PW. St. Robertus Bellarminus
1 Kor. 12:31 - 13:13; Mzm. 33:2-3,4-5,12,22; Luk. 7:31-35.
1 Kor. 12:31 - 13:13; Mzm. 33:2-3,4-5,12,22; Luk. 7:31-35.
“Ars Moriendi - Seni Kematian”
Inilah salah satu tulisan St.
Bellarminus, selain 2 buku katekismus serta tafsiran Mazmur dan 7 sabda
terakhir Yesus. Bellarminus sendiri lahir di Montepulciano Siena, Italia, 4 Okt 1542 dan
wafat pada 17 Sept 1621 di Roma. Ia dinyatakan sebagai Beato pada 13 Mei
1923, sebagai Santo pada 29 Juni 1930 dan sebagai Pujangga Gereja pada 17 Sept
1931.
Nah, di tengah dunia yang mudah
menghakimi dan memberi cap jelek yang juga tampak dalam bacaan hari ini, ketika
Yesus di-cap "seorang pelahap & peminum, sahabat pemungut cukai &
orang berdosa" (Luk 7:34) dan ketika Yohanes dicap sebagai "kerasukan
setan" (Luk 7:33), Bellarminus menjadi orang yang tidak mudah men-cap tapi
selalu belajar memahami dengan tiga modalnya, antara lain:
1. Kognisi.
Dengan studi yang mendalam, ia mampu tampil dan hidup pada zamannya secara objektif, tanpa sentimen & praduga. Dengan intelektualitasnya, ia menjadi jernih & tajam dalam melihat setiap persoalan secara utuh, seperti yang dikatakan Paus: "Kami mengangkat orang ini karena Gereja Allah tidak banyak memiliki orang pintar yang setara dengannya."
Dengan studi yang mendalam, ia mampu tampil dan hidup pada zamannya secara objektif, tanpa sentimen & praduga. Dengan intelektualitasnya, ia menjadi jernih & tajam dalam melihat setiap persoalan secara utuh, seperti yang dikatakan Paus: "Kami mengangkat orang ini karena Gereja Allah tidak banyak memiliki orang pintar yang setara dengannya."
2. Afeksi.
Sebagai seorang Yesuit, Bellarminus tidak hanya melakukan retret agung pada masa novisiat & tersiat. Setiap tahun ia mengadakan retret agung. Kisah ini tentu menunjukkan bahwa intelektualitas & spiritualitas berjalan bersama. Dimensi kognisi/budi beriringan dengan dimensi afeksi/hati -nya sehingga ia selalu rendah hati & berhati-hati terhadap suara & hiruk pikuk dunia.
Sebagai seorang Yesuit, Bellarminus tidak hanya melakukan retret agung pada masa novisiat & tersiat. Setiap tahun ia mengadakan retret agung. Kisah ini tentu menunjukkan bahwa intelektualitas & spiritualitas berjalan bersama. Dimensi kognisi/budi beriringan dengan dimensi afeksi/hati -nya sehingga ia selalu rendah hati & berhati-hati terhadap suara & hiruk pikuk dunia.
3. Aksi.
Ia dikenal cekatan dalam memecahkan aneka-ria persoalan iman. Ketika diangkat sebagai Kardinal & Uskup Capua, ia-pun langsung mengadakan kunjungan ke semua paroki. Ia tidak hanya "teori" di belakang meja tapi "praktek", mau blusukan dalam karya nyata :”Aku rasa, tugas seorang imam pun tak jauh berbeda dengan tugas dokter. Bukankah banyak orang yang butuh pertolongan imam? Lihat! Betapa banyak orang yang terlantar jiwanya karena kekurangan imam!”
Ia dikenal cekatan dalam memecahkan aneka-ria persoalan iman. Ketika diangkat sebagai Kardinal & Uskup Capua, ia-pun langsung mengadakan kunjungan ke semua paroki. Ia tidak hanya "teori" di belakang meja tapi "praktek", mau blusukan dalam karya nyata :”Aku rasa, tugas seorang imam pun tak jauh berbeda dengan tugas dokter. Bukankah banyak orang yang butuh pertolongan imam? Lihat! Betapa banyak orang yang terlantar jiwanya karena kekurangan imam!”
"Ada kaktus di musim semi- St
Robertus doakanlah kami"
Salam HIKers.
Tuhan berkati & Bunda mrestui.
Fiat Lux! (@RomoJostKokoh).
Tuhan berkati & Bunda mrestui.
Fiat Lux! (@RomoJostKokoh).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar