orang lain.
8.
Berdoalah bagi musuh-musuhmu.
Berdoa bagi orang lain adalah sebuah tindakan kasih, menurut St. Thomas Aquinas. Oleh karena itu, kita terikat untuk mendoakan musuh-musuh kita sebagaimana kita terikat untuk mengasihi mereka. Lanjutnya, kita hendaknya mengasihi mereka berdasarkan kodratnya, bukan berdasarkan dosa-dosa mereka. Mengasihi musuh-musuh kita pada umumnya adalah persoalan ajaran.
Namun, mengasihi mereka secara individual bukanlah persoalan ajaran, kecuali pikiran orang memang disiapkan untuk mengasihi musuhnya bahkan dalam tingkat individual dalam rangka untuk membantu orang itu, atau jika musuhnya memohon pengampunan. Tindakan mengasihi musuh dalam tingkat individu merupakan sebuah tindakan yang sempurna.
9.
Ketujuh permohonan dalam doa Bapa Kami patut kita angkat.
Bagi St. Thomas Aquinas, doa Bapa Kami adalah doa yang paling sempurna karena seperti yang dikatakan St. Agustinus, jika kita berdoa dengan benar dan pantas, kita tidak dapat mengatakan apa pun selain yang terkandung di dalam doa Bapa Kami.
Karena doa itu menafsirkan keinginan kita di hadapan Allah, maka kemudian kita boleh meminta sesuatu dalam doa kita ketika sesuatu itu benar di mana kita hendaknya menginginkannya.
Di dalam doa Bapa Kami, kita tidak hanya meminta untuk semua yang mungkin kita inginkan, tetapi juga kita harus mengingini apa yang ada di dalamnya.
Dengan demikian, doa tersebut tidak hanya mengajarkan kepada kita untuk meminta, namun juga mengarahkan seluruh afeksi kita.
Jadi jelas bahwa hal pertama yang menjadi objek keinginan kita adalah akhir, dan selanjutnya apa pun yang terarah pada akhir.
Akhir kita itu adalah Allah yang kepada-Nya seluruh afeksi kita terarah dalam dua cara, yaitu pertama dengan kehendak kita akan kemuliaan Allah, dan kedua, dengan menghendaki kemuliaan-Nya. Yang pertama adalah kasih di mana kita mengasihi Allah di dalam diri-Nya sendiri, sementara itu yang kedua adalah kasih di mana kita mengasihi diri kita di dalam Allah. Oleh karena itu, permohonan pertama yang terungkap adalah dimuliakanlah nama-Mu, dan yang kedua adalah Datanglah Kerajaan-Mu, yang dengannya kita mohon agar kemuliaan kerajaan-Nya datang.
Pada akhir yang sama suatu hal mengarahkan kita dalam dua cara, yaitu di satu sisi, dengan kodratnya, dan di sisi lain secara kebetulan. Dari inti kodratnya, yang baik mengarahkan kita pada akhir tersebut. Suatu hal itu berguna dalam dua cara di mana akhir merupakan Sabda Bahagia, yaitu di satu sisi, dengan langsung dan prinsipiil, sesuai dengan jasa kita melakukan Sabda Bahagia dengan menaati Allah, dan dalam kerangka ini kita memohon: Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga. Di sisi lain, kita katakan: Berilah kami roti hari ini. Apakah hal ini berarti Roti yang Terberkati yang bermanfaat bagi manusia atau roti tubuh yang menunjukkan semua makanan yang cukup, sebagaimana dikatakan oleh St. Agustinus bahwa Ekaristi merupakan sakramen yang utama dan roti adalah makanan yang utama.
Secara kebetulan, kita terarah pada Sabda Bahagia dengan membuang halangan-halangan.
Ada tiga halangan pada pencapaian kita akan Sabda Bahagia.
Pertama adalah dosa yang mengeluarkan manusia dari kerajaan surga. . Oleh karenanya, kita memohon Ampunilah dosa kami.
Kedua adalah godaan yang menjauhkan kita dari kehendak Allah, dan karenanya kita berkata janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, di mana kita tidak minta untuk dicobai, melainkan tidak untuk dikuasai oleh pencobaan.
Ketiga, ada keadaan hukuman yang merupakan semacam halangan pada kehidupan yang cukup, dan untuk ini kita berkata bebaskanlah aku dari yang jahat.
10.
Doa itu cocok bagi ciptaan yang rasional.
Di sini, St. Thomas Aquinas menjawab bahwa sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, doa merupakan sebuah tindakan dari rasio, dan di dalam permohonannya terdiri atas sesuatu yang unggul, sebagaimana perintah merupakan sebuah tindakan rasio, di mana batin diarahkan untuk melakukan sesuatu.
Di sini, doa cocok bagi dia yang memiliki kemampuan untuk memiliki rasio, dan suatu yang unggul yang mungkin ia mohon. Sekarang tiada lagi sesuatu di atas yang merupakan pribadi ilahi, dan hewan yang dungu yang tanpa rasio. Oleh karena itu, doa cocok bagi ciptaan yang rasional.
11.
Orang Kudus di surga mendoakan kita.
Bagi St. Thomas Aquinas, ada sesuatu yang salah dalam pernyataan Vigilantius yang mengatakan bahwa saat kita hidup, kita dapat berdoa bagi satu dengan yang lain; namun, setelah mati tak satu pun doa-doa kita bagi yang lain didengarkan, bahkan doa-doa martir pun tidak didengarkan.
Baginya, doa bagi yang lain lahir dari cinta kasih. Semakin besar cinta kasih orang kudus di surga, semakin banyak mereka berdoa bagi para musafir dan semakin mereka bersatu secara dekat dengan Allah, semakin doa-doa mereka manjur. Karena tatanan ilahi mengatur bahwa pengada yang lebih rendah menerima limpahan yang terbaik dari pengada yang lebih tinggi sebagaimana udara menerima terang dari matahari.
12.
Berdoa dengan suara.
Maksud St. Thomas Aquinas di sini adalah bahwa ada dua macam cara berdoa, yaitu pertama secara komunal dan individu. Secara komunal, doa yang dilayangkan Gereja kepada Allah mewakili tubuh orang beriman.
Oleh karena itu, doa hendaknya masuk pada pengetahuan seluruh jemaat di mana hal ini hanya mungkin terjadi dengan doa yang diucapkan.
Di sisi lain, doa individual adalah doa yang disampaikan oleh satu orang entah dia berdoa bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Karenanya doa semacam itu tidak esensial bila bersuara.
Namun, ada tiga alasan bahwa doa tersebut dilakukan dengan bersuara.
Pertama adalah bahwa doa dilakukan untuk membangkitkan gairah devosi di mana pikiran pribadi seseorang terangkat kepada Allah. Karena oleh sarana tanda-tanda eksternal, apakah dengan kata-kata atau tindakan, pikiran manusia digerakkan untuk memahami, dan konsekuensinya menimbulkan afeksi. Jadi bisa dikatakan, kita hendaknya menggunakan kata-kata atau tanda-tanda sejauh mereka membantu membangkitkan gairah pikiran. Namun, jika mereka mengganggu pikiran, kita hendaknya kita hentikan.
Kedua, suara yang dipakai saat berdoa, sebagaimana membayar hutang, menunjukkan bahwa manusia ingin melayani Allah yang dari-Nya ia mendapatkan segala hal. Bentuk pelayanan itu tidak hanya dengan pikiran, melainkan juga dengan tubuhnya. Di sini, doa dilakukan sebagai bentuk rasa puas.
Ketiga, doa-doa yang disuarakan mengalir dari dalam jiwa ke tubuh, melalui berlimpahnya perasaan seseorang ketika berdoa.
13.
Perhatian merupakan sebuah syarat yang perlu dari doa.
Menurut St. Thomas Aquinas, kita perlu melihat bahwa suatu hal perlu dalam dua cara: pertama, suatu hal perlu karena akhir dicapai lebih baik, dan dengan demikian perhatian mutlak perlu bagi doa. Kedua, suatu hal diperlukan ketika tanpanya sesuatu tidak dapat mencapai efeknya.
Di sini, menurut St. Thomas Aquinas, efek doa ada tiga, yaitu
Efek pertama sebuah efek yang umum berlaku bagi semua tindakan yang dipicu oleh cinta kasih. Untuk menyadarinya, tidaklah perlu bila doa harus penuh perhatian karena daya maksud asali, yang dengannya orang ingin berdoa, menyumbang seluruh doa yang berjasa.
Efek kedua dari doa adalah pantas pada itu (thereto) dan terdiri dalam tindakan mencapai sesuatu dengan doa. Di sini sekali lagi, maksud asali cukup untuk mendapatkan efek ini. Namun, bila maksud asali berkurang, doa kehilangan jasa dan tindakan mendapatkan sesuatu yang diminta juga berkurang. Hal ini disebabkan karena, sebagaimana Gregorius berkata, Allah tidak mendengar doa dari mereka yang tidak memberi perhatian pada doanya.
Efek ketiga doa adalah bahwa yang menghasilkan sekali baik penyegaran rohani pikiran dan karenanya perhatian sebuah syarat yang perlu.
Tambah St. Thomas Aquinas bahwa ada tiga macam perhatian yang dapat dipakai pada doa yang bersuara, yaitu pertama yang memerhatikan kata-kata; kedua, yang memerhatikan pada kepekaan kata-kata; ketiga, yang memerhatikan akhir doa, sebutlah, Allah. Jenis terakhir inilah yang paling perlu. Lebih lanjut lagi, perhatian ini kadang-kadang begitu kuat sehingga pikiran melupakan hal-hal lain.
14.
Berdoalah dalam waktu yang cukup lama.
Di sini St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa kita berbicara tentang doa dalam dua cara; pertama, dengan memikirkannya di dalam doa itu sendiri; kedua, dengan memikirkannya dalam penyebabnya.
Penyebab doa adalah hasrat akan cinta kasih, yang darinya doa muncul. Hasrat ini harus berlanjut dalam diri kita baik secara aktual maupun virtual karena keutamaan dari hasrat ini tetaplah berada did alam apa paun yang kita lakukan berdasarkan cinta kasih, dan kita harus melakukan segala hal bagi kemuliaan Allah.
Dari perspektif inilah doa harus berlanjut.
Namun, doa yang dipikirkan dalam doa sendiri, tidak dapat berlanjut karena kita masih memiliki kesibukan pekerjaan lain. Oleh karena itu, kuantitas suatu hal harus diukur dengan akhirnya, contohnya kuantitas dosis harus diukur dengan kesehatan.
Demikianlah bahwa doa haruslah berakhir cukup lama untuk membangkitkan gairah hasrat batin. Ketika gairah dari dalam batin ini melampaui ukuran ini, dia tidak dapat dilanjutkan lebih lama lagi. Doa harus dihentikan tanpa menyebabkan kekuatiran.
15.
Doa adalah tindakan yang berjasa.
St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa doa, disamping menyebabkan kegembiraan rohani disaat berdoa, memiliki dua kemanjuran yaitu dalam melakukan perbuatan yang berjasa dan dalam mendapatkan. Sekarang, doa manjur dalam melakukan perbuatan jasa karena dihasilkan dari cinta kasih sebagai akarnya.
Di sini doa lahir dari cinta kasih melalui media agama di mana doa merupakan sebuah tindakan dan syarat bagi kebaikan doa, misalnya kerendahan hati dan iman. Iman diperlukan dalam berdoa kepada Allah. Kita perlu percaya bahwa kita dapat meraih dari-Nya apa yang kita cari. Kerendahan hati perlu pada bagian pribadi yang berdoa, karena dia mengenali kebutuhannya. Devosi juga perlu.
Sebagaimana pada kemanjurannya dalam mendapatkan apa yang diingini, kemanjuran doa berasal dari rahmat Allah kepadanya kita berdoa, dan Yang meminta kita untuk berdoa, sebagaimana yang dikatakan St. Agustinus: Dia tidak akan mendesak kita untuk meminta namun dia berkehendak untuk memberi, juga yang dikatakan Krisostomus: Dia takpernah menolak untuk mengabulkan doa-doa kita karena dalam kebaikan cinta kasih-Nya dia mendesak kita untuk tidak berhenti berdoa.
16.
Pendosa dapat memperoleh sesuatu dari Allah dengan doanya sejauh doanya lahir dari hasrat alami akan kebaikan.
Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa, menurut St. Thomas Aquinas, dalam diri seorang pendosa ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: kodratnya di mana Allah mengasihi dia, dan dosa di mana Allah membenci dosa itu.
Ketika seorang pendosa berdoa untuk sesuatu dengan hasrat yang penuh dosa, Allah tidak akan mendengarkan doanya dengan belas kasih, tetapi tidak jarang dengan kemurkaan saat Dia membiarkan pendosa itu jatuh ke dalam dosa yang lebih dalam.
Namun, Allah akan mendengar doa si pendosa jika doanya lahir dari hasrat alami yang baik, bukan berasal dari keadilan-Nya, karena pendosa tersebut tidak layak untuk didengarkan, namun dari belas kasihan-Nya.
17.
Bagian-bagian doa:
permohonan, doa, perantaraan, dan syukur.
Di sini St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa ada tiga syarat doa.
Pertama, bahwa pribadi yang berdoa harus mendekati Allah kepada-Nya ia berdoa. Hal ini ditandai dalam kata doa sendiri karena doa adalah mengangkat pikiran kepada Allah.
Kedua, haruslah ada sebuah permohonan, dan ini ditandai dalam kata doa perantara bagi orang lain.
Ketiga, adalah alasan untuk mendapatkan apa yang kita minta. Hal ini terjadi di pihak Allah atau di pihak pribadi yang berdoa.
Dari pihak Allah, alasan untuk mendapatkan bagian dari Allah adalah kekudusan-Nya. Sementara itu. alasan untuk mendapatkan di pihak pribadi yang meminta adalah syukur karena melalui pemberian rasa syukur atas keuntungan yang diterima, kita akan menerima keuntungan yang lebih.
Demikianlah dalam 1 Tim 2:1 dikatakan bahwa dalam Misa, konsekreasi didahului dengan permohonan untuk mengundang hal-hal yang kudus ke dalam pikiran. Doa ada di dalam konsekrasi itu sendiri yang di dalamnya pikiran haruslah terarah kepada Allah. Doa perantara adalah permohonan-permohoanan yang mengikuti, dan syukur berada di akhir doa.
Dalam konferensi Bapa-Bapa Gereja, kita membaca bahwa permohonan adalah saat meratapi dosa seseorang; doa adalah berjanji kepada Allah; doa perantara adalah doa bagi orang lain, syukur adalah pikiran yang terangkat ke Allah dalam keadaan kegembiraan yang tak terkatakan.
Langganan:
Postingan (Atom)