Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia
Sir 10:1-8; Mzm 101:1a,2ac,3a.6-7; 1Ptr 2:2:13-17; Mat 22:15-21
“Pro Patria et Ecclesia – Demi bangsa
dan tanah air!”
Inilah semboyan latin populer yang saya
gemakan dalam misa tirakatan proklamasi tadi malam. Semboyan ini sejajar dengan
aksioma “100% Katolik, 100% Indonesia” dari Mgr. Soegijapranata yang kerap
dijuluki: “Bung Karno-nya Gereja Indonesia”. Momentum proklamasi sendiri hadir
sebagai sebuah ‘moment of truth’: tidak melupakan dan sekaligus mencatat
pengalaman orang Katolik pada rumah bersama bernama Res-publica Indonesia
karena kita memang bukan bagian yang lebih besar (pars major), tetapi kita harus
terus berjuang menjadi bagian yang lebih baik (pars sanior).
Berangkat dari hal inilah, ketika saya
ikut dalam misa syukuran ulang tahun imamat bersama uskup dan para pastor di
Gereja Laurentius Alam Sutra Tangerang, terpasanglah dua bendera, di kiri dan
kanan altar, sebuah bendera kebangsaan (patria) berwarna “merah putih” beserta
sebuah bendera keberimanan (ecclesia) berwarna “kuning putih”.
Nah, dari dua bendera dasar inilah,
kalau di Senayan kita punya “MPR”, maka supaya kita bisa menjadi bagian yang
lebih baik (pars sanior), kita semua diajak memiliki “MPK”, antara lain:
1.Merah: Keberanian
Kemerdekaan adalah "jembatan emas”. Ia hanyalah "alat/jalan" untuk mencapai tujuan yg lebih luhur, yaitu kemerdekaan manusia-manusia Indonesia. Itu sebabnya kita mesti terus berjuang dengan berani karena:
Kemerdekaan adalah "jembatan emas”. Ia hanyalah "alat/jalan" untuk mencapai tujuan yg lebih luhur, yaitu kemerdekaan manusia-manusia Indonesia. Itu sebabnya kita mesti terus berjuang dengan berani karena:
-MERDEKA itu berarti bergandengan
tangan, bergandengan pikir, bergandengan hati, menyatukan visi misi dan mimpi
demi satu negeri pertiwi.
-MERDEKA itu berarti melangkah kaki ke
depan; satu-dua, kanan-kiri, jgn jalan sendiri (nanti bisa ‘ngos’), lbh baik
jalan bersama biar ‘joss’.
-MERDEKA itu berarti melangkah kaki ke
depan: satu-dua, kanan-kiri, pandang ke depan, perkecil menengok kebelakang
(apalagi jalan di tempat).
-MERDEKA itu berarti melangkahkan kaki
ke depan: satu-dua, kanan-kiri (jangann kaki kiri menjegal kaki kanan, nanti
kesrimpet dan jatuh sendiri).
-MERDEKA itu berarti melangkahkan kaki
ke depan: satu-dua, kanan-kiri, maju terus pantang mundur (bukannya mundur
terus pantang maju, bukan?)
Pastinya, bangsa yg merdeka adalah bangsa
yang terus berjuang memberi ruang fair flay bagi proses komunikasi yang cerdas
dan bebas dari segala bentuk ketidakmerdekaan. Dalam bahasa Soegijapranata:
“Banjaklah keuntungan jang kita trima dari masjarakat jang kita duduki, banjak
pula djasa jang hrs kita lakukan pada chalajak ramai sekitar kita.”
2.Putih: Kesucian
“Kamu dipanggil untuk kemerdekaan; maka abdilah satu sama lain dalam cinta kasih.” Kita diajak memiliki nada dasar c, cinta dalam kasih dan pelayanan yang tulus dan kudus.
“Kamu dipanggil untuk kemerdekaan; maka abdilah satu sama lain dalam cinta kasih.” Kita diajak memiliki nada dasar c, cinta dalam kasih dan pelayanan yang tulus dan kudus.
Beberapa pesan supaya kita bisa hidup
tulus, kudus dan memancarkan kesucian, al:
- “Orang merdeka adalah orang yang hati dan tindakannya tidak dikuasai oleh kebencian dan hawa nafsu” (bac 1).
- “Orang merdeka adalah orang yang hati dan tindakannya tidak dikuasai oleh kebencian dan hawa nafsu” (bac 1).
- ”Orang merdeka adalah orang yang mau
menghormati dan mampu mengasihi semua orang atas dasar takut akan Allah ” (bac
2).
- “Orang merdeka adalah orang yang
hidupnya seimbang dan mampu menghayati berbagai peran secara bijaksana, baik
dalam hubungan dengan Tuhan, dalam masyarakat, dalam keluarga, dll” (bac
injil).
Yang pasti, kemerdekaan itu ibarat buah,
baik buat pencernaan, tapi cuma lambung sehat yang mampu mencernanya, bukan?
“Kamu dipanggil untuk kemerdekaan; maka abdilah satu sama lain dalam cinta kasih.”
3.Kuning: Kemuliaan
Sebuah inkonsistensi: suka sholat tapi suka mengumpat, suka ke gereja tp males kerja, suka kebaktian tp suka kebatilan, suka aksi tapi gandrung korupsi. Merdekakah? Bukankah Gereja berpesan bahwa kita telah dipanggil untuk merdeka, tapi janganlah kita menggunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa.
Sebuah inkonsistensi: suka sholat tapi suka mengumpat, suka ke gereja tp males kerja, suka kebaktian tp suka kebatilan, suka aksi tapi gandrung korupsi. Merdekakah? Bukankah Gereja berpesan bahwa kita telah dipanggil untuk merdeka, tapi janganlah kita menggunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa.
Kemerdekaan juga harus menjamin empat
hal yakni merdeka bersuara, merdeka dalam beragama, merdeka dari ketakutan dan
merdeka dari kesengsaraan. Dkl: kemerdekaan mengajak kita untuk memiliki
semangat kemuliaan dalam kata dan tindakan nyata bersama dengan Tuhan. Bukankah
kemuliaan tampak ketika kita senantiasa memperjuangkan kesatuan: “kita kuat
karena bersatu dan kita bersatu karena kuat.”
Yah, semoga kita semua mjd satu dlm
semangat "Bhineka Tunggal Ika" dan janganlah berhenti tangan
mendayung dan kaki terayun, karena nanti arus bisa membawa larut dan hanyut: In
necessariis unitas in dubiis libertas in omnibus caritas: Dlm
kegentingan-bersatulah, dlm keraguan-merdekalah, dlm segala hal–cintailah!
“Merah darahku, Putih tulangku, Katolik imanku."
“Cari kayu dan akasia – Dirgahayu bangsa
Indonesia”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0.
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0.
Senin, 17 Agustus 2015
HR Kemerdekaan Republik Indonesia
Sir 10:1-8; Mzm 101:1a,2ac,3a.6-7; 1Ptr 2:2:13-17; Mat 22:15-21
HR Kemerdekaan Republik Indonesia
Sir 10:1-8; Mzm 101:1a,2ac,3a.6-7; 1Ptr 2:2:13-17; Mat 22:15-21
"Iustitia - Keadilan"
Inilah salah satu point pokok yang
diberikanNya pada hari kemerdekaan Republik Indonesia. Inilah juga yang
diwartakanNya ketika menjawab "jebakan" para kaum Farisi &
Herodian seputar aturan membayar pajak: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang
wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan
kepada Allah" (Mat 22:21).
Sebenarnya, "diskursus" antara
Yesus & para musuhnya (Farisi+Herodian) ini sungguh tidak adil, tidak
ber-"lustitia" dengan beberapa alasan, antara lain:
1. Satu VS Banyak :
"Pertempuran" ini bukan 1 lawan 1, tapi Yesus seorang diri melawan banyak orang (ahli taurat, para tetua, kaum Farisi, Saduki & kelompok Herodian)
"Pertempuran" ini bukan 1 lawan 1, tapi Yesus seorang diri melawan banyak orang (ahli taurat, para tetua, kaum Farisi, Saduki & kelompok Herodian)
2. Muda VS Tua :
Yesus masih berumur 33 tahun melawan para lawannya yang sudah berumur lebih tua dan lebih "berpengalaman".
Yesus masih berumur 33 tahun melawan para lawannya yang sudah berumur lebih tua dan lebih "berpengalaman".
3. Tanpa sekutu VS banyak sekutu:
Yesus tidak membiarkan murid2Nya ikut tapi orang Farisi menyuruh murid2Nya ikut menjeratNya. Sebenarnya yang terjadi dalam kisah Injil pada hari ini adalah hal yang biasa, sebuah kebiasaan Yahudi di mana dua "GURU/RABBI dari kelompok yang berbeda saling mengajukan pertanyaan mengenai ilmu agama, saling berdebat & berdiskusi. Biasanya diadakan di Bait Allah/gerbang kota, supaya disaksikan banyak orang.
Yesus tidak membiarkan murid2Nya ikut tapi orang Farisi menyuruh murid2Nya ikut menjeratNya. Sebenarnya yang terjadi dalam kisah Injil pada hari ini adalah hal yang biasa, sebuah kebiasaan Yahudi di mana dua "GURU/RABBI dari kelompok yang berbeda saling mengajukan pertanyaan mengenai ilmu agama, saling berdebat & berdiskusi. Biasanya diadakan di Bait Allah/gerbang kota, supaya disaksikan banyak orang.
Yang luar biasa adalah cara Yesus
mengatasi "jebakan" para musuhNya. Dilukiskan, para musuhNya
pertama-tama berunding/bersekongkol untuk menjeratNya , lalu dengan hati licik
cerdik hendak menjebak Yesus dengan pertanyaan dilematis. Yesus sendiri tidak
terpancing/terprovokasi. Ia tetap "3C", "Cool - Calm - Controlled."
JawabanNya tidak mengandung sinisme & sarkasme, karna Yesus benar-benar
bisa mengambil jarak, ikut tapi tidak hanyut larut, terlibat tapi tidak
terlipat.
Hal ini sangat terasa dalam jawaban
Yesus yang tetap menempatkan Allah di atas segalanya secara kontekstual. Ia
tidak membalas yang jahat dengan yang jahat, tapi dengan sikap yang
"3C" tadi, ia ber-"aletheia", menyingkapkan selubung
kelicikan hati para musuhNya. Sudahkah kita juga memiliki pola "3C"?
"Dari Bumiayu ke Maluku - Dirgahayu
Bangsaku!"
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar