Bacaan Injil pada Hari Kamis Putih ini berbicara banyak soal pembasuhan kaki yang sering ditafsirkan sebagai ungkapan “5K”, kasih, kerendahan hati, kesederhanaan, ketulusan dan kesederhanaan.
Pembasuhan kaki sendiri adalah pekerjaan budak. Yesus rela menjalankan tugas budak itu untuk menunjukkan kerendahan hati-Nya. Tindakan Yesus di dalam pembasuhan kaki dipaparkan oleh Yohanes secara detail dengan serentetan kata kerja dengan subyeknya adalah Yesus sendiri:
Yesus "menanggalkan jubah-Nya,
Ia mengambil sehelai kain lenan,
Ia mengikatkannya pada pinggang-Nya,
Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi,
Ia mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu
Ia menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu."
Secara simbolis, tindakan Yesus melepas jubah dan mengikatkan kain lenan di pinggang ini menunjuk pada tindakan perendahan diri Yesus yang rela melepas status Ilahi-Nya untuk menjadi manusia yang dipandang rendah yaitu menjadi hamba (bdk. Fil 2:5-11; juga Hymne "Firman yang menjadi Manusia" pada awal Injil Yohanes). Yesus melepaskan status Guru dan Tuhan untuk merasuk ke status Hamba.
Para murid dan kita sekalian diperintahkan untuk saling “bersih-bersih”, saling “membasuh kaki”, artinya menunjukkan pelayanan yang membawa keselamatan yang kudus bagi sesama.
Kita dapat merenungkannya pada awal Trihari suci ini:
Apakah selama ini, tindakan kasih kita telah membawa keselamatan bagi mereka yang kita kasihi?
Apakah pelayanan kasih kita dilandasi oleh sikap tulus?
Apakah selama ini kita sendiri merasa bahwa kaki kitapun telah dibasuh oleh orang lain?
Banyak orang telah membasuh kaki kita dengan ketulusan kasih mereka. Adakah kasih mereka membuat kita semakin baik atau menjadikan kita suci?
Kita ingat, bagaimana sikap Yudas. Pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus terhadapnya tidak membawa efek pengudusan karena dia dengan sengaja menolaknya. Tentu saja kita tidak mau seperti Yudas, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar