Ads 468x60px

Sabtu 2 Maret 2013


Prapaskah II
Mi 7:14-15.18-20; Luk 15:1-3.11-32

“In nomine patris et misericordia - Dalam nama Bapa dan kerahimanNya.”
Mengacu pada buku saya, "XXI -Interupsi" (Kanisius), adapun kisah “Kembalinya Anak yang Hilang" mempunyai 3 tahap dasar, al:

1. Anak bungsu: 
Kita mencintai hidup yang dinamis: "terbang" – pergi dan sibuk ke banyak tempat - bertemu dengan banyak orang dan banyak soal tapi pada akhirnya kita tersungkur "jatuh" dan merasa amat lelah-letih-“habis” dan tidak punya rumah. Kita rindu pulang menantikan sambutan uluran dan pelukan Bapa. Dengan kata lain: Kita menjadi si bungsu yang "sayap"nya rapuh karena hidup tidak berhati-hati. 

2. Anak sulung: 
Kita mencintai hidup yang statis. Kita menjadi "anak manis" - yang taat, yang baik, yang tidak hanyut dalam “pesta-pora" tapi “kerasan di rumah”. Di balik itu, kita selalu merasa paling benar/paling baik. Kita sok dan terkena kesombongan rohani. Kita mudah mencibir, mempergunjingkan dan mencap buruk orang lain. Dengan kata lain: Kita menjadi si sulung yang "akar"nya keropos karena mudah iri dan tinggi hati.

3. Sang Bapa: 
Inilah panggilan hdp yg sejati, menjadi Bapa yang menyambut "anaknya" dengan hangat dan bersahabat. Bapa yang berbelas kasih: menerima dan menghargai kerapuhan orang, yang mengasihi-menghargai dan mengampuni. Ia tidak menghakimi dan tidak mudah menuding. Ia adalah gambaran Allah yang penuh kasih bagi kita, entah kita sulung yang akarnya keropos atau bungsu yang sayapnya rapuh. Siapkah kita belajar menjadi "Bapa"? 

"Tolak gempa dalam nama Tuhan - jadilah Bapa yang selalu berbelaskasihan". 


Tuhan memberkati+Bunda merestui. 
Fiat Lux!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar