“Peregrinatio Pro Christo.”
Za 12:10-11; 13:1; Gal 3:26-29; Luk 9:18-24
“Peregrinatio Pro Christo - Mengembara demi Kristus.” Inilah salah satu program dasar Ignatius Loyola dalam membentuk karakter menjadi sahabat Yesus, “Sang Mesias.” Adapun banyak orang berkualitas yang mengembara demi “pax/kedamaian” dan “bonum/kebaikan” disebut juga sebagai “Sang”: Ada Bung Karno – “Sang Proklamator”, Bendera Pusaka – “Sang Saka Merah Putih”, Soeharto – “Sang Bapak Pembangunan”, Ahmad Dahlan – “Sang Pencerah”, Sun Tzu – “Sang Panglima”, Adam Smith – “Sang Bapak Ekonomi. Christ John – “Sang Naga”, Paus Yohanes XXIII - "Sang Bapak Konsili Vatikan", bahkan Romo Mangunwijaya kadang juga disebut sebagai “Sang Burung Manyar” dsbnya.
Za 12:10-11; 13:1; Gal 3:26-29; Luk 9:18-24
“Peregrinatio Pro Christo - Mengembara demi Kristus.” Inilah salah satu program dasar Ignatius Loyola dalam membentuk karakter menjadi sahabat Yesus, “Sang Mesias.” Adapun banyak orang berkualitas yang mengembara demi “pax/kedamaian” dan “bonum/kebaikan” disebut juga sebagai “Sang”: Ada Bung Karno – “Sang Proklamator”, Bendera Pusaka – “Sang Saka Merah Putih”, Soeharto – “Sang Bapak Pembangunan”, Ahmad Dahlan – “Sang Pencerah”, Sun Tzu – “Sang Panglima”, Adam Smith – “Sang Bapak Ekonomi. Christ John – “Sang Naga”, Paus Yohanes XXIII - "Sang Bapak Konsili Vatikan", bahkan Romo Mangunwijaya kadang juga disebut sebagai “Sang Burung Manyar” dsbnya.
Dalam Injil hari ini, Yesus “Sang Mesias” juga mengajak kita memiliki karakter berkualitas sebagai anak-anak Allah dengan hidup berpola menjadi “Sang Kuli”, al:
1. "SANG"kal diri:
Yesus mengajak kita untuk berani mengosongkan diri, melepaskan diri dari keterikatan dengan harta dan nafsu duniawi. Yesus sendiri memberi teladan pengosongan diri (kenosis) itu, yaitu “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Fil 2:6-8). Inilah sebuah tindakan yang “menganggap diri sendiri tak ada”, membiarkan diri “terlupakan” dan “tersingkirkan demi Tuhan. Padahal kebanyakan orang mau dianggap sebagai yang terbaik dan terpenting. Menyangkal disini boleh diartikan dengan tidak mengindahkan atau lebih jelasnya" tidak lagi memikirkan kepentingannya sendiri. Menyangkal diri boleh dikatakan, seperti kita berani berkata tidak untuk "perbuatan tertentu" yang dulunya kita tidak dapat menolaknya, padahal situasi itu kita sangat sukai. Dkl: Yesus mengajak kita menomorsatukan kehendak Allah dan bukan melulu hasrat atau kesenangan kita belaka.
2. pi"KUL" salib:
Salib adalah salah satu alat yang digunakan oleh orang Romawi untuk menjalankan hukuman mati terhadap seseorang yang berbuat kejahatan. Salib dianggap sebagai alat untuk mendatangkan kematian dengan cara yang pelan namun sangat menyakitkan. Orang Romawi biasanya menggunakan salib untuk menghukum mati budak atau orang asing. Orang yang dijatuhi hukuman diharuskan memikul salib atau balok lintang ( atau balok mendatar) ke tempat eksekusi. Disinilah memikul salib berarti mempersiapkan diri untuk menghadapi semua kemungkinan, seperti dialami oleh Yesus sendiri atau para martir dan para kudus karena kesetiaan iman pada kehendak Allah dan keselamatan jiwa sesama manusia. Memikul salib disini juga berarti siap untuk menanggung hal terburuk yang mungkin ditimpakan oleh orang lain pada kita karena kita beriman kristiani. Jelasnya, panggilan memikul salib itu merupakan salah satu cara kita untuk "mengenakan Kristus" yang juga pernah mengalami “trilogi penyaliban”: stigmatisasi/dicap buruk, marginalisasi/disingkirkan dan victimisasi/dikambinghitamkam. Lukas sendiri juga menambahkan kata “setiap hari” (bdk. Mrk 8:34) yang bisa diartikan bahwa perjuangan iman ini membutuhkan konsistensi, sebuah kesediaan dan perjuangan setiap hari untuk mematikan “HEM-Hedonisme-Egoisme+Materialisme” demi kasih dan iman kita kepada Kristus yang tersalib.
3. "I"kuti Tuhan:
Selain karya, doa merupakan salah satu tema penting dalam Injil Lukas. Sembilan kali Lukas mengisahkan Yesus yang berdoa (Luk 3:21; 5:16; 6:12; 9:18.28-29; 11:1; 22:41-44; 23:34.46). Saat-saat penting dalam hidup Yesus selalu dibingkai dalam suasana doa untuk menegaskan bahwa semua sabda dan karya-Nya, pilihan dan keputusan-Nya merupakan bagian dari pelaksanaan kehendak Bapa. Selain itu dalam injil Lukas kita dapat menemukan ajaran Yesus tentang doa yang lebih lengkap dibanding dengan Injil Sinoptik lainnya, yakni dalam Luk 11:5-8; 18:1-8.9-14. Dalam perikop hari ini, sebelum mewahyukan identitas diri-Nya kepada para rasul, Yesus berdoa seorang diri kepada Bapa-Nya (ay. 18). Adapun kata “Mengikut Aku” dalam bahasa Yunaninya dipakai kata ”apisw” yang artinya “di belakang” (Matius 10 :38). Mengikuti di sini juga boleh diartikan sebagai "menjadi murid", "menjadi pengikut-Nya" atau “pergi bersamanya." Nah, jika Yesus selalu memulai karyanya dengan doa kepada Bapa, apakah kita juga setia untuk selalu memulai dan membawa semua karya kita dalam doa kepada Allah? Lebih daripada itu, bukankah juga kalau kita berani mengikuti Tuhan kita harus berani ikut dalam pengalaman sengsara dan wafatNya supaya layak juga untuk nanti bangkit bersamaNya?
“Cari sagu cari bahan- Jangan ragu ikuti Tuhan.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar