Yes 9:1-6; Tit 2:11-14; Luk 2:1-14
Pesan Natal KWI dan PGI tahun ini mengambil tema "Datanglah, ya Raja Damai" (Bdk. Yes. 9:5). Fokus utamanya memang himbauan untuk menciptakan damai dan mengharapkan rahmat Tuhan agar meganugerahkan rahmat damai dan keadilan di dunia, khususnya di Indonesia. Empat gelar utusan Allah yang diharapkan datangnya adalah Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (bdk. Bacaan I). Keempat gelar tersebut dikenakan pada "seorang putera" yang telah lahir bagi kita, yang memegang lambang pemerintahan. Bagi kita umat Katolik dan umat kristiani pada umumnya, tokoh yang disebut oleh nabi Yesaya itu adalah Yesus Sang Mesias. Dengan empat gelar tersebut, Yesus tampil sebagai seorang yang datang dari Allah, misi-Nya adalah menegakkan Kerajaan Allah yaitu pemerintahan Allah di dunia.
Di dalam pesan Natal KWI-PGI 2013, keempat gelar bagi Mesias dijelaskan sebagai berikut:
1). Mesias disebut "Penasihat ajaib", karena Dia sendiri akan menjadi keajaiban adikodrati yang membawakan hikmat sempurna dan karenanya, menyingkapkan rencana keselamatan yang sempurna.
2). Dia digelari "Allah yang perkasa", karena dalam DiriNya seluruh kepenuhan ke-Allah-an akan berdiam secara jasmaniah (bdk. Kol. 2:9, bdk. Yoh. 1:1.14).
3). Disebut "Bapa yang kekal" karena Mesias datang bukan hanya memperkenalkan Bapa Sorgawi, tetapi Ia sendiri akan bertindak terhadap umat-Nya secara kekal bagaikan seorang Bapa yang penuh dengan belas kasihan, melindungi dan memenuhi kebutuhan anak-anak-Nya (Bdk. Mzm. 103:3).
4). Raja Damai, karena pemerintahan-Nya akan membawa damai bagi umat manusia melalui pembebasan dari dosa dan kematian (bdk. Rm. 5:1; 8:2).
Nubuat nabi Yesaya mengenai tokoh Mesias tersebut selalu dihidupkan di dalam Gereja sebagai bahan renungan Natal. Memang sudah selayaknya nubuat itu, lebih-lebih yang berkaitan dengan gelar "Raja Damai" selalu direnungkan kembali. Dunia, khususnya keadaan negara dan bangsa kita masih harus menghadapi berbagai persoalan yang mengancam kedamaian dan keadilan. Sejumlah permasalahan bangsa yang diangkat dalam pesan KWI dan PGI antara lain: masih adanya tindakan (gerakan?) intoleransi yang merusak kehidupan beragama, perusakan alam dan lingkungan hidup, kejahatan korupsi, dan lemahnya integritas para pemimpin bangsa. Keprihatinan dan kegembiraan yang dialami negara dan bangsa kita menjadi renungan yang tepat di malam Natal ini karena kedatangan Yesus yang membawa keselamatan dan damai sejahtera belum dapat diwujudkan sepenuhnya karena berbagai kendala tersebut. Boleh dikatakan bahwa dunia di sekitar Yesus pada waktu itu tidak jauh berbeda dengan zaman sekarang. Zaman Yesus juga diliputi oleh berbagai tindakan intoleransi, bahklan intoleransi internal ketika para pemuka agama saling berebut pengaruh dan menganggap kelompok mereka yang paling benar. Kelompok imam, kelompok Farisi, dan kelompok Herodian adalah kelompok-kelompok yang mempunyai masa sendiri-sendiri. Kelompok-kelompok terwebut tidak kompak. Oleh karena itu, tekanan penjajahan Romawi tidak dapat dienyahkan. Meskipun tidak kompak namun anehnya mereka semua dapat satu kata ketika melawan Yesus dan menghendaki kematian-Nya.
Kondisi memprihatinkan di saat kelahiran Yesus
Kasus korupsi, merosotnya moral serta rapuhnya integritas para pemimpin rakyat dan umat sudah terjadi di zaman Yesus. Mungkin yang tidak menjadi issue pokok adalah soal pelestarian alam. Yesus dilahirkan di dalam situasi kemiskinan dan penindasan yang dialami oleh bangsa Yahudi pada umumnya. Yusuf dan Maria hanyalah sebagian dari bangsa jajahan yang harus tunduk kepada penjajah Roma untuk melakukan sensus. Hal itu terjadi sekitar tahun 6 sM. Seperti kita tahu, sensus penduduk dilakukan untuk menentukan seberapa besar pajak yang dapat ditarik dari rakyat. Jadi, kepergian Yusuf dan Maria dari Nazaret ke Betlehem adalah demi kepentingan penjajah. Sensus semacam itu diadakan oleh pemerintah Roma setiap 14 tahun sekali. Orang-orang harus kembali ke tanah asal mereka, yaitu ke tempat di mana mereka masih mempunyai tanah hak milik mereka berdasarkan warisan. Jadi, yang penting bukan kembali ke daerah di mana mereka dilahirkan tetapi kembali ke daerah di mana mereka masih mempunyai tanah warisan. Diperkirakan Yusuf masih punya tanah warisan di Betlehem. Bisa jadi Yusuf memang dibesarkan di Betlehem sebelum migrasi ke Nazaret.
Yesus lahir di palungan
Maria disebut sebagai tunangan Yusuf. Ikatan pertunangan ini sudah punya kekuatan hukum, tetapi keduanya masih belum diperbolehkan berhubungan suami isteri. Sebenarnya cukup Yusuf saja yang harus ke Betlehem untuk mendaftarkan diri. Namun, Maria yang sedang mengandung tua itu dibawanya serta ke Betlehem meskipun jarak dari Nazaret ke Betlehem sekitar 120 km. Jika ditempuh dengan berjalan kaki, dibutuhkan waktu sekitar 4 sampai 5 hari. Mengapa Maria dibawa serta. Kemungkinannya, Yusuf tidak mau meninggalkan Maria di Nazaret berhubung dengan kandungannya yang sudah besar itu. Yusuf membuktikan dirinya sebagai orang yang bertanggungjawab atas keluarganya. Ternyata benar, Maria melahirkan anaknya ketika mereka berada di Betlehem. Tempat di mana Yesus dilahirkan ditunjukkan dengan ungkapan "dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan" (ay. 7). Karena Yesus dibaringkan di palungan, dapat diduga bahwa ia lahir di kandang hewan. Apalagi ayat 8 mengisahkan adanya para gembala dan kawanan ternak. Maria terpaksa melahirkan bayinya di tempat yang tidak semestinya karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.
Para gembala sebagai kelompok pinggiran
Para gembala yang sederhana itu justru mendapat kehormatan didatangi malaikat dan diberi warta tentang kelahiran Yesus Juruselamat. Para gembala sebenarnya termasuk kelompok yang dipandang rendah oleh kelompok yang setia pada hukum kebersihan kultis. Mereka dianggap tidak akan mampu mengikuti hukum-hukum ibadat secara detil. Pekerjaan yang mereka lakukan tentu menjadi hambatan bagi mereka untuk secara hukum dan peraturan ibadat, misalnya keharusan untuk mencuci tangan, bersih dari hal-hal yang menajiskan, dsb. Para gembala itu berjasa menggembalakan domba-domba yang disediakan untuk upacara korban di Bait Allah Yerusalem. Betlehem berada sekitar 8 km sebelah Selatan Yerusalem. Namun jasa mereka terhadap Bait Allah itu tidak menolong nama baik mereka. Bagaimanapun juga mereka biasa digolongkan sebagai kelompok yang kurang taat pada aturan-aturan agama, terasing dari dunia Bait Allah.
Justru kepada kelompok yang tersingkir dari kalangan Bait Allah inilah Tuhan berkenan memberitakan warta gembira keselamatan. Isi dari pewartaan para malaikat adalah: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan" (ay. 10-12). Sunggubh ironis, bahwa para gembala yang tidak diperkenankan oleh para imam Bait Allah untuk menjadi saksi di pengadilan itu kini dikehendaki oleh Alah sendiri sebagai saksi dari kemuliaan dan karya keselamatan-Nya. Wartanya jelas, bahwa Juruselamat telah lahir, tempatnya juga jelas (kota Daud, Betlehem), dan tandanya juga jelas (bayi dibungkus lampin, berbaring di palungan). Yang belum jelas bagi para gembala tentunya: Siapakah Juruselamat itu? Apakah makna keselamatan yang dibawa-Nya bagi para gembala? Kisah-kisah selanjutnya menyatakan bahwa para gembala dengan cara mereka sendiri dapat merasakan kegembiraan dan keselamatan yang diwartakan oleh para malaikat itu.
Kontras-kontras
Yang menarik dari Injil Natal adalah adanya kontras-kontras yang ditampilkan. Kebesaran duniawi dari Kaisar Agustus dikontraskan dengan kelembutan ilahi dari Yesus. Kuasa duniawi kaisar Agustus dikontraskan dengan kuasa surgawi Yesus. Kaisar Agustus terkenal sebagai kaisar yang ingin menciptakan PAX ROMANA (damai Roma). Ia berusaha sebisa mungkin untuk menciptakan damai di seluruh wilayah negara Roma dan jajahannya. Dalam Injil hari ini, kaisar Agustus yang sering dipuja sebagai "juruselamat dunia" itu dibandingkan dengan Yesus Sang Juruselamat sejati. Ia membawa damai, tetapi bukan damai yang artinya "asal tidak ada perang". Damai Kristus adalah damai yang harus diwujudkan dari hati yang tulus dan menghendaki apa yang terbaik bagi Allah, sesama dan diri sendiri.Peristiwa Penyelamatan
Kelahiran Yesus yang dipenuhi dengan suasana sederhana dan miskin itu dijadikan sebagai momen karya penyelamatan Allah. Ini semua terjadi karena Allah sungguh mengasihi umat-Nya sampai berkenan menunjukkan kemuliaan-Nya dengan tindakan kasih yang membebaskan manusia dari kuasa dosa, menguduskan manusia dan mengembalikan keutuhan ciptaan.
Bacaan II memberi pernyataan yang menarik: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,.." Pendidikan bagi manusia ditawarkan oleh Allah dengan cara unik, yaitu mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menjadi manusia dengan segala kerapuhannya namun tanpa dosa.
Menggali pesan bacaan
- Perayaan Natal tidak pernah absen dirayakan oleh umat Kristiani dari tahun ke tahun. Apakah makna Natal selalu sama? Tidakkah ada yang baru bagi kita karena kita merayakan peristiwa yang sama setiap tahun? Ada sebuah kisah pendek:
Seorang gadis kecil diajak oleh neneknya pergi ke Gereja dan mengagumi gua Natal yang dipasang di dekat panti imam. Sang nenek berkata : "Lihat betapa indah patung-patung itu, lihat domba-domba yang rapi berjejer di sekitar Yesus bersama gembala mereka. Lampu-lampu goa berwarna-warni. Indah bukan?" Gadis kecil itu menjawab: "Ya nek, semuanya indah sekali. Namun ada satu hal yang menggangguku. Kenapa Yesusnya kecil terus? Besarnya masih sama dengan tahun lalu. Mengapa Yesus tidak tumbuh besar?"
Memang benar, patung bayi Yesus di gua Natal selalu kecil. Natal bagi kita tidak untuk merayakan tumbuhnya bayi Yesus, tetapi merayakan semakin tumbuhnya iman kita, semakin berkembangnya kedewasaan kita, terciptanya kehidupan yang semakin damai sejahtera, semakin besarnya kasih kita kepada Tuhan dan sesama, dsb.
- Apakah yang menjadi perhatian utama kita di saat Natal? Sebuah kisah inspiratif lain mungkin dapat menjadi renungan kita:
Mimpi Bunda Maria
Yosef, aku bermimpi.
Saya tidak dapat memahaminya, namun mimpi itu tentang ulangtahun anak kita.
Umat kristiani dalam mimpiku mempersiapkan pestanya sekitar lima minggu.
Mereka telah menghiasi rumah dan membeli pakaian-pakaian baru.
Mereka rajin berbelanja dan membeli bermacam-macam hadiah.
Aneh bagiku, karena hadiah-hadiah itu bukan untuk Anak kita.
Mereka membungkusnya rapi dan meletakkannya di bawah sebuah pohon.
Ya betul Yosef, pohon buatan itu ada di dalam rumah mereka.
Mereka menghias pohon itu dengan lampu dan hiasan warna-warni.
Mereka memasang patung malaikat kecil di puncak pohon itu.
Semuanya tertawa-tawa dan tampak bahagia.
Yosef, mereka saling berbagi hadiah, tetapi tidak untuk Anak kita.
Saya tidak yakin apakah mereka mengenal Anak kita.
Mereka tidak pernah menyebut nama-Nya.
Aku rasa, jika Yesus ikut datang dalam pesta mereka,
mungkin akan mereka anggap pengganggu.
Betapa sedih jika Yesus tidak boleh hadir
di pesta ulangtahunnya sendiri.
Saya bersyukur bahwa itu hanya mimpi.
Betapa pahitnya Yosef, jika itu adalah kenyataan.
- Kita sekarang ini hidup di zaman kontras-kontras. Ada kaya-miskin, kuat-lemah, suci-profan, duniawi-surgawi, dan sebagainya. Yesus telah memilih lahir di tengah kelompok yang tersingkir, dengan cara yang amat sederhana. Gereja saat inipun setiap kali ditantang untuk menentukan pilihan. Pesta Natal mengingatkan Gereja akan perjuangan terus-menerus untuk mewartakan dan mewujudkan keselamatan. Adakah karya keselamatan Allah lewat Gereja sudah menjangkau mereka yang tertindas, tersingkir, menderita, miskin, terancam? Kita boleh yakin bahwa Gereja senantiasa mengemban obsesi untuk berpartisipasi pada karya keselamatan. Yang lebih penting bukan obsesinya, tetapi sejauh mana obsesi itu telah terwujud. Yang penting bukan teori tentang Natal tetapi buah-buah iman dari Natal.
Ada sebuah kisah lagi:
Seorang isteri sudah lama merindukan bukti cinta dari suaminya. Suatu kali dia memancing kepekaan suaminya untuk itu dengan menceritakan mimpinya: "Pak, aku tadi malam bermimpi kauberi bingkisan Natal. Di dalamnya kudapati gaun yang indah, sepatu warna coklat yang saya inginkan, dan sebuah jam tangan mungil yang indah. Kira-kira apa arti mimpi itu ya pak? " Suaminya menjawab dengan kalimat pendek dan meyakinkan, "Bu, nanti sore ibu akan tahu apa arti mimpi itu." Sang isteri amat gembira dan yakin bahwa di hari natal ini dia akan mendapatkan bukti cinta dari suaminya: gaun, sepatu dan jam tangan yang indah. Sorenya sang suami pulang dari toko, membawa sebuah bungkusan. Begitu masuk rumah, dia langsung memanggil isterinya dan berkata. "Bu, ini ada bingkisan untukmu?" Sang isteri gembira sekali karena pancingannya rupanya berhasil. Dengan antusias dibukanya bungkusan itu, ternyata isinya adalah sebuah buku yang berjudul: "Berbagai Tafsir dan Makna Mimpi".
Natal memang kisah yang indah dan mengharukan, namun tidak ada maknanya jika kisah itu tidak mengubah diri kita. Di hari Natal, orang lain membutuhkan bukti bahwa Yesus sungguh lahir di hati kita dan mengubah diri kita menjadi manusia yang semakin mampu mengasihi sesama. Namun, kerapkali Natal hanya berhenti pada kisah Yesus, Maria dan Yosef dua ribu tahun yang lalu. (Harikus).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar