Ads 468x60px

Sabtu 18 Mei 2013

“Nomen est omen.”

Paskah VII - Novena RK ke-9
Kis 28:16-20.30-31; 21:20-25

“Nomen est omen - Nama adalah satu pertanda”. Inilah salah satu latar belakang pemaknaan mengapa saya kadang memberi singkatan atas sebuah nama/keadaan seperti yg saya tulis dalam buku “TANDA” (Kanisius). Hari ini secara kebetulan Yohanes juga memberi nama dan pertanda dirinya sendiri sebagai “saksi” (Yoh 21:24) dan “murid yang dikasihi Tuhan” (Yoh 21:20). Bersama dengan Simon Petrus dan Yakobus, ia adalah murid yang dekat dengan Yesus, sebagaimana tampak dalam kebersamaannya di Bukit Tabor, ketika Yesus berubah rupa atau transfigurasi (Mat 17:1; Mrk 9:2; Luk 9:28); di Taman Getsemani, ketika Yesus berdoa dengan sedih dan gentar (Mat 26:37; Mrk 14:33); di Kapernaum, ketika Yesus membangkitkan anak Yairus (Mrk 5:37; Luk 8:51); dan di bukit Zaitun, ketika Yesus memberitahukan tentang permulaan penderitaanNya (Mrk 13:3). 


Sebenarnya, dalam kacamata semiotik, nama Yohanes adalah nama Yunani yang berasal dari kata loannes, yang diturunkan dari nama Ibrani Ye ho hanan atau Yohanan, yang artinya “Yahwe menganugerahi”. Adapun tiga sikap dasar supaya kita juga bisa menjadi saksi dan murid yang dikasihi Tuhan, yakni “RAK”, al:

1.Reflektif:
Yohanes adalah tipe orang yang sedikit bicara, tetapi kata-katanya sangat tertimbang dan mendalam. Kata-kata itu bukan asal keluar dari mulut, tetapi berdasarkan refleksi dan praktek hidup. Tepatlah slogan orang muda yang mengatakan, “Think, before speak!” Ia mengajak kita berhati hati dan selalu bersikap reflektif di tengah kesibukan dan rutinitas harian.

2.Aktif: 
Yohanes dipanggil menjadi rasul (Mat 4:21; Mrk 1:19; Luk 6:14) dan disebut boanerges (“anak-anak guruh”) karena gairah dan keaktifannya. Menurut kesaksian St. Ireneus, Yohanes mewartakan Injil di Efesus. Menurut Tertulianus, karena keaktifannya inilah, Yohanes ditangkap dan dibawa ke Roma lalu dimasukkan ke dalam minyak yang mendidih, namun ia tidak terluka sama sekali dan penyiksaan itu tidak mendatangkan ajalnya. Karena itu di via Latina Roma didirikan Gereja yang didedikasikan kepada Yohanes di Oleo (“dalam minyak”) dan tidak jauh dari tempat itu Paus Gelasius I membangun Gereja St. Yohanes di Porta Latina. Yohanes akhirnya dibuang ke sebuah pulau, yang kemungkinan besar pulau Patmos, sampai lanjut usia. Tempat-tempat kudus yang didedikasikan kepada St. Yohanes adalah Basilika St. Yohanes di Efesus, Gereja St. Yohanes di Porta Latina, Gereja St. Yohanes di Oleo, dan Basilika St. Yohanes Lateran. Menurut tradisi, Injil keempat ditulis oleh Yohanes anak Zebedeus. Demikian halnya dengan surat-surat Yohanes, sekurang-kurangnya Surat Pertama Yohanes, sebab Surat Kedua dan Ketiga Yohanes bisa jadi ditulis oleh seorang imam atau penatua yang tidak disebutkan namanya (2 Yoh 1:1; 3 Yoh 1:1). Sedangkan dengan Kitab Wahyu, St. Yohanes Martir mengatakan bahwa Yohanes adalah juga penulisnya, yang waktu itu berada di Patmos, sebuah pulau di dekat Asia Kecil (Why 1:9). Jelaslah bahwa hidup dan karyanya berpola “prodia-PROaktif DInamis dan Aktif".

3.Karitatif: 
Pada tahun-tahun akhir pelayanannya, Yohanes selalu berkhotbah yang sama dan pendek: “Anak-anakku, cobalah kamu saling mengasihi”. Waktu ditanya mengapa mengulang-ulang saja khotbah itu, ia menjawab: “Itulah perintah Tuhan yang utama. Jika kamu melakukannya, sudah cukuplah itu.” Dialah orang yang mengutamakan kasih dan pelbagai karya kasih.

“Makan nasi pakai kari-jadilah saksi setiap hari.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar