Hari Raya Penampakan Tuhan
Matius 2:1-12
"Stella Aeterna - Bintang Abadi."
Inilah salah satu karakter ilahi dari pribadi Yesus yang kehadirannya selalu mencerahkan-meneduhkan dan menghangatkan. Sinarnya menyatukan para gembala yang bersahaja dengan para majus yang bijaksana. Kasihnya mengajak orang yang jauh menjadi dekat, untuk sama-sama datang dan bersembah sujud kepadaNya.
Pastinya, dengan merayakan Hari Raya Natal dan Epifani (sekarang Hari Raya Penampakan Tuhan), kita pun patut sadar akan kewajiban kita untuk datang dan bersembah sujud kepada Kristus melalui doa, sembah bakti, dan perbuatan-perbuatan baik serta korban.
Dengan kata lain: Kita diajak memiliki 3 poros untuk belajar menjadi "bintang", antara lain:
1.Berusaha:
Seperti para majus yang pergi dari Timur ke Yerusalem, kitapun juga diajak untuk selalu berusaha, hidup dalam pola "meninggalkan", lepas dari ketakutan masa lampau dan masa depan.
2.Bersukacita:
Kita yakin bahwa Allah selalu menyertai kita. Itu juga yang dialami para majus yang disertai Bintang Betlehem. Hati mereka penuh dengan syukur ketika menemukan Yesus dengan perantaraan bintang yang tersamar.
3.Berbagi:
"Burung tekukur burung rajawali - tiada syukur tanpa berpeduli!"
Jelasnya, buah orang yang bersyukur adalah lebih mudah berpeduli, tidak cuek bebek tapi mau memberikan "harta/talenta"nya kepada orang banyak. Marilah kita terus tinggal dalam sembah sujud; dan kepada Dia, yang guna menyelamatkan kita, merendahkan Diri hingga ke tingkat kemiskinan yang begitu rupa dengan menerima tubuh kita, marilah kita berbagi dan mempersembahkan tidak hanya kemenyan, emas dan mur, melainkan juga berbagi persembahan rohani, yang lebih luhur daripada yang dapat dilihat dengan mata.
"Dari Pasar Baru ke Kramat Jati – Selamat tahun baru, Tuhan Yesus memberkati.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!
NB:
1. "Ad astra per aspera - Sampai ke bintang dengan jerih payah."
Inilah motto negara bagian Kansas di Amerika yang juga menjadi tema pokok pada Hari Raya Penampakan Tuhan (Efifani) dan kalimat penutup pada salah satu buku saya, "FX - Sketsa Walikota Surakarta".
Pastinya, setelah natal, para majus (Kaspar Baltasar Melkhior) datang ke Yerusalem dan bertanya-tanya, “Dimanakah Raja Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintangNya di ufuk timur dan kami datang untuk menyembah Dia” ("ex oriente lux - cahaya itu datang dari timur").
Jelaslah bahwa Yesus datang sebagai "Bintang" dan kitapun diajak belajar menjadi "bintang bintang kecil" bagi dunia. Mengacu pada dunia harian kita, ada pelbagai bintang: bintang film sampai bintang iklan, bir bintang, bintang tujuh, bintang laut dll, yang pasti itu sebabnya Apollo 13 bermotto "ex astris scientia - dari bintang datanglah pengetahuan".
Adapun 3 sikap dasar dari bintang, al:
A. "Universal":
Bintang bersinar untuk semua orang tanpa pandang bulu. Ia tidak diskriminatif. Cahayanya terbuka: tidak eksklusif tapi inklusif. Karya keselamatan Allah juga berlaku universal, melebar dan menyebar untuk semua. Dengan kata lain: Kita diajak menjadi orang yang tanggap jaman, yang tidak pilih kasih tapi siap ber-dialog kasih bagi semua.
B."Integral":
Bintang bersinar dengan utuh-penuh dan menyeluruh. Setiap malam selalu berkelap kelip. Ia memantulkan dan membagikan sinarnya 100% dengan sepenuh hati, tidak peduli diabaikan/ditinggalkan, dipergunjingkan/dilupakan. Eksistensinya jelas: hadir dan mengalir, berbagi dan peduli. Dengan kata lain: Aku berbagi (cahaya) maka aku ada. Sudahkah?
C."Inspirasional":
Bintang selalu meng-inspirasi banyak orang. Banyak lagu-drama-prosa+puisi bicara soal bintang: dari lagu "bintang kecil" sampai seabrek ramalan bintang dan lain-lain. Kehadirannya selalu membawa "enlightenment", pencerahan bagi dunia. Kita juga diajak menjadi inspirasi (Lat: "in-spirit": dalam ROH) bagi dunia, mencerahkan dan menyegarkan dunia dengan warna warni kasih dan kebaikan.
"Cari senar di Taman Sari - Mari bersinar setiap hari."
2. “Lumen Gentium - Cahaya Para Bangsa”.
Itulah pesan pada Hari Raya Epifani bahwa para majus datang untuk menyembah Kristus, “Cahaya Para Bangsa”. Yang pasti, bersama 3 majus, kita juga diajak menjadi “lumen gentium”, dg 3 pola dasar, antara lain:
A.”CA”ri Tuhan:
Dalam tradisi Eropa, mereka digambarkan sebagai orang Asia, Afrika dan Eropa. Dalam “Excerpta et Collectanea” yang ditulis St.Beda: “Para majus, al: Melkior, orang tua berambut putih berjenggot panjang (dari Asia); Kaspar, orang muda tanpa jenggot dan kulitnya kemerah-merahan (dari Eropa); Baltasar, berkulit hitamdan berjenggot lebat (dari Afrika). Mereka datang dari negeri yg jauh dan menggunakan keahliannya untuk mencari Tuhan. Sudahkah kita gunakan keahlian/talenta sebagai sarana untuk mencari Tuhan?
B.”HA”dapi cobaan:
Suatu kutipan dari penanggalan orang kudus abad pertengahan: “Setelah mengalami banyak cobaan dan kelelahan, ke-3 Majus bertemu di Sewa pada tahun 54 untuk merayakan Natal. Lalu, setelah Misa Natal, mereka wafat: Melkior pada 1 Januari (usia 116 thn); Baltasar pada 6 Jan (112 thn); Kaspar pada 11 Jan (109 thn). Walau kadang kita "lelah": dilukai, dijatuhkan, dikorbankan da dikambinghitamkan, maukah kitaselalu tegar dan tetap berbagi sinar kasih bagi banyak orang?
C.”YA”kini iman:
Kunjungan para majus telah menggenapi nubuat KSPL (Bil 24:17, Maz 72: 10-11, Yes 60:6). Dan, meski masih banyak misteri tentang orang majus, Gereja selalumenghormati sembah sujud mereka sebagai penghayatan dalam ekaristi dan adorasi: Mereka ber-“adoro te devote” dengan membawa 3 gift, al: emas/Ia adalah raja “yg memimpin”; kemenyan/imam “yg menguduskan”; mur-balsam makam/nabi “yang mewartakan”. Bukankah sejak dibaptis, kita juga diajak menjadi raja, imam dan nabi? Pastinya, seperti 3 majus yang pulang lewat "jalan baru" setelah berjumpa dengan Yesus, kita juga diajak untuk selalu mau lahir dan menapaki jalan hidup yang baru. Ya, seperti kata St. Gregorius Nazianze, “Marilah kita persembahkan tidak cuma kemenyan, emas dan mur tapi juga persembahan rohani, yang lebih luhur daripada yang dapat dilihat dengan mata!
“Ada Dullah ada Alya, Jadikanlah hidup kita selalu bercahaya."
3.Pesta Penampakan Tuhan:
"Mereka berlutut dan memuji Yesus"
Chromatius: Mengungkap Keilahian Kristus yang mulia.
"Marilah memperingati betapa jayanya kemuliaan yang hadir dalam diri sang Raja setelah dilahirkan, setelah para majus yang dalam perjalanannya patuh mengikuti bintang yang berinar. Para majus segera berlutut dan memuji Dia yang dilahirkan sebagai Tuhan. Dalam palungan-Nya mereka memuliakan-Nya dengan persembahan, meski Yesus adalah bayi yang masih menangis dalam gendongan ibu-Nya.
Dengan mata fisik, mereka melihat satu hal, namun mereka juga melihat hal lain dengan mata hati mereka. Mereka memandang kerendahan hati yang diambil-Nya dalam rupa seorang bayi, tetapi kejayaan keilahian-Nya telah dimanifestasikan juga mereka lihat. Mereka melihat seorang anak laki-laki, tetapi Dialah Tuhan yang dipuja. Sangat tidak terperikan misteri kemuliaan ilahi-Nya! Allah yang tak kasat mata dan abadi tidak segan mengambil rupa seorang manusia untuk kita. Putera Allah, yakni Allah alam semesta, lahir dalam rupa manusia. Dia memperkenankan dirinya lahir di palungan, sehingga surga berada dalam palungan tersebut. Dia berada dalam buaian; buaian yang tidak dapat digenggam dunia. Dia didengar dalam bentuk tangisan bayi. Dialah persona yang sama yang mengatakan bahwa seluruh dunia akan berguncang pada saat sengsara-Nya.
Maka Dialah, Allah yang mulia dan Tuhan yang agung, yang dilihat sebagai bayi yang mungil oleh para orang majus. Dialah yang selama masih kecil adalah benar-benar Allah dan Raja abadi. Bagi-Nya, Yesaya menubuatkan, "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita; seorang putera telah diberikan untuk kita, lambang pemerintahan ada di atas bahunya (Yes 9:6)"."
(Trattato sul vangelo di Matteo 5:1)
4. "Stella-Bintang."
Inilah nama kolik-koran katolik yang pernah di rintis bersama di SMA Ursulin Solo pada tahun 2014.
Adapun hari ini, kita juga diajak menjadi "bintang bintang kecil" yang bisa mencerahkan-meneduhkan+menghangatkan sesama+semesta.
Pastinya, kita adalah pengembara di dunia dengan tujuan akhir kehidupan kekal di surga.
Agar tidak tersesat, tapaki perjalanan hidup ini dengan selalu mengarahkan hati kepada Yesus, Sang Bintang - Terang Dunia.
Teladani semangat dan ketekunan para majus/sarjana dari Timur yang meninggalkan segala kenyamanan demi berjumpa denganNya.
Temukan Yesus di balik kesederhanaan hosti kudus, dalam setiap pribadi yang kita jumpai maupun dalam peristiwa yang kita alami. Perjumpaan denganNya akan memberikan sukacita sejati.
Mari persembahkan keseluruhan diri kita, ubah haluan hidup dan jadilah bintang bagi sesama, menunjukkan arah yang benar menuju kepadaNya.
Jatuh cinta kepada Tuhan adalah kisah cinta terbesar.
Mencari Dia adalah petualangan terbesar.
Menemukan Dia adalah pencapaian terbesar manusia.
(St. Agustinus dari Hippo, 354-430).
5.Para Majus
Para majus sampai ke Yerusalem karena dituntun oleh bintang. Mereka ingin menyembah seorang raja yang baru lahir, yang kehadiran-Nya ditandai dengan munculnya sebuah bintang di Timur. Mereka datang ke Yerusalem karena mengira bahwa raja yang baru lahir itu adalah anak Herodes. Tetapi ternyata mereka salah duga.
Dalam Kitab Bilangan, Bileam menubuatkan akan adanya bintang yang terbit dari Yakub (Bil 24:7). Dalam Midrash Rabbah (tulisan yang ditemukan di Qumran) bintang yang terbit dari Yakub diartikan sebagai Sang Mesias. Kitab Wahyu menyebut Kristus sebagai “bintang timur yang gilang gemilang” (Why 22:16). Dengan demikian bintang menjadi simbol adanya campur tangan Ilahi yang menunjukkan jalan bagi orang-orang bukan Yahudi untuk bertemu dengan Sang Mesias.
Yang menarik adalah bahwa para majus itu diceritakan masuk ke dalam sebuah "rumah" dan melihat anak itu bersama Maria, ibunya. Tidak disebut tentang gua atau kandang. Sebenarnya tradisi tentang kelahiran Yesus di sebuah gua atau kandang dipakai untuk menggambarkan kesederhanaan dan kemiskinan-Nya.
Tradisi itu muncul karena dalam kisah kelahiran-Nya disebut tentang palungan (tempat makanan ternak) dan kemiskinan Keluarga Kudus itu digambarkan dengan digunakannya kain lampin untuk membungkus Yesus. Kesederhanaan dan kerendahan hati yang membuat seluruh Yerusalem menolak-Nya (karena tidak sesuai dengan gambaran mereka tentang Mesias) ternyata tidak membuat para majus itu ragu-ragu untuk meyakini dan mengimani bahwa Yesuslah Sang Mesias yang kelahiran-Nya ditandai dengan munculnya bintang di Timur.
Mereka kemudian sujud dan menyembah-Nya. Dalam Injil Mateus, “menyembah” berarti mengakui dan mengimani Yesus sebagai Mesias, Tuhan (lih. Mat 8:2; 9:18 dst). Para ekseget memaknai “rumah” dimana Yesus hadir bersama ibu-Nya adalah simbolisasi Gereja. Kegembiraan para majus adalah kebahagiaan bahwa semua bangsa boleh masuk ke dalam Gereja.
Orang-orang majus mempersembahkan emas, kemenyan dan mur kepada Sang Bayi yang baru lahir itu. Para pujangga Gereja mengartikan persembahan itu sebagai pengakuan akan identitas Sang Bayi.
Emas melambangkan martabat dan kemuliaan raja karena hanya rajalah yang memiliki emas secara berkelimpahan.
Kemenyan menyimbolkan keilahian karena kemenyan dipergunakan dalam ibadat kebaktian kepada Allah.
Mur melambangkan kemanusiaan karena mur dipakai antara lain untuk meminyaki jenasah. Sesudah wafat di salib, jenasah Yesus diminyaki dengan mur oleh Maria Magdalena.
Dengan demikian persembahan para majus itu merupakan ungkapan iman mereka bahwa Sang Bayi yang lemah dan sederhana ini sesungguhnya adalah seorang raja agung, Dia sungguh Allah dan sungguh manusia.
Rupanya orang-orang majus itu lebih percaya pada “sasmita” bintang daripada penampilan fisik bayi Yesus. Para majus tidak mengenal konsep Mesias. Mereka tidak mengambil sikap pro atau kontra.
Yang ada pada mereka adalah keyakinan bahwa petunjuk bintang mengisyaratkan kelahiran seorang Raja besar. Oleh karena itu mereka tidak mempersoalkan ketika bintang itu muncul lagi dan menuntun mereka ke tempat di mana Yesus dibaringkan.
Dengan kedatangan para majus itu terpenuhilah nubuat tentang Mesias yang mengatakan bahwa semua bangsa akan datang menyembah Allah Israel (lih. misalnya Bil 24:17; Yes 49:23; 60:5; Mzm 72:10-15).
Akhirnya, kisah perjalanan orang-orang majus mencari Sang Mesias adalah simbol sebuah peziarahan manusia mencaridan menemukan Tuhan : keberanian meninggalkan “zona nyaman” menuju “zona resiko”: Ada keragu-raguan, kebingungan dan bahkan kehilangan arah. Tetapi juga ada tekad, ketekunan, tidak mudah menyerah dan patah semangat. Ada kerendahan hati dan kesediaan untuk bertanya. Berjumpa dengan kepura-puraan, kepalsuan dan kemunafikan.
Dan ketekunan itu membuahkan hasil : kebahagiaan dan kelimpahan bertemu Tuhan. Perjumpaan itu mengubah dan menjadikan kita kreatif, berani mencoba jalan lain, jalan alternatif. Di hadapan Tuhan semua yang kita miliki yakni harta dan segala jerih lelah kita merupakan anugerah yang layak dihaturkan kembali sebagai persembahan syukur, bukan?
6.Trilogi Persembahan “EMAS, KEMENYAN, MUR”
Seperti yang kita tahu, Injil mencatat para Majus datang dari Timur guna menyembah bayi Kristus yang baru dilahirkan, sambil memberikan hadiah-hadiah kepada bayi Yesus. Hadiah-hadiah ini berupa emas, kemenyan, dan mur. Tahukah Anda bahwa masing-masing hadiah ini memiliki nilai simbolis yang luar biasa?
EMAS, merupakan salah satu jenis logam mulia yang sangat berharga. Dulu logam jenis ini dipakai dalam membangun Bait Suci (I Raj. 7: 48-50), menghias rumah raja-raja (I Raj. 10: 17-22), dan dalam pembuatan perhiasan. Emas memperlihatkan martabat dan kekuasaan pemiliknya (Dan. 5: 29; Yak. 2: 2).
Selain itu emas juga dipakai sebagai persembahan kepada raja-raja di masa itu. Jadi melalui pemberian ini, para Majus ingin menunjukkan penghormatan tertinggi mereka pada Sang Raja yang baru lahir.
KEMENYAN, dibuat dari getah pohon-pohonan yang terdapat di Arabia Selatan dan Abesinia. Kemenyan menjadi salah satu unsur ukupan yg kudus (Kel 30: 34) dan dibakar pada saat korban sajian dipersembahkan (Im 6: 15) sebagai lambang penaikan doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah (Mzm. 141: 2).
Seorang imam yang memimpin upacara harus melengkapi seluruh upacara itu dengan bau yang harum dari kemenyan. Seperti sifat kemenyan, imam harus membawa jemaat kepada kemuliaan dan kebesaran Tuhan. Melalui pemberian ini, para Majus ingin menunjukkan Kristus sebagai Imam Agung yang akan membawa manusia menuju keselamatan dan kemuliaan, yaitu kepada Allah sendiri.
MUR, sejenis getah pada pohon yang rendah, berduri dan keras kayunya, yang bertumbuh di Arabia. Jenis rempah ini, meskipun berasa pahit, namun dianggap mewah pada masanya. Mur dipakai untuk persembahan (Mat 2: 11), sebagai bahan obat, dan untuk membalsem jenazah orang sebelum penguburan (Yoh 19: 39).
Melalui pemberian ini, para Majus ingin menunjukkan cawan penderitaan Yesus yang pahit, yang harus diminum Yesus hingga berujung pada pengorbanan-Nya di Kalvari, demi tujuan yang teramat mulia, yakni keselamatan umat manusia.
Sampai sekarang, Persembahan Kudus ini secara ajaib masih mengeluarkan harum wewangian yang semakin memancarkan aura kekudusan. Emas, terdiri dari 28 ubin berukuran kira-kira 7x5 cm dengan bentuk-bentuk yang berbeda namun didesain sangat artistik. Kemenyan dan mur berjumlah kira-kira 60 butir yang dipasang bercampuran menjadi manik-manik, masing-masing dari butir itu sebesar biji zaitun.
Konon, Bunda Maria memberikan Persembahan Kudus dari Para Majus ini kepada Gereja Yerusalem sebelum Sang Perawan tertidur dan diangkat ke Surga.
Persembahan Kudus ini tetap tersimpan di sana hingga pada tahun 400 saat Kaisar Bizantin, Arcadius, memindahkannya ke kota Konstantinopel sampai tahun 1204, saat kota diinvasi oleh pasukan Frank di masa Perang Salib.
Demi keamanan, relikui suci ini dipindahkan ke kota Nikea selama 60 tahun sampai mundurnya pasukan Perang Salib dari Konstantinopel pada masa kekaisaran Michael Paleologos.
Persembahan Kudus kemudian dibawa kembali ke Konstantinopel hingga tahun 1453, ketika Konstantinopel diinvasi dan dijarah oleh oleh bangsa Arab. Beruntungnya, Persembahan Kudus ini berhasil diselamatkan oleh Permaisuri Naro, seorang Kristiani, istri Sultan Mourat II dan ibu tiri Sultan Muhammad II.
Permaisuri Naro kemudian membawa relikui ini ke Biara Suci St. Paulus di Gunung Athos, gunung yang amat disucikan oleh umat Kristiani di seluruh dunia. Biara ini dulu didirikan oleh ayahnya, George Vragkovits, sewaktu bertakhta sebagai penguasa di Serbia, sebagai penghormatan nya kepada St. George sang Martir Agung.
Konon ketika permaisuri Maro hendak memasuki biara, sebuah suara muncul di tengah-tengah mereka sambil berkata bahwa permaisuri tidak dapat masuk ke biara ataupun naik ke gunung, karena di sana ada ratu lain yang lebih mulia, Sang Perawan Maria sendiri.
Dengan hormat, Permaisuri Naro mematuhi apa yang dikatakan suara itu sambil menyerahkan relikui kudus itu kepada para biarawan penghuni biara.
Itulah sebabnya hingga sekarang, tidak ada satupun wanita yang dapat pergi ke Gunung Athos guna menghormati Sang Theotokos, Bunda Allah.
Persembahan Kudus dari Para Majus ini disimpan di biara tersebut sampai sekarang. Di sana, sebuah Salib didirikan guna mengenang peristiwa itu, yang disebut sebagai “Salib Sang Ratu”. Salib ini masih bisa dilihat sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar